Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendra Frits Gosana
Abstrak :
Penelitian dilakukan terhadap 38 penderita asma (laki-laki dan perempuan) yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok kasus terdini dari 19 orang (14 orang laki-laki dan 5 orang perempuan), umur rata-rata 52,5 t 12.5 tahun, tinggi badan rata-rata 160.5t 10.5 cm Kelompok kontrol terdiri dari 19 orang (15 orang laki-laki dan 4 orang perempuan), umur rata rata 48,5 ±8,5 tahun., tinggi badan rata-rata 160± 10 cm. Selama 12 minggu kedua kelompok mendapat perlakukan sebagai berikut. Kelompok kasus melakukan senam asma dua kali perminggu dan mendapat terapi obat (ila perlu). sedangkan kelompok kontrol tidak melakukan senam asma hanya diberikan terapi obat (bila perlu). Gejala klinis (batuk, mengi, sesak napas, terbangun karena asma malam hari), jumlah pemakaian obat dan nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) sebelum dan sesudah penelitian diperiksa dan dibandingkan antara kedua kelompok. Pada kelompok kasus sesudah penelitian didapatkan perbaikan gejala klinis, jumlah pemakaian obat dan nilai APE yang bermakna (p < 0,01). Pada kelompok kontrol sesudah penelitian juga didapatkan perbaikan gejala klinis dan nilai APE yang bermakna (p <0,01), tetapi penurunan jumlah pemakaian obat tidak bermakna (p > 0,01). Jika diandingkan antara kedua kelompok sebelum penelitian tidak berbeda bermakna (p > 0,05), sedangkan sesudah penelitain gejala klinis dan jumlah pemakaian obat berbeda bermakna (p< 0,05), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna perbaikan nilai APE antara kedua kelompok (p> 0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enik Sulistyowati
Abstrak :
Kesegaran jasmani merupakan salah satu tolok ukur kesehatan masyarakat. Manurut Pocock (1987: 131) kondisi kesegaran jasmani seseorang ditentukan oleh beberapa komponen yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan (health related fitness). Orang usia lanjut mengalami penurunan komponen-komponen kesegaran jasmani. Komponen kesegaran jasmani yang paling penting adalah daya tahan kardiorespirasi yang ditunjukkan oleh nilai V02 max. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992 ; 3) V02 max yang baik akan diperoleh dengan status gizi dan kesehatan yang baik disamping latihan fisik teratur. Hasil penelitian Astrand dan Rodahl (1986: 344) ditemukan bahwa V02 max laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan ini disebabkan perbedaan massa lemak. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang V02 max orang usia lanjut binaan puskesmas DKI Jakarta tahun 1998 dan hubungannya dengan faktor-faktor dalam dirinya yang meliputi karakteristik individu, status gizi dan status kesehatan. Penelitian ini menggunakan rancangan belah lintang (cross sectional). Data yang digunakan adalah data sekunder. Data diambil dari rekaman hasil pemeriksaan kesehatan dan kesegaran Jasmani orang usia lanjut binaan puskesmas yang dilakukan oleh Balai Kesehatan dan Olahraga Masyarakat (BKOM) pada bulan Agustus - September 1998. Sampel dari penelitian ini adalah orang usia lanjut binaan puskesmas DKI Jakarta yang berumur diatas 55 tahun dan berhasfl dilakukan pengukuran V02 max. Dari hasil penelitian diketahui orang usia lanjut binaan puskesmas DKI Jakarta tahun 1998 yang mempunyai VO2 max kurang sebesar 70,4%. Proporsi orang usia lanjut perempuan (79,3%) jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Rata-rata IMT orang usia lanjut binaan puskesmas DKI Jakarta tahun 1998 adalah 23,8. Rata-rata ini lebih tinggi dibandingkan orang usia lanjut di 12 kota di Indonesia tahun 1996. Rata-rata PLT orang usia lanjut perempuan 20,74 % dan laki-laki 15,87 %. Orang usia lanjut yang menderita kelainan fisik hanya 28,5%. Kelainan fisik yang diderita sebagian besar adalah jantung ringan yaitu 24,7%. Penelitian ini menemukan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin dan status kesehatan dengan V02 max. Sedangkan yang berhubungan dengan V02 max adalah status gizi menurut IMT dan status gizi menurut PLT. Berdasarkan pertimbangan statistik serta kemudahan dan kepraktisan cara pengukuran maka yang terpilih adalah variabel status gizi menurut IMT. Nilai OR untuk orang usia lanjut yang berstatus gizi kurus tingkat ringan adalah 0,2538 ( 95%CI=0,1145-0,5625), untuk status gizi gemuk tingkat ringan 1,8368 (95%CI=1,0713-3,1497) dan untuk status gizi gemuk tingkat berat 5,2001 (95%CI=2,4221-11,73). Sebagai kelompok pembanding orang usia lanjut yang berstatus gizi normal. Dalam analisis ini mengabaikan variabel aktivitas fisik. Penelitian ini menyarankan orang usia lanjut binaan puskesmas DKI Jakarta 1998 yang mempunyai status gizi gemuk harus berupaya menurunkan berat badannya dengan cara olahraga dan mengurangi konsumsi makanan terutama sumber energi. Nilai V02 max orang usia lanjut perlu ditingkatkan, dengan cara peningkatkan pembinaan olahraga bagi orang usia lanjut. Untuk melengkapi basil penelitain ini, perlu dilakukan penelitain lebih lanjut dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan V02 max prang usia lanjut.
Factors Related to Maximum Oxygen Volume of Fostered Elderly People by Health Centers in Jakarta 1998Physical fitness is one of the indicators of public health. According to Polack (1987:131) the condition of physical fitness is determined by several components that closely related to the health (health related fitness). The elderly tend to experience the decreasing of their physical fitness. The most important component of physical fitness is the cardiorespiratory endurance as indicated by maximum oxygen volume. As stated by Departement of Education and Culture (1992:13), a good maximum oxygen volume is influenced by nutrition status and health as well as physical practice regularly. The result of Astrand and Rodahl's research (1986 : 344) found that maximum oxygen volume in men was relatively higher than in women. It was caused by the difference of body fat mass. The purpose of this research is to obtain information of maximum oxygen volume of fostered elderly people by health centers in Jakarta 1998 and its relation to the internal factors which including individual characteristic, nutrition and health status. The research used cross sectional design. The data used was secondary data. The data was taken from the result of health examination and physical fitness of fostered elderly people by health centers in Jakarta, conducted by the institution of Public Health and Sport in Agust to September 1998. The samples were fostered elderly people by health centers in Jakarta with aged of up to 55 years and had maximum oxygen volume measurement. This research found that low maximum oxygen volume of the elderly people is 70,4%. The proportion in women (79,3%) is relatively high than in man. The average of body mass index is 23,8. This is higher than the elderly people of the other 12 towns in Indonesia 1996. The average body fat of the female elderly people is 20,74 % and male is 15,87%. The elderly with physical handicap is only 28,5%. Many of them had heart disease of 24,7%. There is no relation between age, sex and health status with maximum oxygen volume. Factors related to maximum oxygen volume are nutrition status according to body mass index and body fat. Based on statistical analysis and practical measurement consideration, the chosen variable is nutrition status according to body mass index. Odds ratio of the elderly people with mild thinness is 0,2538 (95% CI = 0,11145-0,5625). The elderly people with mild overweight is 1,8368 (95 % CI = 1,0713-3,1497) while those with severe overweight is 5,2001 (95 % CI = 2,4221 - 11,73). The analysis used the elderly people with normal nutrition status as comparative group. This analysis neglected the variable of physical activity. The founding of the research suggest that fostered elderly people by health centers in Jakarta 1998 who had overweight should decrease their weight through sport and decrease food consumption particulary the food of energy source. The value of maximum oxygen volume of the elderly people is needed to increase, by increasing sport maintenance for them. Finally to develop the result of this research , the follow up research is needed by analyzing all factors related to maximum oxygen volume of the elderly people.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Raspati
Abstrak :
Latar Belakang. Masalah kesehatan yang kerap muncul pada olahraga berlari banyak disebabkan oleh dehidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju keringat pelari rekreasional terlatih agar masalah kesehatatan terkait dehidrasi dapat dicegah. Metode. Penelitian eksperimental ini melibatkan 23 pelari rekreasional terlatih yang diminta untuk berlari selama satu jam pada pagi hari di ruang terbuka kota Jakarta. Berat badan subjek ditimbang sebelum dan setelah berlari. Selisih berat badan kemudian dikalkulasikan dengan volume asupan cairan selama latihan untuk memperoleh laju keringat. Hasil. Berdasarkan persentase kehilangan berat badan, 18 dari 23 subjek mengalami dehidrasi setelah berlari selama satu jam, dengan rata-rata mencapai 1.4 (1.4 ± 0,4) %. Selama latihan, rata-rata subjek minum sebanyak 311 mL. Rata-rata laju keringat yang dikeluarkan subjek mencapai 1.2 (1.2 ± 0,3) L/jam. Laju keringat memiliki korelasi positif dengan luas permukaan tubuh (r = 0,71, p < 0,01) dan juga indeks massa tubuh (r= 0,77, p < 0,01) subjek. Tidak ditemukan adanya korelasi signifikan antara laju keringat dengan intensitas dan riwayat latihan subjek. (p > 0,05) Kesimpulan. Tingginya laju keringat subjek masih belum diimbangi oleh asupan minum subjek, sehingga menyebabkan terjadinya dehidrasi. Untuk itu diperlukan edukasi mengenai strategi rehidrasi yang sesuai dengan kebutuhan individual untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan akibat dehidrasi ......Background. Health problems that often appear in running are mostly caused by dehydration. This research aims to know the sweat rate of trained recreational runners so that health problems related to dehydration can be prevented. Method. This experimental study involved 23 trained recreational runners who were asked to run for one hour on the morning day in the open space of the city of Jakarta. Subject was weighed (with precision up to 0,1 kg) before and after running. Body weight that were loss during running is then calculated with the volume of fluid intake to get the sweat rate. Results. Based on the percentage of body weight loss, 18 out of 23 subjects were dehydrated after running for one hour, with the average reaches 1.4 (1.4 ± 0,4)%. During practice, the average subject drinks as much as 311 mL. The average sweat rate of the subject was 1.2 (1.2 ± 0,3) L / hour. Sweat rate has a positive correlation with body surface area (r = 0,71, p <0,01) and also body mass index (r = 0,77, p <0,01). There was no significant correlation found between the sweat rate and the exercise intensity nor training history of the subject. (p> 0,05) Conclusion. The high sweat rate of the subject was still not matched by their fluid intake, causing dehydration. Therefore education is needed regarding the rehydration strategy that suits the individual needs to prevent health problems related to dehydration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Widyawardani
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian cornflakes dan susu skim dibandingkan dengan minuman isotonik terhadap replesi glikogen dengan penilaian kadar glikogen sintase kinase (GSK)-3B leukosit selama dua jam masa pemulihan setelah pertandingan sepakbola 2 x 45 menit. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain paralel, acak, tersamar tunggal. Subyek penelitian, sebanyak 21 atlet sepakbola dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (n = 11) dan kelompok perlakuan (n = 10). Selama dua jam masa pemulihan setelah bertanding sepakbola, kelompok kontrol dan perlakuan berturut-turut mendapat minuman isotonik dan campuran cornflakes dan susu skim sebanyak 1200 mL Asupan nutrisi dihitung dengan metode food record 3 x 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan penurunan kadar GSK-3B leukosit antara kedua kelompok, namun, terjadi penurunan kadar GSK-3B yang lebih besar pada KP (29% vs 19%). Kesimpulan yang diambil adalah pemberian campuran cornflakes dan susu skim mempunyai kecenderungan lebih baik untuk replesi glikogen dibandingkan dengan pemberian minuman isotonik
ABSTRACT
This study to verify the effect of cornflakes-skim millk drink compared with isotonic drink on glykogen repletion using indicator level of glykogen sintase kinase (GSK)-3B leukosit during two hours on recovery period after soccer games 2 x 45 minute. This study was randomized , contolled, single-blinded, clinical trial. The subjects of study was twenty one soccer athletes divided two group: control group (n = 11) and treatment group (n = 10). After two hours on recovery period after soccer games, control group and treatment group subsquence isotonic drink and cornflakesskim milk received either 1200 ml. This study counting with food record 3 x 24 hours. The result of study there were different significant on decreassed level of GSK-3B more higher at TC (29% vs 19%). The result of cornflakes-skim milk was having tendency better for glycogen repletion compared with isotonic drink
Jakarta: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ], 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Shalihah Suriadiredja
Abstrak :
Latar belakang. Cedera olahraga di bagian lutut yang paling sering ditemukan adalah cedera meniscus dan ligamentum cruciatum anterius. Selama cedera terjadi penurunan tingkat kebugaran fisik. Untuk dapat kembali ke olahraga dengan optimal, olahragawan membutuhkan kebugaran fisik yang baik. Ini adalah penelitian pertama melihat gambaran sosiodemografik dan kebugaran fisik terkait kesehatan pada olahragawan pasca reconditioning yang menjalani tindakan rekonstruksi ligamentum cruciatum anterius di Indonesia. Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan pendekatan deskriptif analitik yang menggunakan sumber data sekunder berupa rekam medis RS di Tangerang Selatan selama periode dua tahun. Hasil. Karakteristik sosiodemografik memperlihatkan sebagian besar subyek mempunyai jenis kelamin laki-laki dengan usia di atas 25 tahun, memiliki tingkat pendidikan dasar-menengah, merupakan olahragawan amatir yang menekuni cabang olahraga kontak, mengalami cedera pada saat latihan dengan mekanisme non kontak, memiliki jenis cedera lutut tunggal, dan tingkat kepatuhan latihan baik. Sebagian besar subyek mencapai hasil kebugaran fisik pasca reconditioning yang baik, meliputi komponen daya tahan kardiorespirasi, kekuatan otot, daya tahan otot, dan fleksibilitas. Tingkat kepatuhan merupakan variabel yang berkontribusi besar terhadap kekuatan otot dan daya tahan otot. Kesimpulan. Program reconditioning di RS X memberikan hasil tingkat kebugaran fisik yang baik dan faktor yang paling berkontribusi adalah tingkat kepatuhan latihan. ...... Background. Meniscus and anterior cruciate ligament (ACL) are the most common knee sports injuries. During the injury there is a decrease in the level of physical fitness. Athletes need good physical fitness to be able to return to sports optimally. This is the first study to look at sociodemographic and health-related physical fitness post-reconditioning in athletes undergoing ACL reconstruction in Indonesia. Method. This is a cross-sectional study with an analytic descriptive approach using secondary data sources in the form of hospital medical records in South Tangerang for a period of two years. Results. Sociodemographic characteristics show that most of the subjects are male, aged over 25 years, have a primary-secondary level of education, are amateur sportsmen who pursue contact sports, experience injuries during non-contact training, have a single knee injury, and the level of exercise compliance is good. Most of the subjects achieved good post-reconditioning physical fitness, including components of cardiorespiratory endurance, muscle strength, muscle endurance, and flexibility. The level of compliance is a variable that contributes greatly to muscle strength and muscle endurance. Conclusion. The reconditioning program at Hospital X provide a good level of physical fitness and the most contributing factor was the exercise compliance level
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library