Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elmida Ilyas
"ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan efek antihepatotoksik temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap efek hepatotoksik karbon tetrakiorida pada tikus. Percobaan ini dilakukan terhadap 21 ekor tikus yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok I merupakan ke1ompok kontrol, kelompok II diberi Cd 4 0,40 mg/9 BB dosis tunggal, dan kelompok III adalah kelompok yang diberi CC1 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal dan temulawak 500 mg/K-g empat kali dalam 48 jam. Tikus dimatikan 48 jam setelah perlakuan, darahnya dikumpulkan untuk pemeriksaan aktivitas GPT dan hati diambil untuk pemeriksaan histologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian temulawak 500 mg/Kg BB, empat kali dalam 48 jam, dapat mengurangi efek hepatotoksik Cd 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal pada tikus. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis optimum temulawak dan pemeriksaan efek temulawak terhadap bahan hepatotoksik lainnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tena Djuaritina
"Pendahuluan : Minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam) sebagai suplemen antioksidan dilaporkan mengandung komposisi gizi Iengkap diantaranya R-karoten dan a-tokoferol.
Objektif
Tujuan penelitian ini melihat pengaruh minyak buah merah Pandanus conoideus Lam pada hati tikus yang cedera akibat D-galaktosamin.
Metode
Penelitian ini dilakukan terhadap tikus putih jantan strain Sprague-Cawley , berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 120-150 gram. Pada penelitian ini digunakan rancangan acak. Dibagi dalam lima kelompok, masing-masing kelompok enam ekor, mendapat perlakuan selama empat minggu. Kelompok kontrol (kelompok 1) diberi air, kelompok diberi MBM (kelompok 2) , kelompok diberi D-galaktosamin (Kelompok 3), kelompok diberi minyak buah merah selama satu minggu kemudian diberikan D-galaktosamin (Kelompok 4), kelompok diberi minyak buah merah dan D-galaktosamin secara bersamaan. (Kelompok 5) Dosis MBM yang digunakan l ml/ kgBBlhari per oral, dosis D-galaktosamin 200 mgiKgBBfminggu secara intraperitoneal. Parameter yang diuji adalah MDA plasma, MDA hati, GPT plasma, GPT hati, berat badan, berat hati, dan gambaran histopatologik hati. Data hasil pengukuran antara kelompok perlakuan dilakukan dengan mengukur koefisien varian. Hasil data berdistribusi normal dilanjutkan uji parametrik 1 way Anova kemudian dengan uji post hoc Turkey. Hasil data perbandingan tiap minggu yang berdistribusi normal dilakukan uji parametrik 2 way Anova, kemudian dilanjutkan dengan uji multiple komparasi Bonferroni. Hasil data berdistribusi tidak normal maka dianalisa dengan uji non parametrik Kruskall wallis dan dilanjutkan dengan uji Tamhane_ Data yang diperoleh dad pembacaan skala diolah dengan cara krostabulasi, kemudian dilanjutkan dengan uji Chi-Square.
Hasil
Hasil pengukuran MDA plasma menunjukan D-galaktosamin ini dapat meningkatkan MDA plasma setiap minggunya; hasil ini menunjukan bahwa D-galaktosamin mengakibatkan kenusakan oksidatif molekul lipid sejak awal pengamatan pada minggu pertama. Tampaknya efek protektif MBM terhadap D-galaktosamin masih ada pads minggu pertama, hal ini mungkin disebabkan oleh antioksidan yang terdapat dalam MBM pads minggu pertama masih dapat menetralisir stress oksidatif yang ditimbulkan oleh D-galaktosamin. Disamping itu, mungkin D-galaktosamin belum bekerja maksimal merusak pada minggu pertama. Pada kelompok MBM + D-galaktosamin hash MDA plasma Iebih tinggi dibandingkan kelompok D-galaktosamin, mungkin ini dikarenakan stress oksidatif yang ditimbulkan MBM + D-galaktosamin Iebih tinggi dibandingkan D-galaktosamin itu sendiri. Secara statistik MDA jaringan hati, menunjukkan D-galaktosamin mengakibatkan kerusakan oksidatif. Juga pada MBM sendiri menyebabkan stress oksidatif, sehingga bila diberikan bersamaan dengan D-galaktosamin kerusakan yang diakibatkannya menjadi lebih tinggi, dibandingkan dengan hanya diberi D-galaktosamin. Hasil MDA jaringan hati menunjukkan bahwa MBM bersifat toksik terhadap hati, sehingga menyebabkan peroksidasi lipid.
Dari hasil pemeriksaan GPT plasma, disimpulkan D-galaktosamin mempunyai efek merusak hati, basil yang didapat juga mulai terlihat pada minggu ke-2 dan bila diberi bersamaan dengan MBM ternyata GPT plasma melonjak lebih tinggi. Peningkatan ini mengindikasikan, bahwa MBM berpotensi merusak sel hati. Hasil pemeriksaan GPT jaringan hati juga menunjukkan D-galaktosamin menyebabkan kerusakan jaringan hati; dan MBM sendiri membuat kerusakan struktur, sehingga bila diberi lebih lama, yaitu satu minggu sebelumnya yang dimaksudkan untuk perlindungan, temyata kerusakan yang terjadi lebih tinggi.
Dari hasil pengukuran berat hati disimpulkan bahwa D-galaktosamin ini meningkatkan berat hati secara bermakna, karena D-galaktosamin ini mempunyai efek merusak sel hati. Dan MBM juga menunjukkan terjadinya peningkatan berat hati, jadi disimpulkan MBM tidak dapat memberi perlindungan terhadap sel hati.
Hasil pengukuran berat badan menunjukkan D-galaktosamin menyebabkan penurunan berat badan, tapi sangat mengherankan, temyata bila MBM diberikan satu minggu sebelumnya menyebabkan peningkatan berat badan, mungkin disini karena MBM mengandung multivitamin, yang menyebabkan keinginan untuk makan meningkat. Bile diberikan bersamaan MBM dan D-galaktosamin, temyata menunjukkan bahwa dengan pemberian MBM tersebut, berat badan tidak dapat berubah secara bermakna, kemungkinan ini karena efek dari MBM tidak dapat menetralisir efek dari D-galaktosamin. Efek MBM sendiri secara statistik tidak dapat meningkatkan berat badan.
Pada pemeriksaan histopatologi, hasil yang didapat tidak terlalu mencolok enter kelompok. Hal tersebut cukup mendukung hasil pemeriksaan GPT plasma maupun GPT Kati,, walaupun terjadi perubahan secara biokimia dan fisiologi, tapi mungkin belum mengakibatkan kerusakan organik yang bermakna secara histopatologi. Kerusakan anatomi akan didapat bila zat yang dipakai berlebihan dalam jangka yang lama.
Kesimpulan
Minyak buah merah tidak mempunyai efek protektif terhadap D-galaktosamin.

Backgroud
Red fruit (Pandanus conoideus Lam) oil is an antioxidant supplement which has been reported to contain complete nutrient compositions, including 13-carotene and a tocopherol.
Objectives
The aim of this study was to investigate the effect of red fruit oil on rat livers injured by D-galactosamine.
Methods
This study was conducted on 2-3 months old male rats of Sprague-Dawley strain, each weighing about 120-150 grams. We used randomized samples. We divided the rats into five groups, each group consisted of six rats. Each group received a different treatment for four weeks. Group I (control) only received water; group 2 received red fruit oil. Group 3 received D-galactosamine . Group 4 received red fruit oil for one week earlier and then , continued with D-galactosamine. Group 5 received red fruit oil along with D-galactosamine. The red fruit oil supplement was given orally 1 ml/ kg BW/day for 4 weeks.D-galactosamine was given intraperitonealy 200 mglkg BWl week. Every week blood samples were obtained to measure the plasma MDA and plasma GPT levels. After four weeks, blood samples and liver tissues were obtained to measure the plasma MDA, liver MDA, plasma GPT, liver GPT, body weight, liver weight and histopathological feature of liver were determined as parameters. The obtained values were analyzed using parametric test 1 way Anova and continued with post Turkey hoc test. The data results with normal distribution were compared every week, then parametric tests 2 way Anova was conduted and continued with test of Bonferroni multiple comparisons. The data which were analyzed by Kruskal Wallis and Tamhane test showed that the distribution was normal. The values obtained by scale reading, were analyzed using crosstabulation method and continued with test of Chi-Square.
Results
The measurement of plasma MDA every week after treatment with D-galactosamine showed an increase of plasma MDA. This result showed that D-galactosamine causes oxidative damage to lipid molecule since in early perception at first week . The protective effect of MBM to D-galactosamine was seen at the first week. This effect was presumably caused by the antioxidative effects of MBM which neutralized the oxidative stress induced by D-galactosamine . Also, it was possible that the peak toxic effect of D-galactosamine had not appeared during the first week of the study. The plasma MDA level of group 4 dan 5 were higher than that of group 3, possibly because oxidative stress generated by MBM + D-galactosamine was higher than the D-galactosamine itself.
The examination of the tissue liver MDA, statistically showed that D-galactosamine caused oxidative damage. MBM alone also caused oxidative stress, so when it was co-administered with higher D-galactosamine the result was higher plasma level of MDA compared to D-galactosamine alone. The result from the tissue liver MDA indicated that MBM did not provide protection effect to the liver, because MBM caused lipid peroxidation.
Examination of plasma GPT suggested that D-galactosamine had damaging effect to the liver. The same results could also be seen at the second week. When D-galactosamine was given at the same time with MBM, the result of plasma GPT was even higher. The increase of plasma level MDA showed that MBM had potential damaging effect to liver cells. Examination of GPT liver tissue also showed that D-galactosamine caused liver tissue damage and MBM alone could also damage the structure of the liver. Futhermore, when MBM was given one week longer, the damage was even higher.
D-galactosamine increased liver weight significantly. It suggesed that D-galactosamine might cause damage of the liver. Similarly to MBM alone increased liver weight. It could be concluded that MBM was not protective to the liver cell.
D-galactosamine caused weight loss. However, surprisingly enough, when MBM was given one week before, it increased of body weight. This was possible because MBM contains multivitamine that increased the appetite. But when MBM and D-galactosamine were given at the same time, the body weight did not change significantly. It could happen because MBM did not neutralize the effect of D-galactosamine. Statistically, MBM alone coud not increase the body weight.
The result of histopathologic examination showed insignificant difference between groups. This result supported the examination of plasma GPT and also liver GPT. Even though there were biochemical and physiological changes, histopathologically there was no organ damage. Histopatological damage would be found when the substance was used in the long term period.
Conclusion
These results suggested that red fruit oil did not have protective effect D-galactosamine."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tena Djuartina
"ABSTRAK
Objektif
Tujuan penelitian ini melihat pengaruh minyak buah merah Pandanus conoideus Lam
pada hati tikus yang cedera akibat D galaktosamin
Metode
Penelitian ini dilakukan terhadap tikus putih jantan strain Sprague Dawley berumur 2 3
bulan dengan berat badan 120 150 gram Pada penelitian ini digunakan rancangan
acak Dibagi dalam lima kelompok masing masing kelompok enam ekor mendapat
perlakuan selama empat minggu Kelompok kontrol (kelompok 1) diberi air kelompok
diberi MBM (kelompok 2) kelompok diberi D galaktosamin (Kelompok 3) kelompok
diberi minyak buah merah selama satu minggu kemudian diberikan D galaktosamin
(Kelompok 4) kelompok diben minyak buah merah dan D galaktosamin secara
bersamaan (Kelompok 5) Dosis MBM yang digunakan 1 ml/ kgBB/han per oral dosis D
galaktosamin 200 mg/KgBB/minggu secara intrapentoneal Parameter yang diuji adalah
MDA plasma MDA hati GPT plasma GPT hati berat badan berat hati dan gambaran
histopatologik hati Data hasil pengukuran antara kelompok perlakuan dilakukan dengan
mengukur koefisien vanan Hasil data berdistnbusi normal dilanjutkan uji parametrik 1
way Anova kemudian dengan uji post hoc Turkey Hasil data perbandingan tiap minggu
yang berdistnbusi normal dilakukan uji parametrik 2 way Anova kemudian dilanjutkan
dengan uji multiple komparasi Bonferrom Hasil data berdistnbusi tidak normal maka
dianalisa dengan uji non parametnk Kruskall wallis dan dilanjutkan dengan uji Tamhane
Data yang diperoleh dan pembacaan skala diolah dengan cara krostabulasi kemudian
dilanjutkan dengan uji Chi Sguare
Hasil
Hasil pengukuran MDA plasma menunjukan D galaktosamin ini dapat
meningkatkan MDA plasma setiap minggunya hasil ini menunjukan bahwa D
galaktosamin mengakibatkan kerusakan oksidatif molekul lipid sejak awal pengamatan
pada minggu pertama Tampaknya efek protektif MBM terhadap D galaktosamin masih
ada pada minggu pertama hal ini mungkin disebabkan oleh antioksidan yang terdapat
dalam MBM pada minggu pertama masih dapat menetralisir stress oksidatif yang
ditimbulkan oleh D galaktosamin Disamping itu mungkin D galaktosamin belum bekerja
maksimal merusak pada minggu pertama Pada kelompok MBM + D galaktosamin
hasil MDA plasma lebih tinggi dibandingkan kelompok D galaktosamin mungkin ini
dikarenakan stress oksidatif yang ditimbulkan MBM + D galaktosamin lebih tinggi dibandingkan D galaktosamin itu sendiri Secara statistik MDA jaringan hati
menunjukkan D galaktosamin mengakibatkan kerusakan oksidatif Juga pada MBM
sendiri menyebabkan stress oksidatif sehingga bila diberikan bersamaan dengan D
galaktosamin kerusakan yang diakibatkannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
hanya diberi D galaktosamin Hasil MDA jaringan hati menunjukkan bahwa MBM
bersifat toksik terhadap hati sehingga menyebabkan peroksidasi lipid
Dari hasil pemenksaan GPT plasma disimpulkan D galaktosamin mempunyai
efek merusak hati hasil yang didapat juga mulai terlihat pada minggu ke 2 dan bila
diberi bersamaan dengan MBM ternyata GPT plasma melonjak lebih tinggi
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa MBM berpotensi merusak sel hati Hasil
pemeriksaan GPT janngan hati juga menunjukkan D galaktosamin menyebabkan
kerusakan janngan hati dan MBM sendm membuat kerusakan struktur sehingga bila
diberi lebih lama yaitu satu minggu sebelumnya yang dimaksudkan untuk perlindungan
ternyata kerusakan yang terjadi lebih tinggi
Dari hasil pengukuran berat hati disimpulkan bahwa D galaktosamin ini
meningkatkan berat hati secara bermakna karena D galaktosamin ini mempunyai efek
merusak sel hati Dan MBM juga menunjukkan terjadinya peningkatan berat hati jadi
disimpulkan MBM tidak dapat memben perlindungan terhadap sel hati
Hasil pengukuran berat badan menunjukkan D galaktosamin menyebabkan
penurunan berat badan tapi sangat mengherankan ternyata bila MBM diberikan satu
minggu sebelumnya menyebabkan peningkatan berat badan mungkin disim karena
MBM mengandung multivitamin yang menyebabkan keinginan untuk makan
meningkat Bila diberikan bersamaan MBM dan D-galaktosamin ternyata menunjukkan
bahwa dengan pembenan MBM tersebut berat badan tidak dapat berubah secara
bermakna kemungkinan ini karena efek dari MBM tidak dapat menetralisir efek dari D
galaktosamin Efek MBM sendiri secara statistik tidak dapat meningkatkan berat badan
Pada pemenksaan histopatologi hasil yang didapat tidak terlalu mencolok antar
kelompok Hal tersebut cukup mendukung hasil pemenksaan GPT plasma maupun
GPT hati walaupun terjadi perubahan secara biokimia dan fisiologi tapi mungkin
belum mengakibatkan kerusakan organik yang bermakna secara histopatologi
Kerusakan anatomi akan didapat bila zat yang dipakai berlebihan dalam jangka yang
lama
Kesimpulan
Minyak buah merah tidak mempunyai efek protektif terhadap D galaktosamin.

ABSTRACT
Backgroud
Red fruit (Pandanus conoideus Lam) oil is an antioxidant supplement which has
been reported to contain complete nutrient compositions including p carotene and a
tocopherol
Objectives
The aim of this study was to investigate the effect of red fruit oil on rat livers
injured by D galactosamine
Methods
This study was conducted on 2 3 months old male rats of Sprague Dawley strain
each weighing about 120 150 grams We used randomized samples We divided the
rats into five groups each group consisted of six rats Each group received a different
treatment for four weeks Group 1 (control) only received water group 2 received red
fruit oil Group 3 received D galactosamine Group 4 received red fruit oil for one week
earlier and then continued with D galactosamine Group 5 received red fruit oil along
with D galactosamine The red fruit oil supplement was given orally 1 ml/ kg BW/day for
4 weeks D galactosamine was given intrapentonealy 200 mg/kg BW/ week Every week
blood samples were obtained to measure the plasma MDA and plasma GPT levels After
four weeks blood samples and liver tissues were obtained to measure the plasma MDA
liver MDA plasma GPT liver GPT body weight liver weight and histopathological
feature of liver were determined as parameters The obtained values were analyzed
using parametric test 1 way Anova and continued with post Turkey hoc test The data
results with normal distnbution were compared every week then parametnc tests 2 way
Anova was conduted and continued with test of Bonferrom multiple comparisons The
data which were analyzed by Kruskal Wallis and Tamhane test showed that the
distnbution was normal The values obtained by scale reading were analyzed using
crosstabulation method and continued with test of Chi-Square
Results
The measurement of plasma MDA every week after treatment with D
galactosamine showed an increase of plasma MDA This result showed that D
galactosamine causes oxidative damage to lipid molecule since in early perception at
first week The protective effect of MBM to D galactosamine was seen at the first week
This effect was presumably caused by the antioxidative effects of MBM which
neutralized the oxidative stress induced by D galactosamine Also it was possible that
the peak toxic effect of D galactosamine had not appeared during the first week of the
study The plasma MDA level of group 4 dan 5 were higher than that of group 3 possibly because oxidative stress generated by MBM + D galactosamine was higher than the D
galactosamme itself
The examination of the tissue liver MDA statistically showed that D
galactosamine caused oxidative damage MBM alone also caused oxidative stress so
when it was co admimstered with higher D galactosamine the result was higher
plasma level of MDA compared to D galactosamine alone The result from the tissue
liver MDA indicated that MBM did not provide protection effect to the liver because
MBM caused lipid peroxidation
Examination of plasma GPT suggested that D galactosamine had damaging
effect to the liver The same results could also be seen at the second week When D
galactosamine was given at the same time with MBM the result of plasma GPT was
even higher The increase of plasma level MDA showed that MBM had potential
damaging effect to liver cells Examination of GPT liver tissue also showed that D
galactosamine caused liver tissue damage and MBM alone could also damage the
structure of the liver Futhermore when MBM was given one week longer the damage
was even higher
D galactosamine increased liver weight sigmficantly It suggesed that D
galactosamine might cause damage of the liver Similarly to MBM alone increased liver
weight It could be concluded that MBM was not protective to the liver cell
D galactosamine caused weight loss However surprisingly enough when MBM
was given one week before it increased of body weight This was possible because
MBM contains multivitamine that increased the appetite But when MBM and D
galactosamine were given at the same time the body weight did not change
sigmficantly It could happen because MBM did not neutralize the effect of D
galactosamine Statistically MBM alone coud not increase the body weight
The result of histopathologic examination showed insigmficant difference
between groups This result supported the examination of plasma GPT and also liver
GPT Even though there were biochemical and physiological changes
histopathologically there was no organ damage Histopatological damage would be
found when the substance was used in the long term period
Conclusion
These results suggested that red fruit oil did not have protective effect D
galactosamine."
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melva Louisa
"Beberapa penelitian terakhir melaporkan bahwa karotenoid memiliki kemampuan untuk memodulasi sistem metabolisme xenobiotik. Beberapa penelitian tersebut terutama dipicu oleh studi CARET dan ATBC, yang melaporkan bahwa suplementasi beta karoten dalam dosis besar pada perokok dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker paru. Efek beta karoten ini diduga terjadi melalui induksi enzim metabolisme yang berhubungan dengan senyawa karsinogenik, terutama enzim sitokrom P450. Selain beta karoten, karotenoid lain yang sampai saat ini telah diketahui mempengaruhi sistem enzim sitokrom P450 adalah
kantaxantin, astaxantin dan beta apo-8-karotenal. Di samping itu, likopen, salah satu anggota karotenoid non-provitamin A, dilaporkan merniliki efek inhibisi in vitro pada CYP2E1, salah satu isoform sitokrom P450 yang berperan dalam konversi xenobiotik tertentu menjadi karsinogen. Likopen merupakan salah satu senyawa yang akhir-akhir ini
banyak diteliti karena sifat antioksidan dan antiproliferatifnya yang kuat.
Penelitian ini dirancang untuk menyelidiki pengaruh likopen in vivo terhadap enzim sitokrom P450 total, CYP1A2 dan CYP2E1 mikrosom hati. Fraksi mikrosom diisolasi dengan metode sentrifugasi diferensial yang dikombinasi dengan agregasi mikrosom menggunakan ion kalsium. Kadar sitokrom P450 total, aktivitas CYPIAZ (asetanilid-4-
hidroksilase) dan CYP2E1 (p-nitrofenol hidroksilase) dipelajari pada mikrosom hati tikus Sprague Dawley jantan. Untuk mempelajari efek induksi, hewan coba diberi likopen dalam dosis 0 mg/kgBB/hari, 25 mg/kgBB/hari, 50 mg/kgBB/hari atau 100 mg/kgBB/hari per oral
selama 14 hari, sedangkan efek inhibisi likopen dipelajari dengan pemberian likopen dosis tunggal 0 mg/kgBB atau 100 mg/kgBB.
Aktivitas sitokrom P450 total dan asetanilid-4-hidroksilase tidak dipengaruhi oleh semua perlakuan. CYP2E1 (p-nitrofenol hidroksilase) menurun secara bermakna oleh pemberian likopen dosis tunggal 100 mg/kgBB maupun dengan pemberian likopen 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa likopen tidak mempengaruhi kadar sitokrom P450 total dan aktivitas CYPIA2 (asetanilid-4-hidroksilase), namun memiliki efek inhibisi pada aktivitas CYP2E1 (p-nitrofenol hidroksilase)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pelawati
"Latar belakang : Prevalensi penyakit dengan gejala kejang di Indonesia cukup tinggi. Sejalan dengan Iangkah strategis Universitas Indonesia untuk meneliti tanaman herbal yang bermanfaat, maka peneiitian ini ingin menyelidiki kemungkinan pemanfaatan piperine (ekstrak dari lada jawa) sebagai obat anti kejang.
Tujuan : Mengetahui efek protektif piperin terhadap peningkatan kegiatan listrik otak tikus kejang akibat induksi oleh bicuculline dilihat dari iiekuensi dan amplitudo pada rekaman elektroensefalograii, dibandingkan kontrol.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in-vivo, dilakukan pada empat kelompok tikus, masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus. Seluruh tikus beljumlah 24 ekor, diberi induktor kejang bicuculline. Sam kelompok kontrol tanpa diberi piperin dan tiga kelompok uji diberikan piperin dengan dosis yang berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan. Kelompok uji dibagi menjadi tiga yaitu kelompok dosis piperin 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perubahan amplitudo dan frekuensi EEG direkam pada menit ke-0, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60 setelah pemberian piperin.
Hasil penelitian : Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB, dosis 200mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB menurunkan ampliludo dan meningkatkan frekuensi serta menghilangkan spike pada rekaman EEG. Piperin dosis 100 mg/kgBB setelah 50 menit pemberian peroral secara bermakna meningkatkan frekuensi dan menurunkan ampliludo.
Kesimpulan : Piperin mempunyai efek pencegahan peningkatan kegiatan Iislrik otak dengan bukti meningkatkan frekuensi dan menunmkan amplitudo EEG. Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB lebih efektif dibandingkan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB.

Background: The prevalence of disease with seizure symptom has found in Indonesia high enough. In line with strategic plan of University of Indonesia to encourage studies on ingenious herbs in Indonesia, the present study is directed to investigate the possible beneficial effect of pipperine (extract java pepper) in the treatment of seizure.
Objective: This study was conducted to investigate the protective effect of pipperine against amplitude and frequency alterations of electroencephalogram (EEG) induced by bicuculline in the rat.
Design of study: Twenty four male Sprague Dawley rats were used in the study, in which the rats were grouped into 4, each consisted of 6 animals. The control group was the rats which received oral CMC 1% (carboxy methyl cellulose), 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The other 3 treated goups received oral piperine 100mg/kgBW, 200mg/kgBW and 400 mg/kgBW respectively, 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The amplitude and frequency of EEG were recorded at zero time, 30?' minute, 40?? minute, 50? minute, and 60"? minute aiter the administration of pipperine.
Result: Injected of bicuculline in the rats, caused no alterations of EEG pattern as compared with the EEG at zero point measurement. At 20 minute after bicuculline injection, there was an were dose of amplitude and reduce of frequency of EEG with spike wave. Piperine at various concentrations reduced the EEG abnormalities. Piperine of l00 mg/kgBW showed the best protective effects against EEG alteration.
Conclution: Pipperine l00 mg/kgBW given before bicuculline reduced the amplitude and increased the iiequency of EEG to near normal condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah
"Pendahuluan: Artesunat amodiakuin (AS-AQ) merupakan artemisinin-based combination therapy (ACT) yang digunakan sebagai lini pertama di berbagai daerah endemik di Indonesia. Studi sebelumnya pada pasien malaria falsiparum tanpa komplikasi di Sumba Indonesia menunjukkan gagal terapi sebesar 11,1%. Diduga salah satu penyebab kegagalan terapi adalah polimorfisme gen sitokrom P450 2C8 (CYP2C8), CYP1A1 dan CYP1B1. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran polimorfisme pada gen pemetabolisme artesunat amodiakuin terhadap kegagalan terapi amodiakuin.
Metodologi: Analisis polimorfisme CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 dilakukan pada pasien malaria falsiparum yang mendapatkan AS-AQ di Sumba Indonesia (N=110). Single nucleotide polymorphisms (SNPs) dianalisis menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dilanjutkan dengan retriction-fragment length polymorphism (RFLP) dan sekuensing.
Hasil: Tidak ditemukan alel CYP2C8*2 dan alel CYP2C8*3 pada sampel penelitian (N=110). Frekuensi alel CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 berturut-turut sebanyak 5%, 23,6% dan 4,1%. Tidak ditemukan kemaknaan pada analisis haplotipe CYP1B1*2 (p=0,13, 95% CI: 0,11 – 1,34) dan CYP1B1*3 (p=0,34, 95% CI: 0,44 – 11,34). Hanya ditemukan tipe heterozigot pada alel CYP1A1*2 dan CYP1B1*3.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan antara alel CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 dengan kegagalan terapi amodiakuin di Sumba, Indonesia.

Introduction: Artesunate amodiaquine (AS-AQ) is one of the ACT used in many endemic areas in Indonesia. Previous study in Sumba showed that there were 11,1% treatment failure with AS-AQ in uncomplicated malaria falciparum patients. Polymorphisms in cytochrome P450 2C8 (CYP2C8), CYP1A1 and CYP1B1 genes are thought to be the major factors in the treatment failure of amodiaquine. The aim of this study was to analyze the role of polymorphisms in the genes encoding amodiaquine metabolizing enzymes (CYP2C8, CYP1A1, CYP1B1) in the treatment failure of amodiaquine.
Methodology: Polymorphisms of CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 were studied in patients with malaria falciparum treated with AS-AQ in Sumba Indonesia (N=110). Single nucleotide polymorphisms (SNPs) were analyzed using polymerase chain reaction (PCR) continued with restriction-fragment length polymorphism (RFLP) and sequencing.
Results: There were no CYP2C8*2 and CYP2C8*3 alleles found in the samples (N=110). The frequency of CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 alleles were 5%, 23,6% and 4,1%, respectively. There were no significant difference in haplotype analysis of CYP1B1*2 (p value=0,13, 95% confidence interval=0,11 – 1,34) and CYP1B1*3 (p value=0,34, 95% confidence interval=0,44 – 11,34). Heterozygote types were found in CYP1A1*2 and CYP1B1*3 alleles.
Conclusions: There were no associations between CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 alleles with treatment failure of amodiaquine in Sumba, Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library