Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harliana Dwi Asary
"Proses pengurusan Izin mendirikan Bangunan (IMB) cenderung tak luput dari praktik-praktik pungutan liar (pungli), karena pada proses IMB masih memungkinkan antara petugas dan pemohon berinteraksi langsung secara tatap muka, seperti yang terjadi pada DPMPTSP Kabupaten Bogor masih adanya pungutan liar yang dirasakan oleh pemohon, adanya technology gap pada pemohon izin, penempatan pegawai masih belum sesuai dengan jenjang pendidikan, dan kurangnya sosialisasi terhadap keberadaan aplikasi perizinan online tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu e-government, hambatan implementasi e-government dan pelayanan perizinan. Metode penelitian yang digunakan yakni melalui pendekatan post-positivist, teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Implementasi E-Government di Kabupaten Bogor: Studi Kasus “Online Perizinan Transparan Informatif Sistematis (OPTIMIS)” Pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dinyatakan masih belum berjalan baik karena 2 (dua) variabel yaitu pengorganisasian dan aspek sosial masih memiliki kendala, sehingga masih perlu diperbaiki.

The process of obtaining Building Permits creates major potential for the practices of Extortion (Pungli) because it is still possible to be done between officers and applicants to interact each other face to face directly. There are still Extortion which is happened by applicants, technology gap on applicants, placement of employees which is not suitable for level of education, and lack of socialization towards the existence of these online licensing application at Investment and One Stop Intergrated Service Office (DPMPTSP) Bogor Regency. The theory which is used in this research is e-government, resistance to implemtation of e-government and permits services. The study method is used a post-positivist approach, data collection techniques with literature studies and in-depth interviews. Implementation of E-Government in Bogor Regency: Case Study "Systematic Informative Transparent Online Licensing (OPTIMIS)" on Building Permits (IMB) at the One Stop Investment and Integrated Services Office (DPMPTSP) has stil not worked well because of 2 (two) variables, organization and social aspects which have resistance in order to have to be fixed."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Cipta Perdana
"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menjelaskan perkembangan penerapan E-Government dengan kualitas pelayanan publik di lingkungan Pemerintah Kota Depok dalam Pelayanan Publik di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Pemerintah Kota Depok. Metode Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif serta Jenis Penelitian Deskriptif.
Hasil dari penerapan E-Government menunjukkan bahwa penerapan E-Government di BPMP2T Pemerintah Kota Depok terbukti memberikan dampak positif bagi peningkatan pelayanan, terutama dalam hal jumlah realisasi perizinan investasi yang meningkat secara signifikan.

The purpose of this study is to explain the development of E Government application with the quality of public services within the Government of Depok in Public Service at the Investment Board and Integrated Licensing Services of Depok City Government. This Research Method using Qualitative Approach and Descriptive Research Type.
The result of the implementation of E Government shows that the implementation of E Government in BPMP2T Depok City Government proved to have a positive impact for service improvement, especially in the case of the number of realization of investment licenses increased significantly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Angela
"Kebijakan Bebas Visa Kunjungan telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 dan disahkan pada tanggal 2 Maret 2016 oleh Presiden RI Joko Widodo. Kebijakan ini berisi tentang pemberian fasilitas bebas visa kepada 169 negara tertentu yang melakukan kunjungan ke Indonesia. Akan tetapi, pada tahap implementasinya, kebijakan bebas visa ini tidak mencapai target atau secara tidak signifikan meningkatkan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia dan justru
menimbulkan efek-efek inefektivitas. Hal ini membuat peneliti ingin menganalisis mengenai bagaimana pemerintah menerjemahkan kebijakan ini untuk diformulasikan kemudian diterapkan sebagai upaya peningkatan kunjungan wisatawan. Penelitian ini menjelaskan bagaimana formulasi kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) dan bagaimana gagasan yang ideal dalam memformulasikan kebijakan BVK. Teori yang digunakan adalah teori kebijakan publik, formulasi kebijakan dengan perspektifpolicy design. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan data primer berupa wawancara mendalam dan data sekunder berupa studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi kebijakan Bebas Visa Kunjungan ini apabila dilihat dengan perspektif policy designakan secara ideal diterjemahkan dengan lebih mendalam mempertimbangkan keseimbangan dari dua aspek utama BVK yaitu pariwisata dan keimigrasian.

The Visit Visa Free Policy has been stipulated in Presidential Regulation Number 21 of 2016 and ratified on March 2, 2016 by the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo. This policy contains the granting of visa-free facilities to 169 specific countries visiting Indonesia. However, at the implementation stage, this visa-free policy did not reach the target or did not significantly increase the growth in the number of tourist arrivals to Indonesia and instead cause ineffectiveness effects. This makes researchers want to analyze how the government translates this policy to be formulated and then implemented as an effort to increase tourist visits. This research explains how the formulation of the Visa Free Visit (BVK) policy and how the ideal idea is in formulating the BVK policy. The theory used is public policy theory, policy formulation with a policy design perspective. This study used a qualitative approach and analyzed with primary data in the form of in-depth interviews and secondary data in the form of literature study. The results of this study indicate that the formulation of the Visit Visa Free policy when viewed from the perspective of the policy design will ideally be translated into more depth considering the balance of the two main aspects of BVK, namely tourism and immigration."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eti Marifah
"ABSTRAK
Stunting merupakan masalah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah dalam penanggulangan masalah stunting telah melakukan berbagai upaya yaitu dengan menetapkan 100 kabupaten / kota prioritas intervensi stunting di Indonesia. Stunting dapat menjadi ancaman mengingat stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Kabupaten Cilacap masuk dalam 100 lokus kabupaten / kota prioritas intervensi penanganan stunting. Skripsi ini membahas tentang implementasi kebijakan manajemen stunting di Kabupaten Cilacap tahun 2019 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan yang dibahas menggunakan teori Van Metter dan Van Horn, dan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan teori Edwards III. Penelitian ini merupakan penelitian pasca positivis, dengan instrumen wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang relatif baru membuat pelaksanaan belum optimal, hal ini disebabkan regulasi di beberapa tingkat pemerintahan, dari atas hingga bawah masih belum jelas, sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan belum memadai serta koordinasi dan komunikasi distribusi yang tidak merata. antara pelaksana dan dengan kelompok sasaran masih belum maksimal, pemahaman dan sikap pelaksana dan kelompok sasaran (masyarakat) terhadap kebijakan mengenai pentingnya pemahaman mereka tentang stunting rendah, serta pengaruh kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan. politik.
ABSTRACT
Stunting is a problem that is currently being fought by the Indonesian people. The government in overcoming the problem of stunting has made various efforts, namely by setting 100 priority districts / cities for stunting intervention in Indonesia. Stunting can be a threat considering that stunting has an impact on the level of intelligence, vulnerability to disease, reduces productivity and will hamper economic growth, as well as increase poverty and inequality. Cilacap Regency is included in the 100 district / city locus priority interventions for handling stunting. This thesis discusses the implementation of stunting management policies in Cilacap Regency in 2019 and the factors that influence it. The implementation of policies discussed uses the theory of Van Metter and Van Horn, and to see the factors that influence it, the theory of Edwards III is used. This research is a post-positivist research, using in-depth interview instruments and literature study. The results of this study indicate that a relatively new policy makes implementation less than optimal, this is due to regulations at several levels of government, from top to bottom are still unclear, resources that support policy implementation are inadequate and coordination and communication are uneven distribution. between the implementers and the target group is still not maximal, the understanding and attitude of the implementers and the target group (community) towards the policy regarding the importance of their understanding of low stunting, as well as the influence of economic, social and environmental conditions. political."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Amania Afra
"Pasca penerapan LAPOR sebagai aplikasi umum dalam Sistem Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N), setiap instansi pemerintah pusat dan daerah harus mengintegrasikan sistem pengaduannya dengan LAPOR. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga mengalami kendala dalam proses integrasi karena memiliki banyak sistem pengaduan internal. Proses integrasi telah dilakukan sejak tahun 2016. Namun proses integrasi tersebut hingga saat ini belum berhasil mencapai tujuannya. Salah satu penyebab yang ditemukan adalah gejala mentalitas silo dalam proses integrasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan faktor penyebab silo mentalitas dalam integrasi sistem pengaduan pelayanan publik di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua faktor utama penyebab silo mentalitas dalam integrasi sistem pengaduan di KLHK. Kedua faktor tersebut adalah belum adanya sebaran visi dan misi serta belum adanya kejelasan peran dan tanggung jawab para pelaku terkait integrasi sistem pengaduan pelayanan publik di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan karakteristik yang dominan adalah perilaku yang mengedepankan keamanan dan kenyamanan unit itu sendiri serta mempertimbangkan unit lain yang memberi beban tambahan. Analisis faktor dan karakteristik tersebut menggunakan teori Unsur Budaya Schein (2010) yang dipadukan dengan teori Penyebab Silo Schutz dan Bloch (2006).

After the implementation of LAPOR as a general application in the National Public Service Complaint System (SP4N), every central and local government agency must integrate its complaint system with LAPOR. The Ministry of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia, as one of the institutions, is experiencing difficulties in the integration process because it has many internal complaint systems. The integration process has been carried out since 2016. However, the integration process has yet to achieve its goals. One of the causes found was a symptom of the silo mentality in the integration process. Therefore, this study aims to determine the characteristics and factors that cause mental silos in the integration of the public service complaint system at the Ministry of Environment and Forestry. This study uses a post-positivist approach. The data used in this study came from in-depth interviews, observations, and literature studies. The results showed that there were two main factors causing the silo mentality in the integration of the complaint system at the Ministry of Environment and Forestry. These two factors are the absence of the distribution of the vision and mission and the lack of clarity on the roles and responsibilities of actors related to the integration of the public service complaint system in the Ministry of Environment and Forestry. Meanwhile, the dominant characteristic is behavior that prioritizes the safety and comfort of the unit itself and considers other units that give additional burden. Analysis of these factors and characteristics uses Schein's Cultural Elements theory (2010) combined with the theory of the Cause of Silo Schutz and Bloch (2006)."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia , 2019;
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Nabila Finsidapusa
"Jaminan Kesehatan Nasional merupakan hal yang penting bagi masyarakat, namun BPJS Kesehatan mengalami defisit dana Jaminan Kesehatan Nasional. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, BPJS Kesehatan mengeluarkan beberapa opsi kebijakan, salah satunya opsi kebijakan cost sharing untuk penyakit katastropik. Di satu sisi, opsi kebijakan ini tampaknya mampu mengurangi besaran defisit, namun di sisi lain justru akan membebani masyarakat, sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis opsi kebijakan cost sharing untuk penyakit katastropik di Jaminan Kesehatan Nasional. Penelitian ini menggunakan teori Dampak Kebijakan Publik Dye (2014), dengan menggunakan pendekatan post-positivis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa opsi kebijakan cost-sharing untuk penyakit katastropik akan berdampak positif dan negatif jika diterapkan di Indonesia. Namun pilihan kebijakan cost sharing untuk penyakit katastropik akan lebih berdampak negatif yaitu pada dimensi situasi atau kelompok sasaran, dimensi waktu, biaya langsung, dan biaya tidak langsung.

The National Health Insurance is important for the community, but BPJS Kesehatan is experiencing a deficit in the National Health Insurance fund. As an effort to overcome this, BPJS Kesehatan has issued several policy options, one of which is the cost sharing policy option for catastrophic diseases. On the one hand, this policy option appears to be able to reduce the amount of the deficit, but on the other hand it will burden the community, so this study aims to analyze the cost sharing policy options for catastrophic diseases in the National Health Insurance. This study uses Dye's (2014) Public Policy Impact theory, using a post-positivist approach. The data in this study were obtained through in-depth interviews and literature study. The data processing technique in this research is qualitative. The results of this study indicate that the cost-sharing policy options for catastrophic diseases will have positive and negative impacts if implemented in Indonesia. However, the choice of cost sharing policy for catastrophic diseases will have a more negative impact on the dimensions of the situation or target group, the dimension of time, direct costs and indirect costs."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaniago, Alvin Rizalsan
"Kondisi perekonomian antar daerah yang masih timpang satu dan lain membuat pemerintah Indonesia melaksanakan masterplan percepatan dan peluasan pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang mana salah satu strategi yang dilakukan adalah pengembangan koridor-koridor ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing wilayah. Prakteknya pengembangan ini dilakukan melalui Kawasan Ekonomi Khusus. Salah satu KEK yang baru dibentuk adalah KEK Tanjung Kelayang yang secara penunjukan administratfi paling cepat di Indonesia. KEK Tanjung Kelayang yang merupakan KEK pariwisata memiliki beberapa kendala seperti konflik sengketa tanah dan tidak tercapainya target investasi. Peneliti kemudian mencoba menganalisis implementasi dari Kebijkan KEK Tanjung Kelayang tersebut dengan menggunakan multiple streams/critical juncture approach dan model implementasi rational. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivist dan dilakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam serta data sekunder dari literature. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa KEK merupakan inisiatif BUPP untuk mengembangkan kawasan dengan insentif dari pemerintah. Pemerintah ikut serta melihat potensi dari pengembangan kawasannya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Dalam implementasi kebijakan dilakukan oleh banyak aktor-aktor yang terdiri dari pemerintah dan BUPP. Masalah yang menjadi hambatan KEK adalah lambatnya realisasi investasi yang dikarenakan banyak investor yang wait and see. Secara faktor-faktor penting implementasi yang menghambat ada pada indikator visi, misi yang kurang jelas, perencanaan target investasi yang kurang dan pengawasan tanpa intervensi.

Massive economic gap between each regions in Indonesa made the government of Indonesia to launch Indonesian masterplan to accelerate economic building (MP3EI) which one of its strategy to develop multiple economic corridor using each region specialities. In the development using special economic zone. One of the new Tanjung Kelayang SEZ which perform the fastest administration appointed in Indonesia. Tanjung Kelayang SEZ have some difficulties with land conflict and unreachable investment target. Then writer want to study about the implementation with streams/critical juncture approach and rational implementation model. This study was conducted with a post-positivist approach and data was collected by conducting in-depth interviews and literature studies as secondary data. The study result, that the SEZ was BUPP doing to do business with incentive from government. Government see this as an opportunity to develop the region. The implementation itself happened with lots of actor from government and BUPP. The problem with SEZ is that the investor choose to wait and see. The important factor that influenced the implementation are unclear vision and mission, unachievable investment target and monitoring without intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library