Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Setyawati
Abstrak :
Latar Belakang: Pekerjaan aktivitas fisik rendah (sedentary work) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin. Pada pekerja dengan aktivitas fisik rendah cenderung terjadi stasis urin dan mengakibatkan pengendapan substansi yang terlarut di dalamnya. Hal ini bila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya kristal pada urin, termasuk diantaranya adalah kristal kalsium oksalat. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi kristal kalsium oksalat urin pada pegawai kantor X serta mengetahui hubungan pekerjaan aktivitas fisik rendah (sedentary work) dengan terjadinya kristal kalsium oksalat urin. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan analisa kasus kontrol. Dilakukan pengumpulan data selama bulan Juni 2005 yang meliputi karakteristik responden serta faktor risiko dengan wawancara serta pemeriksaan urinalisa. Juga dilakukan pengisian tabel uraian aktivitas kerja masing-masing satu orang pada pegawai golongan sedentary dan non sedentary untuk mendapatkan gambaran pekerjaan. Hasil: Dari 261 responden, didapatkan prevalensi kristal kalsium oksalat urin sebesar 41%. Faktor aktivitas kerja rendah (sedentary work) meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin dibandingkan dengan non sedentary (OR= 7,06; 95% CI 3,33; 14,99). Kebiasaan makan sedang oksalat meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin (OR 21,41; 95% CI 3,85; 118,95) dibandingkan dengan rendah oksalat. Kebiasaan kurang minum air putih akan meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat (OR 3,94; 95% CI 1,86;8,36) dibandingkan dengan cukup minum air putih. Kesimpulan: Pekerjaan aktivitas fisik rendah (sedentary work), kebiasaan makan sedang oksalat dan kurang minum air putih meningkatkan risiko terjadinya kristal kalsium oksalat urin, sehingga dianjurkan pada pekerja golongan sedentary worker untuk mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung oksalat dan minum air putih yang cukup. ...... Background: Work with low activity (sedentary work) representing one of the risk factors for calcium oxalate crystals in the urine. At sedentary worker tend to happened urine static and result precipitation of dissolve substance in it. This matter when let continuously will result urine crystal, inclusive calcium oxalate crystals. Methode: The research intention was to know prevalence of calcium oxalate crystal in the urine among office X’s employees, and also to know the correlation between low activity work with the calcium oxalate crystals in the urine. The research design was cross sectional with case control analysis. Data was collected during June 2005 including responden characteristics and also the risk factors with interview and urinalisa test. Its also done admission filling of work activity table each one employee of sedentary and non sedentary. Result: From 261 respondens, got prevalence of calcium oxalate crystals in the urine equal to 41%. Low activity work (sedentary work) increased risk of the happening calcium oxalate crystals in the urine compared to non sedentary (OR 7,06; 95% CI 3,33; 14,99). Eat habit with medium oxalate increased risk of the happening calcium oxalate crystals in the urine compared to lower oxalate habit (OR 21,41; 95% CI 3,85; 118,95). Less drink water habit increased risk of the happening calcium oxalate crystals in the urine compared to enough drink water habit (OR 3,94; 95% CI 1,86;8,36). Conclusion: Sedentary work, eat habit with medium oxalate and less drink water habit have proven increased the risk of calcium oxalate crystals in the urine. Therefore it is recommended for sedentary worker to reduce high oxalate food in diet and drink enough water.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okto Dewantoro
Abstrak :
Latar Belakang. Indeks Glikemik (IG) diketahui berhubungan dengan kejadian penyakit kardiovaskular, semakin tinggi IG semakin tinggi kejadian penyakit kardiovaskular. Highly Sensitivity-CRP (hs-CRP) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk menilai faktor risiko PIK. Semakin tinggi hs-CRP semakin besar risiko terjadinya Acute heart Disease. Indeks Glikemik diketahui berhubungan positif dengan hs-CRP. Saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang menghubungkan IG, hs-CRP dan PIK. Tujuan. Diketahuinya nilai dan rerata IG dan hs-CRP pada penderita PIK, serta melihat ada tidaknya korelasi antara IG, hs-CRP dan pada penderita PJK. Metodologi. Studi pendahuluan dan potong lintang dilakukan pada 14 penderita PIK jenis angina pectoris stabil yang datang berobat di poliklinik Kardiologi RSCM. Kemudian dilakukan diagnosa PJK dengan Treadmill, pemeriksaan hs-CRP dan kemudian wawancara gizi dengan Food Frequency Quesioner yang menggambarkan pola diet penderita untuk mendapatkan nilai IG. Hasil. Didapatkan rerata IG 80,96 (tinggi), rerata hs-CRP 1,88 mg/L, serta korelasi positif antara IG dan hs-CRP. Nilai korelasi antara IG dan hs-CRP adalah 0,682 dengan kemaknaan statistik 0,007. Simpulan. Didapatkan rerata IG dan hs-CRP yang tinggi serta korelasi positif antara IG dan hs-CRP pada penderita PJK.
Background. Glycemic Index (GI) significantly correlated with cardiovascular disease, especially Coronary Arterial Disease (CAD). High Sensitivity-CRP is a marker to predict the risk of Cardiovascular Disease and the higher hs-CRP the higher risk of CAD. Glycemic Index has been known to have a positive correlation with hs-CRP. There was no research in Indonesia, which was trying to see the correlation between IG, hs-CRP and CAD. Objectives. To get an average value of GI and hs-CRP and to know if there is a correlation between GI and hs-CRP in CAD patient. Methods. A cross sectional study was done to this research. Fifteen CAD patients especially stable chronic angina which already diagnose with treadmill were examined their blood and then filled form of FFQ to see their GI pattern. Results. The average result of GI was 80.96 (high) and average result of hs-CRP was 1.88 mg/L. There was a positive correlation between GI and hs-CRP in-patient with CAD in this research. Conclusions. There was a high average value of GI and hs-CRP in-patient with CAD. There was a positive correlation between GI and hs-CRP in CAD patient.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library