Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Fauzi Kamal
Abstrak :
Latar belakang: Teknik radiasi ekstrakorporeal merupakan alternatif tindakan pembedahan penyelamatan ekstremitas pada kasus osteosarkoma khususnya di pusat layanan dengan keterbatasan endoprostesis dan alograf. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil tindakan pembedahan penyelamatan ekstremitas dengan otograf yang diradiasi secara ekstrakorporeal pada pasien-pasien osteosarkoma yang datang ke RSCM. Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif yang dilakukan pada 20 pasien osteosarkoma stadium IIB yang diterapi dengan pembedahan penyelamatan ekstremitas dengan otograf yang diradiasi secara ektrakorporeal selama periode 1995-2008. Dilakukan evaluasi terhadap angka kesintasan, rekurensi lokal, metastasis, komplikasi, lamanya unifi kasi, dan skor fungsional menurut sistem skor Musculoskeletal Tumor Society Scoring System (MSTS). Metode Kaplan-Meier digunakan untuk mendeskripsikan kesintasan, angka rekurensi lokal, kesintasan bebas tumor, dan kesintasan bebas metastasis. Hubungan variabel-variabel seperti usia, jenis kelamin, lokasi tumor, ukuran tumor, tipe osteosarkoma, kadar alkali fosfatase serum, jenis biopsi, dan klasifi kasi Huvos dianalisis dengan uji log rank. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara skor MSTS dan karakteristik pasien, angka rekurensi, metastasis, serta komplikasi. Hasil: Kesintasan 5 tahun 54,97 ± 9,8%, kesintasan bebas rekurensi lokal 5 tahun 66,5 ± 7,6%, dan kesintasan bebas metastasis 5 tahun 57,13 ± 10,04%. Enam pasien meninggal dunia, lima disebabkan oleh metastasis ke paru dan satu karena toksisitas kemoterapi. Tiga pasien menjalani konversi amputasi karena rekurensi lokal. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan Huvos (III,IV) selalu memberikan angka kesintasan, kesintasan bebas rekurensi lokal, dan kesintasan bebas metastasis yang lebih baik daripada Huvos (I, II). Kadar alkali fosfatase serum yang normal selalu memberikan kesintasan bebas rekurensi lokal yang lebih baik dibandingkan dengan kadar alkali fosfatase serum yang meningkat. Angka unifi kasi rata-rata 8,13 bulan. Skor MSTS dengan hasil baik (70,63%) dijumpai pada pasien yang bebas osteosarkoma pasca terapi, tetapi skor MSTS dengan hasil buruk dijumpai pada pasien dengan rekurensi lokal (p=0,025), metastasis (p=0,01), pasien dengan komplikasi (p=0,03), dan kombinasi ketiganya (p=0,001). Kesimpulan: Luaran fungsional dengan skor MSTS baik (70,63%) didapatkan pada pasien yang bebas osteosarkoma pasca terapi, skor MSTS buruk dijumpai pada pasien dengan rekurensi lokal, metastasis, pasien dengan komplikasi, dan kombinasi ketiganya. (Med J Indones 2011; 20:131-7).
Background: Extracorporeally irradiated (ECI) technique is an alternative of limb salvage procedure in treating osteosarcoma regarding limitation of endoprosthesis and allograft. This study evaluated the outcomes of limb salvage surgery using extracorporeally irradiated (ECI) autograft and its correlation with patientâ??s characteristics. Methods: Retrospective cohort design was performed to study 20 patients with stage IIB osteosarcoma treated by ECI autograft from 1995 to 2008. Survival, local recurrence, metastases, complications, union time and functional score based on Musculoskeletal Tumor Society scoring system-(MSTS) were evaluated. Kaplan-Meier method was used to describe survival, local recurrence free survival, and metastases free survival. The correlation among patientâ??s characteristics that were age, gender, duration, site of tumor size, type of osteosarcoma, SAP (serum alkaline phosphatase) level, type of biopsy, and type of Huvos were analyzed by Log rank test. Chi-square test was used to analyze the correlation between MSTS score and patientâ??s characteristics, local recurrence, metastases, complications. Results: Five-year survival was 54.97 ± 9.8 %, fi ve-year local recurrence free survival was 66.5 ± 7.6%, and fi ve year metastasis-free survival was 57.13 ± 10.04%. Six patients died, fi ve were due to lung metastases and one due to complication of chemotherapy. Three underwent amputation after local recurrence. Kaplan-Meier curve showed that a good type of Huvos (III, IV) always gave better survival, local recurrence free survival, and metastases free survival than poor type of Huvos (I,II). Normal SAP level gave better local recurrence free survival compare to increased level of SAP. Mean of union rate was 8.13 months. MSTS mean score was good (70.63%) in patients with no evidence of disease. MSTS score was poor in patients with local recurrence (p=0.025), metastases (p=0.01), complications (p=0.03), and the combined of those three outcomes (p=0.001). Conclusions: Functional outcome was poor in patients with local recurrence, metastases, and complications. SAP level and type of Huvos could be studied further as predictive factors for the outcomes (survival, local recurrence, metastases). (Med J Indones 2011; 20:131-7).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi Kamal
Abstrak :
Kami laporkan satu kasus sarcoma Ewing pada ibu jari kaki kiri dengan trans-artikular skip-lesion pada diafisis tulang tibia kiri. Dalam periode 1995-2004 di rumah Sakit Ciptomangunkusumo, telah didiagnosis 20 kasus sarcoma Ewing, namun hanya terdapat satu kasus dengan skip-lesion. Diagnosis transarikular skip lesion pada sarcoma Ewing dikonfirmasi dalam forum clinicopathological conferrence. Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan laboratorium darah serta foto ronsen toraks dan tulang yang terlibat disertakan dalam evaluasi rutin pasien dengan tumor tulang. Payaran tulang seluruh tubuh dengan menggunakan Tc 99 diperlukan untuk menentukan staging. Pada pasien ini, telah dilakukan amputasi ibu jari kaki kiri dan biopsy terbuka diafisis tibia untuk mengkonfirmasi diagnosis. Setelah itu, pasien menjalani kemoterapi induksi dan kemudian dilakukan amputasi diatas lutut. Pasien meninggal dunia 10 bulan setelah diagnosis ditegakkan akibat metastasis jauh.
We report the case of the patient who had Ewing Sarcoma in whom radiological and hystopathological appearances revealed a tumor mass in the left big toe along with trans-artikular skip lesion on the left diaphysis of tibia. In Cipto Mangunkusomo Hospital since 1995 until 2004 we have found 20 Ewing sarcoma cases, but only one skip lesion Ewing sarcoma was found. The diagnosis of transarticular skip lesion in association of Ewing sarcoma was confirmed in clinicopathological conferrence. The initial evaluation of all patients included the recording of the medical history, physical examination, and hematological studies. Radiographs of the chest and the site of the primary tumor were made routinely. Systemic staging was performed with use of total-body bone scan. Ray amputation of left big toe and open biopsy from mass of mid-shaft of tibia had been done to confirm the diagnosis. The patient underwent induction chemotherapy and above knee amputation. Ten months after diagnosis, he died because of advanced-distant metastasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Karmel Lindow
Abstrak :
Tujuan : untuk mengetahui kejadian VTE pada pasien Indonesia yang menjalani bedah ortopedi mayor dan tidak menerima tromboprofi laksis. Metode Uji klinik terbuka pada pasien Indonesia yang menjalani bedah ortopedi mayor, dilakukan di 3 senter di Jakarta. Venografi bilateral dilakukan antara 5 dan 8 hari pasca bedah untuk menemukan VTE yang asimptomatik dan memastikan VTE yang simptomatik. Pasien dievaluasi hingga 1 bulan pasca bedah. Hasil Telah diteliti 17 pasien dengan median usia 69 tahun dan 76,5% di antaranya perempuan. Enam belas dari 17 pasien (94,1%) menjalani bedah fraktur panggul. Median waktu antara fraktur dengan tindakan adalah 23 hari (antara 2 sampai 197 hari), median lamanya tindakan bedah 90 menit (antara 60 sampai 255 menit), dan median lamanya imobilisasi 3 hari (antara 1 sampai 44 hari). Tiga belas dari 17 pasien menjalani venografi kontras untuk mendeteksi VTE yang asimtomatik. VTE ditemukan pada 9 dari 13 pasien (69,2%) saat akan keluar dari rumah sakit (RS). VTE yang simtomatik ditemukan pada 3 pasien (23,1%), semuanya dengan tanda-tanda klinis DVT dan tidak seorangpun dengan tanda klinis embolisme paru (PE). Pasien tersebut diobati dengan heparin berat molekul rendah, dilanjutkan dengan antikoagulan oral warfarin. Tidak ada kematian mendadak sampai pasien keluar dari RS. Tidak ada kasus VTE simtomatik baru sejak keluar dari RS sampai 1 bulan kemudian. Tidak ditemukan kematian mendadak, komplikasi pendarahan, ataupun perawatan ulang di RS dalam studi ini. Kesimpulan Insidens VTE asimtomatik sebesar 69,2% dan simtomatik 23,1% setelah bedah ortopedi mayor tanpa tromboprofi laksis. Studi yang lebih besar dibutuhkan untuk memastikan insidens yang benar, dan yang lebih penting, untuk menggunakan tromboprofi laksis pada pasien-pasien ini.
Aim To estimate the incidence of VTE in Indonesian patients undergoing major orthopedic surgery and not receiving thromboprophylaxis. Methods This was an open clinical study of consecutive Indonesian patients undergoing major orthopedic surgery, conducted in 3 centers in Jakarta. Bilateral venography was performed between days 5 and 8 after surgery to detect the asymptomatic and to confi rm the symptomatic VTE. These patients were followed up to one month after surgery. Results A total of 17 eligible patients were studied, which a median age of 69 years and 76.5% were females. Sixteen out of the 17 patients (94.1%) underwent hip fracture surgery (HFS). The median time from injury to surgery was 23 days (range 2 to 197 days), the median duration of surgery was 90 minutes (range 60 to 255 minutes), and the median duration of immobilization was 3 days (range 1 to 44 days). Thirteen out of the 17 patients were willing to undergo contrast venography. A symptomatic VTE was found in 9 patients (69.2%) at hospital discharge. Symptomatic VTE was found in 3 patients (23.1%), all corresponding to clinical signs of DVT and none with clinical sign of PE. These patients were treated initially with a low molecular weight heparin, followed by warfarin. Sudden death did not occur up to hospital discharge. From hospital discharge until 1-month follow-up, there were no additional cases of symptomatic VTE. No sudden death, bleeding complication, nor re-hospitalization was found in the present study. Conclusion The incidence of asymptomatic (69.2%) and symptomatic (23.1%) VTE after major orthopedic surgery without thromboprophylaxis in Indonesian patients (SMART and AIDA), and still higher than the results of the Western studies. A larger study is required to establish the true incidence, and more importantly, that the use of thromboprophylaxis in these patients is warranted.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library