Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Shabirina K
"Latar Belakang: Kongesti merupakan penyebab utama pada kondisi perburukan dari gagal jantung kronis yang disebut juga sebagai gagal jantung dekompensasi akut (GJDA). Pemeriksaan status kongesti intravaskular pada pasien GJDA dengan fraksi ejeksi rendah dan diabetes mellitus (DM) sangat penting dilakukan karena mempengaruhi prognosis dan memiliki angka kematian dan readmisi yang lebih tinggi. Pemeriksaan status volume intravaskular pada populasi ini dinilai sulit karena terjadi peningkatan permeabilitas dinding vaskular, sehingga lebih banyak terjadi kongesti interstitial. Beberapa penelitian menggunakan perhitungan estimasi volume plasma (eVP) dengan membandingkan kadar hemoglobin dan hematokrit sebagai indikator adanya kongesti intravaskular yang berperan sebagai modalitas prognostik pada pasien GJDA dan DM tipe 2.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara estimasi volume plasma (eVP) terhadap luaran lama rawat, readmisi 30 hari dan mortalitas 180 hari pada pasien GJDA dengan fraksi ejeksi rendah dan DM tipe-2.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian pasien dengan GJDA dan DM tipe 2 selama periode Januari 2016 sampai dengan Januari 2021 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hasil: Sebanyak 373 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, Nilai eVP awal > 5,04 ml/g berhubungan secara bermakna terhadap mortalitas 180 hari dengan sensitifitas 61% dan spesifisitas 59% (HR 2,12; IK95 1,13-3,98; p = 0,019). Nilai eVP akhir berhubungan secara bermakna terhadap readmisi 30 hari (OR 1,23; IK95 1,05 – 1,46; p = 0,025). Nilai eVP akhir secara bermakna berkorelasi positif dengan lama rawat inap (koefisien B 0,412, p = 0,02).
Kesimpulan: Nilai estimasi volume plasma yang tinggi berhubungan dengan lama rawat, readmisi 30 hari, dan mortalitas 180 hari pada pasien GJDA dengan DM tipe 2.

Background : Congestion is the main cause of the worsening condition of chronic heart failure which is also known as acute decompensated heart failure (ADHF). Examination intravascular congestion status in patients with ADHF with low ejection fraction and diabetes mellitus (DM) is very important because it affects the prognosis and has a higher mortality and readmission rate. Examination of intravascular volume status in this population is considered difficult due to increased permeability of the vascular wall, resulting in more interstitial congestion. Several studies used the calculation of estimated plasma volume (ePV) by comparing hemoglobin and hematocrit levels as an indicator of intravascular congestion which acts as a prognostic modality in patients with ADHF and type 2 DM.
Aim : To determine the relationship between estimated plasma volume (eVP) and outcome of length of stay, 30-day-readmission and 180-day-mortality in ADHF patients with low ejection fraction and type-2 DM.
Methods: This is a retrospective cohort involving patients with ADHF, low ejection fraction and type 2 DM from Januay 2016 to January 2021 in National Cardiovascular Center Harapan Kita.
Results: As many as 373 patients fulfilled inclusion criteria. Initial eVP > 5,04 ml/g is associated with 180-day-mortality with sensitivity and specificity of 61% and 59%, respectively (HR 2,12; 95%CI 1,13-3,98; p = 0,019). Pre-discharge eVP is also associated with 30-day-readmission (HR 1,23; IK95 1,05 – 1,46; p = 0,025). Pre-discharge eVP is also significantly correlated with length of stay (B coefficient 0,412, p 0,02)
Conclusion: High estimated plasma volume is associated with length of stay, 30-day-readmission and 180-day-mortality in patients with ADHF, low ejection fraction and type 2 DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Swastya Dwi Putra
"Latar Belakang: Saat ini, sistem imun telah diketahui memiliki peran terhadap terjadinya hipertensi. Ketidakseimbangan rasio antara sel T regulator dan Sel T helper 17 ditemukan sebagai penyebab terjadinya hipertensi di uji coba hewan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara sel T regulator dengan tekanan darah pada hipertensi di manusia.
Metode: Studi ini merupakan penelitian case-control yang dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Agustus hingga Januari 2023. Subjek dengan hipertensi esensial dan normotensi yang melakukan kunjungan di poliklinik rawat jalan diambil sebagai subjek secara konsekutif. Pemeriksaan flow cytometry dilakukan untuk melakukan penghitungan kadar sel T regulator di dalam darah.
Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 40 dari setiap kelompok. Jumlah sel T regulator ditemukan lebih sedikit pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Korelasi kuat dengan pola negative ditemukan antara sel T regulator dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik (r=-0.733, r=-0,613). Jumlah sel T helper 17 ditemukan lebih banyak pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Rasio antara sel T helper 17/ sel T regulator ditemukan lebih tinggi pada subjek dengan hipertensi (p<0,0001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar sel T regulator dengan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi esensial. Sel T regulator yang lebih rendah ditemukan pada subjek dengan hipertensi esensial.

Background:Immune system has currently been postulated to have a role in hypertension. Regulatory T-cells are the cells that have an association with hypertension in animal studies.
Aim: To elaborate on the role of Regulatory T-cells in human hypertension.
Methods: This case-control study was held at the National Cardiovascular Center of Harapan Kita and Universitas Indonesia Hospital from August to January 2023. Consecutively, subjects with essential hypertension and those with normotension who went to the outpatient clinic were included. Regulatory T-cells were counted with Flow cytometry examination.
Results: The subjects consisted of 40 subjects from each group. The results showed that Regulatory T-cell in hypertension was lower compared to normotension (p<0.0001). Furthermore, a strong correlation between Regulatory T-cell and systolic blood pressure (r=-0.733, p<0.0001) and diastolic blood pressure (r=-0.613, p<0.0001) was found. T helper-17 cell was higher in hypertension subjects (p<0.0001). The ratio of T helper-17 cells/Regulatory T-cells was significantly higher (p<0,0001) in subjects with essential hypertension. 
Conclusions: We revealed an association between Regulatory T-cells in human hypertension. Lower Regulatory T-cells were found in the hypertension group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia;Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unversitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Agustina
"Endokarditis Infektif (EI) merupakan masalah kesehatan serius dengan angka insidensi, morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik intraperawatan terjadi cukup sering dan dikaitkan dengan luaran klinis yang lebih buruk. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik dengan mortalitas intraperawatan pada pasien EI sisi jantung kiri. Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap 315 pasien dengan EI aktif sisi jantung kiri pada periode 1 Januari 2013–31 Mei 2023. Dilakukan analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui prediktor mortalitas intraperawatan, mortalitas jangka panjang, lama rawat dan kebutuhan terapi pengganti ginjal. Terdapat 315 pasien dengan EI aktif sisi jantung kiri dimana 169 pasien dengan perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik dan 146 pasien tanpa perburukan fungsi ginjal. Angka mortalitas intraperawatan sebesar 20,3% sedangkan pada pasien dengan perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik mortalitas intraperawatan sebesar 34,9%. Dari analisis multivariat didapatkan faktor yang berhubungan dengan mortalitas intraperawatan adalah perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik (OR 8,6), kejadian sepsis (OR 11,16), penggunaan antibiotik inkomplit (OR 10,49), lama perawatan <21 hari (OR 5,16), ukuran vegetasi >10 mm (OR 5,04) dan penggunaan terapi pengganti ginjal (OR4,74). Dilakukan perhitungan untuk skoring prediktor mortalitas intraperawatan. Hasil analisis kurva ROC untuk perhitungan skor prediktor mortalitas intraperawatan didapatkan AUC 0,927; IK 95% 0,886 – 0,968; p < 0,001; H-L 0,610) dengan sensitivitas 89,1%, spesifisitas 84,5%. Kejadian perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik berhubungan dengan mortalitas intraperawatan dengan OR 8,6.

Infective endocarditis (IE) is a serious health problem with high incidence, morbidity, and mortality rates. Intrahospital antibiotic-related worsening of renal function occurs quite frequently and is associated with worse clinical outcomes. The objective of this study was to determine the relationship between antibiotic-related worsening of kidney function and intrahospital mortality in left-sided IE patients. A retrospective cohort study was conducted on 315 patients with active IE on the left side of the heart from January 1, 2013 to May 31, 2023. Bivariate and multivariate analyses were conducted to determine predictors of intrahospital mortality, long-term mortality, length of stay, and the need for renal replacement therapy. There were 315 patients with active IE on the left side of the heart, of whom 169 had antibiotic-related worsening of kidney function, and 146 did not. The intrahospital mortality rate was 20.3%, whereas the intrahospital mortality rate was 34.9% in patients with worsening kidney function due to antibiotics. According to multivariate analysis, factors associated with intra-treatment mortality were antibiotic-related worsening of kidney function (OR 8.6, p=0.001), incidence of sepsis (OR 11.16, p=<0.001), incomplete use of antibiotics (OR 10.49, p=<0.001), length of stay <21 days (OR 5.16, p=0.003), vegetation size >10 mm (OR 5.04, p=0.006), and use of renal replacement therapy (OR 4.74, p=0.008). We obtained the predictor score for intrahospital mortality. The results of the ROC curve analysis for calculating intrahospital mortality predictor scores showed an AUC of 0.927 (95% CI 0.886–0.968; p < 0.001; H-L 0.610) with a sensitivity of 89.1% and a specificity of 84.5%. Worsening kidney function related to antibiotics was associated with intrahospital mortality."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Halimi
"Latar belakang: Pasien gagal jantung sering mengalami readmisi dengan tingkat mortalitas yang tinggi sehingga diperlukan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat untuk memperbaiki prognosis. Resiko rawat inap akibat gagal jantung bahkan lebih meningkat pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2, yaitu 1.5x lebih tinggi. Menggunakan kecerdasan buatan, dapat dilakukan integrasi antara data klinis dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG dan rontgen thorax. Selain itu, kecerdasan buatan juga dapat membantu diagnosis di bidang kardiovaskular tanpa adanya variabilitas antar pengamat, serta meningkatkan efisiensi waktu dan biaya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan kecerdasan buatan dengan statistik konvensional dalam memprediksi luaran klinis lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.
Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2 pada periode Januari 2018 – Maret 2023. Dilakukan analisis data menggunakan statistik konvensional dengan analisis bivariat dan multivariat, dimana hasilnya kemudian dibandingkan dengan analisis menggunakan algoritme kecerdasan buatan, yaitu Balanced Random Forest.
Hasil: Melalui rekam medis, didapatkan 292 subjek penelitian dengan persentase lama rawat >5 hari, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan yang diobservasi adalah 39.7%, 14.0%, 10.6%, dan 21.2% berturut-turut. Kemampuan diskriminasi kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk keempat luaran, dengan AUC lama rawat >5 hari adalah 0.800 vs 0.775, readmisi 0.790 vs 0.732, mortalitas 0.794 vs 0.785, dan luaran gabungan 0.628 vs 0.596.
Kesimpulan: Kecerdasan buatan lebih baik dibandingkan statistik konvensional untuk memprediksi luaran klinis berupa lama rawat, readmisi 30 hari, mortalitas 180 hari, dan luaran gabungan pada pasien GJDA dengan penurunan fraksi ejeksi dan DM tipe 2.

Background: Heart failure patients often experience readmissions with a high mortality rate, therefore early detection and appropriate management are required to improve the prognosis. The risk of hospitalization due to heart failure is increased 1.5x in type 2 diabetes mellitus (DM) patients. Using artificial intelligence, clinical data can be integrated with supporting examinations such as ECG and chest X-ray. Artificial intelligence can also help diagnoses in the cardiovascular field without inter-observer variability, as well as increasing time and cost efficiency.
Objective: This study aims to compare the ability of conventional statistics with artificial intelligence in predicting clinical outcomes, namely length of stay, 30-day readmission, 180- day mortality, and composite outcome in acute decompensated heart failure (ADHF) patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
Methods: A retrospective cohort study was conducted on 292 ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM in the period January 2018 – March 2023. Data analysis was carried out using conventional statistics with bivariate and multivariate analysis, where the results were then compared with analysis using artificial intelligence algorithm, namely Balanced Random Forest.
Results: The percentages of outcomes observed for length of stay >5 days, 30 day readmission, 180 day mortality, and composite outcome were 39.7%, 14.0%, 10.6%, and 21.2% respectively. The discrimination ability of artificial intelligence was better than conventional statistics for all four outcomes, with the AUC of length of stay >5 days were 0.800 vs 0.775, readmission 0.790 vs 0.732, mortality 0.794 vs 0.785, and combined outcome 0.628 vs 0.596.
Conclusion: Artificial intelligence is better than conventional statistics in predicting clinical outcomes in the form of length of stay, 30-day readmission, 180-day mortality, and composite outcome in ADHF patients with reduced ejection fraction and type 2 DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library