Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifyal Ka`bah
"Topik penelitian ini berhubungan dengan salah satu sumber hukum Islam, setelah Qur'an, Sunnah dan Ijma (konsensus ulama), yaitu Ijtihad. ljtihad secara sederhana sebenarnya adalah usaha sungguh-sungguh kalangan ahli hukum Islam yang bertolak dari maksud-maksud (magdshid) Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan akal sehat dan dalil-dalil logika untuk sampai kepada suatu ketentuan hukum syari (sah secara Islam). Formulasi hukum melalui ijtihad ini biasanya menggunakan metodologi ushul figh, dengan metode-metode standar seperti giyus (analogi), istihsan (pemakaian opsi terbaik, application of the discretion in a legal decision), istishlah (kemaslahatan) dan lain-lain.
Di zaman lampau, Ijtihad dilakukan secara individual, dan pada zaman modern, karena kelangkaan ulama atau ahli hukum tipe mujtahid (individu yang melakukan ijtihad) masa lalu, maka tugas ini dilakukan secara kolektif. Usaha bersama untuk memformulasikan hukum ini dapat disebut sebagai ijtihad jama'i (ijtihad kolektif) atau istinbath jama?i (perumusan hukum secara kolektif). Usaha ini di Indonesia, antara lain, dilakukan oleh Lajnah Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahsul Masa'il Nahdlatul Ulama.
Lajnah Tarjih mengadakan penyeleksian terhadap ketentuan-ketentuan hukum Islam yang pernah dikeluarkan oleh para mujtahid muslim pada masa lalu. Tarjih berarti mengambil pendapat yang arjah (terkuat) dari beberapa pendapat yang ada, dari aliran (mazhab) mana pun. Karena itu, dalam masalah figh (pemahaman hukum), Muhammadiyah terkenal sebagai tidak bermazhab, atau tidak terikat oleh satu mazhab tertentu. Selain penyeleksian, lembaga ini juga memutuskan ketentuan-ketentuan hukum bare yang belum dibicarakan oleh para pendahulu.
Sementara itu, pertemuan Lajnah Bahsul Masa'il dihadiri oleh alim ulama NU untuk membahas "kitab-kitab kuning" (buku-buku lama) dari berbagai disiplin pengkajian Islam tradisional, dari karangan imam imam mazhab, terutama mazhab Syafi'i. Tujuannya adalah untuk menyarikan ketentuan-ketentuan hukum Islam bagi kepentingan umum. Dalam pertemuan pertemuan ini juga dibahas masalah-masalah baru yang belum jelas ketentuan hukumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D168
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Salman Maggalatung
"Dinamika perkembangan dan posisi hukum Islam senantiasa mengalami pasang surut sesuai gelombang dan iklim politik yang menyertainya. Jauh sebelum Kemerdekaan, hukum Islam telah berkembang dan menjadi hukum positif bagi kerajaan Islam. Pada awal pemerintahan kolonial Belanda hukum Islam diterima sepenuhnya sebagai hukum yang berlaku bagi orang Islam dengan teori Receptio in Complexu oleh L.W.C. Van den Berg yang mengakui eksisensi hukum Islam, namun teori ini dibantah oleh Snouck Hurgronje dengan teori Receptie-nya, bahwa hukum Islam baru dapat diterima setelah diakui oleh hukum adat. Selanjutnya teori ini mendapat reaksi dari umat Islam, Hazairin misalnya menyebutnya sebagai teori iblis. Pada masa pemerintahan Balatentara Jepang, posisi hukum Islam masih tetap sama seperti pada masa pemerinahan Hindia Belanda. Menjelang Indonesia merdeka tercapai sebuah kompromi antara pendukung negara berdasarkan agama (Islam) dan pendukung negara berdasar Pancasila tertuang dalam ?Piagam Jakarta?, kendatipun hanya sebentar, piagam tersebut seolah meniupkan angin segar bagi perkembangan dan posisi hukum Islam. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan terjadi nncoretan atas kalimat "dengan kewajiban menjalankan syari?at Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sebagai garansi utuhnya NKRI. Demi menjaga stabilitas politik, keamanan dan keselamatan negara, Prsiden Soekamo mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Dalam dekrit tersebut Presiden Soekamo menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konstitusi. Piagam Jakarta memang tidak tampak dalam konstitusi Indonesia, akan tetapi ia ada, menjiwai dan hidup, serta memberi kehidupan bagi perkembangan hukum Islam, Jiwa dari Piagam Jakarta itulah yang melahirkan berbagai produk perundang-undangan yang bersumber dari hukum Islam yang wajib dilaksanakan oleh warga negara Indonesia yang beragama Islam. Dari sini dapat dipahami, bahwa Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dapat menjadi dasar inspirasi dan pegangan dalam upaya penerapan hukum Islam di Indonesia. Era reformasi dan otonomi claerah temyata disambut baik oleh sejumlah Pemerintah Daerah di Indonesia untuk berperan lebih besar. Di Kabupaten Tasikmaiaya, Cianjur dan Gamt misalnya, telah menetapkan Perda untuk membasmi penyakit sosial masyarakat dan sejumlah kebijakan Iainnya untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan masyarakat. Kreativitas Pemerintah Daerah dan masyarakar tampaknya cukup beralasan, yakni adanya semacam kerinduan umat Islam terhadap syari'at agamanya untuk diterapkan dalam kehidupan mereka. Kreatifitas ini clinilai oleh sebagian anggota masyarakat sebagai kompensasi politik pemerintah kepada rakyat. Upaya itu terkesan dipolitisasi dalam bentuk formalisasi dan simbolisasi syari'at Islam untuk menarik simpatik rakyat dan institusi-institusi umat Islam untuk memuluskan roda pembangunan yang dicanangkannya. Seperti apapun wacana dan kontroversi yang muncul mengenai gerakan pemerintah yang sedang berkuasa, bagi penulis adaiah hal yang wajar. Yang panting dalam perspektif yuridis tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara konstitusional kebijakan itu dapat dibenarkan karena sesuai dengan Pancasila dan Dekrit Presiden RI S Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD I945, tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, bahkan sesuai dengan realitas masyarakat. Keherlakuan hukum Islam adalah suatu kenyataan, bukan sesuatu yang datang secara tiba-tiba, menafikan keberlakuan hukum Islam berarti menafikan pula terhadap realitas, dan menafikan terhadap realitas, itu artinya pengkhianatan terhadap keberadaan umat Islam. Karena itu, kenika kita berbicara mengenai pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka semua unsur pembentukan hukum harus cliperlakukan secara adil, tak terkecuali hukum Islam. Mengenai simbolisasi dan substansialisasi dalam penerapan hukum Islam, menurut penulis keduanya baik dan diperlukan. Narnun jika lerjadi pilihan karena sesuatu hal yang dapat memicu terjadinya konflik sesama anak bangsa, maka tentu saja yang menjadi pilihan adalah substansinya, karena simbolisasi itu memang hanya merupakan proses dan jalan menuju tercapainya substansialisasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D1114
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jazuni
"Masalah pokok berkaitan dengan legislasi hukum Islam dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah "Bagaimana pemikiran di kalangan (gerakan) Islam tentang legislasi hukum Islam di masyarakat Indonesia kontemporer." Posisi hukum Islam di Indonesia perlu dibahas karena hukum Islam bukan satu-satunya hukum yang berpengaruh di Indonesia, yang masyarakatnya majemuk dari segi agama. Peluang dan tantangan legislasi hukum Islam di Indonesia perlu dibahas untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat legislasi hukum Islam, baik di dalam Islam sendiri (substansi ajaran Islam, dan umat Islam) maupun dari luar Islam. Posisi hukum Islam di Indonesia akan dan dapat dilihat dalam dua hal: pertama, dalam peraturan perundang-undangan, dan kedua, dalam wacana yang (pernah) berkembang. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah sosio-yuridis."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D1122
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirsanuddin
"Salah satu dimensi yang sangat dirasakan mengancam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini adalah krisis di bidang ekonomi. Krisis Indonesia dimulai dengan tertekannya nilai tukar rupiah, yang kemudian menjadi krisis moneter (krismon),dan setelah meluas dan mendalan berkembang menjadi krisis total (kristol), menyangkut hampir semua aspek kehidupan masyrakat. Proses ini terjadi dengan cepat meluas dan mendalam jauh melapaui perkiraan kebanyakan orang termasuk para ahli bahkan mereka yang pesimis sekalipun.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk :
a. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang latar belakang kelahiran Bank Syariah dan hubungan hukum antara bank Syariah dengan nasabah penyimpan dana maupun dengan nasabah pengguna dana.
b. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang bagaimanakah pembiayaan bisnis dengan pola kemitraan dalam perspektif hukum Islam.
c. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang bagaimanakah prinsip-prinsip pembiayaan bisnis dengan prinsip mudharabah dan musyarakah di perbankan Syariah.
d. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang pembiayaan bisnis dengan prinsip mudharabah di perbankah Syariah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi dominasi pembiayaan non bagi hasil di perbankan Syariah.
Penelitian desertasi ini bersifat yuridis normatif dan yuridis sosiologis dengan jenis penelitian hukum yang nmngambil data kepustakaan dan lapangan. Sebagai penelitian Yuridis Normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis pada bahan-bahan kepustakaan, yang merupakan data sekunder. Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup : (1). Bahan hukum primer; (2). Bahan hukum sekunder; (3). Bahan hukum tertier."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D1093
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palmawati Tahir
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek zakat dalam meningkatkan kesejahteraan tnasyarakat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan asumsi bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Zakat tersebut, maka zakat sebagai salah satu sumber keuangan Islam mempunyai prospek yang cerah, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bersifat kualitalif dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif, yuridis-empiris, dan komparatif Seluruh data diambil dari ballan-bahan k6?p\lS|Bk33Il yang betlraitan dengan obyek pcnelitian, baik dari Qufan, Hadis, pendapat para ulama dan ilmnwan Islam serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang terkumpul dikaji dan dianalisis dengan menggunakan kerangka teori yang digtmakan dalam penelitian ini, untuk selanjutnya dituangkan ke dalam konstruksi pembahasan yang logis, sistematis dan komprehensif Untuk melengkapi data dan analisis, penulis melakukan wawancara dan pengamatan dengan sejumlah pengelola zakat antara lain Badan Amil Zakat, lnfak, dan Sadaqah (BAZIS) dan Lembaga Ami1Zakat (LAZ) yang dianggap reprmentatif yaitu, BAZIS DK1 Jakarta, Dompet Du?at`a Republika (DDR), Badan Zakat Nasional (BAZNAS), dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Keempat lembaga ini berada di Jaltana dan sudah dncenal masyarakat sebagai lembaga yang baik, amanah, dan uansparan Penulis juga. mengkaji pengelolaan zakat pada berbagai negam yaitu Malaysia, Kuwait dan Pakistan melalui smdi kepustal-caan dan internet. Para ulama telah sepakat bahwa zakat selain sebagai ibadah khusus (mahgiah) juga sebagai ibadah sosial kemasyarakatan (muamalah ijtima'iyyah), wajib dilaksanakan sepanjang waktu dan tempat, IIIHICEI hukumnya hams selalu dinamis, aktual, universal, dan kondisional, sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dengan demikian, negara (pemerintah) mempunyai kekuasaan untuk menetapkan hukum berdasarkan maqasid asy-syar'iyyah atas dasar maglahah mursalah.
Zakat sebagai ibadah harm, tentunya berkaitan dengan kepemilikan. Hal ini dijelaskan dengan tegas di dalam Q.s. al-Imran 3:189 bahwa Allah pemilik mutlak segala sesuatunya. Manusia sebagai khalifah Allah di bumi diberikan limpahan dan penguasaan Serta pemanfaatan dari semua ciptaan-Nya dengan cara mengusahakan dan mengembangkannya. Namun, apabila harta ilu sudah terkumpul dalam jumlah tertentu, maka di dalamnya terdapat hak orang lain yang tidak berpunya (fakir miskin) baik yang merninta maupun yang tidak meminta (Q.s. az:-Zariyyat 5l:l9). Jadi berbeda dengan kepemilikan menunxt kapitalisme yang mementingkan diri sendiri (selfishness) dan sosialisme yang mementingkan orang lain (alrruism). Selain im, zakat jugs bertentangan demgan riba. Hal ini dijelaskan dalam Q.s. Hid I 1: I8.bahwa Allah dan Rasul-Nya memerangi peiaku-pelaku n'ba, karena di dalamnya terdapat nmsur kedzalirnan pads kedua belah pihak. Disinilah letak zakat dengan keadilan sosial, karma sebegian hafta orang kaya terdapat lfmk on-ang miskin. Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, setiap negara di dunia ini mempunyai cita-cita untuk membelikan kesejahteraan kepada masyarakatnya dengan casa yang berbeda-beds, sehingga konsepnya juga berbeda. Di negara sekuler misalnya konsep yang digunakan adalah sistem kapitahsme dan sosialisme, sedangkan di negara Islam lconsep (maqdsid asy-syar'iyyah maglahah mursalah) mengandung nilai spiritual dan material. Perintah zakat dan shalat dalam Qur?an sangat peniing artinya untuk memaharni dengan tepat sifat sesungguhnya negara sejahtera dalam Islam. Fungsi kesejahteraan dari negara Islam ditegaskan ketika Khalifah Umar mengirim surat kepada Abu Musa bahwa sebaik-sebaik penguasa adaiah yang dapat memakmurkan masyarakatnya, dan sejelek-jeiek penguasa adalah yang menyengsarakan masyarakatnya.
Untuk mengoptimalkan zakat seeara profesional sebailcnya belajar dari apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah s.a_w beserta para Khalifah beliau; dan juga negara-negara yang telah melaksanakan zakat dengan baik seperti Malaysia, Kuwait, dan Pakistan, di mana negara-negara tersebut telah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, karena negara (pemerintah) mengimervensi pengelolaan zakat dengan memberikan motivasi, fasilitas, dan semangat yang kuat. Dengan demikian, di Indonesia tidak berlebihan kalau negara (pemerintah) Indonesia mernbentuk Undang-Undang Pengelolaan Zakat dari hasil kesepakatan antam pemerintah, ulama dan organisasi Islam, dengan, tujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat. Karena potensi zakat yang terdapat di dalam masyarakat belum tergali, termasuk penduduk yang mayofitas bergama Islam (83%) belum mempunyai kesadaran yang tinggi untuk bexzakat, jenis hafta kekayaan dengan berbagai macam bentuknya belum tersentuh wajib zakat, dan BAZ/LAZ belum bekerja secara optimal, Dengan demikian, masalah tersebut dapat diatzsi apabila dilakukan melalui pendekamn dengan lconsep partisipatif yaitu semua pihak yang terlibat dan memiliki kepenlingan (srake holder) antara lain, pemerinlah, amil, muzaldri, dan mustdriq berparlisipasi secara aktif dan penuh semangat dalam melaksanakan kewajiban zakat. Konsep partisipatif ini terdixi dari dimensi perasaan memililci (sanse of belonging) terhadap kewajiban zakat, dimensi moral yang terkait dengan kepercayaan dan keterbukaan, dimensi pengetahuan dan pendidikan, dan dimensi hukurn dan hikmah. Keempat dimensi ini hams ditumbuh k bangkan seoara seimbang agar tercipta suatu masyarakat yang memjljki atmosir perzalralan, dalam ani di mana dan kapan saja umat Islam bcrada dapat mengeluarkan mkat atas dasar kesadaran dan lceikhlasan, bukan keterpaksaan, sehingga hikmah dan manfaat zakat akan dirasakan oleh semua umat manusia. Dengan tumbuhnya atmosiir perzakatan, maka harapan "zakat mampu meningkamkan kesejahteman masyarakat" akan menjadi kenyataan. Dan negara sejahtera (welfare state) yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, akan tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D1053
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tata Fathurrohman
"Wakaf merupakan salah satu lembaga dalam hukum Islam yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat serta berkesinambungan diikuti oleh kaum muslimin hingga saat Wakaf tersebut merupakan ibadah bagi yang melaksanakannya dan dapat berfungsi sosial jika para nazir mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf secara produktif. Di antara fungsi tersebut adalah sebagai salah satu alternatif untuk menanggulangi kemiskinan. Fungsi wakaf seperti ini di Kabupaten Bandung belum terlaksana disebabkan antara lain kebanyakan tanah-tanah wakaf digunakan sebagai sarana ibadah dan para nazir belum berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, pengetahuan dan pemahaman para nazir, wakif, tokoh masyarakat, serta pejabat terkait terhadap pelaksanaan perwakafan kebanyakan masih kurang.
Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang relevan adalah pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan wakaf di lokasi penelitian yakni Kabupaten Bandung. Selanjulnya, bagaimana usaha pengelolaan dan pengembangan wakaf dalam usaha penanggulangan kemiskinan hambatan-hambatan, dan pemberdayaannya. Hal ini berkaitan dengan usaha-usaha yang perlu dilakukan agar wakaf tidak hanya bermanfaat sebagai sarana ibadah saja, tetapi peruntukannya lebih luas Iagi, diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu altrnatif bagi penanggulangan kemiskinan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan dan pengembangan wakaf serta pemanfaatannya di Kabupaten Bandung. Di samping itu, untuk menganalisis pengelolaan dan pengembangan wakaf sebagai salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan, hambatan-hambatan, serta pemberdayaannya di lokasi penelitian.
Penelitian ini terdiri dari penelitian lapangan dan literatur. Langkah-langkahnya dimulai dengan menentukan para responden yang akan diteliti, kemudian menentukan langkah-langkah dalam literatur, yaitu mengumpulkan buku-buku, kitab-kitab tentang wakaf dan lain-lain yang berhubungan dengan perwakafan. Sumber datanya terdiri dari data lapangan dan literatur. Metode pengumpulan data dari lapangan dengan mencatat data-data observasi, wawancara, kuesioner, dan literatur. Selanjutnya dalam penyusunan disertasi ini digunakan metode analisis kualitatif.
Harta benda wakaf yang dikelola dan dikembangkan secara produktif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari?at Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat bermanfaat bukan hanya sebagai tempat ibadah saja, tetapi peruntukarmya dapat lebih luas lagi, di antaranya untuk membantu fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, dan Iain-lain. Di lokasi penelitian, sebagian besar nazir belum melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, akan tetapi sebagian lagi sudah ada yang mulai mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf secara produktif untuk dimanfaatkan sebagai salah satu altematif untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
D734
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Salman Maggalatung
"Dinamika perkembangan dan posisi hukum Islam senantiasa mengalami pasang surut sesuai gelombang dan iklim politik yang menyertainya. Jauh sebelum Kemerdekaan, hukum Islam telah berkembang dan menjadi hukum positif bagi kerajaan Islam. Pada awal pemerintahan kolonial Belanda hukum Islam diterima sepenuhnya sebagai hukum yang berlaku bagi orang Islam dengan teori Receptio in Complexu oleh L.W.C. Van den Berg yang mengakui eksisensi hukum Islam, namun teori ini dibantah oleh Snouck Hurgronje dengan teori Receptie-nya, bahwa hukum Islam baru dapat diterima setelah diakui oleh hukum adat. Selanjutnya teori ini mendapat reaksi dari umat Islam, Hazairin misalnya menyebutnya sebagai teori iblis. Pada masa pemerintahan Balatentara Jepang, posisi hukum Islam masih tetap sama seperti pada masa pemerinahan Hindia Belanda. Menjelang Indonesia merdeka tercapai sebuah kompromi antara pendukung negara berdasarkan agama (Islam) dan pendukung negara berdasar Pancasila tertuang dalam ?Piagam Jakarta?, kendatipun hanya sebentar, piagam tersebut seolah meniupkan angin segar bagi perkembangan dan posisi hukum Islam. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan terjadi nncoretan atas kalimat "dengan kewajiban menjalankan syari?at Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sebagai garansi utuhnya NKRI. Demi menjaga stabilitas politik, keamanan dan keselamatan negara, Prsiden Soekamo mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Dalam dekrit tersebut Presiden Soekamo menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konstitusi. Piagam Jakarta memang tidak tampak dalam konstitusi Indonesia, akan tetapi ia ada, menjiwai dan hidup, serta memberi kehidupan bagi perkembangan hukum Islam, Jiwa dari Piagam Jakarta itulah yang melahirkan berbagai produk perundang-undangan yang bersumber dari hukum Islam yang wajib dilaksanakan oleh warga negara Indonesia yang beragama Islam. Dari sini dapat dipahami, bahwa Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dapat menjadi dasar inspirasi dan pegangan dalam upaya penerapan hukum Islam di Indonesia. Era reformasi dan otonomi claerah temyata disambut baik oleh sejumlah Pemerintah Daerah di Indonesia untuk berperan lebih besar. Di Kabupaten Tasikmaiaya, Cianjur dan Gamt misalnya, telah menetapkan Perda untuk membasmi penyakit sosial masyarakat dan sejumlah kebijakan Iainnya untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan masyarakat. Kreativitas Pemerintah Daerah dan masyarakar tampaknya cukup beralasan, yakni adanya semacam kerinduan umat Islam terhadap syari'at agamanya untuk diterapkan dalam kehidupan mereka. Kreatifitas ini clinilai oleh sebagian anggota masyarakat sebagai kompensasi politik pemerintah kepada rakyat. Upaya itu terkesan dipolitisasi dalam bentuk formalisasi dan simbolisasi syari'at Islam untuk menarik simpatik rakyat dan institusi-institusi umat Islam untuk memuluskan roda pembangunan yang dicanangkannya. Seperti apapun wacana dan kontroversi yang muncul mengenai gerakan pemerintah yang sedang berkuasa, bagi penulis adaiah hal yang wajar. Yang panting dalam perspektif yuridis tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara konstitusional kebijakan itu dapat dibenarkan karena sesuai dengan Pancasila dan Dekrit Presiden RI S Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD I945, tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, bahkan sesuai dengan realitas masyarakat. Keherlakuan hukum Islam adalah suatu kenyataan, bukan sesuatu yang datang secara tiba-tiba, menafikan keberlakuan hukum Islam berarti menafikan pula terhadap realitas, dan menafikan terhadap realitas, itu artinya pengkhianatan terhadap keberadaan umat Islam. Karena itu, kenika kita berbicara mengenai pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka semua unsur pembentukan hukum harus cliperlakukan secara adil, tak terkecuali hukum Islam. Mengenai simbolisasi dan substansialisasi dalam penerapan hukum Islam, menurut penulis keduanya baik dan diperlukan. Narnun jika lerjadi pilihan karena sesuatu hal yang dapat memicu terjadinya konflik sesama anak bangsa, maka tentu saja yang menjadi pilihan adalah substansinya, karena simbolisasi itu memang hanya merupakan proses dan jalan menuju tercapainya substansialisasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D748
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library