Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruby Chahya
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan cheilitis angularis dan status gizi yang terjadi pada anak sekolah dasar di kecamatan Pacet kabupaten Cianjur. mengingat hingga kini belum ada laporan mengenai hal tersebut. Penelitian dilakukan pada anak sekolah dasar yang berumur 5-15 tahun. yang berasal dari 3 sekolah dasar yang dipilih secara acak sederhana dari 10 sekolah dasar yang ada di kecamatan tersebut. Selanjutnya dari 3 sekolah dasar terpilih 315 anak yang merupakan sampel yang diperoleh secara acak sistematis. Pemeriksaan klinis cheilitis angularis dilakukan dibawah penerangan sinar matahari langsung, dan penentuan status gizi dilakukan secara antropometrik. Hasilnya ditemukan 85 anak yang menderita cheilitis angularis. Persentase cheilitis angularis tertinggi didapatkan pada kelompok umur 6-7 tahun dan menurun sejalan dengan peningkatan umur. Cheilitis angularis ditemukan lebih banyak pada pria {65%) daripada wanita (35%). Dari 85 anak yang menderita cheilitis angularis. 47 anak didapatkan dengan status gizi kurang dan 38 anak dengan status gizi baik dengan X2 hitung pada α 0.05. dk1=6.29. Sedangkan hubungan keparahan dan status gizi didapatkan X2 hitung pada α 0.05. dk3=0.05. Dapat disimpulkan penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan terjadinya cheilitis angularis dan status gizi. tetapi tidak ditemukan adanya hubungan keparahan cheilitis angularis dan status gizi."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Michelle Anggraini
"Studi ini fokus membahas tentang variasi anatomis normal pada mukosa oral. Tujuan dari studi ini dalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi lesi pada 312 pasien yang mengunjungi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini dilakukan dengan survei epidemiologi dan menggunakan pendekatan potong lintang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 7 (2,2%) pasien dengan leukoedema, 69 (22,1%) pasien dengan fordyce granules, dan 207 (66,3%) pasien dengan linea alba pada mukosa oral mereka. Semua lesi lebih banyak ditemukan secara bilateral. Leukoedema dan fordyce granules lebih banyak ditemukan pada pria, sedangkan linea alba lebih banyak pada wanita. Leukoedema dan fordyce granules paling banyak ditemukan pada kelompok usia 69-76 tahun, sedangkan linea alba paling banyak ditemukan pada usia 13-20 tahun.

This study is focused on variations of anatomic structures of oral mucosa. The purpose of this study is to determine the prevalence and the distribution of these lesions in 312 patients who visited University of Indonesia Dental Hospital according to the location, age and gender. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The result showed that there were 7 (2.2%) people who had leukoedema, 69 (22.1%) people who had fordyce granules, and 207 (66.3%) people who had linea alba on their oral mucosa. All lesions were more common in bilateral location. Leukoedema and fordyce granules were more common among males, while linea alba were more common among females. Leukoedema and fordyce granules had the highest prevalence in 69-76 years age-group, while linea alba was highest in 13-20 years age-group."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Runi Oktayani
"Type 2 diabetes mellitus (DM) altered the quantity and quality of saliva by disturbing the salivary glands. The objective of this study was to examine the relation between the concentration of salivary total protein and viscosity in patient with poorly controlled type 2 DM. Whole unstimulated saliva samples were collected from 12 poorly controlled diabetic patients (diabetic group) and 16 non diabetics (control group). Diabetic group had fasting blood sugar ³ 126 mg/dL and HbA1c > 8%. Control group were matched on age and sex to diabetic group, and had fasting blood sugar < 100 mg/dL. Saliva was analyzed for concentration of total protein, flow rate and viscosity. The total protein concentration was measured by Bradford method. Statistical analyzed was done by using paired sample t-test to compare concentration of salivary total protein, flow rate and viscosity between diabetic and control group. Statistical analyzed was done by using Pearson test to correlate salivary flow rate and viscosity, and concentration of salivary total protein with viscosity. Neither concentration of salivary total protein nor viscosity differed significantly between the two groups. Significantly greater salivary flow rate was seen in diabetic group. However, no correlation was found between the salivary flow rate and viscosity or concentration of salivary total protein and viscosity in diabetic group. In conclusion, there was no significant correlation between concentration of salivary total protein and viscosity in poorly controlled diabetic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Kemala Hayati
"Complications of diabetes mellitus could influence salivary gland function in either output or composition of saliva. The objective of this study was to investigate the correlations between salivary total protein concentrations and whole unstimulated salivary flow rates in poorly controlled type 2 diabetes mellitus. Saliva samples were collected from 14 subject diabetic group and 16 subject control group, which were matched on age and sex. Saliva was analyzed for concentration of total protein and flow rates. Bradford method was used to determine salivary total protein concentration. Statistical analyzed was done by using paired sample t-test to compare salivary flow rates and salivary total protein concentration between diabetic and control group. Pearson?s test was used to correlate salivary total protein concentration with salivary flow rates in diabetic and control. There was no significant difference in whole unstimulated salivary flow rates or salivary total protein concentration between diabetic and the control group. There was no significant correlation between saliva total protein concentration and whole unstimulated saliva flow rates in both groups. It could be concluded that there was no significant correlation between salivary total protein concentrations and whole unstimulated salivary flow rates.

Diabetes melitus (DM) dapat menyebabkan komplikasi yang mempengaruhi fungsi kelenjar saliva baik dari segi volume maupun komposisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva tanpa stimulasi pada penyandang DM tipe 2 terkontrol buruk. Sampel saliva dikumpulkan dari 14 subyek kelompok DM dan 16 subyek kelompok kontrol yang telah disesuaikan usia dan umurnya. Sampel saliva diukur laju alir dan konsentrasi protein totalnya. Konsentrasi protein total saliva diukur dengan metode Bradford. Analisis data penelitian dilakukan dengan uji t berpasangan untuk uji komparasi konsentrasi protein total saliva dan laju alir saliva antara kelompok DM dengan kontrol dan uji Pearson untuk uji korelasi konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai laju alir dan konsentrasi protein total saliva tanpa stimulasi pada kedua kelompok subyek penelitian. Konsentrasi protein total saliva dengan laju alir memiliki korelasi yang tidak bermakna pada kelompok DM. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi yang bermakna antara konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva tanpa stimulasi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrita Widyagarini
"Diabetes melitus tipe 2 biasanya mengakibatkan perubahan sekresi saliva akibat berbagai gangguan pada kelenjar saliva yang akan mempengaruhi kuantitas, komposisi, dan kualitas saliva. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi protein total saliva dengan pH saliva tanpa stimulasi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk. Subyek penelitian terdiri dari kelompok diabetes melitus sebanyak 13 pasien dari Poliklinik Metabolik-Endokrin Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 16 orang kontrol sebagai kelompok kontrol. Gula darah puasa (≥ 126 mg/dl) dan HbA1c (> 8%) diukur untuk menentukan kriteria diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk. Gula darah puasa (< 100 mg/dl) diukur untuk menentukan kriteria kelompok kontrol. Setelah pengumpulan saliva tanpa stimulasi, pH dan konsentrasi protein total saliva diukur. pH saliva diukur dengan pH meter Mettler Toledo. Konsentrasi protein total saliva diukur dengan metode Bradford. Analisis statistik digunakan uji t-berpasangan untuk membandingkan konsentrasi protein total saliva dan pH saliva tanpa stimulasi pada kelompok diabetes melitus dan kontrol. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi antara konsentrasi total protein saliva dan pH saliva. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva antara kelompok diabetes melitus dan kontrol tidak berbeda bermakna berdasarkan uji t-berpasangan. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva tanpa stimulasi tidak mengalami korelasi bermakna pada kelompok diabetes melitus berdasarkan uji Pearson. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva dapat berubah pada kelompok diabetes melitus tapi tidak ada korelasi di antara konsentrasi total protein saliva dengan pH saliva.

Type 2 diabetes mellitus usually altered salivary secretion. The objective of this study was to examine if there is a correlation between total salivary protein concentration and whole unstimulated salivary pH in poorly controlled type 2 diabetes mellitus. A diabetic group comprised 13 patients from Metabollic-Endocrin Clinic of Department of Internal Medicine of Cipto Mangunkusumo National Hospital, with 16 healthy subjects as a control group. Fasting blood sugar (≥ 126 mg/dl) and HbA1c (> 8%) were measured to determine poorly controlled diabetics. Fasting blood sugar (< 100 mg/dl) was measured to determine healthy subjects. After collecting whole unstimulated saliva, pH and concentration of total protein were measured. Salivary pH was measured by pH meter Mettler Toledo. Total salivary protein concentration was analyzed by Bradford method. The data was statistically analized by using paired sample T-test to compare salivary pH and concentration of total protein between diabetic and control group. Pearson?s correlation coefficient was used to examine the relation between total salivary protein concentration and salivary pH. There were no statistical significant difference between diabetic and control group in salivary pH and concentration of salivary total protein. There were no statistical significant correlation of concentration of salivary total protein between whole unstimulated salivary pH in diabetic group. Total salivary protein concentration and salivary pH could be changed in diabetic group but no correlation between total salivary protein concentration and salivary pH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elisabeth
"Penelitian ini fokus pada fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi dari lesi tersebut berdasarkan usia dan jenis kelamin pada 312 pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini merupakan survei epidemiologi deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Data diperoleh melalui pemeriksaan klinis dan wawancara. Fissure tongue merupakan lesi yang paling sering ditemukan (46,5%) diikuti geographic tongue (3,2%), median rhomboid glossitis (1,3%) dan hairy tongue (1,3%). Semua lesi tersebut ditemukan lebih sering pada pasien pria. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue memiliki prevalensi paling tinggi pada kelompok usia 61-68 tahun, 5-12 tahun, 53-60 tahun dan 13-20 tahun, secara berurutan.

This study is focused on fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis and hairy tongue. The purpose of this study is to determine the prevalence and distribution of these lesions according to age and gender in 312 patients who visited University of Indonesia dental hospital. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The data were collected by clinical examination and interview. Fissure tongue was observed most frequently (46.5%) followed by geographic tongue (3.2%), median rhomboid glossitis (1.3%) and hairy tongue (1.3%). All of these lesions are more common in male patients. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis, and hairy tongue had the highest prevalence in 61-68 years old, 5-12 years old, 53-60 years old, 13-20 years old, respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Madeina
"ABSTRAK
Latar Belakang: Lebih dari 50% kematian akibat kanker mulut di Asia Tenggara terjadi di Indonesia. Dokter gigi mempunyai peran penting untuk dapat menemukan kasus kanker mulut pada stadium awal sehingga dapat memperbaiki prognosis. Tujuan: Mengetahui kesadaran terkait pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai kanker mulut dokter gigi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang dengan metode convenience sampling menggunakan kuesioner tentang kanker mulut yang sudah dipakai pada penelitian sebelumnya. Dokter gigi yang menghadiri seminar yang diadakan oleh PDGI NTT menjadi populasi sampling pada penelitian ini. Hasil: Penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 23 (66%) responden memiliki pengetahuan yang baik tentang faktor risiko kanker mulut. Namun, mayoritas responden (63%) belum memiliki pengetahuan yang baik terkait kemampuan diagnosis klinis kanker mulut. Sebanyak 30 (86%) responden memiliki sikap yang positif terkait kanker mulut dan hampir seluruh responden memiliki tindakan yang baik terhadap kanker mulut. Kesimpulan: Secara umum kesadaran tentang kanker mulut pada dokter gigi di NTT sudah baik. Masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan hal ini sehingga pemgetahuan faktor risiko diimbangi dengan kemampuan untuk melakukan pemeriksaan klinis yang baik terkait kanker mulut.

ABSTRACT
Background: There are more than 50% of death that caused by mouth cancer in South East Asia occurred in Indonesia. Dentists have an important role in finding the case of oral cancer in an early stage, so that can improve the prognosis. Objective: To determine Nusa Tenggara Timur dentists awareness that consist knowledge, attitude, practice on oral cancer. Method: This study used descriptive with Cross-sectional approach and convenience sampling with a questionnaire about oral cancer that has been used. Dentists who attended the seminar that held by PDGI NTT were being population sampling in this study. Result: This study shows that 23 (66%) respondents have a good knowledge about oral cancers risk factor, however the majority of respondents (63%) dont have a good knowledge about the ability to diagnose oral cancer. As much as 30 (86%) respondents have a positive attitude to against oral cancer and most of the respondents have a good practice to oral cancer. Conclusion: The awareness of the dentist in Nusa Tenggara Timur is sufficient. Still need training about oral cancer enhancement more so that knowledge of risk factors was balanced with the ability clinical examinations of oral cancer."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Gabriela Liem
"Latar Belakang: Di Indonesia, kasus HIV mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga mencapai 48.300 kasus pada tahun 2017 dengan jumlah kumulatif 280.623 kasus(Kemenkes RI), sehingga meningkatkan kemungkinan dokter gigi untuk merawat ODHA. Untuk mengatasinya, pemberi pelayanan kesehatan, termasuk dokter gigi, dituntut untuk memiliki pengetahuan tinggi dan sikap profesional dalam menangani ODHA. Dengan demikian, peneliti ingin mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mengenai HIV/AIDS.
Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa preklinik FKG UI mengenai HIV/AIDS.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang pada 487 mahasiswa preklinik FKG UI dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Hasil Penelitian: Tingkat pengetahuan mahasiswa preklinik FKG UI secara keseluruhan tergolong cukup (77,6% responden). Tingkat pengetahuan responden meningkat seiring dengan peningkatan usia, dan tingkat pengetahuan responden laki-laki sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Berdasarkan distribusi angkatan, terlihat bahwa responden yang sudah memperoleh mata kuliah Penyakit Mulut FKG UI mengenai HIV/AIDS memiliki tingkat pengetahuan mengenai HIV/AIDS yang lebih tinggi daripada yang belum. Selain itu, dari kelima indikator tingkat pengetahuan, indikator manifestasi oral serta pengetahuan dan pemeriksaan HIV menunjukkan tingkat pengetahuan yang rendah. Berbeda halnya dengan variabel tingkat pengetahuan, sikap mahasiswa preklinik FKG UI tergolong positif (63,5% responden) dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada identitas responden yang berbeda (usia, jenis kelamin, dan angkatan).
Kesimpulan: Tingkat pengetahuan responden cukup dan sikap responden mengenai HIV/AIDS positif.

Background: In Indonesia, HIV's cases are increasing every year, with total 48.300 cases in 2017 and 280.633 cases in cumulative up to 2017 (Kemenkes RI). Thus, the chance of treating people living with HIV/AIDS (PLWHA) is also increasing. In order to resolve the problem, medical staff, including dentists, are required to have excellent knowledge and professional attitude to handle PLWHA. Therefore, researcher wants to assess the knowledge and attitude of preclinical dental students in Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia about HIV/AIDS.
Objectives: To determine the knowledge and attitude of preclinical dental students in Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia about HIV/AIDS.
Methods: Descriptive cross-sectional research method in 487 preclinical dental students of Faculty of Dentistry Universitas Indonesia with valid and reliable questionnaire.
Results:The knowledge of preclinical dental students Faculty of Dentistry Universitas Indonesia is moderate (77,6% respondent). The knowledge of the respondents increases with increasing of age, and male respondents have slightly higher knowledge than female respondents. Based on the grade, the higher grade respondents who have ever received the HIV/AIDS's lesson in Oral Medicine subject show higher knowledge about HIV/AIDS. Moreover, there are 5 indicators in knowledge section in the questionnaire, and two of them, which are oral manifestation and HIV testing and treatment, show low level knowledge of respondents. In contrary, the attitude of the pre-cilinal dental students Faculty of Dentistry Universitas Indonesia is positive with no difference among different identity of respondents (age, sex, and grade).
Conclusion: The knowledge level of the respondents is moderate and the attitude about HIV/AIDS is positive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah
"Tujuan: Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa program profesi dokter gigi terhadap prosedur pengendalian infeksi.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang pada 133 mahasiswa program profesi dokter gigi FKG UI dilakukan dengan mengisi kuesioner pada Agustus-September 2014 di RSKGM FKG
UI.
Hasil: Pengetahuan mahasiswa mengenai pengendalian infeksi tergolong cukup (61%), sikap mahasiswa terhadap prosedur pengendalian infeksi adalah positif (74%), dan tindakan mahasiswa terhadap prosedur pengendalian infeksi tergolong buruk (57%).
Simpulan:Pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif tidak disertai dengan tindakan yang baik terhadap prosedur pengendalian infeksi.

Objective: To determine the level of knowledge, attitudes, and practices toward infection control procedures of dental students.
Methods: A cross-sectional descriptive study on 133 dental students is done by filling out a questionnaire in August-September 2014 in Dental Hospital of Universitas Indonesia.
Results: Student knowledge regarding infection control is fair (61%), with positive (74%) attitudes toward infection control, but poor (57%) practices in the procedures of control infection.
Conclusion: Fair knowledge and a positive attitude are not followed by good practice of infection control procedures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dovian Emely Suteja
"Tongue coating merupakan lapisan pada dorsum lidah yang berpotensi menjadi fokus infeksi dan sering ditemukan pada lansia karena berbagai faktor. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kebersihan mulut dengan tongue coating pada lansia mandiri di Kota Depok serta hubungannya dengan faktor-faktor sosiodemografi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada lansia mandiri di Kota Depok, Jawa Barat. Tingkat kebersihan mulut diukur menggunakan Simplified Oral Hygiene Index OHI-S . Keberadaan tongue coating dinilai secara visual. Data faktor-faktor sosiodemografi diperoleh dari pengisian kuesioner Hasil: Penelitian melibatkan 89 subjek dengan rentang usia 60-90 tahun. Rata-rata OHI-S ialah 2,94 1,02. Tingkat kebersihan mulut buruk ditemukan pada 41 48,3 subjek. Prevalensi tongue coating ialah 31,5 . Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan mulut dan tongue coating pada lansia p>0,05 . Faktor-faktor sosiodemografi tidak berhubungan secara signifikan baik terhadap tingkat kebersihan mulut maupun tongue coating p>0,05 . Kesimpulan: Mayoritas subjek lansia mandiri memiliki tingkat kebersihan mulut yang buruk dan tidak mengalami tongue coating. Tingkat kebersihan mulut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tongue coating. Faktor-faktor sosiodemografi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan keduanya.

Introduction Tongue coating is a layer on the dorsum of tongue that could potentially become a focus of infection and often found in elderly due to various factors. Objectives This study aims to determine the relationship between oral hygiene status and tongue coating among independent elderly in Depok and their relationship with sociodemographic factors. Methods A cross sectional study was conducted on 89 subjects in Depok, West Java. The oral hygiene status was measured using Simplified Oral Hygiene Index OHI S . The presence of tongue coating was assessed visually. Sociodemographic factors data are obtained from questionnaires. Results The study included 89 independent elderly subjects, ranging from 60 to 90 of age. The mean OHI S score is 2.94 1.02. Poor oral hygiene was found in 41 48.3 subjects. The prevalence of tongue coating was 31.5 . No statistically significant association was found between the oral hygiene status and tongue coating among elderly p 0.05 . Sociodemographic factors were not significantly associated with oral hygiene and tongue coating. p 0.05 . Conclusion Most independent elderly subjects have poor oral hygiene and no tongue coating. Oral hygiene is not significantly associated with tongue coating. Sociodemographic factors do not significantly affect the association between both of them.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>