Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gladys Amelita
"Artikel ini menggambarkan suatu bentuk negosiasi identitas spesifik untuk imigran Muslim wanita yang tinggal di Amerika Serikat, seperti yang digambarkan dalam film Amira and Sam (2014). Film ini menunjukkan bagaimana Amira menegosiasikan identitasnya sebagai seorang imigran Muslim wanita dari Irak di Amerika Serikat dengan bagaimana dia berpakaian dan berperilaku dalam masyarakat barat. Jilbab yang Amira pakai berbeda mempunyai arti yang berbeda berdasarkan pada bagaimana jilbab itu dipakai dan dipersepsikan. Artikel ini menggunakan studi analisis tekstual dalam menganalisis filmnya, dan teori negosiasi identitas dari Ting- Toomey (2005). Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis unsur-unsur film untuk menentukan negosiasi identitas oleh Amira yang digambarkan dalam produksi tersebut. Proses negosiasi identitasnya melibatkan faktor-faktor sosial, geografis, dan agama. Artikel ini menemukan bahwa Amira telah berhasil melakukan negosiasi identitasnya, yang memungkinkannya untuk menempatkan dirinya dalam budaya barat. Namun dalam melakukannya, Amira mengambil risiko dalam penerimaan sosial dan hubungan pribadi dalam upaya untuk menilai kembali nilai-nilai pada agama Islam-nya.
This article illustrates a form of identity negotiation specific to immigrant Muslim women who live in the United States, as depicted in the movie Amira & Sam (2014). This movie shows how Amira negotiates her identity as an immigrant Muslim woman from Iraq in the United States by the way she dresses and behaves in the western society. The hijab that Amira wears differs in meaning based on how it is worn and perceived. This article draws upon the movie using a textual analysis study, and the theory of identity negotiation by Ting- Toomey (2005). The intention of this article is to analyze the elements of the movie to determine Amira?s negotiated identity depicted in that production. The process of her negotiation involves social, geographic, and religious factors. This article finds that Amira has succeeded in negotiating her identity, which allows her to situate herself in western culture. However in doing so, Amira risks social acceptance and personal relationships in the attempt to reassess her Islamic values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syahla Ifany Isgiana
"Lagu "All You Need Is Love" oleh The Beatles merangkum semangat Summer of Love di tahun 1967, sebuah periode yang ditandai dengan gerakan kontra budaya yang kuat yang mengadvokasi perdamaian, cinta, dan kebebasan. Studi ini menggunakan metodologi visual ganda, mengacu pada kerangka kerja analisis konten dan interpretasi komposisi Gillian Rose, untuk menggali lirik lagu dan pertunjukan videonya. Dengan mengkontekstualisasikan analisis dalam lingkungan sosial budaya tahun 1967, dengan fokus pada Summer of Love dan gerakan kontra budaya, studi ini menjelaskan bagaimana "All You Need Is Love" berfungsi sebagai seruan untuk perubahan sosial dari norma konvensional ke masyarakat yang lebih terbuka dan inklusif. Lebih lanjut, studi ini meneliti dampak lagu tersebut, mengeksplorasi bagaimana lagu tersebut dikonsumsi sebagai bentuk protes dan representasi cinta dan damai di tengah lanskap sosial-politik yang penuh gejolak, khususnya sebagai tanggapan terhadap isu-isu seperti Perang Vietnam dan gerakan hak sipil. Temuan penelitian ini menggarisbawahi relevansi dan dampak abadi dari pesan cinta dan damai The Beatles, yang bergema lintas generasi. Namun, keterbatasan ketersediaan data dan subjektivitas inheren dari interpretasi visual memerlukan interpretasi hasil yang hati-hati. Kedepannya, penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi metodologi visual tambahan untuk memperkaya pemahaman tentang signifikansi budaya lagu tersebut dan perannya dalam membentuk kesadaran kolektif.
 

The Beatles' "All You Need Is Love" encapsulates the spirit of the Summer of Love in 1967, a period marked by a powerful counterculture movement advocating for peace, love, and freedom. This study employs a dual visual methodology, drawing on Gillian Rose's frameworks of content analysis and compositional interpretation, to delve into the song's lyrics and its video performance. By contextualizing the analysis within the socio-cultural milieu of 1967, with a focus on the Summer of Love and the counterculture movement, this study sheds light on how "All You Need Is Love" served as a rallying cry for societal change from conventional norms to a more open, inclusive society. Furthermore, the study examines the song's impact, exploring how it was consumed as a form of protest and a representation of love and peace amidst the tumultuous socio-political landscape, particularly in response to issues like the Vietnam War and civil rights movements. The findings of this study underscore the enduring relevance and impact of The Beatles' message of love and peace, resonating across generations. However, limitations in data availability and the inherent subjectivity of visual interpretation warrant cautious interpretation of the results. Moving forward, future research could explore additional visual methodologies to enrich the understanding of the song's cultural significance and its role in shaping collective consciousness.
 
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Windiani Putri
"Penelitian ini mengamati pengaruh digraf, diftong, dan gugus konsonan terhadap performa membaca anak-anak usia lima hingga enam tahun yang mengikuti kursus membaca di Bimbingan Minat Baca dan Belajar (BiMBA) AIUEO, Citayam, Depok. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode eksperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung yang menggunakan sebuah tes membaca.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya grafem kompleks, seperti digraf, diftong, dan gugus konsonan, yang memengaruhi performa membaca anak, tetapi juga grafem sederhana. Pengaruh grafem sederhana dan grafem kompleks tersebut memunculkan tiga kekeliruan membaca utama, yakni kekeliruan visual, kekeliruan regularisasi, dan kekeliruan substitusi.

This research analyzed the effects of digraphs, diphthongs, and consonant cluster to reading performance of children age five to six who join Bimbingan Minat Baca dan Belajar (BiMBA) AIUEO, Citayam, Depok, as a reading course. This research is a qualitative research with an experimental method. To collect data, researcher used direct communication technic with a reading test.
The results showed not only the complex graphemes, like digraphs, diphthongs, and consonant clusters, that effecting children reading performance, but also the simple graphemes. Those effects bring out three main errors, namely visual error, regularisation error, and substitution error.
"
2016
S62465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilma Sita Kamala
"Selain menggunakan mode-mode lisan dan tulisan, iklan-iklan yang kerap kita temui di kehidupan sehari-hari menyusun maknanya melalui mode-mode lain seperti gambar dan video. Untuk menemukan pesan yang dikandung, analisis tata bahasa visual sering kali dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan analisis tata bahasa visual pada salah satu video iklan dari 4ocean yang sudah ditayangkan di dunia maya, mengevaluasinya melalui metafungsi dari tata bahasa visual. Ini dilakukan untuk memahami bagaimana pesan dalam iklan tersebut terbangun dengan bantuan tata bahasa visual. Beberapa adegan dari iklan dikumpulkan dan dibahas menggunakan teori tata bahasa visual yang dikemukakan oleh Kress dan van Leeuwen (2006). Hasilnya mengindikasikan bahwa 4ocean membangun makna dalam iklannya untuk membersihkan laut melalui elemen-elemen visual yang terintegrasi dalam video iklan. Metafungsi dari tata bahasa visual digunakan untuk berinteraksi dengan pemirsa dan mengajak mereka untuk membeli gelang 4ocean dan membersihkan laut, sehingga iklan ini masuk dalam kategori promosi dan kampanye secara bersamaan.

Besides using verbal modes, advertisements that are found in daily life arrange their message through non-verbal modes such as images and videos. In order to dissect the message that they contain, a visual grammar analysis is often needed. This research conducts a visual grammar analysis on one 4ocean video advertisement that has been broadcasted on the Internet, evaluating it through the metafunctions of visual grammar. It is to perceive how the message in the advertisement is constructed with the help of visual grammar. Several scenes from the 4ocean are gathered, then examined by the theory of visual grammar metafunction by Kress and van Leeuwen (2006). The results indicate that 4ocean builds its message to clean the ocean through appropriate visual elements that are integrated within the advertisement. Metafunctions of visual grammar are utilized in order to engage with the audience and persuade them to purchase 4ocean`s bracelet and save the ocean, having this advertisement falls into the category of a promotion and a campaign at the same time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Divina Oryza Rahmatika
"Vaksin HPV (Human papillomavirus) di klaim dapat melindungi manusia dari kanker serviks. Namun, banyak orang yang terpengaruh oleh kampanye negatif yang disebarkan oleh kelompok anti vaksin HPV di Twitter. Mereka menuding bahwa perusahaan farmasi atau industri vaksin, praktisi medis, bahkan pejabat negara yang terkait dengan vaksin tersebut memiliki motif tersembunyi untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan vaksin tersebut. Selain itu, mereka juga menuding bahwa menggunakan vaksin HPV adalah tindakan yang salah dalam segi moral karena berpotensi memicu terjadinya pergaulan bebas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi persuasif yang digunakan oleh kelompok anti vaksin HPV dalam meyakinkan masyarakat bahwa vaksin HPV hanyalah untuk keuntungan saja dan tidak sesuai dengan nilai moral atau agama. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah tweets yang berkaitan dengan anti vaksin HPV yang tersebar di Amerika Serikat dan Inggris yang dikumpulkan menggunakan perangkat lunak Keyhole mulai dari 5 Oktober 2018 hingga 5 Oktober 2019. Teori retorika dari Aristoteles, teori disonansi kognitif dari Festinger, dan teori hierarki kebutuhan dari Maslow adalah tiga teori yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi persuasif, yang meliputi ethos, pathos, logos, disonansi kognitif, dan kebutuhan akan keamanan, digunakan oleh kelompok anti vaksin HPV untuk mempengaruhi dan meyakinkan beberapa orang agar percaya bahwa vaksin HPV hanya didistribusikan untuk keuntungan dan tidak sesuai dengan ajaran agama serta keyakinan mereka.

The human papillomavirus (HPV) vaccine can protect humans from cervical, anal, oropharyngeal, penile, vulvar, and vaginal cancer. However, many people are influenced by the negative campaign carried out by anti-HPV vaccine activists on Twitter. They accuse pharmaceutical companies or the vaccine industry, medical practitioners, and even state officials associated with the vaccine of having an ulterior motive to gain profit from the vaccine. Moreover, they also claim that taking the HPV vaccine is an act of moral depravity, as it may potentially encourage sexual promiscuity. This research aims to analyze the persuasive strategies used by the anti-HPV vaccine campaign in convincing people that the vaccine is only a matter of profit and does not conform with moral or religious values. The data for this research, which comprises anti-HPV vaccine tweets in United States and United Kingdom, are collected using Keyhole from October 5, 2018 to October 5, 2019. Aristotle’s rhetorical strategies, Festinger’s cognitive dissonance theory, and Maslow’s hierarchy of needs serve as the theoretical frameworks of this study. This research finds that persuasive strategies, which include ethos, pathos, logos, cognitive dissonance, and the need for safety, are used by the anti-HPV vaccine campaign to successfully sway some people into believing that the vaccine is only distributed for monetary gain and incompatible with their beliefs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Almira Ramadhan
"“I can’t breathe” menjadi salah satu bentuk ekspresi atas rasisme semenjak kematian George Floyd yang tragis pada bulan Mei 2020. Pada bulan Juni 2020, H.E.R. merilis sebuah lagu yang terinspirasi dari ekspresi ini. Lagu tersebut berbicara tentang rasisme terhadap kulit hitam, terutama kasus kekerasan polisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu I Can’t Breathe karya H.E.R. dan mengamati bagaimana kedua aspek tersebut mendukung gerakan Black Lives Matter. Penelitian ini menggunakan analisis wacana multimodal untuk menganalisis lirik dan video klip dari lagu tersebut. Ditemukan bahwa lirik lagu I Can’t Breathe merepresentasikan orang kulit putih sebagai kelompok yang mendominasi dengan kekerasan, yang menimbulkan protes sosial dari kelompok kulit hitam. Video klip dari lagu ini juga merepresentasikan gerakan Black Lives Matter sebagai protes sosial atas isu rasis tersebut. Dengan analisis wacana modal, terutama dalam menganalisis visual, penelitian ini dapat mengkonfirmasi korelasi antara lagu I Can’t Breathe dengan gerakan Black Lives Matter. Lagu itu sendiri adalah sebuah protes yang sejalan dengan gerakan Black Lives Matter; struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu ini menyampaikan konteks dari isu rasisme yang sedang berjalan dan nilai-nilai yang dipegang gerakan Black Lives Matter dalam menghadapi isu tersebut.

“I can’t breathe” has become an expression of racism since the tragic death of George Floyd in May 2020. H.E.R. released a song titled after this expression in June 2020, which speaks up about black racism, especially police brutality. This study aims to examine the ideological structures and visual components of the song I Can’t Breathe by H.E.R. and see how the two aspects support the Black Lives Matter movement. To achieve the aims, this study uses multimodal discourse analysis to analyze the song lyrics and its music video. This study finds that the song lyrics represent white people as dominating and violent, resulting in social protests from the black community. The music video further represents the Black Lives Matter movement as a protest against the racial issue. Through the use of multimodal discourse analysis, especially the visual analysis, this study confirms the correlation between the song and the Black Lives Matter movement. The song I Can’t Breathe by H.E.R. is indeed a protest which aligns with the Black Lives Matter movement; the ideological structures and visual components of the song convey the context of the issues, as well as the values of the Black Lives Matter movement in response to the issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jayanti Monica Gulo
"Alih tutur merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari percakapan manusia. Ditemukannya pola dan karakteristik tertentu dalam alih tutur anak melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini dengan fokus penelitian pada alih tutur anak bilingual pada percakapan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana respons alih tutur anak dalam dua bahasa dan untuk menguraikan strategi-strategi yang digunakan anak dalam percakapan dua bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data transkripsi hasil rekaman dari empat sesi wawancara yang dilakukan dengan tiap anak dalam dua bahasa dengan responden tiga orang anak yang berusia 4-5 tahun di Jambi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan landasan teori Sacks, Schegloff & Jefferson (1974) tentang komponen pembangun giliran dan Stenstrom (1994) tentang strategi alih tutur. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa ketiga responden memiliki kecenderungan respons bahasa dengan unit yang berbeda-beda. Matt dan Winna merespons lebih tinggi dalam sesi wawancara bahasa Indonesia dan didominasi oleh respons dalam bentuk kata tunggal sedangkan Alisa merespons lebih tinggi dalam sesi wawancara bahasa Inggris dalam bentuk unit kalimat yang cukup kompleks. Selain itu, ditemukan pula fenomena alih kode dan campur kode dalam sesi wawancara kedua bahasa. Temuan selanjutnya adalah adanya penggunaan strategi-strategi alih tutur yang berbeda-beda pada tiap sesi wawancara. Terlepas dari kecenderungan bahasa, strategi alih tutur yang muncul lebih dipengaruhi oleh faktor ketertarikan anak pada topik wawancara, mood (suasana hati) anak pada saat sesi wawancara dan faktor situasional seperti fokus anak dan distraksi yang muncul pada saat wawancara berlangsung.

Turn taking is an inseparable part of human conversation. The discovery of certain patterns and characteristics in children's turn taking is the main reason for this research to be conducted with a broader focus on turn taking of bilingual children in two-language conversations, which are Indonesian and English. This study was conducted to explain the children’s turn taking responses during two languages interview sessions and to describe the strategies used by children in bilingual conversation. This study is a qualitative research with transcription data recorded from four interview sessions conducted with each child in two languages ​​with three children aged 4-5 years as respondents in Jambi. The data were then analyzed using the theoretical basis of Sacks, Schegloff & Jefferson (1974) on the turn-constructional component and Stenstrom (1994) on turn taking strategies. From the results of data analysis, it was found that the three respondents had a tendency to respond to language with different units. Matt and Winna responded higher in the Indonesian interview sessions and dominated by single word responses, while Alisa responded higher in the English interview session in the form of a fairly complex sentence unit. In addition, code switching and code mixing phenomena were also found in the interview sessions of the two languages. The next finding is the use of different turn taking strategies in each interview session. Apart from language tendencies, the turn taking strategies that appear are more influenced by the child's interest in the interview topic, the child's mood during the interview session and situational factors such as the child's focus and distractions that arise during the interview."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nickie Marinka
"Representasi variasi linguistik telah menjadi fitur yang patut diperhatikan dalam karya sastra, baik untuk penokohan karakter maupun untuk menimbulkan efek tertentu pada pembaca. Pengarang juga dapat menyertakan variasi linguistik dalam karyanya melalui berbagai cara, termasuk secara jenaka. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi variasi linguistik yang direpresentasikan dalam The Burning Maze karya Rick Riordan dan juga menganalisa bagaimana sang penulis memanfaatkan variasi linguistik tersebut untuk menciptakan lelucon. Data yang diperoleh dari karya asli yang dipublikasikan oleh by Disney Hyperion (2018) kemudian dianalisa menggunakan teori “Nonstandard Language Marker” oleh Dimitrova (2004) dengan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan untuk keterkaitan dengan humor, data akan dianalisa menggunakan salah satu parameter dari teori Attardo (2002) “The General Theory of Verbal Humor (GTVH)”, teori Monro (1988) “Theories of Humor”, dan juga teori Triezenberg (2008) mengenai humor enhancers. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua variasi yakni Shakespearean English dan American English yang informal. Keduanya digunakan sebagai bahan lelucon sesuai dengan prinsip Script Opposition. Variasi Shakespearean English menciptakan incongruity humor dan relief humor sedangkan variasi American English yang informal menciptakan incongruity humor. Temuan ini menambah kontribusi baru di bidang sosiolingustik dan keterkaitannya dengan humor melalui analisa terhadap karya fiksi Young Adult.

The representation of linguistic variation has been a noteworthy feature in literary works for several uses such as to give characterization or to achieve certain effects. Authors may also insert representations of linguistic variation in their works in numerous ways, including in a humorous manner. This study identifies the linguistic variations represented in The Burning Maze by Rick Riordan as well as analyzes how the author produces humor utilizing the variations. Data from the original work published by Disney Hyperion (2018) is analyzed through Dimitrova‟s (2004) nonstandard language markers framework along with one of the parameters from the General Theory of Verbal Humor (GTVH) proposed by Attardo (2002), Monro‟s (1988) Theories of Humor, and Triezenberg‟s (2008) humor enhancers. The study finds that there are two notable variations, Shakespearean English and informal American English, and both of them are employed to support characterizations as well as to create humor. Shakespearean English is utilized to create incongruity humor and relief humor while informal American English is utilized to create incongruity humor. These findings provide a new contribution to sociolinguistics in relation to humor through the analysis of young adult fiction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiha Nefissa Kinandera
"This study investigates how construction of female sexuality is represented in the game VA11 Hall-A: Cyberpunk Bartender Action. Research on female sexuality and objectification in video games thus far has focused predominantly on visual aspects, which creates a research gap in language-based representations. Visual novel-type games are also seldom discussed using Critical Discourse Analysis (CDA) despite its predominantly text-based gameplay. The present study employs qualitative research methods, aided with Fairclough (2001)’s three-dimensional model of CDA and Nussbaum (1995)’s objectification theory. The study examines four thematically relevant dialogues from the game, predominantly from the perspective of female characters, with one dialogue including the perspective of a male character. The result of the analysis shows that the construction of sexuality in the game depicts emphasis on the female body in relation to physical attractiveness, as well as fragmenting body parts for the enjoyment of other characters in the game. Although the findings also show attempts to challenge patriarchal norms and stigma against women expressing their sexuality, further examination on the linguistic features in the game’s dialogues finds depictions that contradict this effort. The findings are interpreted as the game maker’s attempt to show charming and attractive characters to the players. The study believes that sexualised representation of female characters in the game is likely shaped by the dominant discourse on sexuality, and in turn, ultimately contributes to the perpetuation of this cultural phenomenon. This highlights the importance of scrutinising the representation of female sexuality, given the growing popularity of video games and ideological influence of pop culture in society.

Penelitian ini menyelidiki bagaimana konstruksi seksualitas perempuan direpresentasikan dalam game VA11 Hall-A: Cyberpunk Bartender Action (Valhalla). Penelitian-penelitian sejauh ini tentang seksualitas dan objektifikasi perempuan dalam video game baru berfokus pada aspek visual. Maka dari itu, terdapat kesenjangan penelitian dalam representasi berbasis bahasa untuk topik tersebut. Game berjenis visual novel juga jarang dibahas dengan menggunakan Critical Discourse Analysis (CDA) meskipun jenis game ini didominasi gameplay berbasis teks. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan model three-dimensional CDA oleh Fairclough (2001) dan teori objektifikasi Nussbaum (1995). Studi ini mengkaji empat dialog yang relevan secara tematis dari game tersebut, sebagian besar dari perspektif karakter perempuan, dengan satu dialog termasuk perspektif karakter laki-laki. Hasil analisis menunjukkan bahwa konstruksi seksualitas dalam game tersebut menggambarkan penekanan pada tubuh dan daya tarik fisik perempuan, serta fragmentasi bagian tubuh untuk kesenangan karakter lain dalam game tersebut. Valhalla menunjukkan upaya untuk menantang norma patriarki dan stigma terhadap perempuan dalam mengekspresikan seksualitasnya. Namun, penelitian lebih lanjut terhadap fitur linguistik dalam dialog game tersebut menemukan gambaran yang bertentangan. Temuan ini dimaknai sebagai upaya dari produser game untuk menampilkan karakter perempuan yang menarik kepada pemain game. Studi ini meyakini bahwa representasi seksualitas karakter perempuan dalam Valhalla dibentuk oleh pandangan normatif tentang seksualitas. Hal ini berkontribusi dalam melanggengkan representasi karakter perempuan yang konsisten dengan objektifikasi seksual. Penelitian ini menunjukkan pentingnya mengkaji kembali representasi seksualitas perempuan, terutama karena semakin populernya video game dan pengaruh ideologi yang terkandung dalam budaya populer."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riswani
"Interferensi fonologis terjadi ketika penutur mengidentifikasi sistem fonem bahasa pertama dan menerapkannya pada bahasa kedua (Weinreich, 2010). Penelitian ini menginvestigasi bagaimana interferensi fonologis terhadap Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai karena adanya perbedaan kedua bahasa dan kekhasan sistem konsonantik Bahasa Bugis Sinjai. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek penelitian terdiri atas 2 siswa SMA; 2, dan 2 guru SMA. Data penelitian berupa 150 kata yang diambil dari World English dan disusun ke dalam 25 kalimat yang dibaca oleh subjek penelitian sebanyak 3 kali.
Penelitian ini menggunakan metode analisis padan intralingual dengan membandingkan Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Inggris, serta Bahasa Indonesia. Kajian ini menunjukkan adanya interferensi under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) yang dipengaruhi oleh Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Indonesia. Konteks terjadinya interferensi berupa perubahan dan peghilangan bunyi konsonan ditemukan pada distribusi dan gugus konsonan dalam kata. Interferensi ini berdampak pada arti kata Bahasa Inggris.
Meskipun Bahasa Bugis Sinjai merupakan bahasa sehari-hari, pengaruh Bahasa Indonesia ditemukan lebih besar dibandingkan Bahasa Bugis Sinjai. Hal ini menunjukkan pengaruh bahasa kedua, juga bahasa nasional, lebih dominan daripada bahasa ibu dalam pemerolehan bahasa asing. Pengaruh ortografi dalam merealisasikan bunyi kata Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai juga ditemukan di dalam penelitian ini.

Phonological interference is when a speaker identifies the first language phoneme system and applies it to the second language (Weinreich, 2010). This study investigates on how phonological interference to English by Bugis Sinjai speaker due to the difference between Bugis Sinjai language and English, and also the uniqueness of Bugis Sinjai consonants system. The study is qualitative and the subjects of study consist of 2 students of senior high school, 2 students of university, and 2 teachers. The data of this study are 150 words taken from World English which are arranged into 25 sentences and read by the research subjects 3 times.
This study uses an intralingual equivalent analysis method by comparing Bugis Sinjai Language and English, as well as Indonesian. The results of the study show that there is change of phonemes falling under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) influenced by both Bugis Sinjai and Indonesian languages. The contexts of interference are the change and omission of phonemes at the phonemes distribution and cluster. The interference has effect to the meaning of English words.
Even though Bugis Sinjai language is used daily, Indonesian has bigger effect in the realization of English words by the speaker of Bugis Sinjai. It means that the second and national language is more dominant than local language in learning foreign language. We also found that there is orthographic effect in pronouncing English words by Bugis Sinjai speakers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T55130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>