Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veronica Mardiyati
"Beberapa hal mendorong pemerintah Indonesia meratifikasi hak anak dan membuat undang-undang perlindungan anak merupakan perhatian pemerintah untuk memperhatikan anak sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan di masa mendatang. Pelanggaran banyak terjadi terhadap hak anak, perhatian pemerintah sangat diperlukan dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia terhadap hak pendidikan anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang. Perwujudan pemenuhan hak pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang dibutuhkan untuk menunjang pemberdayaan sumber daya manusia di masa mendatang sebagai pilar pembangunan dan kehidupan. Substansi yang dijabarkan meliputi definisi anak dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional sangat beragam diantaranya menurut Konvensi Hak Anak, setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali diatur lain yang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diatur bahwa Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Penetapan usia anak bila dirilis dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku berusia di bawah 18 tahun. Pembahasan dengan substansi kelembagaan dan penerapan Hak Asasi Manusia di lingkupnya keterpengaruhan tingkat sumber daya manusia aparatnya atas konsisten terhadap tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Pokok bahasan yang dianalisis penerapan hak anak pada pemenuhan hak pendidikan dan sarana prasarana pendukung serta keterkaitan dalam membangun jejaring kerja di antara pihak terkait yang dapat merespon terhadap pemenuhan hak pendidikan untuk anak didik pemasyarakatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang.
Pengertian sistem pemasyarakatan dalam instrumen nasional tentang reaksi negara terhadap anak yang telah divonis melanggar hukum oleh pengadilan. Instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana dalam peraturanperaturan standar minimum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diberlakukan terhadap narapidana. Resolusi 663 C (XXIV)/1957 dan resolusi 2076/1977 meskipun dalam sistem perundang-undangan tentang penghukuman dalam sistem peradilan Indonesia tidak diatur secara memantau perihal perlakuan minimal yang diberikan oleh negara. Sistem pemasyarakatan maupun perolehan standar minimum bagi perlakuan terhadap narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitasi, yaitu pendekatan yang diberikan bahwa anak didik sebagai pesakitan dan karenanya harus disembuhkan untuk pembahasan hidup sebagai manusia normal pada umumnya.
Pemenuhan hak pendidikan memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk berkembang, dengan diarahkan melalui pengajaran sesuai kurikulum, sebagai acuan pendidikan dasar. Dengan pendidikan untuk mengaktualisasi diri atau belajar untuk memberikan wawasan dan semua individu berhak untuk mengembangkan diri dan tidak terbatasi oleh apa dan siapapun.
Mengambil istilah tujuan pendidikan merupakan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila tujuan mengoperasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dari wujud sila-sila Pancasila dalam arti peserta didik secara detail dengan ditanamkan melalui proses pembelajaran.
Dalam penerapan hak pendidikan untuk anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang yang direspon pemenuhannya terhadap peserta anak didik laki-laki dan anak didik wanita minimal pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan pemenuhan hak pendidikan tersebut melalui metode pembelajaran dan teknik pendidikan/keguruan yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi yang dipeiajari membutuhkan teknik tertentu yang dipengaruhi beberapa faktor termasuk fasilitas pendidikan mencakup iklim dari lingkungan belajar, alat dan media belajar, organisasi materi/bahan ajar serta cara membimbing anak didik. Semuanya itu membutuhkan variasi sesuai materi yang dipelajari dan arah pendidikan pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang.

The efforts of Government of Indonesia to ratify the rights of child and draft law of children protection as an intention of government focus on child as human resource in the future. Violations often occur against the rights of child, government's concern has to be needed in human rights fulfillment of against rights to education for child on Boys Correctional Service and Girls Correctional Service at Tangerang. It is 'very important to require in order empowering of human resources in the future as a basis of development and life. The substance that analyzed includes child definition in the national and international constitutions such as Convention on Rights of Child stated that child means every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. On law number 4 year 1979 of Children Welfare regulated that child are someone's not reached age 21 years old and not married yei. Determination of child age could be based on legislation less than 18 years old. Analyzing with institutional substance and implementation of human rights circumstances of influencing of the level of human rights officer upon their consistency to main duty, function and responsibility in implementation of duties. The main study that analyzed is implementation the rights of child to fulfill the right to education and additional facilities that connecting network between other related institution in order to response of fulfillment the right to education for the juvenile in Boys Correctional Service and Girls Correctional Service in Tangerang.
Correctional systems in Indonesia not regulate of minimum treatment for prisoner which given by the state, but incline to punishment philosophy which using rehabilitation approach. These approach gives to the juvenile as medical.
treatment/therapy for who had ill until they can live normally. In the international instrument also regulated minimum standard legislation of United Nations on resolution number 663 C (XXIV)/1957 and resolution number 2076/1977 of the treatment to the prisoner.
In implementation of right to education for juvenile in the correctional service in Tangerang still minimum, boys and girls only could access basic education. In order to fulfill their rights through by teaching methods and learning technique based on psychology development.
Delivering material that learned need special technique that affected several factors includes education facility, media tool, teaching material and teaching methods. All of them require variation based on material that leaned and education direction to the juvenile correctional service in Tangerang.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Amir
"Terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang telah dinyatakan bersalah oleh Hakim dan yang masih dalam proses peradilan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu Jakarta Timur khususnya Narapidana/Tahanan wanita perlu mendapatkan pembinaan secara khusus, karena delapan puluh persen dari jumlah Narapidana /Tahanan yang ada merupakan kasus narkotika. Pembinaan Narapidana Wanita pemakai narkoba ini seharusnya dibuat dan diatur secara khusus serta terpisah dengan berpedoman pada ketentuan dalan Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners. Hasil penelitian yang dilakukan penulis di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu, temyata proses pembinaan terhadap narapidana wanita pengguna narkoba masih banyak mengalami hambatan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Hal ini disebabkan karena kondisi bangunan dengan sarana pembinaan yang belum memadai serta belum adanya standarisasi pola pembinaan secara khusus yang mengatur perlakuan terhadap narapidana wanita pemakai narkoba. Petugas Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu belum memenuhi kebutuhan yang diperlukan baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk menunjang keberhasilan program pembinaan, seorang petugas Rumah Tahanan Negara dituntut memiliki profesionalisme, moral yang tinggi serta dedikasi penuh terhadap tugasnya. Untuk mewujudkan keberhasilan pembinaan narapidana wanita pemakai narkoba periu berkerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun swasta serta diperlukan metode, teknik dan strategi pendekatan secara khusus. Selain itu pertu dibentuk Rumah Tahanan Negara Wanita Khusus Narkotika yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pembinaan antara lain ; ruang bimbingan konseling, ruang pengobatan (therapeutic), ruang ketrampilan. Selain itu disediakan psikolog, psikiater, dokter spesialis, pekerja sosial, rohaniwan serta petugas yang profesional.

For the narcotics abuser who had been accused guilty by the judge and placed in the Pondok Bambu Detention Center, East Jakarta, particularly for women are need special treatment, due to the eighty percents of the total inmates are involved the case of drug and narcotics abuse. The treatment of women inmates for the drug users should be termed and arranged in special way separated with others and should be made based on the regulation of the Standard Minimum rules for The Treatment of Prisoners. The research result which had been held by the writer in State Prisoners of Pondok Bambu, apparently the treatment for the women prisoners still faces obstacles particularly in terms of the facilities and equipment. It because of inappropriate condition of the building and lack of treatment device as well there is no special standard for women drugs abuser treatment which is actually can be used as guidance in giving treatment for women inmates. The quantity and the quality of the Pondok Bambu Detention Center officers upon of low of the standard. For the purpose of supporting the success of the treatment program, each officer is determined to own the professionalism, high moral level and work seriously. In order to succeed the treatment of women drugs offenders, the authority must be cooperated with other organization whether government or non government organization. It is obvious the need of the methodical, technical and strategic term in special way. Accordingly, it is a compulsory of build more Special Correctional Institution and Detention House for the woman drugs offenders with comprehensive supported with sophisticated instrument for the treatment. This institution, therefore should be equipped by counseling room, therapeutic room, and vocational training room. It should also be employed with the psychology expert, psychiatry, specialist Doctor, social worker, spiritual expert and the professional correctional officers."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Sri Martani
"Jaminan kesehatan merupakan hak setiap orang. termasuk bagi pelanggaran hukum. Ada 2 (dua) paham mengenai Hak Asasi Manusia termasuk HAM kesehatan. Pertama Paham Universal, yakni : Setiap orang tanpa terkecuali berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Kedua Paham Partikularistik yakni : setiap orang berhak mendapatkan jaminan kesehatan tetapi ada "pembatasan" terhadap individu yang bersangkutan. Artinya pemenuhan atau jaminan hak kesehatan bagi individu harus disesuaikan dengan hukum. Pemenuhan hak kesehatan harus sejalan dengan melanggar atau tidaknya individu. Dalam arti kata, pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi tersangka dan terdakwa, berbeda dengan individu yang tidak melanggar hukum. Pembedaan itu terkait dengan pidana hilang kemerdekaan yang harus ditanggung oleh terpidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Pemenuhan hak pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan aturan perundang-undangan yang terkait yaitu Undang-IJndang Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Peraturan Pelaksanaannya. Dalam hal narapidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) maka pemenuhan hak pelayanan kesehatan harus memenuhi PROTAP (Prosedur Tetap) yang berlaku di LAPAS, yakni dirawat di Poliklinik LAPAS atau dapat dirawat di Rumah Sakit Umum dengan pengawalan dari petugas.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa sistem dalam upaya penjaminan hak pelayanan kesehatan bagi narapidana LAPAS Klas IIA Narkotika Jakarta. Dari data yang ditemukan pemenuhan hak petayanan kesehatan di LAPAS Klas 11A Narkotika Jakarta masih mengalami beberapa hambatan. Hal tersebut antara lain diakibatkan sistem yang berjalan kurang maksimal, misalnya prosedur pelayanan kesehatan yang rumit, jumlah tenaga media, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kondisi kurangnya sarana dan prasarana tersebut mengakibatkan pemenuhan hak pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab para narapidana sendiri. Pihak LAPAS telah berupaya untuk menutupi kekurangan tersebut antara lain dengan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga misalkan Dinas Kesehatan, Badan Narkotika Nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain, lain namun upaya tersebut masih belum maksimal.
Kesimpulannya pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi narapidana di LAPAS Klas IIA Narkotika Jakarta belum terpenuhi sepenuhnya sebagaimana yang telah diatur dalam peratran perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian disarankan agar Pemerintah, khususnya Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memberikan perhatian penuh terhadap pemenuhan hak pelayanan kesehatan para narapidana di LAPAS Klas IIA Narkotika Jakarta.

Health guarantee is everybody's right, including for law breaker. There are two views about human right involving the health rights. First universal view, i.e. everybody entitles to get health guarantee without exception. Second particularistic view i.e. everybody entitles to get health guarantee, but there is "limitation" to an individual himself. It means accomplishment of health guarantee right has to the suspect or the prisoner is different with the person who doesn't break the law. The discrimination is caused the lost of freedom which is burdened by prisoner in correctional facility. The accomplishment ought to in line with the related legislation, i.e. Law Number 12 Year 1995 regarding Correctional Facility and its subordinate regulations. In the matter of prisoner who lost the freedom in correctional facility, the accomplishment should do PRATAP which is affected in correctional facility, i.e. treatment in policlinic or in hospital with guarding by jailer.
This observation aimed to analyze system in order to guarantee the rights of health service for the Correctional Facility of Narcotic in Jakarta (LAPAS Klas IIA Narkotika Jakarta). According to data, the accomplishment of health service right on the correctional facility has got some obstacles. The obstacles are happened because the system doesn't work very well. Example the procedure of health service right is complicated; the number of medical personnel and infrastructure are lack. The lack of instrument makes the prisoner should pay to the accomplishment of health service rights. The official of the correctional facility has made effort to cover the lack of instrument, among others, make cooperation with other party such as Health Agency, National Narcotic Agency, NGO, etc. actually, the effort is not optimal.
The conclusion is the accomplishment of health service rights has not accordance with related law, so that is recommended to the government, particularly Ministry of Law and Human Rights to give full of attention to the accomplishment of health service rights in the Correctional Facility of Narcotic in Jakarta (LAPAS Klas IIA Narkotika Jakarta).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aman Riyadi
"Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai anak sering mengakibatkan adanya kesalahpahaman. Hal tersebut diakibatkan karena kurang efektifnya penyebarluasan pengetahuan mengenai anak. Keterbatasan tersebut berawal dari tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya perlindungan terhadap anak sehingga masyarakat di Indonesia pada kenyataannya sering mengesampingkan permasalahan-permasaiahan yang timbul terhadap anak. Telah diketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-Hak Anak. Hal tersebut membawa konsekuensi bahwa Indonesia harus melindungi kepentingan dan hak anak sebagai manusia.
Hak untuk memperoleh pendidikan ini tidak ada pembedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Selain itu setiap anak berhak memperoleh pendidikan tidak tcrkecuali bagi anak yang mengalami masalah dengan hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Adapun pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan harus diberikan pendidikan yang mengarah kepada pendidikan keterampilan hidup. Hal itu untuk dijadikan bekal hidup bagi anak-anak apabila mereka telah kembali kepada masyarakat.
Pengelolaan pendidikan merupakan hal yang penting guna berhasil mencapai tujuan pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan. Pengendalian pola belajar merupakan hal yang positif dan sekaligus merupakan tindakan preventif. Oleh karena itu sekalipun Anak Didik Pemasyarakatan berada di dalam Lapas, mereka tidak boleh dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Dengan memperhatikan berbagai sumber dan kendala dalam proses pendidikan, diperlukan suatu pengaturan agar pendidikan untuk peserta didik dapat berguna dan dapat mencapai tujuan. Pengaturan tersebut dilakukan dengan membuat suatu manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan usaha untuk melakukan pengelolaan sistem pendidikan yang terdiri dari tahap-tahap yang harus dipenuhi, yaitu diawali dengan perencanaan, diikuti pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pcmantauan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
Namun pada kenyataannya, manajemen pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena masih banyak hambatan-hambatan yang dihadapi proses pendidikan dalam rangka pembinaan.

People are often misunderstanding about children problems due to the limitation of the knowledge and awareness against them. These may caused by the ineffectiveness of dissemination of the children regime. The lack may come from the community it selves who do not really care about the importance of children protection, it is reflected in Indonesian society real life who always neglect the children issues. As it had been known that Indonesian had ratified the Convention on the Rights of the Child; constituted with the Presidential Decree number 36 11990 about the ratification of the protection of the child right and concern as human being.
The right to have an education can not be discriminated between female and male concern. It is particularly for them who have a problem with the law, as stipulated in article 60 paragraph (2) of the Child Court Law number 31 1997. For the treatment of child prisoner must be emphasized to the vocational education, in order to help them in having a live skill and may be used as a foothold in life after their released.
The education management is an important thing to succeed the purpose of the treatment of child prisoners. The learn pattern control is a positive and a preventive action as well. Hence, despite of the child prisoners placed in the institution, they shall not be separated from education. Education is a complex activity; contain with several components which have a strong linkage each other. Considering that many resources and obstacles in education process, it needs an arrangement so that they can use it and achieve the goal. This may form in a better management of education. Education management is an effort to carry out an education system which is contain with some steps fulfilled. It begins with planning, organizing, directing, actuating, controlling, and evaluating on proper school concern.
However, in reality the education management for the child prisoner in Child Correction Institution in Kutoarjo seems to go unwell. It because many obstacles in educational process for the treatment concern.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin
"Secara umum tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembimbingan pemasyarakatan oleh Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan bimbingan pemasyarakatan bagi terpidana bersyarat di Balai Pemasyarakatan.
Proses pembinaan terhadap klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan adalah tidak terlepas dari program pembinaan. Pada tahap pembinaan ini petugas mengadakan penelitian secermat mungkin pada sebab timbulnya masalah, baik menjadi penyebab pokok atau sampingan yang mendukung sebab pokok tersebut. Hasil data tersebut diolah, sehingga akan terlihat faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Agar pembinaan yang dilakukan efektif dan mencapai hasil yang disarankan maka pembimbing kemasyarakatan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembinaan sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana perkembangan dan hasil yang dicapai dalam pembinaan ini.
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembimbingan Klien Terpidana Bersyarat yang dilakukan oleh petugas pembimbing kemasyarakatan (PK) pada Balai Pemasyarakatan adalah meliputi:
1. Faktor internal (keadaan petugas dan sarana prasarana);
2. Faktor eksternal (ldien, masyarakat, peraturan yang mengatur pelaksanaan tugas Bapas, dan koordinasi dengan instansi/pihak luar).
Pelaksanaan pembimbingan terhadap klien terpidana bersyarat belumlah sesuai antara teori yang ada dengan praktek lapangan, terutama dalam penerapan metode dan tehnik yang ada, oleh karena itu disarankan dalam pelaksanaan tugasnya, pembimbing kemasyarakatan (PK) harus mampu mengetahui tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan pelaksanaan tugas. Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap upaya pembinaan Ianjutan bagi terpidana bersyarat maka disarankan bagi para petugas PK agar mengadakan sosialisasi di lingkungan masyarakat tentang peranan BAPAS dalam membimbing dan membina para klien terpidana bersyarat.

In general the target of this research is to give a descriptions of concerning technique and method used by Counselor of Sociological in execution of Counseling for Conditional Prisoner Client at `Balai Pemasyarakatan' and factors that influence of execution sociological for conditional.
Guidance process to client of Conditional Prisoner at Balai Pemasyarakatan' is not quit of guidance program. At this guidance phase, officer perform a research as accurate as possibly in emerge of problems -neither fundamental nor peripheral problem- which supporting fundamental problem. After the data result processed, will seen factors which become the cause. To reach effective guidance and reach good result, Counselor of Sociological perform an evaluation of guidance execution, so that can know until how far reached result and growth in this guidance.
The Factors which become problems in execution of counseling of Conditional Prisoner Client which done by officer of Sociological Counselor (Pembimbing Kemasyarakatan) at `Balai Pemasyarakatan' (Bapas) are :
1. Internal factor (officer condition and accomodation);
2. External factor (client, society, regulation arranging execution of duty of `Balai Pemasyarakatan' and coordination with other institutions).
Execution of guidance to client of Conditional Prisoner not yet according between existing theory with field practice, especially in applying of method and existing techniques, therefore Counselor of Sociological (PAC) have to know about the theories which bearing of with execution of duty. In the case of lack of society participation to effort continuing guidance for Conditional Prisoner, hence suggested officers at Sociological Counselor are performing a socialization in society environment concerning `Balai Pemasyarakatan' activities in counseling and guiding the Conditional Prisoner Clients.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yatiman
"Setiap waranegara berhak memperoleh pendidikan yang sama tanpa diskriminasi, termasuk di dalamnya anak yang berkonflik dengan hukum, yang terpaksa dibina di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dalam konteks pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran bagi anak didik pemasyarakatan, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang menyelenggarakan pendidikkan formal dan non-formal.
Penyelenggaraan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak terkait dengan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Direktorat Pendidikan Luar Biasa dan Direktorat Pendidikan Luar Sekolah.
Penelitian ini membahas penyetenggaraan pendidikan formal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang dan kesesuaiannya dengan peraturan Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian berpedoman pada kerangka berfikir yang dikemukakan oleh Engkoswara (2001) yang menggambarkan wilayah kerja manajemen pendidikan dan Fungsi - fungsi Pendidikan ( Depdiknas 2001 ). Peneiitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan 14 informan.
Pembahasan memadukan hasil temuan lapangan dengan kerangka berfikir, yang dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan formal di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang memadukan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Umum , Kurikulum Pendidikan Luar Biasa dan Kurikulum Pendidikan Luar Sekotah tetapi masih perlu pembenahan dan peningkatan kinerja untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan peraturan dari Departemen Pendidikan Nasional.

Every citizen is entitled to obtain get is same education without discrimination, including in it child which is have conflict to with law, what pet-forced to be constructed in Institute of Society Child. In accomplishment context the right to get teaching and education to protege of society, in Institute Society Child Man Tangerang carries out formal education and non formal.
Management of Education in Institute of Society Child related to Directorate Education of Base and is Middle of Public, Extraordinary Directorate Education and External Directorate Education of School.
This research study management of formal education in Institute of Society Child Man Tangerang and it?s with regulation of Department Education National. Research of guidance at framework thinking told by Engkoswara (2001) depicting region work education management and education functions (Depdiknas 2001). This research use approach qualitative by 14 informant.
Solution all result of field finding with framework of thinking, which can concluded that management of formal education in Institute of Society Child Man Tangerang all Curriculum Education of Base and is Middle Public, Extraordinary Curriculum Education and External Curriculum Education of School, but still need correction and improvement of performance to be able to reach result of which is expected as according to regulation of Department Education National.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsun
"As a treatment method for the law offenders, the correctional systems are functional to re-construct the inmates before they re-integrated in to society in acceptable manners. In achieving the correctional system's goal for inmates has involved all aspects and existence in handling the inmates which includes their rights, as the offender of the law, as individually, and social being.
The universal designs of such correctional system are not easily to be achieved, as it is interconnected to the complexity of the inmate's life inside the Cipinang Correctional. The separation of the inmates housing accommodation has also accelerated the occurrence 1 formation of inmate's ethnical group, with identifies by their state of origin. They are Javanese group (arek), Korea Group (Medan), Ambonesse group, Aceh group and others smaller ethnical group.
The purpose of this research is to get the view; how the Cipinang Correctional applies their policy and management in order to prevent and settle the conflict between the inmates ethnical group. The approach that used in the research is a qualitative approach which includes the interview techniques to the respondent, such as inmate, ex-inmate and the correctional officers.
Although the dilemma has continues to evade the innovative effort, this research has able to examine the conflicts, the implementation of the policy and the management in preventing and setting the conflict among the inmates ethnical group and the causing factor of the conflict, such as :
A. Conflict factors in Correctional
1. The conflict among the Javanese group (arek) and Medan group
2. The conflict among the Javanese group (arek) and Ambonesse group
3. The conflict between cell (housing) units
4. The conflict between inmates and the security officers
B. the Causing factors of the conflict
C. The formation of the inmate's ethinical group
D. Structure, task and rights in the group"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Sofyan
"Dalam tulisan ini akan diuraikan bagairnana cara penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terhadap pemenuhan kebutuhan seksual yang karena sesuatu sebab terpaksa, untuk sementara, menjadi anggota masyarakat penghuni Lapas yang kondisinya dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki berbagai keterbatasan baik secara fisik maupun sosial. Pemenuhan kebutuhan seksual adalah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, di samping kebutuhan-kebutuhan fisiologis lainnya. Bahkan menurut pencetus psikologis analisa, dikatakan bahwa kebutuhan seksual dibawa sejak lahir, dan sejak itu kebutuhan seksual berkernbang sampai orang itu meninggal dunia. Tidak berbeda dengan kebutuhan fisiologis manusia lainnya, apabila kebutuhan seksual ini tidak dapat dipuaskan rnaka akan menimbulkan ketegangan secara psikis. Yang pada gilirannya akan berperpengaruh terhadap perilaku seseorang. Oleh karena itu, setiap manusia akan selalu berusaha agar kebutuhannya tersebut selalu dapat terpenuhi.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada 3(tiga) hal yang akan menjadi fokus perhatian dari tesis ini, yakni: Pertama, adanya kebutuhan seksual dari penghuni Lapas yang merupakan sesuatu yang fitrah bagi manusia. Kedua, adanya kondisi yang serba terbatas sehingga kebutuhan tersebut relatif sulit untuk memperoleh pemuasannya secara wajar. Ketiga, adanya cara-cara yang dilakukan oleh narapidana dalam memenuhi kebutuhan seksualnya serta kondisi-kondisi yang mendukung narapidana melakukan hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif, menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan sexual bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat dilakukan dengan cara :
a. Secara Normal
Pemenuhan kebutuhan seksual bagi narapidana di Lapas Sukaburni dapat dilakukan secara normal ( dengan lawan jenis) dan melalui prosedur yang ada yaitu dengan melalui program Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) yang diijinkan oleh Lapas selama 2 x 24 jam di kediaman keluarga narapidana.
b. Pemenuhan Kebutuhan Seksual secara menyimpang
Bentuk pemenuhan kebutuhan seksual narapidana selain dari yang dilakukan secara normal (dilakukan dengan lawan jenis / heteroseksual) dan sesuai dengan aturan) juga terkadang dilakukan dengan secara menyimpang baik dari cara maupun dari objek seksual tersebut atau substansi seks itu sendiri rnaupun aturan yang ada.
Bentuk penyimpangan yang ada di Lapas Sukabumi adalah :
1. Melakukan hubungan seks dengan istrinya baik di dalam Lapas maupun di Luar Lapas dengan adanya bantuan dari petugas.
2. Melakukan masturbasi atau onani, baik yang dilakukan sendiri ataupun oleh istri dan pacar dari narapidana
3. Melakukan sodomi ataupun heteroseksual di antara narapidana, baik dilakukan dengan paksaan serta kekerasan ataupun perkosaan tetapi tidak jarang pula dilakukan dengan sukarela dan kedua belah fihak sama-sama menikmati.
Sedangkan kondisi yang mempengaruhi terjadinya pemenuhan kebutuhan seksual bagi narapidana di Lapas. :
1. Struktur Bangunan Lapas dan over kapasitas
2. Kurangnya Kegiatan Pembinaan Bagi Narapidana.
3. Tidak Elektifnya Program CMK Sebagai Salah Satu Program Pemenuhan Kebutuhan Seksual Bagi Narapidana
4. Adanya " Biaya Tinggi " dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Seksual di Lapas.
5. Jarangnya mendapat Kunjungan Keluarga."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nugroho
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4   >>