Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mufida Putri
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan KUHAP adalah untuk memberikan kepastian hukum sehingga terdapat perlindungan dari tindakan sewenang-wenang penegak hukum, demi tercapainya keadilan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut sering terjadi pertarungan antara keadilan prosedural dan keadilan substantif terutama dalam putusan majelis hakim. Ganti kerugian adalah perlindungan hak serta konsekuensi adanya pelanggaran hak asasi tersangka, terdakwa atau terpidana. Namun pengaturan mengenai ganti kerugian pasca putusan bebas masih mengandung banyak perdebatan. Salah satu contohnya adalah mengenai perbedaan penafsiran jangka waktu pengajuan ganti kerugian. Keadilan substantif dengan keadilan prosedural bertarung mengakibatkan pengajuan ganti kerugian tersebut ditolak karena dianggap telah kadaluarsa. Padahal ganti kerugian itu sendiri telah menjadi hak asasi yang diatur dalam konvensi internasional apabila terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Dengan ditolaknya pengajuan tuntutan ganti kerugian maka diperlukan upaya hukum lanjutan atas hal tersebut. Oleh karena itu, dalam Skripsi ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengaturan tuntutan ganti kerugian pasca putusan bebas serta pertentangan antara keadilan prosedural dengan Keadilan Substansial dalam tuntutan ganti kerugian pasca putusan bebas. Skripsi ini menggunakan Bentuk penelitian yuridis normatif, sehingga metode yang digunakan adalah studi kepustakaan
ABSTRACT The purpose of the Criminal Procedure law is to provide legal certainty so that there is a protection from arbitrary acts of law enforcement. In order to achieve this goal, it is often that struggle occurred between procedural justice and substantive justice, especially in the decisions of the judges. Compensation is the protection of rights and the consequences of violations of the rights of suspects, defendants or convicted persons. However, the regulation regarding compensation after the verdict, still contains much debate. One example is the difference in interpretation of the period for submitting compensation. Substantive justice fights with procedural justice resulted in the submission of compensation being rejected because it is considered to be expired. Even though compensation itself has become a human right which is regulated in international conventions in the event of human rights violations. With the rejection of the claim for compensation, further legal remedies are needed for this matter. Therefore, in this paper will be discussed further about the regulation of compensation claims after the verdict and the conflict between procedural justice and Substantial Justice in the claims for compensation after the verdict. This article will also deeply discuss a comparative analysis with Australia and Singapore by revisited the similar judicial decisions on the issue of compensation after acquittal verdicts.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Zikry
Abstrak :
Penelitian ini dibuat untuk mengkaji kedudukan pelaku tindak pidana yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam rangka mempermudah terbongkarnya suatu tindak pidana baik dalam bentuk mengakui kesalahan perbuatannya, memberikan bukti-bukti atau keterangan mengenai keterlibatan orang lain dalam tindak pidana (dikenal sebagai Saksi Mahkota, Justice Collaborator dan Whistleblower) dikaitkan dengan insentif yang diberikan dan sepatutnya diberikan oleh aparat penegak hukum, serta proses pemberian insentif tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaku yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum pada dasarnya belum sepenuhnya dilindungi dikarenakan regulasi yang belum memadai dan masih terdapat kelemahan secara kelembagaan dalam memberikan insentif bagi pelaku yang bekerjasama. ...... This research made to discussed about position of criminal subject who cooperate with law enforcement agency in order to help breaking a case with giving a plead guilty of his act or direction about evidences or information of others involevement (known as Crown Witness, Justice Collaborator and Whistleblower) and relevancy with an incentives they got and properly deserved provided by law enforcement agency as a retain of their cooperation and the process of incentives implementation. This research concluded that the regulation not utterly protect cooperative criminal subject and institutionally there is any weaknesses on giving protection for cooperative criminal subject.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gardanusa SE
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang lembaga peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa yang dimintakan atas putusan peninjauan kembali yang juga merupakan hasil dari upaya hokum luar biasa juga. Lembaga Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Didalam Perkara Pidana Studi Kasus Djoko Soegiarto Tjandra, dalam perkara pidana ini, terpidana Djoko Soegiarto Tjandra menempuh upaya hukum luar biasa Peninjauan kembaliatas putusan peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung terhadap putusan kasasi yang putusannya lepas dari segala tuntutan hokum bagi terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Peninjauan kembali hanya boleh dilakukan satu kali saja, sementara itu Jaksa Penuntut Umum telah melakukan Peninjauan Kembali, bagaimana pada kondisi tersebut, terpidana mengajukan upaya hokum luar biasa tersebut untuk yang kedua kali. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana data yang digunakan merupakan data sekunder dari beberapa literature dan data primer dari hasil wawancara, yang kemudian diolah dengan metoda analisis data yang dilakukan secara kualitatif.
This study explains about judicial review as an extra ordinary remedy request on a decision of judicial review as the result of an extra ordinary remedy as well. Judicial review of a judicial review decision in the law of criminal case, case study Djoko Soegiarto Tjandra, in this case, convicted Djoko Soegiarto Tjandra submit apetitionforJudicial review as an extra ordinary remedy of a judicial reviewdecisionsubmited by Public Prosecutor to Supreme Court toward a dismissing all charges judgment in cassation phase. A petition for a judicial review may only be made once, in the mean time if a Public Prosecutor have already requested one, in that condition, convicted request for a judicial review for a second time. This research is a normative law research where the data use in this research is secondary data from some literatures and the primary data is from interview that analysed by qualitative data method analyses.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Santoso
Abstrak :

Prosedur penyitaan menjadi gagasan baru yang dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam upaya mengembalikan kerugian korban, khususnya dalam kasus money laundering. Umumnya, penyitaan dilakukan oleh POLRI pada tahap penyidikan. Namun, karena adanya batas waktu dalam penyidikan, maka pada prakteknya seringkali tidak efektif dalam melakukan penyitaan aset. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum dapat membantu penyitaan tersebut apabila terdapat aset yang ditemukan dan belum disita. Selain itu, penyitaan juga menjadi salah satu faktor dalam pemulihan aset. Diharapkan pemulihan aset tersebut dapat dikembalikan kepada korban. Salah satu kasus yang melakukan penyitaan pada tahap proses persidangan adalah kasus perkara Indosurya atas putusan nomor 2113K/Pid.Sus/2023. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian normatif-yuridis. Lalu, penelitian ini bersifat deskriptif dengan didukung data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan analisis penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, penyitaan terhadap aset hasil Money Laundering tidak hanya dilakukan oleh Penyidik POLRI, namun juga dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada saat proses persidangan. Pasal 81 UUU TPPU memberikan kewenangan aktif kepada hakim untuk memerintahkan jaksa melakukan penyitaan, tetapi pada praktiknya seringkali kurang dimanfaatkan. Kedua, putusan nomor 2113K/Pid.Sus/2023 menunjukkan isu keabsahan penyitaan oleh Jaksa Penuntut Umum, terutama ketidakmampuan POLRI dalam menyita aset. Meskipun hakim tidak menggunakan Pasal 81 UU TPPU, Jaksa tetap mengajukan penyitaan pada tahap kasasi untuk mencapai keadilan hukum. Selanjutnya, prosedur penyitaan aset selama persidangan menunjukkan pengakuan hakim terhadap langkah Jaksa Penuntut Umum yang memperjuangkan dan memberikan dasar untuk pemulihan aset korban. ......The confiscation procedure is a new idea that can be carried out by the Public Prosecutor in an effort to recover victims’ losses, especially in money laundering cases. Generally, confiscation is carried out by the Indonesian National Police at the Investigation stage. However, due to time limits in investigations, in practice it is often not effective in confiscating assets. Therefore, the Prosecutor can assist with the confiscation if there are assets found that have not been confiscated. Apart from that, confiscation is also a factor in asset recovery. It is hoped that the recovery of these assets can be returned to the victims. One of the cases involving confiscation at the trial stage was the Indosurya case regarding decision number 2113K/Pid.Sus/2023. This research was studied using normative-juridical research methods. Then, this research is descriptive in nature, supported by secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials which are analyzed qualitatively. Based on the analysis of this research, several conclusions can be drawn. First, confiscation of assets resulting from money laundering is not only carried out by POLRI investigators, but can also be carried out by the Prosecutor during the trial process. Article 81 of UU TPPU gives active authority to judges to order prosecutors to carry out confiscations, but in practice it is often underutilized. Second, decision number 2113/K/Pid.Sus/2023 shows the issue of the legality of confiscation by the Prosecutor, especially the inability of the POLRI to confiscate assets. Even though the judge did not use Article 81 of the UU TPPU, the prosecutor still proposed confiscation at the cassation stage to achieve legal justice. Furthermore, the asset confiscation procedure during the trial shows the judge’s recognition of the Public Prosecutor’s steps in fighting for and providing a basis for the recovery of the victim’s assets.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Alexander Maruli Tua
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas kecelakaan lalulintas maut Xenia di Tugu Tani, Jakarta.Pada saat itu kendaraan yang dikemudikan oleh Afriyani Susanti yang dalam keadaan mabuk miras dan narkoba telah menabrak pejalan kaki yang sedang berjalan di trotoar dan mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia serta tiga orang mengalami luka-luka. Atas kecelakaan tersebut, Afriyani Susanti dan ketiga orang temannya langsung dibawa oleh petugas untuk dilakukan pemeriksaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sehubungan dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Afriyani Susanti yaitu dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan dan melakukan penggabungan perkara penanganan kasus tragedi maut Tugu Tani kedalam salah satu bentuk gabungan tindak pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridisnormatif dengan berusaha meneliti ketentuan dan data yang terkait dengan permasalahan hukum. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Jaksa Penuntut Umum telah menyusun sebuah surat dakwaan yang jelas, cermat, lengkap dan penerapan Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (gabungan tindak pidana) sudah sesuai dengan teori hukum pidana.
ABSTRACT
Skripsi ini membahas kecelakaan lalulintas maut Xenia di Tugu Tani, Jakarta.Pada saat itu kendaraan yang dikemudikan oleh Afriyani Susanti yang dalam keadaan mabuk miras dan narkoba telah menabrak pejalan kaki yang sedang berjalan di trotoar dan mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia serta tiga orang mengalami luka-luka. Atas kecelakaan tersebut, Afriyani Susanti dan ketiga orang temannya langsung dibawa oleh petugas untuk dilakukan pemeriksaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum sehubungan dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Afriyani Susanti yaitu dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan dan melakukan penggabungan perkara penanganan kasus tragedi maut Tugu Tani kedalam salah satu bentuk gabungan tindak pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridisnormatif dengan berusaha meneliti ketentuan dan data yang terkait dengan permasalahan hukum. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Jaksa Penuntut Umum telah menyusun sebuah surat dakwaan yang jelas, cermat, lengkap dan penerapan Pasal 65 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (gabungan tindak pidana) sudah sesuai dengan teori hukum pidana.
2015
S59751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ahsanal Zamakhsyari
Abstrak :
Skripsi ini membahas 3 (tiga) permasalahan. Pertama, mengenai karakter militeristik dalam institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempengaruhi dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan dalam sistem peradilan pidana. Kedua, prosedur atau mekanisme penjatuhan hukuman disiplin terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin dalam tindakan penyidikan. Ketiga, sifat pidana yang terdapat dalam pelanggaran disiplin yang dimana pelanggaran disiplin tersebut telah mendapatkan hukuman disiplin. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber, penulisan skripsi ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui prosedur/mekanisme penjatuhan hukuman terhadap anggota kepolisian yang melakukan kesalahan dalam tindakan penyidikan, kedua, untuk mengetahui keberadaan pengaruh karakter militeristik dalam lembaga POLRI setelah terpisah dengan TNI dalam melaksanakan tugas dan wewenang secara kelembagaan dalam sistem peradilan pidana, dan ketiga, untuk mengetahui kedudukan hukuman disiplin dan hukuman pidana bagi anggota kepolisan dalam terjadinya pelanggaran yang dapat dijatuhkan kedua jenis hukuman tersebut. Melihat dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini ingin menekankan bahwa polisibukan lagi merupakan bagian dari militer namun polisi merupakan bagian dari masyarakat sipil.
This thesis discusses three (3) issues. First, the militaristic character of the Indonesian National Police institution that affects the performance of duties and authority in the criminal justice system. Secondly, procedures or mechanisms for imposing disciplinary sanctions against members of the police who commit disciplinary offenses in the act of investigation. Third, the criminal nature of the offense contained in the discipline in which the disciplinary offense has been getting disciplined. By using the method of literature research combined with interviews speaker, writing this essay aims, firstly, to know the procedure / mechanism sentencing of members of the police who made a mistake in the act of investigation, secondly, to determine the existence of the influence of the character of the militaristic in agency Polri after separately with TNI in carrying out the duties and authority as an institution within the criminal justice system, and third, to determine the position of disciplinary and criminal penalties for violations of the police members that can be imposed both types of the sentence. See from the above purposes, this thesis wants to emphasize that the police are no longer a part of the military but the police are part of civil society.
2015
S62124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nusrofan Adi Prasetyo
Abstrak :
ABSTRAK
Minimnya penerapan konsep fair trial menyebabkan rasa keadilan dan kepastian hukum menjadi berkurang selama proses pra-ajudikasi hingga ajudikasi, terbukti melalui Putusan No. 08/Pid.B/2013/PN-GST dengan memvonis anak dengan hukuman mati. Minimnya penerapan asas fair trial menyebabkan pembuktian usia Terdakwa menjadi tidak diperhatikan sehingga asas admisibilitas dan asas hukum acara lainnya dihilangkan, termasuk asas in dubio pro reo. Hakim menjadi kunci dalam vonis mati terdakwa karena integrasi penyidikan hingga pembuktian yang menjadi akar putusan Majelis Hakim. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Berkenaan dengan permasalahan putusan ini, ditemukan suatu proses atas penyidikan dan penuntutan terkait usia terdakwa tanpa identitas resmi.
ABSTRACT
The lack of implementation of the concept of fair trial led to a sense of justice and legal certainty to be reduced during the pre-adjudication until the ajudication, as evidenced by Decision No. 08 / Pid.B / 2013 / PN-GST with children sentenced to the death penalty. The lack of a fair trial application of the principle causes of proof of age defendant be noted that the principle of admissibility and legal principles other events omitted, including in dubio pro reo principle. Judges became a key defendant in a death sentence for the integration of the investigation until evidence at the root of the decision of the judges. This research was conducted by the method of juridical normative. With regard to the issue of this decision, discovered a process on the investigation and prosecution of age-related defendants without official identity.;
2016
S64856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Angel Alexandra Wantah
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidikan di persidangan dan kedudukan saksi verbalisan sebagai pengganti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik yang dicabut dalam persidangan. Sistem Peradilan Pidana Indonesia menganut asas inkuisitorial modern yang memfokuskan pemeriksaan pada tahap penyidikan, namun tetap harus mengingat prinsip nonself incrimination dan hak-hak Terdakwa. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah, jika dilakukan secara sah, namun pembuktian sah belum diatur secara rinci oleh KUHAP. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penyidik di Belanda disamakan dengan Alat Bukti karena adanya Examinateur Magistrate atau Rechter Commisariss yang bersifat objektif atau netral dan adanya bukti rekaman yang menyatakan proses pemeriksaan dilakukan secara sah.
ABSTRACT
Minutes of Investigation in the trial and position of investigator?s testimony as a substitute when investigator?s dossier is revoked in the trial. The Criminal Justice System in Indonesia adheres to the principle of the modern inquisitor that not only focuses at the investigation phase, but also focuses at principles of nonself incrimination and the rights of the accused or defendand. Dossier can be considered as valid evidence if it is done due of process. But the procedure has not set in detail by the Code of Criminal Procedure in Indonesia. Dossier in Netherlands equal with evidence for their Rechter Commissaris whose objective and neutral, besides that there are record evidence as a prove to due of process.
2016
S64844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galatia Manahan
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai upaya hukum pihak ketiga yang tidak diperkarakan terhadap Putusan Pidana Tambahan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Hal ini dikarenakan adanya kekosongan hukum yang mengatur mengenai Pihak Ketiga Yang tidak diperkarakan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi. Skripsi ini membahas mengenai Pihak Ketiga Yang Tidak Diperkarakan tersebut seharusnya tidak dapat dijatuhi Pidana Tambahan Uang Pengganti.
ABSTRACT
This thesis discusses about the judicial remedy for verdict of additional punishment which can be submitted by third party who are not prosecuted in corruption cases. This is because of the legal vacuum regarding the third party who are not prosecuted in corruption cases. This thesis discusses about the third party who are not prosecuted should not be punished with additional punishment in a form of money substitute.
2016
S63956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Brahma Esmondo
Abstrak :
ABSTRAK
Tindak Pidana penipuan tidak lepas dari hubungan kontraktual diantara para pihaknya. Hal in imenjadi penting untuk dibahas ketikan perbuatan yang semula hubungan kontraktual diajukan kedalam perkara tindak pidana penipuan. Fenomena tersebut menimbulkan akibat hukum yang berbeda bagi para pihak. Terutama dalam pemenuhan prestasi dalam hubungan kontraktual. Akan tetapi tidak sedikit juga orang yang membuat perikatan dengan tujuan melakukan penipuan. Sehingga perlulah ditinjau mengenai unsur-unsur apa yang merupakan penipuan ataukah perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan perikatan. Semakin menarik ketika akan membahas ganti kerugian, baik wanprestasi atau tindak pidana penipuan menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya, apakah gugatan ganti kerugian lebih baik digabungkan ke tuntutan perkara pidana ataukah pada gugatan tersendiri pada hukum perdata. Penulis berpendapat bahwa penyelesaian yang terbaik akan perkara ini selama tidak dilakukan persidangan adalah dengan melakukan perdamaian walaupun dalam KUHAP tidak dikenal istilah perdamaian antar pihak namun berdasarkan Peraturan Kepolisian dimungkinkan hal ini berdasarkan diskresi dari penyidik. Apabila memang harus menempuh persidangan adalah jika perbuatan tersebut terbukti tindak pidana penipuan maka dalam menuntut ganti kerugian dilakukan pembatalan perjanjian barulah diajukan gugatan secara Perbuatan Melawan Hukum. Apabila perbuatan tersebut tidak terbukti pemidanaan akan tetapi dalam ranah perdata atau putusan lepas maka dapat dilakukan gugatan berdasarkan wanprestasi untuk pemenuhan prestasi atau ganti kerugian berserta bunga yang ditimbulkan akibat perbuatan tersebut.
ABSTRACT
If we discussed about crime of fraud can?t be separated about contractual relationship between parties this become interesting to be discussed because many contractual relationship that prosecuted with fraud. That causes different effect to the parties, especially in fulfilling contractual agreement. Therefore many people make a contract to deceive the other parties. In the order of that case we have to know the differences between fraud an misconduct. So it?s necessary to review and hold the elements of what constitutes fraud or whether the act was an act against agreement. It?s more interesting when we talked about compensation to the party that damaged, either in fraud or the act against agreement. If the parties demand the compensation it?s better to be compiled in crime of fraud lawsuit or make another lawsuit in private trial. I suggest that the best resolution for this case is to create mutual agreement between parties. Although in KUHAP didn?t regulates the mutual agreement but can possibly made by discretion of the investigator. If the parties can?t make mutual agreement then the case continues to the court. Sometimes in the crime of fraud judge decided the case is not proved was a fraud but a case that have to be done by private trial. In that case, the parties can?t get the compensation by the suit act against agreement in private trial.
2017
S65829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>