Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Aria Muhammad Arlan
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ditinjau dari sanitary and phytosanitary serta implikasinya terhadap industri pakaian dalam negeri dan kesejahteraan masyarakat. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Kebijakan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan pemerintah Indonesia ialah melalui peraturan menteri perdagangan yang melarang adanya impor pakaian bekas. Akan tetapi, kebijakan pemerintah Indonesia dihadapkan dengan kesepakatan SPS dalam keanggotaan WTO. SPS Agreement merupakan perjanjian penerapan tindakan sanitasi dan fitosanitasi yang mengatur mengenai perlindungan lingkungan kesehatan dalam perdagangan internasional. Dilihat dari Perjanjian SPS, kebijakan pemerintah Indonesia tentang larangan impor pakaian bekas didasarkan pada dasar perundang-undangan dan fakta kepastian hukum di beberapa bidang, termasuk kebijakan perdagangan yang bertujuan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dan konsumen dari penyakit dan virus yang dibawa oleh pakaian bekas. Larangan impor pakaian bekas juga memberikan dampak pada berbagai aspek yaitu aspek kesehatan, ekonomi dan lingkungan.
This article analyzes how the Indonesian government's policy of banning used clothing imports is implemented from a sanitary and phytosanitary perspective and its implications for the domestic clothing industry and community welfare. This article was prepared using normative juridical research methods. The Indonesian government's policy of prohibiting the import of used clothing is through a Minister of Trade regulation which prohibits the import of used clothing. However, the Indonesian government's policy is faced with the SPS agreement in WTO membership. The SPS Agreement is an agreement on the implementation of sanitary and phytosanitary measures that regulate the protection of the health environment in international trade. Judging from the SPS Agreement, the Indonesian government's policy regarding the ban on imports of used clothing is based on the basis of legislation and the fact of legal certainty in several fields, including trade policy which aims to protect the domestic textile industry and consumers from diseases and viruses carried by used clothing. The ban on importing used clothing also has an impact on various aspects, namely health, economic and environmental aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rinda Ayu Andieni
"Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana cara dalam melakukan optimalisasi hukum perdagangan internasional bagi produk kedelai Indonesia. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Sociolegal Research. Optimalisasi hukum perdagangan internasional bagi produk kedelai Indonesia dapat dilakukan dengan cara: Pertama, mencapai optimalisasi dalam penggunaan aturan safeguard yang diberlakukan oleh WTO bagi produk kedelai Indonesia; Kedua, mencapai optimalisasi harga ideal produk kedelai di Indonesia. Sehingga Indonesia dapat menciptakan persaingan dagangan yang sehat dan adil bagi seluruh produsen yang mendagangkan produk kedelainya di Indonesia.
This research analyzes how to optimize international trade law for Indonesian soy products. This research was prepared using the Sociolegal Research method. Optimization of international trade law for Indonesian soybean products can be done by: First, achieving optimization in the use of safeguards rules imposed by the WTO for Indonesian soybean products; Second, achieving optimization of the ideal price of soybean products in Indonesia. So that Indonesia can create healthy and fair-trade competition for all producers who trade their soy products in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Safira Aminagustin Juwana
"Tesis ini membahas mengenai kesesuaian Renewable Energy Directive II yang dikeluarkan oleh Uni Eropa sebagai tindakan lingkungan sepihak terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia dengan ketentuan General Exception pada Pasal XX GATT. Minyak kelapa sawit adalah sumber minyak nabati yang paling efisien dibanding sumber-sumber minyak nabati lainnya, seperti rapeseed, bunga matahari, dan kedelai. Namun, terdapat isu lingkungan pada lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit. Isu perdagangan dan lingkungan yang menjadi fokus penelitian adalah tindakan lingkungan sepihak yang membatasi perdagangan internasional unilateral environmental measure). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan fakta dan mengidentifikasi masalah hukum RED II dalam GATT. Penelitian dilaksanakan dengan membaca GATT sebagai sumber hukum utama. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa Renewable Energy Directive II merupakan tindakan lingkungan sepihak yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia. Hal ini karena Renewable Energy Directive II adalah tindakan yang memiliki motivasi atau dasar untuk melindungi lingkungan yang berdampak pada perdagangan komoditas CPO yang diadopsi tanpa adanya kesepakatan internasional. Selanjutnya penelitian ini menemukan bahwa tindakan lingkungan sepihak Renewable Energy Directive II tidak dibenarkan dalam general exception Pasal XX GATT, karena tidak memenuhi ketentuan yang harus dipenuhi yang tercantum dalam pembukaan pasal XX GATT atau dikenal dengan istilah chapeu. Dalam kasus dispute settlement body WTO yang digunakan dalam menganalisis chapeu, panel mengemukakan preferensinya terhadap pendekatan multilateral yang mengedepankan konsensus bersama. Melalui penelitian ini, disarankan bahwa masalah internasional seharusnya diselesaikan secara bersama dengan mengadakan konsultasi bagi pihak-pihak terkait. Indonesia diharapkan tetap mempertahankan posisinya sebagai penggugat dalam penyelesaiang sengketa WTO dengan Uni Eropa.
This thesis discusses the conformity of the Renewable Energy Directive II issued by the European Union as a unilateral environmental action against Indonesian palm oil commodities under the General Exception Article XX of the GATT. Palm oil is the most efficient source of vegetable oil compared to other vegetable oil sources, such as rapeseed, sunflower and soybean. However, there are environmental issues concerning the land used to grow oil palm. Trade and environmental issue that are the focus of this research is unilateral environmental measures that limit international trade (unilateral environmental measures). The research method used in this study is normative juridical approach. The research was conducted by gathering facts and identifying legal issues RED II in light of the GATT. The research was carried out by reading the GATT as the main source of law. The results of the study suggest that the Renewable Energy Directive II is a unilateral environmental action issued by the European Union against Indonesian palm oil commodities. This is because the Renewable Energy Directive II is an action that has a motivation or basis to protect the environment that has an impact on the CPO commodity trade which was adopted without an international agreement. Furthermore, this study found that the Renewable Energy Directive II's unilateral environmental action is not justified under the general exception of Article XX GATT, because it does not fulfill the conditions that must be met as stated in the opening of Article XX GATT or known as chapeau. In the case of the WTO as dispute settlement body analyzes chapeau, the panel expressed its preference for a multilateral approach that prioritizes consensus. Through this research, it is suggested that international problems should be solved jointly by holding consultations for related parties. Indonesia is expected to maintain its position as a plaintiff in the settlement of WTO disputes with the European Union."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siahaan, Frenchelse Gorga
"Rempah rempah sangat berperan penting bagi masyarakat Indonesia sejak dulu, mulai dari kegunaannya sebagai penambah cita rasa pada makanan hingga sebagai bahan dalam pembuatan obat-obatan. Selain itu, rempah rempah menjadi salah satu sumber ekspor yang turut memberikan berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Tentu saja hal ini berhubungan langsung karena rempah rempah juga dibutuhkan oleh negara lain yang tidak memiliki rempah rempah di negaranya. Andaliman merupakan salah satu komoditas dan termasuk dalam rempah rempah yang memiliki ciri khas yaitu rasanya yang unik dan sensasinya ketika dikonsumsi serta manfaatnya yang tidak sebagai bahan masakan tetapi dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Ciri khas Andaliman ini ternyata mampu menarik perhatian negara lain salah satunya negara Jerman yang sudah menjadi negara tujuan ekspor Andaliman. Hal ini juga sudah dikonfimasi oleh Kemeterian Perdagangan yang mengungkapkan akan terus mengupayakan produk Andaliman sebagai produk unggulan ekspor Indonesia agar dapat bersaing di pasar global. Dalam sebuah webinar, Atase Perdagangan KBRI Berlin Nurlisa Arfani juga turut menjelaskan potensi pasar Jerman yang menjanjikan bagi produk Andaliman, karena adanya kebutuhan dari Jerman terhadap Andaliman. Hal ini merupakan peluang yang bagus bagi Indonesia untuk bisa menjadikan Andaliman sebagai produk unggulan yang akan mampu bersaing di pasar internasional. Jika Andaliman hendak menjadi produk yang akan diekspor secara terus menerus, maka hal yang perlu diperhatikan Indonesia ialah kemampuan dalam menyediakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar, berkualitas, memiliki harga yang bersaing dengan kompetitor, serta bagaimana upaya Indonesia untuk melakukan komersialisasi ke pasar ekspor. Namun masih banyak hambatan dan tantangan yang harus diperhatikan Indonesia dalam rangka mengkomersialisasikan komoditas Andaliman agar menjadi komoditas jagoan ekspor.
Spices have long been essential to the Indonesian people, from their use as flavor enhancers in food to their use as ingredients in the manufacture of medicines. Furthermore, spices are one of the exports that contribute to the Indonesian economy. Of course, this is directly related because spices are also needed by other countries that do not have spices in their country. Andaliman is one of the commodities and is included in spices with a characteristic, namely its unique taste and sensation when consumed. Its benefits are as a cooking ingredient and can be used for other needs. This characteristic of Andaliman attracted the attention of other countries, including Germany, which had become the export destination for Andaliman. The Ministry of Trade confirmed that they would continue to strive for Andaliman products as superior Indonesian export products so they can compete in the global market. In a webinar, Trade Attaché of the Indonesian Embassy in Berlin, Nurlisa Arfani also explained the promising potential of the German market for Andaliman products due to a need from Germany for Andaliman. This is an excellent opportunity for Indonesia to make Andaliman a superior product that can compete in the international market.If Andaliman is to become a product that is continuously exported, Indonesia must focus on its ability to provide products that match market demand, are of good quality, have competitive prices with competitors, and how Indonesia's efforts to commercialize it to the export market. However, Indonesia must address numerous obstacles and challenges to commercialize Andaliman commodities and make them export champion commodities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nada Najiha
"Tesis ini membahas mengenai kesesuaian unsur ketentuan WTO+ dan/atau WTO-X pada RTA menurut Article XXIV GATT dan Artilce V GATS serta unsur ketentuan WTO+ dan WTO-X pada teks perjanjian IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership) sebagai RTA dengan konsep komprehensif antara Indonesia dan Australia yang berlaku secara efektif sejak 2020 lalu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa ketentuan WTO+ sesuai dengan Article XXIV GATT, yang mensyaratkan preferensi tarif dan Article V GATS, yang membolehkan negara anggota WTO untuk membentuk kesepakatan perdagangan yang lebih liberal dibandingkan dengan apa yang sudah disepakati pada forum WTO dengan syarat mencakup ruang lingkup dan penghapusan diskriminasi. Mengenai unsur WTO-X, dalam pembentukan RTA tidak diwajibkan ada, namun pencantumkan ketentuan ini disilahkan kepada negara-negara yang hendak membentuk RTA. Dalam perjanjian IA-CEPA, unsur ketentuan WTO+ terletak pada preferensi tarif 0%, penyediaan pelatihan jasa, serta ketentuan investasi. Adapun unsur ketentuan WTO-X ditemukan pada ketentuan perdagagan elektronik (e-commerce), persaingan usaha dan kerja sama ekonomi. Melalui penelitian ini, WTO dan/atau Indonesia sebagai subjek hukum internasional, diharapkan mampu menginisasi pedoman pembentukan WTO+ dan WTO-X pada pembentukan RTA di kemudian hari.
This thesis discusses the suitability of the provisions of WTO+ and/or WTO-X in RTAs according to Article XXIV GATT and Article V GATS, and the provisions of WTO+ and WTO-X in IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership) text agreement as an RTA with the concept of comprehensive agreement between Indonesia and Australia which has been effective since 2020. The research method used in this thesis is a normative juridical approach. The results of the study express that the provisions of WTO+ are in accordance with Article XXIV GATT, which requires tariff preferences and Article V GATS, which allows WTO member countries to form trade agreements that are more liberal than what has been agreed in the WTO forum, in condition: they cover service’s scope and elimination of discrimination. Regarding the elements of WTO-X, is not required in the formation of an RTA but it is welcome to include this provision for countries wishing to form an RTA. In the IA-CEPA agreement, the elements of the WTO+ provisions lie in the 0% tariff preference, service training, and investment provisions. The elements of the provisions of WTO-X are found in the provisions of electronic commerce, competition law and economic cooperation. Through this thesis, the WTO and/or Indonesia as subjects of international law are expected to be able to initiate the guidelines for the formation of WTO+ and WTO-X in the formation of the RTA in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library