Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yahya Darmawan
"Secara umum di negara maju 95% wanita hamil mendapat pertolongan dokter dan 50% di antaranya ditolong oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi, tetapi dinegara yang sedang berkembang pertolongan oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi hanya 1% selebihnya mendapat bantuan bidan, perawat dan dukun beranak.
Di Indonesia angka morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal masih tinggi. Sebagai contoh angka kematian maternal di Indonesia pada tahun 1986 masih berkisar antara 400-450 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara ASEAN lainnya seperti Malaysia 69 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 142 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 100 per 100.000 kelahiran hidup dan bahkan Singapura sudah mencapai 5 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian ibu ini adalah perdarahan obstetrik disamping preeklampsia/eklampsia dan infeksi.
I dan kawan kawan melaporkan bahwa di12 rumah sakit pendidikan di Indonesia antara 1977-1980 didapatkan angka kematian ibu terdiri dari perdarahan 30,4%, infeksi 22,2% dan pre/eklampsia 16,3%. Sedangkan Agustina selama tahun 1981-1982 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan proporsi komplikasi obstetrik sebagai berikut: perdarahan 37,5%, preeklampsia/eklampsia 28,5% dan infeksi 19,7%. Sukirna melaporkan bahwa selama tahun 1988 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta kematian maternal terdiri atas Preeklampsia/eklampsia 46,15%, perdarahan 33,3% dan infeksi 7,69%.
Perdarahan obstetrik mempunyai penyebab bermacam macam, salah satu penyebab perdarahan adalah koagulasi intravaskular diseminata (KID) yang dapat pula disebabkan oleh patologi pendarahan. KID merupakan suatu keadaan di mana mekanisme pembekuan dan fibrinolisis bekerja pada saat yang bersamaan. KID bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan suatu penyulit dari patologi solusio plasentae, preeklampsia, kematian janin, atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.
Kekerapan KID belum diketahui pasti tetapi beberapa penulis mencoba untuk mengungkapkannya di antaranya Phillips (1975) di Amerika Serikat yang mendapatkan 24,3% dari kasus kematian janin, 17,6% dari 34% kasus syok septik, dan 19% kasus preeklampsia /eklampsia. Di Indonesia Hudono (1981) mengatakan bahwa komplikasi obstetrik yang paling sering disertai penyulit ini adalah solusio plasentae (10-30%)?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofani Munzila
"Tujuan
Menemukan metode diagnostik sederhana dalam mendeteksi vaginosis bakterial dalarn kehamilan dengan menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaian pemeriksaan pH dan LEA (leukosit esetrase) vagina dengan menggunakan dipstick dibandingkan pewarnaan Gram.
Tempat
Poliklinik Obstetri Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan. Jakarta
Bahan dan Cara Kerja
Wanita hamil sang datang ke poliklinik obstetri dengan usia kehamilan 16-24 minggu dengan atau tanpa keluhan keputihan diminta kesediaannya unruk mengikuti penelitian. Dilakukan pemeriksaan antenatal meliputi anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang dicatat dalam formulir status penelitian (lampiran I). Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo dan pengambilan apusan lendir servikovagina sesuai dengan prosedur (lampiran IV). Kemudian dilakukan pemeriksaan pH vagina dan kadar LEA (leukosit esterase) dengan menggunakan dipstick Uriscan dan pengambilan apusan vagina (diwarnai dengan pewarnaan Gram sebagai baku emas) untuk menilai adanya infeksi vaginosis bakterial dengan menggunakan skor Nugent. Penilaian mikroskopis vaginosis bakterial selain dilakukan oleh peneliti, dilakukan juga oleh dua orang ahli yang salah satunya ahli mikrobiologi untuk menjaga validitas dan objektivitas interpretasi. Bila dari penilaian mikroskopis didapatkan skor Nugent 7-10, maka sampel dinyalakan sebagai vaginosis bakterial positif dan dilakukan analisis selanjutnya. Hasil yang didapat dari pemeriksaan dipstick Uriscan dibandingkan dengan basil yang didapat dari pewamaan Gram, kemudian dibuat analisis sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaiannya.
Hasil
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Mei-Agustus 2006 di Poliklinik Obstetri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan. Jakarta. Dari 155 sampel yang diperlukan, didapatkan 80 subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Sebagian besar subyek penelitian berusia 20-25 tahun dengan rerata usia 27,84 + 4,46 tahun, 47,5% adalah primigravida. Usia kehamilan sebagian besar dalam kelompok 16-20 minggu, dengan rerala usia kehamilan 19,98-2,58 minggu. Keluhan keputihan dijumpai pada 41 orang, namun hanya 18 orang dengan keputihan berbau. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 32,5% subyek dengan vaginosis bakterial positif. Dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan adanya hubungan yang bermakna (p=4,001) antara pH vagina dengan kejadian vaginosis bakterial. namun didapatkan hubungan yang tidak bermakna (p=0,46) antara LEA vagina dengan basil pemeriksaan Gram. Sensitivitas pemeriksaan LEA (leukasit esterase) vagina dengan menggunakan dipstick (titik potong LEA +2) adalah 42,3%. spesifisitas 61%, niiai duga positif 343% dan nilai duga negatif 68.7%. Rasio kemungkinan positif l.1 dan kemungkinan negatil' 0.92. Derajat kesesuaian 55% dengan nilai kappa 0,032. Pada kurva ROC LEA vagina didapatkan nilai AUC 0.51 yang artinya tes tersebut memiliki akurasi yang buruk dalam membedakan kelompok yang sakit dengan yang bukan. Sensitivitas pemeriksaan pH vagina dalam mendeteksi VB sebesar 61%, spesifisitas 79%, nilai duga positif 59%, dan nilai duga negatif 81%. Rasio kemungkinan positif 3,1 dan kemungkinan negatif 0,48. Pada kurva ROC pH vagina didapatkan nilai AUC 0,70 yang berarti akurasi pemeriksaan pH cukup baik dalam membedakan kelompok VB positif dan yang bukan. Dengan memakai 2 kriteria pemeriksaan yaitu pH >5 dan LEA positif +2 didapatkan angka sensitivitas 50%, spesifisitas 64%, nilai duga positif 67%, dan nilai duga negatif 47%. Rasio kemungkinan positif 1,4 dan kemungkinan negatif 0,79.
Kesimpulan
Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick dapat digunakan dalam mendeteksi vaginosis bakterial secara cepat dan sederhana dalam klinik. Pemeriksaan pH vagina memiliki sensitivitas yang lebih balk dibandingkan LEA vagina. Namun dibandingkan pewaranaan Gram, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini masih belum memuaskan. Parka penelitian lanjutan untuk memenuhi jumlah sampel yang diperlukan sehingga didapatkan angka sensitivitas yang lebih relevan dan valid."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadina Huliah
"Sedikitnya 17 juta bayi yang dilahirkan setiap tahun mempunyai berat badan lahir yang rendah (BBLR), mewakili 16% bayi yang lahir tiap tahunnya. Penyebab BBLR adalah preterm dan pertumbuhan janin terhambat (PJT, intra uterine growth restriction IIUGR). Preterm terutama terdapat di negara maju sedangkan sebagian besar PJT ada di negara berkembang. '?x. Sulitnya mengetahui angka pasti insiden NT karena pencatatan tentang usia gestasi yang sahib sering tidak tersedia di negara yang sedang berkembang. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah persalinan yang banyak terjadi di rumah sehingga pencatatan tentang bayi yang dilahirkan tidak ada.
Janin PJT mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi serta kemungkinan mengalami gangguan perkembangan kognitif dan neurologik pada usia kanak-kanak. Hipotesis foetal origin of adult diseases menyatakan bahwa gangguan nutrisi pada periode kritis pertumbuhan janin di dalam rahim akan menyebabkan perubahan permanen pada struktur dan metabolisme tubuh. Perubahan ini akan meningkatkan kerentanan terhadap hipertensi, penyakit jantung koroner dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIIDM) pada masa dewasa.
Penyebab PJT sangat kompleks, di negara sedang berkembang faktor risiko utama adalah faktor maternal berupa status gizi ibu yang tidak adekuat sebelum konsepsi, kekurangan gizi dan infeksi yang terjadi pada masa kanak-kanak, nutrisi yang jelek saat kehamilan, genetik, penyakit sistemik, dan faktor eksternal. Faktor lain sebagai penyebab PJT adalah faktor janin, faktor plasenta. Adapun manifestasi klinis dari PJT yang paling sating muncul adalah perubahan pada plasenta.
Selama kehamilan normal, terjadi perubahan fisiologi yang panting sebagai adaptasi ibu untuk menjamin tersedianya aliran aliran darah yang adekuat bagi janin. Plasenta manusia adalah organ multifungsi yang menyediakan oksigen, homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam kandungan sampai terjadinya persalinan. Perfusi plasenta yang tidak adekuat merupakan hal yang fundamental dalam terjadinya PJT. Gangguan perfusi plasenta yang akan menyebabkan hipoksia intraplasenta akan mengakibatkan berkurangnya transfer oksigen dan nutrien dari ibu ke janin sehingga oksigenasi dan pertumbuhan janin akan terganggu. Bagaimana regulasi perfusi uteroplasenta masih belum jelas sampai saat ini, dikatakan berada dibawah kontrol beberapa mediator yang dihasilkan oleh plasenta. Sebagai akibat dari hipoksia intraplasenta akan terjadi resistensi plasenta yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu berkurangnya jumlah kapiler terminal, meningkatnya vasokonstriksi pada villi karena dikeluarkannya substrat vasoaktif lokal dan berkurangnya zat vasorelaksan. Terjadi pula peningkatan kontraktilitas pembuluh darah plasenta dan pasien dengan janin PJT dibandingkan wanita hamil yang normal7. Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada sirkulasi uteroplasenta akibat dari hipoksia intraplasenta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Ermanto
"Pertumbuhan janin terhambat sebagai komplikasi kehamilan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal dibandingkan janin normal, dengan angka mortalitas perinatal berkisar dari empat sampai sepuluh kali lebih besar.
Bayi dengan berat lahir rendah untuk usia kehamilan memiliki risiko tiga sampai sepuluh kali lipat dibanding bayi dengan berat lahir normal untuk terjadinya penyakit seperti hipertensi, resistensi insulin dan gangguan metabolisme kolesterol. Secara epidemiologi telah terbukti bahwa diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner (PJK) lebih sering terjadi pada orang dewasa dengan berat lahir rendah. Yang menarik adalah bahwa gangguan tersebut merupakan efek jangka panjang pada orang dewasa sebagai konsekuensi gangguan nutrisi saat janin.
Hubungan antara berat lahir rendah dan prevalensi penyakit jantung koroner telah ditunjukkan dengan penelitian di India Selatan tahun 1996. Di antara pria dan wanita usia 45 tahun atau lebih, prevalensi penyakit jantung koroner ialah l1% pada yang berat lahir 2,5 kg, dan hanya 3% pada yang berat lahir 3,2 kg.
Penelitian di Inggris memperiihatkan juga bahwa neonatus dengan ukuran tubuh yang kecil dibandingkan dengan ukuran kepala, walau dalam rentang berat lahir normal, memi!iki gangguan metabolisme, kolesterol dan pembekuan darah. Salah satu organ visera yang terganggu adalah hepar yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungi sel hepar terrnasuk metabolisme kolesterol serta pembekuan darah secara permanen, yang merupakan faktor risiko terjadinya PJK.
Pada penelitian ini ingin diketahui apakah telah terjadi disfungsi hepar infra uterin berupa kelainan kadar AST, ALT, kolesterol serta panjang hepar pada bayi kecil masa kehamilan. Sehingga dengan data ini dapat nantinya menjadi dasar untuk memulai suatu intervensi 1 terapi.
Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara gangguan fungsi hepar dengan diagnosis klinis bayi kecil masa kehanti Ian?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Membandingkan gangguan fungsi hepar dengan panjang hepar pada janin PJT
Tujuan Khusus:
1. Membandingkan kadar AST pada PJT dengan bayi normal.
2. Membandingkan kadar ALT pada PJT dengan bayi normal
3. Membandingkan kadar kolesterol pada PJT dengan bayi normal
4. Membandingkan panjang hepar pada PJT dengan bayi normal
5. Mengetahui hubungan kadar AST dengan panjang hepar pada PJT
6. Mengetahui hubungan kadar ALT dengan panjang hepar pada PJT
7. Mengetahui hubungan kadar kolesterol dengan panjang hepar pada PJT"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T21400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Reza Tigor
"Tujuan: Mengetahui faktor-faktor resiko (klinis dan laboratoris) mortalitas maternal akibat preeklampsia berat dan eklampsia di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Desain penelitian: kasus kontrol.
Tempat: Kamar bersalin dan unit perawatan instensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Cara Kerja: Seluruh kasus kematian maternal akibat preeklampsia dan eklampsia yang terjadi antara tanggal 1 Januari 2003 s/d 31 Desember 2005, diperoleh catatan rekam medisnya. Sebagai kontrol diambil kasus preeklampsia dan eklampsia yang tidak berakhir dengan kematian, pada periode yang sama, sebanyak 5 kali jumlah kasus. Dari status dan catatan medis yang diperoleh, didata faktor-faktor klinis yang diteliti, yaitu umur ibu, usia gestasi, paritas, status perawatan antenatal, riwayat penyakit penyerta, komplikasi maternal dan fetal yang terjadi, cara persalinan. Parameter laboratorium yang diteliti yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, SGOT, ureum, dan kreatinin. Analisa dilanjutkan dengan analisa multivariat (regresi logistik) untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian maternal.
Hasil Penelitian: Selama kurun waktu penelitian, terdapat 58 kasus kematian maternal akibat preeklampsia dan eklampsia (Terdiri dari 28 kasus eklampsia dan 30 kasus preeklampsia). Sehingga angka kematian maternal pada preeklampsia diperoleh 2,1 % dan eklampsia sebesar 12.7 %. Rekam medik hanya dapat diperoleh pads 42 kasus. Analisa multivariat menunjuickan faktor-faktor resiko yang berhubungan yaitu adanya riwayat hipertensi kronis (OR 3,9 IK 95 % 1,15 - 13,89; p<0,05), kesadaran saat masuk sopor-komatus (OR 6.7 IK 95 % 1,38 - 31,21; p<0,05), hitting trombosit 100,000/uL (OR 6,1 IK 95 % 1,72- 21,88; p<0,05), kadar kreatinin > 1,5 mgldL (OR 6,4 IK 95 % 1,87-22,16; p<0,05), komplikasi edema pare akut (OR 39,36 IK 95 % 13,12-118,035; p<0,05), dan perdarahan pasca persalinan (OR 15,1 IK 95 % 3,35 - 67,89; p<0,05).
Kesimpulan: Faktor resiko yang berhubungan dengan kematian maternal adalah riwayat hipertensi kronis, kesadaran sopor komatus, hitung trombosit < 100.000/uL, kreatinin > 1,5 mg/dL, komplikasi edema paru akut, dan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Objective: To analyze risk factor (clinical and laboratory findings) associated with maternal mortality from severe preeclampsia and eclampsia in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Design: Case control study.
Setting: Delivery room and Intensive Care Unit at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Methods: All medical records of maternal death associated with severe preeclampsia and eclampsia between 1 January 2003 and 31 December 2005 were obtained and than information about risk factors were collected and tabulated. Risk factor analyzed were maternal age, gestational age, parity, antenatal care status, coexisting medical illness (hypertension, diabetes mellitus), maternal and fetal complication, methods of delivery, systolic and diastolic blood pressure at admission, and admission laboratory data. For one maternal death cases we then obtained 5 controls (severe preeclampsia or eclampsia cases not ended in death) from the same period of time. Data from cases and controls were analyzed using logistic regression technique.
Results: There were 54 maternal death associated with severe preeclampsia and eclampsia during period of study (consisted of 28 cases of eclampsia and 30 cases of severe preeclampsia). Maternal mortality rate for severe preeclampsia dan eclampsia were 2,1 % and 12,7 %, respectively. Multivariate analysis identified the following risk factors associated with maternal death: coexisting chronic hypertension (OR 3,9; 95% CI 1,15 - 13,89, p<0,05), coma at arrival (OR 6,7; 95% CI 1,38 - 31,21, p<0,05), thrombocyte count < 100.000/uL (OR 6,1; 95% CI 1,72- 21,88, p<0,05), creatinine serum level > 1,5 mgldL (OR 6,4; 95% Cl 1,87-22,16, p<0,05) , acute lung edema complication (OR 39,36; 95% Cl 13,12-118,035; p<0,05), and post partum hemorrhage (OR 15,1; 95% CI 3,35 - 67,89, p<0,05).
Conclusion: Risk factors associated with maternal death were coexisting chronic hypertension, sopor-coma at arrival, thrombocyte count 1,5 mg/dL, acute lung edeme complication, and post partum hemorrhage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liesye Wuntu
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S25538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wenny Ningsih Haryadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendansyah
"Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah setiap derajat intoleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan. Definisi ini meliputi spektrum klinis yang luas; tidak memandang apakah digunakan insulin atau cukup hanya digunakan modifikasi diet saja dalam mengontrol gula darah, tidak memandang apakah kondisi bertahan setelah kehamilan, dan termasuk pula kondisi intoleransi glukosa dalam berbagai tingkat dari ringan sampai berat yang terjadi sebelum kehamilan namun tidak dikenali sebelumnyalbaru diketahui pada saat hamil.
Sekitar 1-14% kehamilan mengalami komplikasi DMG setiap tahun di AS. Di Indonesia. dilaporkan prevalensi DMG antara 1.9-3.6e% dari seiuruh kehamilan setiap tahun.Kontrol gula darah pada DMG berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas- pada ibu maupun bayi berupa preeklampsia. polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea dan trauma persalinan akibat bayi besar. DMG berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia, induksi persalinan, distosia bahu, seksio sesarea, bayi besar, dan Erb's Palsy yang lebih tinggi. Hiperblikemia juga berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin infra uteri (IUFD) pada 4-8 minggu terakhir kehamilan, meningkatnya mortalitas perinatal dan angka kejadian makrosomia, dan pada neonatus terjadi peningkatan kejadian hipoglikemia, ikterus. polisitemia dan hipokaisemia. Dalam jangka panjang pasien DMG memiliki risiko terjadinya diabetes tipe 2 setelah kehamilan. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu DMG memiliki risiko lebih tinggi akan kejadian sindroma metabolik, obesitas, intoleransi glukosa dan diabetes pada masa muda/dewasa.
Langkah awal penanganan DMG yang dianut saat ini adalah pemberian konseling dan terapi diet selama 1 minggu dengan target tes toleransi glukosa darah normal. Apabila tidak berhasil maka diberikan insulin, yang sampai saat ini masih mcrupakan terapi pilihan pada DMG. Ternyata hingga 60% penderita akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kontrol glikemiknya.7 Insulin diberikan secara suntikan subkutan sehingga bagi pasien dirasakan sulit dan tidak praktis digunakan, yang mempengaruhi penerimaan pasien dan akhirnya kcberhasilan terapi. Penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dalam kehamilan dahulu diduga menyebabkan kelainan kongenital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Herbert
"Latar Belakang : Upaya untuk menurunkan kejadian kanker serviks dengan menemukan lesi pra-kanker serviks di negara-begara berkembang masih belum menunjukkan basil yang memuaskan. Kendala yang dihadapi antara lain adalah belum adanya program nasional yang berkesinambungan serta sumber daya yang terbatas, termasuk peralatan untuk melakukan pemeriksaan papsmear. Di banyak daerah ketidaktersediaan alkohol 95% sebagai larutan fiksasi menjadi salah satu alasan tidak dilakukannya pemeriksaan papsmear. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan pada daerah dengan sumber daya terbatas adalah dengan menghilangkan keharusan tersedianya alkohol 95% sebagai larutan fiksasi dan menggantinya dengan melakukan rehidrasi menggunakan NaCl 0,9% pada sediaan papsmear yang telah dikeringkan di udara terbuka.
Tujuan : Menguji mutu sediaan papsmear yang dibuat dengan metode "sediaan kering".
Bahan dan Cara Kerja : Penelitian dilakukan di laboratorium sitologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUT-RSCM Jakarta. Dibuat dua buah slide papsmear dari setiap pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan papsmear. Pada kelompok pertama sediaan diproses secara konvensional menggunakan alkohol 95% sebagai larutan fiksasi, sedangkan kelompok kedua sediaan papsmear dikeringkan di udara terbuka kemudian dilakukan rehidrasi menggunakan NaCl 0,9% sebelum dilakukan pewarnaan. Dilakukan perbandingan mutu sediaan ditinjau dad segi densitas seluler, adanya artefak akibat pengeringan di udara terbuka, serta ada tidaknya gangguan akibat latar belakang eritrosit dan latar belakang sel radang.
Hasil : Didapatkan 210 pasang sediaan yang dapat dievaluasi. Teknik kering mempunyai adekuasi sediaan yang sama baiknya dengan teknik konvensional. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok ditinjau dad segi densitas seluler, adanya artefak akibat pengeringan di udara terbuka, serta ada tidaknya gangguan akibat latar belakang eritrosit dan latar belakang sel radang.
Kesimpulan : Papsmear sediaan kering dapat dipakai sebagai alternatif pembuatan sediaan sitologi serviks saat larutan alkohol 95% tidak tersedia sebagai larutan fiksasi.

Background : In many developing countries there are still many obstacles in establishing optimal result on performing early detection of cervical cancer. Among those are lack of continous national programs and also limited resources. In many area, availability of alcohol 95% as a fixating agent is often less and emerge as one reason why people did not perform papsmear examination routinely. Rehydration of air-dried ("dry-prepared") papsmear could replace alcohol 95% as a simple method in preparing cervical cytologic examination.
Objective : To evaluate the quality of dry-prepared papsmear
Material and Methods : The study was held in Cytology laboratory , Department of Obstetry and Gynecology, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. We took one pair papsmear slides from every patient who was going to perform papsmear examination. One slide was processed with dry-prepared method, i.e. the slide was air-dried and then rehydrated with saline before staining, and another slide was processed conventionally (fixated with alcohol 95%) as a control. We compared the quality of both slides in terms of its celuler density, occurrence of air-dried artifacts, and the presence of obscuring blood and inflamatory cells.
Result : Two hundred and ten slides were available for evaluation. The dry-prepared papsmear had a similar adequacy compared with the conventional one. There were no differences found in terms of celluler density, occurrence of air-dried artifact, and the presence of obscuring blood and inflamatory cells.
Conlusion : Dry-prepared papsmear can be one alternative method in processing cervical cytologic examination when alcohol 95% was not available.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>