Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ilman Hadi Santoso
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian tablet gliklazida pada dosis tunggal secara oral memiliki bioavailabilitas yang rendah karena sifatnya yang praktis tidak larut dalam air, sehingga menyebabkan laju disolusi yang rendah dan menurunkan daya absorbsi pada saluran gastrointestinal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan superdisintegran kalium polakrilin dan pembawa polivinilpirolidon (PVP) terhadap kelarutan gliklazida dan laju disolusi tablet gliklazida dalam sistem dispersi padat. Dispersi padat dibuat dengan metode pelarutan dengan jumlah perbandingan berat yaitu gliklazida : polivinilpirolidon : kalium polakrilin = 1 : 1 : 0,1. Kemudian dikarakterisasi menggunakan alat X-Ray Difractometer (XRD) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Uji disolusi dilakukan dalam medium larutan dapar posfat pH 7.4 menggunakan alat uji disolusi tipe 2 ( tipe dayung ). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kelarutan gliklazida pada dispersi padat gliklazida-polivinilpirolidonkalium polakrilin sebesar 1,23 kali dibandingkan dengan kelarutan gliklazida murni. Laju disolusi gliklazida pada tablet yang mengandung dispersi padat gliklazida-polivinilpirolidon meningkat 1,47 kali dibandingkan dengan laju disolusi gliklazida pada tablet yang mengandung campuran fisik gliklazidapolivinilpirolidon- kalium polakrilin.
ABSTRACT
Bioavailabilty of a gliclazide administered peroral shows a low value because that practically insoluble in water which leads to poor dissolution rate and subsequent decrease of its gastrointestinal absorbtion. The purpose of this research is to investigate the effect of adding superdisintegran polacrilin potassium and polyvinylpyrolidone (PVP) vehicle on the gliclazide solubility and dissolution rate of gliclazide tablet in solid dispersion system. Solid dispersion prepared by solvent method with a total weight ratio used is gliclazide : polyvinylpyrolidone : polacrilin potassium = 1 : 1 : 0,1. Then characterized using X-Ray Difractometer (XRD) and Differential Scanning Calorimetry (DSC). The dissolution test was carried out in the medium of pH 7.4 phosphate buffer solution using a type 2 dissolution tester (paddle type). The results showed an increase in the gliclazide solubility of solid dipersion gliclazidepolyvinylpyrolidone- polacrilin potassium of 1,23 times compared with pure gliclazide solubility. Gliclazide dissolution rate of tablets containing solid dispersion gliclazide-polyvinylpyrolidone increased 1,47 times compared with gliclazide dissolution rate of tablets containing physical mixture gliclazidepolyvinylpyrolidone- polacrilin potassium.
2010
S33149
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Srifiana
Abstrak :
Mikrokapsul merupakan partikel kecil mengandung zat aktif yang dikelilingi oleh suatu bahan penyalut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mikrokapsul yang mengandung ketoprofen dengan menggunakan dua metode yaitu koaservasi dan semprot kering kemudian mengkarakterisasi mikrokapsul tersebut. Pragelatinisasi pati singkong (PPS) digunakan sebagai bahan penyalut pada metode koaservasi dan pragelatinisasi pati singkong ftalat (PPSFt) digunakan sebagai bahan penyalut pada metode semprot kering. Mikrokapsul yang diperoleh dari kedua metode tersebut kemudian dikarakterisasi meliputi rendemen proses, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan, distribusi ukuran partikel, indeks mengembang, analisis gugus fungsi, dan profil pelepasan obat. PPSFt yang digunakan memiliki derajat subsitusi sebesar 0.0541 dan larut dalam medium basa. Mikrokapsul yang dibuat dengan metode koaservasi memiliki bentuk yang tidak sferis dan berongga dengan efisiensi penjerapannya sebesar 20.27% ± 1.82. Sementara itu, mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering memiliki bentuk yang hampir sferis dengan permukaan cekung dan memiliki efisiensi penjerapannya sebesar 80.22% ± 9.18. Hasil pelepasan obat menunjukkan bahwa selama 8 jam sebesar 8% ketoprofen dilepaskan dalam pH 1.2 dan sebesar 18% dilepaskan dalam pH 7.4 dari mikrokapsul yang dibuat dengan metode koaservasi. Sementara itu, ketoprofen dilepaskan selama 8 jam sebesar 5% dalam pH 1.2 dan 25% dilepaskan dalam pH 7.4 dari mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mikrokapsul yang dibuat dengan kedua metode tersebut dapat menahan pelepasan obat sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sediaan lepas lambat. ......Microcapsules are a small particles containing a core material surrounded by a coating or shell. The aim of this study was to prepare microcapsules containing ketoprofen by coacervation and spray drying methods, and then characterize them. Pregelatinized cassava starch (PCS) and pragelatinized cassava starch phthalate (PCSPh) were used as coating materials in coacervation and spray drying microencapsulation, respectively. The obtained microcapsules were then characterized, including its yield, shape and morphology, drug-loading efficiency, particle size distribution, swelling index, functional group analysis, and drug release profile. The used PCSPh had substitution degree of 0.0541 and dissolved in basic aqueous medium. Microcapsules prepared by coacervation method were a irreguler shaped and hollow surface and the entrapment efficiency was 20.27% ± 1.82. Otherwise, the spray dried microcapsules showed a nearly-spherical-shape with biconcave surface and the entrapment efficiency was 80.22% ± 9.18. The release study results showed that within 8 hours ketoprofen released from the coacervation microcapsules at pH 1.2 and pH 7.4 were 8% and 18%, respectively. Besides, ketoprofen released from spray-dried microcapsules within 8 hours at pH 1.2 and pH 7.4 were 5% and 25%, respectively. In conclusion, the microcapsules prepared by both methods could extent the drug released, thus it may be possible to be used for a sustained release device.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T32610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Putri Anggraweni
Abstrak :
Tablet cepat hancur merupakan suatu bentuk sediaan padat yang larut atau hancur dalam 1 menit dalam rongga mulut dengan adanya air liur tanpa minum atau dikunyah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi sediaan tablet cepat hancur ketoprofen menggunakan maltodekstrin suksinat sebagai eksipien. Maltodekstrin suksinat yang diperoleh dari suksinilasi maltodekstrin menggunakan anhidrida suksinat memiliki derajat substitusi 0,18 ± 0,01; pH (5% larutan dalam akuadest) 6,76 ± 0,03; kadar air 7,2275 ± 0,21%; ukuran partikel 355 – 710 μm; laju alir 4,51 ± 0,301 g/detik; indeks mengembang selama 4 menit 17,99%; viskositas (25%) 29,14 cps. Tablet cepat hancur yang menggunakan maltodekstrin suksinat 25% memberikan bobot 98,70 ± 3,91 mg; ketebalan 2,99 ± 0,04 mm; diameter 6,08 ± 0,02 mm; kekerasan 2,75 ± 0,54 Kp; keregasan 0,60 ± 0,12%; waktu hancur 15,67 ± 1,37 detik; kadar 104,53 ± 0,002%; pelepasan obat 83,57 ± 8,20% dalam 20 menit; fluks penetrasi rata-rata 0,5473 μg/cm2.menit, sesuai uji kesukaan 70% responden menyukai penampilan tablet; 6,67% responden menyukai rasa tablet serta waktu hancur rata-rata sebesar 225,47 ± 16,16 detik. Dapat disimpulkan bahwa eksipien maltodekstrin suksinat dapat digunakan sebagai eksipien utama tablet cepat hancur.
Fast disintegration tablet was the solid dosage form which dissolve or disintegrate in 1 minute with saliva without adding water or chewing. The purposes of this research were to prepare and characterize of ketoprofen fast disintegration tablet containing maltodextrin succinate as excipient. Maltodextrine succinate was obtained from succinylation of maltodextrine using succinate anhidride. The maltodextrine succinate had the parameters as follows: degree of substitution, 0.18 ± 0.01; pH (5% in aquadest), 6.76 ± 0.03; moisture content, 7.2275 ± 0.21%; particle size, 355-710 μm; flow rate, 4.51 ± 0.31 g/second; swelling index 17.99% and viscosity (25%) 29.14 cps. The fast disintegration tablet that contain maltodextrine succinate 25% had weight 98.70 ± 3.91 mg; thickness 2.99 ± 0.04 mm; diameter 6.08 ± 0.02 mm; hardness 2.75 ± 0.54 Kp; friability 0.60 ± 0.12%; disintegration time 15.67 ± 1.37 second; assay 104.53 ± 0.002%; in vitro drug release, 20 minutes, 83.57 ± 8.20%; penetration flux 0.5473 μg/cm2.minute. According to hedonic test, 70% like the tablet appearence, 6.67% like the flavour, and disintegration time were 225.47 ± 16.16%. The result of this study showed that maltodextrine succinate can be used as excipient for fast disintegration tablet.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T38953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maifitrianti
Abstrak :
Doksorubisin masih banyak digunakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Efek samping doksorubisin terhadap jantung yang dapat ditandai dengan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri perlu mendapatkan perhatian khusus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi doksorubisin di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan cross sectional. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Populasi adalah pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi doksorubisin periode Oktober 2011-Oktober 2013 di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 77 pasien. Faktor-faktor risiko yang dievaluasi adalah jenis kelamin, usia, kombinasi kemoterapi, hipertensi, diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung, radiasi pada dada kiri dan penggunaan obat kardiotoksik lain. Penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri setelah kemoterapi doksorubisin terjadi pada 84,5% pasien: penurunan fraksi ejeksi <10% pada 48,1% pasien dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% pada 36,4% pasien. Hipertensi berpengaruh terhadap penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% secara bermakna (p=0,032). Jenis kelamin laki-laki dan radiasi pada dada kiri menunjukkan adanya kecenderungan berhubungan dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% (p=0,095 dan p=0,051). Penderita hipertensi yang mendapatkan doksorubisin berpotensi mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Doxorubicin was still widely used in Dharmais Cancer Hospitals. The side effect of doxorubicin to the heart which can be characterized by a decline of left ventricular ejection fraction (LVEF) should received special attention. The aim of this study was to determine risk factors associated with the incidence of LVEF decline in cancer patients treated with doxorubicin at Dharmais Cancer Hospital. The study design was cross sectional. Data was collected from patient?s medical record. The populations were cancer patients who got doxorubicin on October 2011-October 2013 at Dharmais Cancer Hospital. The Samples which fulfilled the inclusion and exclusion criteria were 77 patients. Gender, age, chemotherapy combination, hypertension, diabetes mellitus, cardiac diseases history, left chest wall irradiation and the used of other drugs-induced cardiotoxicity were evaluated as risk factors. The amount of patient that declined their LVEF after doxorubicin chemotherapy was 84.5%, consist of 48.1% patients have ejection fraction fall <10%, and 36.4% patients have ejection fraction fall ≥10%. Hypertension significantly related with decline of LVEF ≥10% (p=0.032). Male sex and left chest wall irradiation showed a trend decline of LVEF ≥10% (p=0.095 and p=0.051). Patients with hypertension who got doxorubicin potentially had declined LVEF.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T38691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Akhatik
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
T39516
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Idah Rosidah
Abstrak :
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah salah satu tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai anti kanker dengan komponen bioaktif utama andrografolid. Andrografolid merupakan seyawa diterpen lakton yang sukar larut dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk membuat fraksi aktif dari ekstrak etanol herba sambiloto yang menunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach dan kultur sel kanker payudara, serta pembuatan mikrosfer fraksi aktif herba sambiloto dengan metode semprot kering. Fraksi aktif herba sambiloto diperoleh dengan cara fraksinasi ekstrak etanol herba sambiloto menggunakan etanol, n-heksan, etil asetat, dan air secara berturut-turut. Ekstrak dan fraksi herba sambiloto dievaluasi aktivitas antikanker terhadap A.salina dan dua kultur sel kanker payudara (MCF7 dan T47D). Pemilihan fraksi aktif berdasarkan uji aktivitas pendahuluan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji sitotoksik menggunakan metode MTT (3-(4,5-dimetiltiazolil-2)-2,5-difenil-tetrazolium bromida) assay, kemudian fraksi aktif yang diperoleh dilakukan evaluasi dan karakterisasi. Mikroenkapsulasi fraksi aktif herba sambiloto dibuat dengan metode semprot kering menggunakan polimer PVP K30 dan HPMC sebagai bahan penyalut. Mikrosfer yang mengandung fraksi aktif herba sambiloto dievaluasi dan dikarakterisasi meliputi uji perolehan kembali, distribusi ukuran partikel, morfologi, kadar air, efisiensi penjerapan, uji kelarutan, dan uji disolusi secara in vitro dalam medium aquadest, fosfat pH 6,8 dan klorida pH 1,2. Hasil uji BSLT terhadap ekstrak dan fraksi herba sambiloto menujukkan bahwa fraksi etil asetat memberikan nilai aktifitas tertinggi dengan nilai LC50 sebesar 30,13 ppm. Hasil uji sitotoksik terhadap dua jenis sel kanker payudara galur MCF7 dan T47D menunjukkan bahwa fraksi etil asetat termasuk kategori fraksi yang paling aktif dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 82,82 dan 45,27 ppm. Fraksi etil asetat herba sambiloto mengandung kadar andrografolid tertinggi yakni sebesar 32,12%b/b. Mikroenkapsulasi fraksi etil asetat herba sambiloto yang menggunakan PVP K30 dan HPMC dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi andrografolid dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan andrografolid standar. ......Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) is one of a medicinal plants containing andrographolid as its primary bioactive component, which indicate anticancer activity. Andrographolid is a diterpene lacton and sparingly soluble in water. The aims of this study were to investigate the active fraction of the ethanol extract of A. paniculata herbs that show cytotoxic activity against Artemia salina Leach and breast cancer cell lines, followed by preparation of the active fraction microspheres using spray-drying method. The active fraction of A. paniculata herbs was prepared by fractionation the ethanol extract with ethanol, n-hexane, ethyl acetate, and water consecutively. The extract and fractions were evaluated for anticancer activity against A. salina and two human breast cancer cell lines (MCF7 and T47D). Selection of the active fraction based on the pre-activity assay was conducted using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) and the cytotoxic assay was performed using MTT [(3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide] assay, and then the obtained active fraction that was evaluated and characterized. The active fraction of A. paniculata herbs was microencapsulated using PVP K30 and HPMC as the coating polymer by spray-dryed method. Microspheres containing the active fraction of A. paniculata herbs were evaluated and characterized in term of recovery factor, morphology, particle size distribution, water content, entrapment efficiency, saturation solubility, and in vitro dissolution test in medium of aquadest, phosphate pH 6.8 and chloride pH 1.2. The BSLT of extract and fractions of A. paniculata herbs showed that ethyl acetate fraction had the highest activity with 30.13 ppm of the LC50 value. The result for cytotoxicity assay of the ethyl acetate fraction on two kind breast cancer cell lines, MCF7 and T47D, was considered as the most active fraction with the IC50 values of 82.82 and 45.27 ppm respectively. The ethyl acetate fraction of A. paniculata herbs have contained the highest amount of andrographolide (32.12%w/w). Microencapsulation of the ethyl acetate fraction A. paniculata herbs using PVP K30 and HPMC could increase the saturation solubility and dissolution rate of andrographolide as compared to the ethyl acetate fraction and andrographolide standard.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29834
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Engkom Komariah
Abstrak :
Sediaan tertahan di lambung (gastroretentive) merupakan sediaan yang didesain untuk dapat memperpanjang waktu tinggal sediaan di lambung yang merupakan salah satu tempat terjadinya absorbsi obat di dalam tubuh. Sistem penghantaran mukoadhesif merupakan salah satu bentuk sediaan tersebut dengan mekanisme penempelan pada mukosa lambung. Oleh karena itu pengembangkan eksipien baru untuk bentuk sediaan tersebut perlu untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan eksipien koproses pragelatinasi pati singkong propionat (PPSP) dan karagenan sebagai matriks sediaan mukoadhesif tertahan di lambung. Pembuatan eksipien koproses ini didahului dengan pembuatan PPSP menggunakan anhidrida asam propionat sebagai agen pensubtitusi gugus alkilnya. Kemudian di koproses dengan campuran kappa-iota karagenan (1:1) dengan perbandingan campuran kappa-iota karagenan (1:1) : PPSP 1:1, 1:2 dan 1:3. Hasil karakterisasi eksipien koproses menunjukan peningkatan viskositas dan kemampuan bioadhesif dibandingkan dengan eksipien penyusunnya. Eksipien koproses yang dihasilkan tersebut kemudian dibuat sediaan granul mukoadhesif. Granul mukoadhesif berbahan dasar eksipien koproses (F1, F2 dan F3) dan berbahan dasar PPSP (F4) serta karagenan (F5) dapat menempel pada mukosa lambung dan mengatur pelepasan obat hingga 32 jam untuk F1, F2, F3 dan F5, sedangkan 16 jam untuk F4. Granul F3 yang berbahan dasar eksipien koproses C memiliki kekuatan mukoadhesif pada mukosa lambung paling besar yaitu 5,2 gF dan dapat bertahan selama 10 jam pada uji bioadhesif in vitro dan 3 jam pada uji wash off, serta memiliki kadar obat dalam lambung tertinggi pada jam ke-1, 2 dan 4 yaitu berturut-turut 92,19%; 76,84%; 47,33% pada uji bioadhesif in vivo. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan gambaran bahwa eksipien koproses C yang merupakan campuran PPSP dengan karaginan kappa-iota (1:1) dengan ratio 3:1 berpotensi untuk digunakan sebagai polimer bioadhesif.
Gastroretentive dosage form has been designed to prolong gastric residence time of drug delivery system, mucoadhesive is one of of kind of them which is retained dosage form on the stomach with adhesiveness, so development in excipient for gastroretentive dosage form is needed. The purpose of the present study was to develop and characterize coprocessed excipient pregelatinized cassava starch propionate (PCSP) and carrageenan. Coprocessed excipient product consists of carrageenan (kappa-iota = 1:1) and PCSP in ratio 1:1, 1:2 and 1:3. PCSP was prepared with propionic anhydride in aqueous medium. The product was mixed with carragenan (kappa-iota = 1:1), and characterized physicochemical and functional properties. After that, the coprocessed excipient was used as mucoadhesive granules. Granules F1, F2 and F3 were made from coprocessed excipient while granules F4 and F5 were made from PCSP and carrageenan respectively. The result of these studies indicated that coprocessed excipient carrageenan-PCSP is suitable material for gastroretentive dosage form and drug controlled release. All formula of granules can adhere to gastric mucus and can controlled drug release for 32 hours for F!, F2, F3 and F3, while 16 hours for F4. The F3 granules were made from excipient coprocessed C have highest mukoadhesive properties on stomach, still remain for 10 hours in bioadhesive in vitro test and 3 hours in wash off test and also have highest percentage drug on the stomach at 1st, 2nd and 4th hours with values 92,19%; 76,84%; 47,33% respectively.pada uji bioadhesif in vivo. These results suggested that excipient coprocessed C were a promising polimer for gastroretentive dosage form.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31302
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Junaedi
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk membuat eksipien ko-proses dari campuran kappa dan iota karagenan pada perbandingan tertentu yang dikombinasi dengan pragelatinisasi pati singkong propionat (PPSP), selanjutnya mengkarakterisasi eksipien ko-proses dan menggunakannya dalam formulasi sediaan gastroretentif tablet mengapung. Pada penelitian ini, tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan famotidin sebagai model obat. Formulasi tablet mengapung dibuat dengan eksipien koproses karagenan dan PPSP dengan perbandingan tertentu. Daya mengembang dan keterapungan tablet mengapung dievaluasi. Pelepasan obat dari tablet mengapung diteliti dan dianalisa dengan menggunakan beberapa model persamaan kinetika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula A dengan eksipien koproses karagenan : PPSP (1:1) sebanyak 60 % dengan HPMC 10% menghasilkan formula yang terbaik dengan waktu mengapung 11,42 ± 1,53 menit dengan lamanya keterapungan selama 20 jam. Formula tersebut juga menunjukkan profil pelepasan yang terkendali dengan model kinetika Higuchi serta mekanisme difusi non Fickian.
The aim of this study was to make a coprocess excipients from the mixture of kappa and iota carrageenan on specific comparisons, combined with the pregelatinized cassava starch propionate (PPSP) , further characterized the coprocess excipients and used the formulation in processed gastroretentif preparation of floating tablet. In this study, tablets were made by wet granulation method and using famotidine as a model drug. Some formulations of floating tablets were prepared by varying the composition of the excipients coprossed carragenan with a certain ratio. The swelling and buoyancy of the floating tablets were evaluated. Furthermore, the drug release from the floating tablets were studied and analyzed using several models of kinetic equations. The results showed that formula A with excipients coprocessed carragenan (1:1) as much as 60% with 10% HPMC produce the best formula and floating lag time 11.42 ± 1.53 minutes and total floating time for 22 hours. The formula also revealed a profile of controlled drug release and approached to Higuchi kinetics model and the non Fickian diffusion mechanism.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Kamala
Abstrak :
Defisiensi zat gizi mikro terutama vitamin A, zat besi dan yodium, masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di antara berbagai intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan status gizi mikro penduduk adalah dengan pelaksanaan fortifikasi pangan. Tujuan dari mikroenkapsulasi vitamin A palmitat dengan menggunakan gelatin-akasia secara koaservasi kompleks adalah untuk mengubah bentuk vitamin A menjadi serbuk yang dapat melindungi inti dari pengaruh luar sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku fortifikasi pangan. Mikrokapsul vitamin A dibuat dengan perbedaan konsentrasi inti dan penyalut 1:1, 1:2, dan 1:3. Mikrokapsul lalu diuji meliputi ukuran partikel, bentuk dan morfologi, kadar air dan stabilitas mikrokapsul. Hasil uji stabilitas mikrokapsul vitamin A palmitat setelah penyimpanan selama 4 minggu baik pada suhu ruang maupun oven 40 °C menunjukkan bahwa mikrokapsul dengan perbandingan inti-penyalut 1:3 lebih stabil dibandingkan 1:1 dan 1:2. Penurunan kadar vitamin A dalam mikrokapsul yang disimpan dalam oven suhu 40 °C lebih besar dibandingkan suhu ruang.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33139
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>