Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nizam Burhanuddin
Abstrak :
Dalam menyelenggarakan kehidupan negara terdapat pembagian kekuasaan yang dimiliki oleh beberapa lembaga tinggi/tertinggi negara. Tiap-tiap lembaga tinggi/tertinggi negara tersebut mempunyai tugas dan wewenang masing-masing, tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu mengupayakan peningkatan kehidupan rakyat agar semakin lebih balk. Lembaga tinggi negara/tertinggi negara menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Agung (MA), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BEPEKA). Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara mempunyai hubungan seperti hubungan tugas antara Badan Pemeriksa Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pelaksanaan Tanggungjawab Keuangan Negara yang dikelola oleh Pemerintah. Tugas Badan Pemeriksa Keuangan adalah melaksanakan pemeriksaan atas tanggungjawab pemerintah dalam pelaksanaan keuangan negara, sedangkan tugas Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan. Pengawasan atas jalannya pemerintahan termasuk pelaksanaan pengelolaan keuangan negara, apakah telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hubungan tugas tersebut adalah sesuai dengan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 yang lebih lanjut dilaksanakan dengan berbagai ketentuan perundang-undangan dan ketentuan yang disepakati oleh kedua lembaga tinggi negara. Hubungan tugas tersebut adalah dalam bentuk pembe- ritahuan hasil pemeriksaan tahunan (HAPTAH) atau sekarang dijadikan hasil pemeriksaan semester-an (HAPSEM) dan Pemberitahuan atas Hasil Perhitungan Anggaran (PAN) melalui peme- rintah selanjutnya diteruskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas menjadi Undang-undang. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya ditindaklanjuti dalam rangka pengawasan terhadap jalannya pengelolaan keuangan negara oleh Pemerintah. Tindak lanjut yang dilakukan sekarang masih terbatas kepada apa yang dipahami dari laporan hasil pemeriksaan. Adapun tindaklanjut lainnya berupa dengar pendapat dan keikutsertaan dalam pembahasan masalah-masalah yang berkait-an dengan keuangan negara belum sepenuhnya terlaksana. Agar hubungan kerja tersebut dapat berjalan lebih efektif, maka diperlukan seperangkat peraturan yang mendukung tugas Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa tanggungjawab keuangan negara, seperti Undangundang tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang tentang Pemeriksaan Keuangan, serta ketentuan lain yang mendukung hubungan tugas Badan Pemeriksa Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Karyono
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis yang berjudul "Penerapan Hak Usul Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Masa Bakti 1992-1997 dalam Praktik Ketatanegaraan di Indonesia" ini ditulis, karena sebagian masyarakat Indonesia menyoroti bahwa hak-hak DPR khususnya hak usul inisiatif yang tertuang dalam Pasal 21 Ayat (1) UUD 1945 sejak Pemerintahan Orde Baru sampai sekarang belum pernah dipergunakan sehingga penulis berkeinginan untuk mengetahui penyebab atau faktor tidak dipergunakannya hak tersebut. Dalam praktik, sebenarnya beberapa fraksi di DPR khususnya DPR-RI masa bakti 1992-1997 pernah berupaya untuk menggunakan atau menerapkan hak tersebut tetapi tidak berhasil. Hal ini disebabkan berbagai kendala, antara lain Peraturan Tata Tertib DPR, kualitas anggota DPR, anggaran (dana), Sistem pemilihan, kondisi dan sistem politik, serta sistem recall. DPR dalam rangka menerapkan hak usul inisiatifnya, Fraksi PPP dan Fraksi PDI DPR-RI pernah mencoba membuat RUU usul inisiatif tentang Pemilu, tetapi kandas di tengah jalan. Hal ini disebabkan di samping, muatannya politis juga tidak didukung oleh seluruh fraksi yang ada di DPR dan Pemerintah sendiri sehingga kecenderungannya ditolak. Adapun kesimpulan dari tesis ini adalah bahwa belum diterapkannya hak usul inisiatif DPR-RI masa bakti 1992-1997 dalam praktik ketatanegaraan disebabkan berbagai kendala yang telah disebutkan di atas. Untuk dapat terlaksananya penerapan hak usul inisiatif DPR tersebut, perlu adanya penyempurnaan substansi Peraturan Tata Tertib DPR yang bersifat meringankan bagi anggota DPR guna memungkinkan dapat mengajukan RUU usul inisiatif, perlu adanya badan penelitian/pengolahan data dalam lingkungan Sekretariat Jenderal DPR dan staf ahli di bidang substansi perundang-undangan, perlu adanya perbaikan sistem pemilu, tata cara pencalonan, serta perlu ditinjau kembali keberadaan sistem recall, bila perlu ditiadakan sehingga setiap anggota DPR mempunyai keberanian untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya tanpa ada rasa takut untuk di-recall.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Jaka Susanta
Abstrak :
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar manusia, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bersifat kodrati, universal dan abadi yang harus dihormati dan dilindungi tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama, Bahasa serta status sosial lainnya. Bangsa Indonesia menyadari bahwa HAM bersifat historis dan dinamis yang pelaksanannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, perlindungan HAM telah dijwnin perlindungannya dalam berbagai ketentuan hukum misalnya Pancasila, UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang maupun peraturan perundangan lainnya. Jaminan perlindungan di lingkungan ABRI, di samping jaminan perlindungan yang bersifat umum seperti diatas, juga terdapat Etika Prajurit yang terumus dalam Sumpah Prajurit, Sapta Marga, Delapan Wajib ABRI, Tujuh Asas Kepemimpinan dan Komunikasi Sosial ABRI dan Sumpah Perwira. Selain itu juga Doktrin ABRI yang memuat Taktik dan Strategi serta Teknis pelaksanaan pencapaian tugas pokok dalam bentuk Buku Petunjuk Lapangan, Buku Petunjuk Teknis yang dikeluarkan Pejabat yang berwenang yaitu Pangab dan Kepala Staf Angkatan dan Polri berdasar delegasi dari Presiden. HAM belumlah cukup dengan jaminan perlindungan dalam ketentuan-ketentuan hukum saja, tetapi yang lebih panting adalah penyelenggaraan dan penegakan HAM jika terjadi pelanggaran. Dalam Piagam HAM Indonesia dinyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, pemenuhan, dan penegakan HAM terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah. ABRI sebagai alat negara membantu tugas Pemerintah, dan dalam pelaksanaan tugasnya, ABRI juga ada kemungkinannya melakukan tindakan yang bersifat pelanggaran HAM terhadap rakyat sipil. Oleh karena itu di lingkungan ABRI senantiasa berupaya melakukan penegakan HAM terhadap anggota ABRI yang melakukan pelanggaran HAM. Penegakan HAM di lingkungan ABRI diselenggarakan melalui sarana penegakan hukum. Hukum yang berlaku bagi ABRI selain hukum yang berlaku untuk rakyat pada umumnya juga berlaku hukum minter, misalnya Hukum Disiplin Militer, Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Pidana Militer, Peraturan Urusan Dinas Dalam, Peraturan Seragam ABRI, dan lain-lainnya. Penegakan Hukum di lingkungan ABRI diselenggarakan di Peradilan Militer yaitu terhadap tindakan yang bersifat pidana dengan mendasarkan pada KUHP dan KUHPM. Sedangkan tindakan anggota yang bersifat indisipliner diselesaikan di luar peradilan yaitu diselesaikan melalui Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum). Dalam proses penyelesaian perkara pidana melalui Peradilan Militer, Komandan mempunyai perana,n di dala.mnya yaitu selaku Perwira Penyerah Perkara (Papera) mempunyai kewenangan untuk menyerahkan perkara pidana untuk diselesaikan di Peradilan Militer. Kewenangan ini berkaitan dengan asas-asas yang berlaku khusus dalam tatanan kehidupan militer yaitu asas kesatuan komando, asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya dan asas kepentingan militer. Khusus dalam proses peradilan, kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Farida Indrati
Abstrak :
Indonesia adalah Negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang dibentuk haruslah bersumber dan berdasar pada norma hukum yang lebih tinggi. Selain itu, Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa 'Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945' itu merupakan pula Cita Hukum (Rechtsidee) dan sekaligus Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm), hal ini membawa akibat bahwa setiap peraturan perundang-undangan selain harus bersumber dan berdasar pada norma hukum yang lebih tinggi, juga harus sesuai dengan Pancasila sebagai Cita Hukum, serta sesuai pula pada UUD 1945 balk Pembukaannya (Pancasila) yang merupakan Norma Fundamental Negara, maupun Batang Tubuh UUD 1945 sebagai Aturan Pokok/Dasar Negara. Pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 yang mengatur lebih lanjut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing merupakan suatu peraturan yang dibentuk dalam rangka menghadapi Era Globalisasi, di mana di dalamnya menyangkut hal-hal yang termasuk 'sektor-sektor yang penting bagi negara, dan memenuhi hajat hidup orang banyak' yang berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ditentukan penguasaannya diserahkan pada Negara. Walaupun Peraturan Pemerintah merupakan peraturan yang bersumber dari kewenangan delegasi dari Undang-undang, akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut ternyata bertentangan dengan beberapa ketentuan dalam Undang-undang yang dibentuk terdahulu, dan juga tidak sesuai dengan Sistem Pemerintahan Negara, Cita Hukum serta Norma Fundamental Negara Republik Indonesia.(MFIS).
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Poltak
Abstrak :
Berdasarkan Ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan Rancangan Undangundang. Juga telah dikemukakan bahwa menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, bahwa kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dengan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer) kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dapat dikatakan bahwa DPR memegang kekuasaan leg islatif (kekuasaan membentuk undangundang). Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, banyak RUU yang berasal dari pemerintah, sementara RUU usul inisiatif DPR hampir tidak dijumpai, hal ini mungkin disebabkan dalam realitasnya pihak pihak pemerintah (Presiden) yang Iebih banyak mengetahui persoalan-persoalan kongkrit dalam kehidupan kemasyarakatan. Hal ini mengingat paham negara hukum, kesejahteraan menghendaki agar pemerintah lebih berperan sebagai peiayan masyaralcat, juga melihat bahwa pemerintah mempunyai tenaga-tenaga ahli di bidang pembangunan dan kehidupan kenegaraan dan kemudian prosedur.untuk membicarakan RUU usul inisiatif lebih berat bila dibandingkan dengan membicarakan RUU dari pemerintah. Rancangan undang-undang dapat pula dimajukan oleh anggota DPR (hak inisiatif anggota dewan). Rancangan ini meskipun datangnya dari anggota dewan kemudian dapat persetujuan dari anggota dewan masih memerlukan pengesahan dari Presiders (Pasal 21 UUD 1945). Dengan demikian dalam pembuatan undang-undang antara Presiden dan DPR mempunyai kekuasaan yang berimbang, meskipun dalam kenyataan datangnya rancangan undang-undang lebih banyak dari pemerintah. Menurut penulis untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi lemahnya DPR dalam pembentukan undang-undang perlu dilihat dari faktor-faktor sistem politik, faktor tata tertib, faktor merekruit anggota DPR, faktor sosial budaya, faktor kualitas anggota DPR, faktor-faktor kewenangan anggaran dan faktor staf ahli dan faktor komitmen politik dan komitmen moral. Konkristasi penelitian ini adalah bahwa Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan dimana disebabkan oleh faktor sistem folitik, tata tertib, kruitmen anggota, sosial budaya. staf ahli, kualitas anggota DPR, kewenangan anggaran, komitmen politik dan komitmen moral. Matra menurut hemat penulis perlu dipenuhi sehingga Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana yang diamanatkan oieh UUD 1945 dapat dilaksanakan secara optimal. Sehingga sebagai wakil rakyat dapat menampung dan menyelesaikan persoalanpersoalan yang semakin mengglobal di dalam kehidupan masyarakat sehingga tercerminlah suatu kehidupan yang sejahtera dan makmur.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokalu, Piter J.
Abstrak :
Pada awal masa reformasi yaitu tahun 1999 yang merupakan tonggak awal mengembalikan citra demokrasi di Indonesia, maka terhadap beberapa bagian dari UUD 1945 telah diubah oleh MPR sebagai pelaku kedaulatan rakyat. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa di dalam negara demokrasi, apa, mengapa, dan bagaimana konstitusinya sangat ditentukan oleh kehendak dan pikiran rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam negara. Bagaimanakah dengan eksistensi konstitusi di Indonesia yang juga adalah suatu negara demokrasi; tulisan ini akan mencoba membahasnya.

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui arti dan fungsi konstitusi dalam tatanan kehidupan negara demokrasi. 2. Untuk mengetahui kaitan materi muatan UUD 1945 dengan tatanan kehidupan negara demokrasi. 3. Untuk mengetahui eksistensi UUD 1945 dalam kaitannya dengan dinamika kehidupan demokrasi di Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Data sekunder yang dimaksud mencakup; a. Data hukum primer terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar yaitu Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar yaitu Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR. b. Bahan hukum sekunder seperti hasil karya dari kalangan hukum, hasil penelitian.
Universitas Indonesia, 2001
T10969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maleha Soemarsono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Sulistyanto
Abstrak :
Pemerintah Indonesia menaruh perhatian begitu besar terhadap pelaksanaan hak asasi manusia karena dorongan beberapa faktor. Faktor pertama adalah faktor internal, yaitu semakin sadarnya warga negara akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pengaduan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang masuk ke Komnas HAM. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal, yaitu desakan dari negara-negara maju yang dalam memberikan bantuan kepada Indonesia selalu mengkaitkan dengan pelaksanaan hak asasi manusia. Perbedaan pemahaman tentang hak asasi manusia sebenarnya berasal dari pelaksanaan hak asasi manusia yang disesuaikan dengan ciri-ciri negara itu sendiri yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, nilai-nilai luhur budaya bangsa dan politik masing-masing negara yang bersifat dinamis. Sejarah penegakan hak asasi manusia melahirkan suatu dokumen internasional, yaitu Universal Declaration of Human Rights yang diumumkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 yang merupakan landasan bagi pelaksanaan hak asasi manusia di seluruh dunia. UUD 1945 yang disahkan terlebih dahulu bila dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM, ternyata di dalam Pembukaan dan Batang Tubuhnya secara implisit banyak berisikan tentang hak asasi manusia. Demi menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, tahun 1993 didirikanlah Komnas HAM yang menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan hak asasi manusia. Perkembangan selanjutnya, Wanhankamnas mengusulkan suatu rancangan tentang Piagam HAM menurut bangsa Indonesia untuk dijadikan TAP MPR tersendiri, sebagai landasan hukum yang kuat bagi penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Akan tetapi usul tersebut haruslah melalui proses yang panjang karena Fraksi Karya Pembangunan sebagai suara mayoritas dalam MPR mempunyai rencana tersendiri di dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 yang akan menempatkan HAM di dalam TAP MPR menjadi satu dengan GBHN.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library