Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Timotius Benjamin Ebenezer
Abstrak :
Skripsi ini meneliti mengenai keterbatasan hukum dalam penanganan kasus PT ASABRI yang memiliki dimensi tindak pidana korupsi dan tindak pidana pasar modal. Secara khusus, skripsi ini juga meneliti terkait bagaimana instansi kejaksaan selaku penyidik dan penuntut umum dalam menindak kasus PT ASABRI diharuskan melakukan pilihan dalam melakukan penuntutan pidana terhadap kasus PT ASABRI, yaitu memilih antara mekanisme tindak pidana korupsi atau tindak pidana pasar modal. Kejaksaan dihadapkan dengan pilihan tersebut karena kasus PT ASABRI yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang begitu fantastis dilakukan dengan melakukan serangkaian perbuatan yang melibatkan adanya manipulasi harga di bursa pasar modal. Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi preskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah adanya bagaimana kejaksaan sebagai dominus litis menentukan penggunaan tindak pidana korupsi atau tindak pidana pasar modal dalam penindakan perkara PT ASABRI. Selain itu, permasalahan dalam skripsi ini juga bagaimana faktor-faktor hukum acara dan kompetensi dari pengadilan tindak pidana korupsi memengaruhi pengambilan keputusan oleh Kejaksaan tersebut. Penggunaan asas kemanfaatan dalam mencapai pilihan tersebut juga menjadi salah satu pembahasan dalam skripsi ini. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah pemilihan penggunaan mekanisme tindak pidana korupsi oleh kejaksaan dalam penanganan kasus PT ASABRI telah tepat dilakukan karena sesuai dengan asas kemanfaatan dan asas systematiche specialiteit dalam hukum acara. ......This thesis examines the legal limitations in the prosecution the PT ASABRI case which has both a corruption crime and a capital market crime dimension. In particular, this thesis also examines how the AGO as the investigator and public prosecutor in taking action against the PT ASABRI case is required to make choices in conducting criminal prosecution of the PT ASABRI case, namely choosing between the mechanism of corruption crimes or capital market crimes. The AGO is faced with this choice because the PT ASABRI case which caused fantastic state financial losses was carried out by committing a series of actions involving price manipulation on the capital market exchange. In conducting research, the author uses doctrinal research methods with prescriptive typology. The problem in this thesis is how the prosecutor's office as dominus litis determines the use of corruption crimes or capital market crimes in the prosecution of the PT ASABRI case. In addition, the problem in this thesis is also how the factors of procedural law and the competence of the corruption court affect the decision making by the AGO. The use of the principle of expediency in achieving this choice is also one of the discussions in this thesis. The conclusion of the problem is that the selection of the use of the corruption mechanism by the AGO in handling the PT ASABRI case is appropriate because it is in accordance with the principle of expediency and the principle of systematiche specialiteit in procedural law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safiulloh
Abstrak :
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut bekerja secara teliti, saksama dan bertanggungjawab karena akta PPAT digunakan sebagai dasar bukti terjadinya suatu peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian terkait kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 783/Pdt.G/2019/PN Mdn yaitu mengenai pertimbangan Hakim yang menyatakan batalnya Akta Jual Beli. Oleh karena itu penelitian ini berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai pertanggungjawaban hukum PPAT atas akta jual beli tanah warisan yang dibuat tanpa diketahui ahli waris lainnya dan perlindungan hukum atas pembeli yang beritikad baik terhadap Akta Jual Beli yang dibatalkan oleh Hakim. Untuk menjawab permasalahan berdasarkan putusan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris serta didukung dengan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PPAT bertanggung jawab secara perdata dan administrasi atas kelalaiannya dalam pembuatan Akta Jual Beli yang berasal dari kewarisan tanpa diketahui oleh ahli waris lainnya. Berdasarkan Yurisprudensi dan ketentuan Pasal 1246, 1267, 1471 serta Pasal 1492 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, apabila dibatalkannya perjanjian jual beli tanah terhadap pembeli yang beritikad baik berhak mendapat perlindungan hukum yaitu berupa ganti kerugian dari objek jual beli tersebut. Pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor 783/Pdt.G/2019/PN Mdn telah memuat perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para ahli waris yang haknya terlanggar, akan tetapi belum mengakomodir perlindungan kepada pihak pembeli karena pertimbangan Hakim pada putusan tersebut telah membatalkan Akta Jual Beli tanpa adanya penggantian kerugian yang seharusnya diterima oleh pembeli yang bertikat baik dari penjual serta PPAT. ......The Land Deed Making Official (PPAT) is required to work carefully, thoroughly and responsibly because the PPAT deed is used as the basis for evidence of a transfer of land rights. The problems raised in the research related to the case in the District Court Decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn, namely regarding the judge's consideration which declared the cancellation of the Sale and Purchase Deed. Therefore, this study seeks to analyze and answer the problem of how PPAT is legally responsible for the sale and purchase deed of inherited land made without the knowledge of the other heirs and how is the legal protection for buyers who have good intentions against the Sale and Purchase Deed which was canceled by the Judge. To answer the problems based on the decision, normative juridical research methods and descriptive analytical research typologies were used and supported by interviews. The results of this study indicate that PPAT is civilly and administratively responsible for its negligence in making the Sale and Purchase Deed from inheritance without the knowledge other heirs. Based on Jurisprudence and the provisions of Articles 1246, 1267, 1471 and Article 1492 in the Civil Code, if the sale and purchase agreement of land is canceled, a buyer with good intentions is entitled to legal protection in the form of compensation for the object of the sale and purchase. The judge's consideration in the decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn has contained legal protection and legal certainty for heirs whose rights have been violated, but has not accommodated protection to the buyer because the judge's consideration in the decision has canceled the Sale and Purchase Deed without the existence of compensation that should be received by the buyer in good faith from the seller and the PPAT.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Olivia Natasya
Abstrak :
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat Akta autentik tidak terlepas dari kesalahan dan kelalaian. Kesalahan dan kelalaian yang terjadi pada saat pelaksanaan kewenangan Notaris mengakibatkan Notaris bersangkutan dapat digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Untuk memenuhi gugatan yang diajukan terhadap Notaris, penyidik, penuntut umum atau hakim harus memanggil Notaris bersangkutan untuk dimintakan keterangan. Penyidik, penuntut umum atau hakim dalam memanggil Notaris untuk dimintakan keterangan, harus mengirimkan surat permintaan persetujuan pemanggilan Notaris kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah di wilayah Notaris bersangkutan menjabat. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki kewenangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris yang disampaikan oleh pihak penyidik, penuntut umum atau hakim. Berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/TUN/2020, Notaris KN menggugat Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Riau kepada Peradilan Tata Usaha Negara karena mengeluarkan surat keputusan yang berisi persetujuan pemanggilan atas dirinya yang disampaikan oleh Direktorat Reskrimum Kepolisian Daerah Riau. Dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut, Notaris KN merasa dirugikan dan merasa tidak pernah membuat Akta yang dilaporkan pada Kepolisian Daerah Riau. Dalam Akta tersebut terdapat dugaan tindak pidana “membuat dan menggunakan surat palsu”. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu diperlukannya kesadaran bagi Notaris, bahwa dalam menjalankan wewenangnya ia memberikan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menjadi keharusan juga untuk memberikan keterangan atas akta yang dibuatnya, dan tidak memperhitungkan materi diatas kebenaran dan kepastian hukum yang seharusnya dimiliki oleh para penghadap maupun masyarakat luas. ......Notary as a public official who fully makes an authentic deed cannot be separated from errors and mistakes. Mistakes and errors that occur during the exercise of a Notary's authority result in the Notary concerned being sued by a person or civil legal entity. In order to comply with a claim filed against a Notary, investigators, public prosecutors or judges must summon the Notary concerned for information. Investigators, public prosecutors or judges when summoning a Notary to request information, must send a letter requesting approval for the summons of a Notary to the Regional Notary Honorary Council in the area where the Notary concerned holds office. The Regional Notary Honorary Council has the authority to approve or reject requests for approval to summon a Notary submitted by investigators, public prosecutors or judges. Based on the case in Supreme Court Decision Number 36 PK/TUN/2020, Notary KN sued the Head of the Riau Province Notary Honorary Council to the State Administrative Court for issuing a decision letter containing approval for summons submitted by the Riau Regional Police Criminal Investigation Directorate. With the issuance of the decree, Notary KN felt aggrieved and felt he had never made a deed which was reported to the Riau Regional Police. In the deed there is an alleged criminal act of "making and using fake letters". As for the advice that can be given, namely the need for awareness for Notaries, that in exercising their authority they provide certainty, order and legal protection for interested parties as well as for society as a whole. So that it is also mandatory to provide information on the deed he made, and not to take into account the material above the truth and legal certainty that should have been owned by the appearers and the wider community.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhel Muhammad
Abstrak :
Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia khususnya dalam upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sering kali bertentangan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia dari tersangka atau terdakwa. Khususnya Penahanan yang membatasi kemerdekaan dan kebebasan sesorang tersangka atau terdakwa. Penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum haruslah sesuai dengan tata cara sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, dan dilakukan atas kewenangan jabatannya yang sah. Dalam hal penahanan harus dilakukan, tetapi untuk meminimalisir kerugian pada tersangka atau terdakwa maka dapat diupayakan penangguhan atas penahanannya. Penangguhan penahanan ini sendiri diatur dalam KUHAP dan beberapa peraturan terkait lainnya dimintakan oleh tersangka atau terdakwa, keluarganya atau penasihat hukumnya dalam setiap tingkatan pemeriksaan kepada penyidik, penuntut umum, ataupun hakim yang melakukan penahanan. Penangguhan penahanan dapat dimohonkan dengan jaminan atau tanpa jaminan uang maupun jaminan orang dengan syarat yang telah ditentukan, hal ini sebagaimana diatuliskan dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP. Apabila penangguhan penahanan dengan jaminan uang, maka uang jaminan tersebut disetorkan diawal kepada panitera pengadilan negeri. Sebaliknya jika penangguhan penahanan dengan jaminan orang maka orang tersebut menjamin bahwa terjamin akan memenuhi prestasi dan menjalan syarat sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Penangguhan Penahanan. Apabila terjamin melarikan diri dan tidak juga ditemukan setelah waktu tiga bulan, maka penjamin harus membayarkan uang tanggungan sejumlah yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Penangguhan Penahanan. Jika penjamin tidak dapat memenuhi prestasi sebagaimana dalam perjanjian, maka terhadap harta benda yang telah ditentukan oleh Penetapan Pengadilan akan dikenakan sita jaminan sita conservatoir untuk kemudian dijual lelang dan hasilnya akan disetorkan ke kas Negara sebagai pembayaran dari penjamin. ...... The implementation of the Criminal Justice System in Indonesia, especially in forced attempts by law enforcement officials, is often contrary to respect for the human rights of suspects or defendants. Specifically Detention which limits the freedom and freedom of a suspect or defendant. Detention carried out by law enforcement officials must be in accordance with the procedures as specified in the law, and carried out with the legal authority of his position. In the case of detention, it must be done, but to minimize the loss to the suspect or defendant, a suspension can be sought for his detention. The suspension of detention itself is regulated in the Criminal Procedure Code and several other related regulations are requested by the suspect or defendant, his family or his legal counsel at every level of the examination to the investigator, public prosecutor, or judge conducting the detention. Suspension of detention can be filed with a guarantee or without a guarantee of money or a guarantee of people on the conditions that have been determined, this is as stated in Article 31 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code. If the suspension of detention is guaranteed with money, then the security deposit is deposited at the beginning of the district court clerk. Conversely, if the suspension of detention is guaranteed by the person, then that person guarantees that the guarantee will fulfill the performance and fulfill the conditions as stipulated in the Detention Suspension Agreement. If it is guaranteed to escape and is not found after three months, the guarantor must pay a sum of money as stipulated in the Detention Suspension Agreement. If the guarantor cannot fulfill the achievement as stated in the agreement, then the assets that have been determined by the Decision of the Court will be subject to confiscation (sita conservatoir) and then sell the auction and the results will be deposited into the State treasury as payment from the guarantor.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fikri Rasyidi
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika. Penelitian ini berfokus pada tiga pokok permasalahan, yaitu: tentang legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi di persidangan berdasarkan KUHAP, kekuatan hukum pembuktian alat buksi saksi yang diberikan oleh penyidik di persidangan, dan keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundangundangan terkait. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa penyidik tidak boleh bersaksi di persidangan atas perkara yang ia sidik sendiri dan menyarankan untuk dilakukannya fungsi kontrol terhadap penyidik dalam melakukan penyidikan agar kesaksiannya dapat di pertimbangkan hakim di proses pemeriksaan persidangan. ...... This thesis discusses some problems related to the legality of the investigator as a witness in a criminal trial drug. This study focuses on three main issues, namely: the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on KUHAP, the strength of evidence given by the investigator in a drug?s criminal trial, and the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on the Supreme Court Verdict. This study focus on juridical-normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and Indonesia's legislation. The results concluded that the investigator by some reasons is not allowed to be a witness in a drug's criminal trial and advise to add the controlling system for the investigator in conducting investigations in order to consider his testimony to the judge in the trial examination.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Santoso
Abstrak :

Prosedur penyitaan menjadi gagasan baru yang dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam upaya mengembalikan kerugian korban, khususnya dalam kasus money laundering. Umumnya, penyitaan dilakukan oleh POLRI pada tahap penyidikan. Namun, karena adanya batas waktu dalam penyidikan, maka pada prakteknya seringkali tidak efektif dalam melakukan penyitaan aset. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum dapat membantu penyitaan tersebut apabila terdapat aset yang ditemukan dan belum disita. Selain itu, penyitaan juga menjadi salah satu faktor dalam pemulihan aset. Diharapkan pemulihan aset tersebut dapat dikembalikan kepada korban. Salah satu kasus yang melakukan penyitaan pada tahap proses persidangan adalah kasus perkara Indosurya atas putusan nomor 2113K/Pid.Sus/2023. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian normatif-yuridis. Lalu, penelitian ini bersifat deskriptif dengan didukung data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan analisis penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, penyitaan terhadap aset hasil Money Laundering tidak hanya dilakukan oleh Penyidik POLRI, namun juga dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada saat proses persidangan. Pasal 81 UUU TPPU memberikan kewenangan aktif kepada hakim untuk memerintahkan jaksa melakukan penyitaan, tetapi pada praktiknya seringkali kurang dimanfaatkan. Kedua, putusan nomor 2113K/Pid.Sus/2023 menunjukkan isu keabsahan penyitaan oleh Jaksa Penuntut Umum, terutama ketidakmampuan POLRI dalam menyita aset. Meskipun hakim tidak menggunakan Pasal 81 UU TPPU, Jaksa tetap mengajukan penyitaan pada tahap kasasi untuk mencapai keadilan hukum. Selanjutnya, prosedur penyitaan aset selama persidangan menunjukkan pengakuan hakim terhadap langkah Jaksa Penuntut Umum yang memperjuangkan dan memberikan dasar untuk pemulihan aset korban. ......The confiscation procedure is a new idea that can be carried out by the Public Prosecutor in an effort to recover victims’ losses, especially in money laundering cases. Generally, confiscation is carried out by the Indonesian National Police at the Investigation stage. However, due to time limits in investigations, in practice it is often not effective in confiscating assets. Therefore, the Prosecutor can assist with the confiscation if there are assets found that have not been confiscated. Apart from that, confiscation is also a factor in asset recovery. It is hoped that the recovery of these assets can be returned to the victims. One of the cases involving confiscation at the trial stage was the Indosurya case regarding decision number 2113K/Pid.Sus/2023. This research was studied using normative-juridical research methods. Then, this research is descriptive in nature, supported by secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials which are analyzed qualitatively. Based on the analysis of this research, several conclusions can be drawn. First, confiscation of assets resulting from money laundering is not only carried out by POLRI investigators, but can also be carried out by the Prosecutor during the trial process. Article 81 of UU TPPU gives active authority to judges to order prosecutors to carry out confiscations, but in practice it is often underutilized. Second, decision number 2113/K/Pid.Sus/2023 shows the issue of the legality of confiscation by the Prosecutor, especially the inability of the POLRI to confiscate assets. Even though the judge did not use Article 81 of the UU TPPU, the prosecutor still proposed confiscation at the cassation stage to achieve legal justice. Furthermore, the asset confiscation procedure during the trial shows the judge’s recognition of the Public Prosecutor’s steps in fighting for and providing a basis for the recovery of the victim’s assets.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agra Syafiquddin Yusuf
Abstrak :
ABSTRAK
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang utama dalam sistem peradilan pidana sehingga dapat dipastikan selalu terdapat pemeriksaan saksi dalam setiap pembuktian perkara pidana. Saksi berfungsi sebagai pihak yang dengan keberadaannya dan keterangannya di dalam sebuah perkara akan membuat terang sebuah perkara. Pera mpasan atas sebuah aset hasil tindak pidana korupsi dewasa ini dapat dilakukan dengan 2 dua pendekatan yaitu penyidikan dan penuntutan secara in personam dan secara in rem. Pendekatan penyidikan dan penuntutan secara in personam menggunakan instrumen pidana dalam melakukan perampasan aset sedangkan in rem akan menggunakan instrumen perdata dalam melakukan perampasan sebuah aset. Terhadap saksi yang dipidana atas asetnya akan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini ditinjau dengan perspektif penyidikan dan penuntutan in personam dan in rem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum tertulis.Kata kunci: Keterangan saksi, penyidikan, penuntutan, in personam dan in rem.
ABSTRACT
The statements of witnesses is one of the main evidences in the criminal justice system so that there can always be witnesses in every criminal proceeding. The witness serves as a party whose existence and information in a case will shed a light of the said case. Deprivation of an asset of corruption today can be done with 2 two approaches investigation and prosecution in personam and in rem. In personam investigation and prosecution approach uses criminal instruments in asset deprivation while in rem will use civil instruments in deprivation of an asset. Against the witnesses convicted of his assets will be the subject matter in this study which will be reviewed with perspectives of investigation and prosecution in personam and in rem. This study uses normative juridical research, by studying literature on written legal materials.Keyword The statements of witnesses, investigation, prosecution, in rem and in personam.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Violla Brazzy Upoyo
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan Ilmu Pengetahuan telah melahirkan banyak instrumen-instrumen yang membantu kehidupan manusia diantaranya penelitian tentang genetika. Diketahuinya Deoxyribonucleic acid DNA sebagai pembawa unsur kimia untuk informasi genetik merupakan gen yang meneruskan informasi biologis dari induk kepada keturunannya dan telah membantu kita untuk mengetahui file-file khas karakter tubuh. Penggunaan resume hasil tes DNA dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, bukti tes DNA telah menjadi alat bukti yang penting bagi pemecahan kasus di Pengadilan Negeri khususnya terkait hubungan darah. Penerapan alat bukti ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk resume hasil tes DNA dalam penyelesaian sengketa di pengadilan telah menjadi instrumen penting dalam mengungkapkan kebenaran formil. Namun, sangat disayangkan eksistensi dari hasil tes DNA itu sendiri belum memiliki pengaturan perundang-undangan tersendiri dalam pembuktian di hukum acara perdata di Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran, fungsi serta prosedur pengajuan hasil tes DNA sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri termasuk bagaimana hakim mempertimbangkan dalam putusan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dipadu dengan wawancara narasumber. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa hasil tes DNA yang berupa resume sudah membantu hakim dalam membuat pertimbangan atas putusan dan atau penetapan yang dijatuhkan dan dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat yang tergolong akta otentik dan dapat pula diperkuat dengan keterangan ahli sebagai alat bukti dalam proses pembuktian perkara perdata.
ABSTRACT
The development of science has spawned many instruments that helps human life, such as research on genetics. Deoxyribonucleic acid DNA as the carrier of the chemical element for genetic information is a gene that passes biological information from the mother to her children and has helped us to know the typical character files of the body. The use of resumes of DNA test results in dispute resolved at the District Court is not new. The application of scientific and technological evidence including resumes of DNA test results in dispute resolvement in court has become an important instrument in revealing formal trusth. However, it is unfortunate that the existence of the DNA test does not yet have own legislation in the provision of civil procedure law in Indonesia. Based on the background, the author conducted a study that aims to find out how the roles, the functions and the procedure of filing DNA test results as evidence in the settlement of civil cases in the District Court including how judges consider in decisions. This research uses normative juridical method using literature research method and combined with interviews of resource persons. From the research results of DNA testing in the form of resumes have helped judges in making consideration of the verdict and establishment and also can be categorized as a letter proof evidence that belong to authentic deed and can also be reinforced with expert information as evidence in the process of proving civil cases.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Tiurma Utha
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai benturan antara kepentingan hukum dan hak atas privasi dalam perolehan alat bukti elektronik, khususnya dalam hal alat bukti elektronik didapatkan oleh seorang individu. Tidak adanya pengaturan secara detail mengenai perolehan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana sangat memungkinkan adanya benturan hak antarindividu. Dalam penyelesaiannya di pengadilan, Hakim harus menentukan hak yang harus didahulukan beserta dengan landasan hukum yang sesuai dengan kaidah hukum acara pidana yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang akan menjawab permasalahan skripsi ini berdasarkan dasar hukum yang berlaku. Pada simpulan penelitian ini didapatkan bahwa Majelis Hakim dalam menentukan kepentingan hukum yang harus didahulukan mengutamakan kebenaran materil yang terungkap serta mengesampingkan bagaimana seseorang dalam memperoleh alat bukti elektronik tersebut.
ABSTRACT
This thesis will discuss the collision between the parties concerned with two different rights, especially in terms of electronic devices obtained by individuals. The lack of in depth regulation about electronic evidence in legal events allows the collision of right between individuals. In its decision, the Judge will determine the rights which will take precedence with the law in accordance with the rules of the criminal procedural law in force. This study uses the normative juridical method that will be used for the thesis followed by the applicable legal basis. Therefore it can be concluded that the Panel of Judges in determining legal interest between parties should prioritize the material truth revealed and should put aside the way someone acquires electronic evidences.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jethro Julian
Abstrak :
ABSTRAK
Jaksa adalah yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melaksanakan putusan pengadilan pidana. Putusan pengadilan yang dimaksud di dalamnya juga termasuk pidana mati yang merupakan salah satu bentuk pidana yang masih diatur dalam perundang-undangan di negara Indonesia. Pada praktiknya, pidana mati yang dijatuhkan kepada seseorang baru dapat dilaksanakan bertahun-tahun setelah putusan pidana mati tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri karena dengan adanya penundaan pelaksanaan pidana mati yang berlarut-larut sehingga muncul anggapan bahwa adanya ketidakpastian hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mana akan dikaitkan dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah melakukan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa jika ditinjau dari kedudukannya sebagai dominus litis atau pengendali perkara maka seorang Jaksa yang melaksanakan putusan pengadilan dapat atas kebijakannya sendiri dapat menunda suatu pelaksanaan putusan pengadilan dalam hal ini pidana mati. Kebijakan untuk menunda pelaksanaan pidana mati sangat lekat juga dengan posisi Jaksa sebagai penegak hukum sehingga sebagai penegak hukum harus memerhatikan tidak hanya pada kepastian hukum namun juga kemanfaatan hukum dalam pelaksanaan pidana mati itu sendiri.
ABSTRACT
The prosecutor is the one who by law is authorized to execute a criminal court decision. The said court decision includes death penalty as it is one of the forms of punishment which is still used in the Indonesian law. In practice, death penalty when charged to a person the execuiton can carry out for many years after the death verdict is legally binding. It has become a problem because of the prolonged punishment the assumption of legal uncertainty also arises. In this study the author use normative juridical research methods which will be attributed to the applicable law in Indonesia. After conducting the research it is concluded that if viewed from his position as dominus litis or the case controller then a prosecutor who executes a court decision may in its sole discretion postpone an execution of a court decision in this case capital punishment. The policy to postpone the death penalty is also closely attached to the position of the Prosecutor as a law enforcer as a law enforcemer must pay attention not only to legal certainty but also the legal benefit in the execution of the death penalty itself.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>