Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 3 Document(s) match with the query
cover
Fazria Ayuandina Arianingrum
"Latar Belakang: Diabetes melitus merupakan satu dari empat penyakit yang menjadi prioritas utama pemerintah saat ini karena tingginya morbiditas dan mortalitas. Selama tahun 2007 – 2018 prevalensi DM di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2018, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan prevalensi DM tertinggi. DM pada usia produktif akan memberikan beban ekonomi yang besar terhadap negara maupun individu, terlebih pada saat bonus demografi tahun 2030. Tujuan: Menganalisis faktor sosiodemografi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 di DKI Jakarta tahun 2020 berdasarkan data SIPTM Kemenkes RI. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Variabel independen terdiri dari faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan) dan faktor risiko PTM (riwayat DM keluarga, hipertensi, perilaku merokok, aktivitas fisik, obesitas sentral, konsumsi sayur dan buah, dan obesitas berdasarkan IMT) sedangkan diabetes melitus tipe 2 merupakan variabel dependen. Hasil: Semua variabel indepenen pada penelitian ini memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 (p-value= 0,000). Seseorang yang berusia 48 tahun keatas memiliki peluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,260; 95% CI: 2,156 – 2,369). Wanita memiliki peluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,226; 95% CI: 1,194 – 1,258). Seseorang yang berpendidikan rendah memiliki peluang lebih besar menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,063; 95% CI : 1,035 – 1,092; Seseorang yang tidak bekerja berpeluang lebih menderita DM (PORcrude = 1,208; 95% CI: 1,177 – 1,240). Seseorang yang bercerai memiliki peluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 3,644; 95%CI: 3,389 – 3,917). Seseorang dengan riwayat DM keluarga berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 6,016 (95% CI: 5,811 – 6,228). Seseorang dengan hipertensi memiliki peluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,409; 95%CI: 2,327 – 2,495). Perokok berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (1,167 (PORcrude = 95% CI: 1,125 – 1,210). Seseorang yang kurang aktivitas fisik berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 2,175 (95% CI: 2,118 – 2,234). Seseorang yang mengalami obesitas sentral berpeluang lebih besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,674; 95% CI: 1,631 – 1,719). Seseorang yang kurang konsumsi sayur dan buah berpeluang lebih besar untuk mengalami DM tipe 2 (PORcrude = 2,227; 95% CI: 2,167 – 2,288). Seseorang dengan kategori IMT obesitas berpeluang paling besar untuk menderita DM tipe 2 (PORcrude = 1,710; 95% CI: 1,659 – 1,764). Kesimpulan: Faktor sosiodemografi dan faktor risiko PTM ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan DM tipe 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk pembuatan program pencegahan dan pengendalian faktor risiko DM sehingga dapat menurunkan prevalensi, morbiditas dan mortalitas DM tipe 2 pada usia produktif.

Background: Diabetes mellitus is one of the four diseases that are the top priority of the government at this time because of the high morbidity and mortality. During 2007 - 2018 the prevalence of DM in Indonesia continued to increase. In 2018, DKI Jakarta became the province with the highest prevalence of DM. DM at productive age will provide a large economic burden on the state and individuals, especially during the demographic bonus in 2030. Objective: To analyze the sociodemographic and risk factors associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus in DKI Jakarta in 2020 based on SIPTM data from the Indonesian Ministry of Health. Methods: This study is a quantitative study with a cross-sectional study design. The analysis used was univariate analysis and bivariate analysis using the chi-square test. The independent variables consist of sociodemographic factors (age, gender, education, occupation, marital status) and risk factors for PTM (family history of diabetes mellitus, hypertension, smoking behavior, physical activity, central obesity, consumption of vegetables and fruit, and obesity based on BMI). type 2 diabetes mellitus is the dependent variable. Results: All independent variables in this study had a significant relationship with the incidence of type 2 diabetes mellitus (p-value = 0.000). Someone aged 48 years and over has the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2,260; 95% CI: 2,156 - 2,369). Women have a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.226; 95% CI: 1.194 - 1.258). A person with low education has a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.063; 95% CI: 1.035 - 1.092; A person who does not work is more likely to suffer from diabetes (PORcrude = 1.208; 95% CI: 1.177 - 1.240). A person who is divorced has the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 3,644; 95% CI: 3,389 - 3,917). A person with a family history of DM is more likely to suffer from type 2 diabetes (PORcrude = 6,016 (95% CI: 5,811 - 6,228). A person with hypertension has a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2.409; 95% CI: 2.327 - 2.495). Smokers are more likely to suffer from type 2 diabetes (1.167 (PORcrude = 95% CI: 1.125 - 1.210). those who lack physical activity have a greater chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 2.175 (95% CI: 2.118 - 2.234). A person who is centrally obese is more likely to suffer from type 2 diabetes (PORcrude = 1.674; 95% CI: 1.631 - 1,719) A person who has less consumption Vegetables and fruits had a greater chance of experiencing type 2 diabetes (PORcrude = 2.227; 95% CI: 2.167 - 2.288). Someone with the obese BMI category had the greatest chance of suffering from type 2 diabetes (PORcrude = 1.710; 95% CI: 1.659 - 1.764). Conclusion: Sociodemographic factors and risk factors for PTM were found to have a significant relationship with type 2 diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Shaffiyah Shalihah
"Prevalensi obesitas sentral di DKI Jakarta dari tahun 2007 hingga 2018 terus meningkat. Selain itu, populasi wanita merupakan penderita obesitas sentral terbanyak dibandingkan pria. Faktor gaya hidup dan faktor sosideomografi dapat menjadi faktor seseorang mengalami obesitas sentral. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor gaya hidup dan faktor sosiodemografi dengan obesitas sentral pada wanita di DKI Jakarta berdasarkan data Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM) 2020. Metode yang digunakan adalah desain studi cross sectional pada data SIPTM 2020. Variabel Independen terdiri dari faktor gaya hidup (status merokok, status konsumsi sayur dan buah, status konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik) dan faktor sosiodemografi (usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan). Obesitas sentral merupakan variabel dependen. Wanita yang merokok memiliki peluang lebih besar untuk mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang tidak merokok (PRCrude:1,177;95% CI: 1,126 – 1,230;nilai p=0,000). Wanita yang kurang konsumsi sayur dan buah memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang cukup konsumsi sayur dan buah (PRCrude:1,291;95% CI: 1,260 – 1,322;nilai p=0,001). Wanita yang mengonsumsi alkohol memiliki peluang lebih besar untuk mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang tidak konsumsi alkohol (PRCrude:1,929;95% CI: 1,397 – 2.663 ;nilai p=0,001). Wanita yang kurang aktivitas fisik memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang cukup aktvitas fisik (PRCrude:1,472;95% CI: 1,437 – 1,508;nilai p=0,001). Wanita dengan usia 51 tahun keatas memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita usia 15-27 tahun (PRCrude:1,851;95% CI: 1,798 – 1,906; nilai p=0,001). Wanita yang menikah memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang belum menikah (PR crude=1,840;95%CI: 1,795—1,885;nilai p=0,001). Wanita dengan pendidikan rendah memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita pendidikan tinggi (PR crude= 1,112;95% CI: 1,074 – 1,151;nilai p=0,001).Wanita yang tidak bekerja memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang bekerja (PRCrude:1.10795% CI: 1,085 – 1,131;nilai p=0,001). Faktor gaya hidup dan faktor sosiodemografi secara statistik berhubungan dengan obesitas sentral (p<0,05). Hubungan antara gaya hidup dengan obesitas sentral paling tinggi ditemukan pada wanita yang mengonsumsi alkohol. Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan obesitas sentral paling tinggi ditemukkan pada wanita usia diatas 51 tahun.

The prevalence of central obesity in DKI Jakarta from 2007 to 2018 continues to increase. In addition, the female population is the most central obesity sufferer than men. Lifestyle factors and sosideomographic factors can be a factor in a person experiencing central obesity. To analyze the relationship between lifestyle factors and sociodemographic factors with central obesity in women in DKI Jakarta based on data from the Information System for Non-Communicable Diseases (SIPTM) 2020 .Cross sectional study design was used towards SIPTM 2020 data. Independent variables arelifestyle factors (smoking status, vegetable and fruit consumption status, alcohol consumption status,and physical activity ) and sociodemographic factors( age, marital status, education level,and occupation). Central obesity is the dependent variable.Women who smoked had a greater chance of central obesity than women who did not smoke (PRCrude: 1.177; 95% CI: 1.126 - 1.230; p value = 0,001). Women who consume less vegetables and fruit have a greater chance of central obesity than women who consume enough vegetables and fruit (PRCrude: 1,291; 95% CI: 1,260 - 1,322; p value = 0,001). Women who consumed alcohol had a greater chance of central obesity than women who didn’t consume alcohol (PRCrude: 1,929; 95% CI: 1,397-2663; p value = 0,001). Women who lacked physical activity had a greater chance of central obesity than women with adequate physical activity (PRCrude: 1.472; 95% CI: 1.437 - 1.508; p value = 0,001). Women aged 51 years and over had the greatest chance of central obesity than women aged 15-27 years (PRCrude: 1.851; 95% CI: 1.798 - 1.906; p value = 0.000). Married women had the greatest chance of central obesity than unmarried women (crude PR = 1,840; 95% CI: 1,795-1,885; p value = 0,001). Women with low education have the greatest chance of central obesity than women with higher education (crude PR = 1.112; 95% CI: 1.074 - 1.151; p value = 0,001). Women who don’t work have a greater chance of central obesity than women who work (PRCrude: 1.10795% CI: 1.085 - 1.131; p value = 0,001).Lifestyle factors and sociodemographic factors were statistically associated with central obesity (p <0.05). Association between lifestyle factors and central obesity was found highest among women who consume alcohol. Association between sosiodemographic factors and central obesisty was found highest among women aged 51 years and over. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masfufah
"Difteri merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, Difteri merupakan masalah endemis dimana tingkat kematian Difteri selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu sebesar 1,8% pada tahun 2018 menjadi 8,5% pada tahun 2022. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa riwayat vaksinasi dan pemberian Anti Difteri Serum (ADS) merupakan faktor independen yang mempengaruhi kematian akibat Difteri, namun efek gabungan kedua faktor tersebut belum banyak diketahui. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan riwayat vaksinasi Difteri dan riwayat pemberian ADS dengan kejadian kematian Difteri di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan menggunakan data sekunder dari laporan surveilans Difteri Kementerian Kesehatan tahun 2018-2022. Hasil penelitian menunjukkan risiko gabungan pada mereka yang tidak divaksinasi dan tidak diberikan ADS sebesar 4,57 kali (95% CI 2,30-9,09) lebih tinggi dibandingkan kasus Difteri dengan riwayat divaksinasi dan diberikan ADS. Risiko indepeden menunjukkan kelompok yang tidak divaksinasi memiliki risiko kematian 3,03 kali (95% CI 1,93-4,75) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang divaksinasi. Sedangkan kelompok yang tidak diberikan ADS memiliki risiko kematian 0,31 kali (95% CI 0,11- 0,82) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan ADS, namun hasil ini mungkin masih dipengaruhi oleh faktor-faktor perancu yang belum dikontrol dalam penelitian ini, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa tidak memberikan ADS justru menurunkan risiko kematian akibat Difteri. Sebanyak 45% kejadian kematian Difteri dikaitkan dengan interaksi antara tidak divaksinasi dan tidak diberikan ADS. Oleh karena itu, penting untuk melakukan upaya bersama untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dan pemberian ADS secara tepat untuk menurunkan kejadian kematian akibat Difteri.

Diphtheria is an infectious disease that can cause death. In Indonesia, Diphtheria is an endemic problem with an increasing death rate over the last five years by 1.8% in 2018 to 8.5% in 2022. Previous studies have shown that vaccination and administration of diphtheria antitoxin (DAT) affect mortality, but their combined effect is not widely known. Therefore, a study was conducted to determine the relationship between these two factors and Diphtheria mortality in Indonesia. The research used a case-control design with secondary data from the Ministry of Health's 2018-2022 Diphtheria surveillance report. The findings revealed that individuals who were neither vaccinated nor given DAT had a 4.57 times higher risk of death (95% CI 2.30-9.09) than vaccinated and received DAT group. Unvaccinated individuals had a 3.03 times higher risk of death (95% CI 0.11-0.82) than vaccinated individuals. The risk of death was 0.31 times lower (95% CI 0.11-0.82) in those who did not receive DAT. However, it is important to note that these results may still influenced by uncontrolled factors, thus no conclusion can be drawn regarding the reduction of death risk through withholding DAT. Up to 45% of diphtheria-related mortality were linked to the combination of this two factors. To reduce diphtheria deaths, it is essential to enhance immunization coverage and administer DAT properly."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library