Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syamsurizal
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Indonesia sebagai negara kepulauan di daerah tropis kaya dengan berbagai spesies flora. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan yang relatif sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan modern, termasuk pelayanan keluarga berencana. Menyadari keadaan ini, pemerintah melalui GBHN 1993 mencantumkan pengembangan obat tradisional. Penggunaan obat tradisional umumnya secara empiris. Termasuk penggunaan Kayu Kasai (Tristania Sumatrana Hiq.) untuk obat kontrasepsi. Untuk itu diperlukan pendekatan ilmiah guna membawa obat tradisional ke dalam pelayanan kesehatan formal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan Kayu Kasai terhadap fertilitas mencit betina. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial. Faktor pertama yaitu dosis: 600, 900, dan 1200 mg/kg bb. Faktor kedua adalah lama pencekokan 10 hari dan 20 hari.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan : Ekstrak Tristania sumatrana Hiq. (Kayu Kasai) menyebabkan penurunan yang sangat bermakna terhadap berat ovarium, jumlah folikel primer, sekunder, tersier, Graaf, korpus luteum, dan fetus hidup. Peningkatan yang sangat bermakna terhadap jumlah folikel atresia. Tidak berpengaruh terhadap jumlah resorbsi. Antara pencekokan dengan rentangan dosis 600, 900, dan 1200 mg/kg bb tidak menyebabkan perbedaan penurunan yang bermakna terhadap: berat ovarium, jumlah folikel tersier, Graaf, korpus luteum, fetus hidup. Tidak terjadi perbedaan peningkatan yang bermakna terhadap folikel atresia, kecuali pada dosis 600, 1200 mg/kg bb terjadi perbedaan penurunan yang bermakna terhadap: jumlah folikel primer dan sekunder. Pencekokan selama 10 hari dibandingkan dengan 20 hari menunjukkan pengaruh: penurunan yang sangat. bermakna terhadap jumlah folikel tersier. Peningkatan yang sangat bermakna terhadap: jumlah folikel atresia. Tidak berpengaruh terhadap: berat ovarium, jumlah folikel primer, sekunder, Graaf, korpus luteum, fetus hidup, dan resorbsi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcia Dewi Hartanto
"Pada wanita pascamenopause sering ditemukan penyakit jantung koroner. Meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner erat kaitannya dengan menurunnya kadar estrogen di dalam darah wanita menopause. Penggunaan aspirin pada wanita pascamenopause dengan risiko rendah masih merupakan suatu kontroversi. Untuk membantu rasionalisasi penggunaan aspirin sebagai pencegahan primer kejadian kardiovaskular pada wanita pascamenopause, dilakukan pengukuran efek antitrombotik aspirin pada fungsi platelet pada wanita pascamenopause dibandingkan pramenopause. Efek antitrombotik aspirin dinilai melalui penurunan kadar metabolit Tromboksan B: yaitu kadar 11~dehidro Tromboksan B2 (11-dTxBz} dalam urin wanita pascamenopause dibandingkan dengan wanita pramenopause yang meminum aspirin iOO mg selama 7 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian aspirin pada 15 wanita pascamenopause dan 15 wanita pramenopause, menghambat secara bermakna produksi ll-dTxB2 pada wanita pascamenopause dan juga pada wanita pramenopause. Persentase penurunan 11-dTxBz pada wanita pascamenopause lebih tinggi secara bermakna dibandingkan penurunan ll-dTx- pada wanita pramenopause. Dengan demikian pada wanita pascamenopause dengan risiko rendah dapat dipertimbangkan pemberian aspirin 1 00 mg sebagai pencegahan primer penyakit kardiovaskular.

The frequency of coronary heart disease is more prevalence in postmenopausal women than in premenopausal women. Estrogen may have cardioprotective effects in premenopausal women, but may diminish in postmenopausal women. The usefulness of aspirin to prevent cardiovascular events in postmenopausal women without a history of cardiovascular disease is still a controversy. This study was conducted to search more evidences of the role of aspirin in primary prevention in healthy postmenopausal women through the antithrombotic measurement. Aspirin 100 mg was given each day to 15 healthy postmenopausal women and premenopausal women for 7 consecutive days.
The result of this study was that the ingestion of aspirin 100 mg for 7 consecutive days reduced urinary 11-dehydro-thromboxane B2 significantly different in both postmenopausal and premenopausal women. The percentage of the decrease was significantly higher in postmenopausal than in premenopausaL The result of this study supports the usefulness of aspirin 100 mg in a healthy postmenopausal women with low risk as a primary prevention of a cardiovascular diseases."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32805
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Fahruroji
"Latar belakang: Salah satu mekanisme nyeri inilamasi adalah sensitisasi perifer yang dimediasi oleh prostaglandin E2 (PGE2) di terminal nosiseptor perifer. Konsekuensi sensitisasi adalah hiperalgesia yang menandai penurunan ambang nosiseptor atau modulasi aneka reseptor dan kanal ion nyeri. Hiperalgesia dapat diatasi oleh agen antinosiseptif inhibitor siklooksigenase~2 (COX-2) selektif, namun pada praktiknya analgesik tersebut dilaporkan masih memiliki kelemahan. Dalam hal ini, Morinda citrifolia L. dikategorikan etnomedika tropis yang diyakini memiliki efek antinosiseptif dalarn berbagai kasus nyeri kronis. Secara in virro jus Morinda citrofolia L. dilaporkan mampu menginhibisi aktivitas enzimatik COX-2 secara selektif, sehingga sangat potensial untuk mengatasi hiperalgesia.
Tujuan: Membuktikan efek antinosiseptif Morinda cirrifolia L. dapat menurunkan beda laten hiperalgesia tennal, dan pola beda latennya dibandingkan cele-coxib, Serta pengaruh diet teratur Morfnda citryblfa L. terhadap hewan coba yang diinduksi carrageenan sesuai metode modyied ho! plaie (MHP).
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada tikus Sprague- Dawley (SD) dengan model nyeri inflamasi menggunakan algogenik cm-rageenan. Parameter yang diteliti adalah beda laten reaksi menghindar antara telapak tungkai yang diinjeksi carrageenan secara intraplantar dengan telapak tungkai kontralateral melalui uji nyeri hot plate tesf. Nilaj beda laten ditentukan pada tahapan respon hiperalgesia menit ke-15, ke-60, ke-180, dan ke-300 setelah diinduksi nyeri inflamasi.
Hasil: Diperoleh penurunan rerata beda laten pada tikus yang diberi minum Morinda citrofolia L. sebelurn diinjeksi carrageenan secara bermakna dibandingkan rerata beda masa laten tikus yang diberi minum salin. Nilai tersebutjuga tidak signifikan perbedaannya dengan rerata beda laten pada tikus yang diobati celecoxfb maupun tikus yang diberi rninum Morfnda citrwlfa L. selama I0 hari.
Kesimpulan: Efek antinosiseptif Morinda citrffolfa L. dapat menurunkan beda laten hiperalgesia terrnal dengan model nyeri inflamasi pada tikus yang diinduksi algogenik carrageenan. Pola beda laten tersebut mirip dengan efek celecoxib, sehingga keduanya sama-sama terbukti dapat menginhibisi respon hiperalgesia termal. Sedangkan efek diet Morinda cfrrifolia L. secara teratur tidak signifikan mempengaruhi penurunan beda laten hiperalgesia termal.

Background: One mechanism of inflammatory pain was peripheral sensitization that mediated by prostaglandin E2 (PGE2) at peripheral terminal nociceptor. Therefore hyperalgesia was occurred and indicated reduction of threshold nociceptor or modulation of many receptors and ion channels of pain. Antinociceptive agent that is used for the treatment of hyperalgesia is selective cyclooxygenase 2 (COX-2) inhibitor, but practically it has several problems. Morinda citryblia L. was categorized as tropical ethnomedicine that was believed has antinociceptive effect, especially in many types of chronical pain. Based on in vitro research, Morinda ein-girlie L. was reported inhibited enzymatic activity of COX-2 selectively, thus it was potencial to relieve hyperalgesia.
Objective: To proved that antinociceptive effect of Morinda citryblfa L. could decrease A latency of thermal hyperalgesia, and its value compare with celecoxib, and the effect of regular diet of Morfnda citrjfolia L. in rat-carrageenan induced based on modified hot plate test (MI-IP) method.
Method: This was an experimental study in rat Sprague-Dawley (SD) with pain inflammatory model using algogenic carrageenan. The parameter was the A latency of withdrawal reaction between paw that was injected by carageenan ip! and contralateral paw through hot plate test. The A latency was measured at 15, 60, 180, and 300 minutes after inflammatory challenge.
Result: The rat that treated with Morinda cirryolia L. an hour before carrageenan injection has A latency of thermal hyperalgesia that was significantly different from rat that was treated with saline. That value was not different significantly than the A latency of the rat that was treated with celecoxib or the rat that was regular treated with Morinda citrofolia L. for 10 days.
Conclusion: Antinociceptive effect of Morinda citrofolia L. decreased A latency of thermal hyperlagesia with pain inflammatory model in rat carrageenan induced. This A latency was similar with the effect of celecoxib, thus both were inhibited thermal hyperalgesia response. While the effect of regular diet of Morinda Citrofolia L. was not significantly influence the decreasing of A latency of thermal hyperalgesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32875
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library