Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keisya Salikha Putri Irawan
"Latar Belakang
Gangguan dismorfik tubuh digambarkan sebagai perilaku yang dilakukan secara berulang dan menyita waktu yang cukup banyak terhadap bagian tubuh yang dirasa kurang sempurna. Untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan dismorfik tubuh, diciptakanlah suatu instrumen yang dikenal sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS-P) guna mengidentifikasi individu yang lebih fokus pada kekhawatirannya terhadap penis. Instrumen ini berbahasa Inggris dan belum ada yang melakukan translasi ke Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan translasi dan adaptasi kultural kuesioner COPS-P dalam Bahasa Indonesia sekaligus pengujian validasi dari kuesioner yang telah ditranslasikan tersebut.
Metode
Studi ini akan menggunakan data primer hasil kuesioner dengan desain penelitian cross- sectional yang dilakukan pada tahun 2024 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Selanjutnya akan dilakukan uji validasi dengan menilai validitas dan reliabilitas dari kuesioner.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 7 responden dalam proses cognitive debriefing dan 94 responden dalam proses field testing. Penelitian ini memberikan hasil cronbach’s alpha sebesar 0.784 dan nilai r-hitung yang lebih besar daripada r-tabel yang telah ditentukan. Kesimpulan
Kuesioner COPS-P versi Bahasa Indonesia telah valid dan dapat digunakan untuk keperluan pelayanan Kesehatan.

Introduction
Body dysmorphic disorder is described as a behavior that is done repeatedly and takes a lot of time towards body parts that are considered imperfect. To identify individuals with body dysmorphic disorder, an instrument known as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) was created, which was later developed and modified as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS- P) to identify individuals who are more focused on their concerns about the penis. This instrument is in English and has not been translated into Indonesian. Therefore, this study will carry out a translation and cultural adaptation of the COPS-P questionnaire in Indonesian as well as a validation test of the translated questionnaire.
Method
This study will use primary data from a questionnaire with a cross-sectional research design conducted in 2024 according to the inclusion and exclusion criteria. Furthermore, a validation test will be carried out by assessing the validity and reliability of the questionnaire.
Results
This study involved 7 respondents in the cognitive debriefing process and 94 respondents in the field testing process. This study provided a Cronbach's alpha result of 0.784 and an r-count that was greater than the specified r-table.
Conclusion
The Indonesian version of the COPS-P questionnaire has been validated and can be used for health service purposes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisya Salikha Putri Irawan
"Latar Belakang
Gangguan dismorfik tubuh digambarkan sebagai perilaku yang dilakukan secara berulang dan menyita waktu yang cukup banyak terhadap bagian tubuh yang dirasa kurang sempurna. Untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan dismorfik tubuh, diciptakanlah suatu instrumen yang dikenal sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS-P) guna mengidentifikasi individu yang lebih fokus pada kekhawatirannya terhadap penis. Instrumen ini berbahasa Inggris dan belum ada yang melakukan translasi ke Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan translasi dan adaptasi kultural kuesioner COPS-P dalam Bahasa Indonesia sekaligus pengujian validasi dari kuesioner yang telah ditranslasikan tersebut.
Metode
Studi ini akan menggunakan data primer hasil kuesioner dengan desain penelitian cross- sectional yang dilakukan pada tahun 2024 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Selanjutnya akan dilakukan uji validasi dengan menilai validitas dan reliabilitas dari kuesioner.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 7 responden dalam proses cognitive debriefing dan 94 responden dalam proses field testing. Penelitian ini memberikan hasil cronbach’s alpha sebesar 0.784 dan nilai r-hitung yang lebih besar daripada r-tabel yang telah ditentukan. Kesimpulan
Kuesioner COPS-P versi Bahasa Indonesia telah valid dan dapat digunakan untuk keperluan pelayanan Kesehatan.

Introduction
Body dysmorphic disorder is described as a behavior that is done repeatedly and takes a lot of time towards body parts that are considered imperfect. To identify individuals with body dysmorphic disorder, an instrument known as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) was created, which was later developed and modified as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS- P) to identify individuals who are more focused on their concerns about the penis. This instrument is in English and has not been translated into Indonesian. Therefore, this study will carry out a translation and cultural adaptation of the COPS-P questionnaire in Indonesian as well as a validation test of the translated questionnaire.
Method
This study will use primary data from a questionnaire with a cross-sectional research design conducted in 2024 according to the inclusion and exclusion criteria. Furthermore, a validation test will be carried out by assessing the validity and reliability of the questionnaire.
Results
This study involved 7 respondents in the cognitive debriefing process and 94 respondents in the field testing process. This study provided a Cronbach's alpha result of 0.784 and an r-count that was greater than the specified r-table.
Conclusion
The Indonesian version of the COPS-P questionnaire has been validated and can be used for health service purposes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najma Ali
"Latar Belakang
Alat genital perempuan merupakan komponen penting dalam sistem reproduksi yang sering diabaikan dalam penelitian. Studi terdahulu menunjukkan rendahnya pemahaman tentang anatomi genitalia perempuan, baik di kalangan masyarakat umum maupun profesional medis. Kurangnya pemahaman ini berdampak pada perilaku kesehatan, pengambilan keputusan medis, dan persepsi diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan perempuan Indonesia terhadap anatomi genital mereka. Metode
Data penelitian ini diambil pada Oktober 2024 melalui kuesioner yang disebarkan secara daring ke perempuan di seluruh Indonesia. Hasil kuesioner dianalisis dengan deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan, pengaruh sosial media, dan citra diri perempuan di Indonesia terhadap genitalia mereka.
Hasil
Dari 166 perempuan di Indonesia yang mengisi kuesioner, didominasi usia 18-25 tahun sebesar 67,5%, serta dominasi tingkat pendidikan lulusan SMA (47,6%) dan lulusan S1 (45,8%). Persebaran daerah jika dilihat dari domisili 37 provinsi di Indonesia, kecuali Sumatera Selatan. Cakupan daerah tinggal mencakup 89 kota/kabupaten dan 57 suku di Indonesia. Pada pengetahuan jumlah lubang genitalia eksternal tidak ada yang menjawab 0 dan 49,4% menjawab dengan benar (3 lubang). Pada pengetahuan anatomi genitalia eksternal, 57,2% responden mendapatkan skor 7 (semua benar). Ditemukan bahwa pengetahuan anatomi genitali 70,5% perempuan di Indonesia dipengaruhi sosial media. Citra diri terhadap genitalia perempuan di Indonesia tinggi pada 97,6%, sisanya berada pada kategori rendah dengan skor 12/14 dari 28.
Kesimpulan
Pengetahuan anatomi genitalia pada perempuan Indonesia masih kurang optimal, dengan 50,6% responden salah mengidentifikasi jumlah lubang, meski 57,2% menunjukkan pemahaman anatomi yang baik secara umum. Media sosial berperan besar (70,5%) dalam pengetahuan anatomi, dan mayoritas (97,6%) memiliki citra diri positif. Usia dan pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan maupun citra diri secara signifikan.

Introduction
Female genitalia are essential components of the reproductive system often overlooked in research. Previous studies indicate poor understanding of female genital anatomy, both among the general public and medical professionals. This lack of understanding impacts health behaviors, medical decision-making, and self-perception. This study aims to assess Indonesian women's knowledge of their genital anatomy.
Method
Data was collected in October 2024 through an online questionnaire distributed to women across Indonesia. The questionnaire results were analyzed descriptively to determine knowledge levels, social media influence, and Indonesian women's self-image regarding their genitalia.
Results
Of 166 Indonesian women respondents, 67.5% were aged 18-25 years, with educational backgrounds predominantly high school graduates (47.6%) and bachelor's degree holders (45.8%). Geographic distribution covered 37 provinces in Indonesia, except South Sumatra, spanning 89 cities/districts and 57 ethnic groups. Regarding external genitalia openings knowledge, none answered zero, and 49.4% correctly identified three openings. For external genital anatomy knowledge, 57.2% of respondents scored perfectly (7/7). Social media influenced 70.5% of Indonesian women's genital anatomy knowledge. Self-image regarding genitalia was high in 97.6% of respondents, with others scoring 12/14 dari 28 in the low category.
Conclusion
Knowledge of genital anatomy among Indonesian women remains suboptimal, with 50.6% incorrectly identifying the number of openings, although 57.2% demonstrated good general anatomical understanding. Social media plays a significant role (70.5%) in anatomical knowledge, and the majority (97.6%) maintain positive self-image. Age and education did not significantly influence knowledge levels or self-image.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firtanty Tasya Andriami Syahputri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Rekonstruksi pada pasien Fournier Gangrene membutuhkan hasil yang baik secara fungsi dan estetik karena dapat mempengaruhi kondisi psikosologis pasien. Karena, penilaian penampilan estetik sangat subjektif, kami mengumpulkan data persepsi estetik pasien Fournier gangrene yang telah dilakukan prosedur STSG menggunakan Visual Analog Scale.
Tujuan: Mendapatkan data mengenai persepsi estetik terhadap pasien Fournier Gangrene
Metode: Residen bedah plastik, pasien Fournier gangrene dan pasangannya diberikan foto pasien Fournier gangrene yang telah menjalani prosedur STSG. Mereka memberikan nilai bedasarkan VAS. Kami menanyakan apakah ada keluhan tambahan pada pasien.
Hasil: Dari Januari 2011 hingga Agustus 2019, didapatkan 91 pasien Fournier gangrene di RSHS. Kami melakukan seleksi pada pasien menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi dan mendapatkan 11 pasien. Hampir semua pasien menyatakan bahwa hasil prosedur STSG secara estetik baik, mean 8,10 (SD 0,74). Sedangkan semua residen bedah plastik dan pasangan dari pasien memberikan nilai yang baik atas hasil operasi, mean 8,36 (SD 0,50) dan 8,22 (SD 0,62). Tidak ada pasien yang mengeluhkan keluhan tambahan setelah prosedur STSG.
Kesimpulan: Tiap kelompok penelitian memiliki latar belakang yang berbeda, namun didapatkan hasil persepsi estetik yang sama (baik) atas prosedur STSG tersebut.

ABSTRACT
Background: Reconstruction of Fournier Gangrene patient is required functional and aesthetic appearance for psychological reasons. However, aesthetic perfection varies greatly and depends on subjective perception.
Methods: Plastic Surgery residents, Fournier gangrene patients and their spouses are given the photos of patients after STSG. They made score based on VAS. We also asked for any complaints after the procedure.
Aim: Provide database regarding aesthetic perception of Fournier gangrene patient after STSG.
Result: From January 2011 until August 2019, there is 91 fournier gangrene patients at Hasan Sadikin hospital. We got 11 patients after selecting those using inclusion and exclution criteria. Almost all patients claimed that the aesthetic result after STSG procedure were good, the mean value were 8,10 (SD 0,74). While, all off the plastic surgery residents and the spouses of the patients argued that the aesthetic outcome of Fournier gangrene patients after STSG procedure were good. The mean value were 8,36 (SD 0,50) and 8,22 (SD 0,62). All of the patients didnt complaint any additional complaint.
Conclusion: While each subject group has different background, we got same aesthetic perception from all groups (good result)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Adla Runisa
"

atar Belakang: Silikonoma penis merupakan suatu proses inflamasi yang menyebabkan deformitas pada penis, yang disebabkan oleh penyuntikan substansi non-biologis pada penis, dan menyebabkan kerusakan yang hebat. Tata laksana berupa eksisi radikal kadang menjadi satu-satunya pilihan, dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit. Namun, tandur kulit menyebabkan kontraktur sekunder dan terputusnya ujung saraf dari kulit, sehingga berpotensi menyebabkan disfungsi seksual. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut dengan menggunakan IIEF-5.

Metode: Studi ini merupakan studi cross sectional retrograde yang melibatkan pasien silikonoma penis yang di rekonstruksi menggunakan tandur kulit di Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Cipto Mangunkusumo dari januari 2015 ke juli 2019. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian ini akan dievaluasi fungsi seksualnya menggunakan kuesioner IIEF-5.

Hasil: Terdapat total 36 pasien silikonoma penis yang direkonstruksi dengan tandur kulit, dan 19 pasien bersedia untuk ikut serta pada penelitian ini. Dari total pasien, 16 (84,2%) pasien memiliki fungsi seksual yang normal, 2 (10,5%) mengalami disfungsi ereksi ringan dan 1 (5,3) mengalami disfungsi ereksi ringan-sedang.

Kesimpulan: Pasien dengan silikonoma penis yang mendapatkan rekonstruksi dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit memiliki fungsi seksual jangka panjang yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai opsi penutupan defek.


Background: The necessity for penile augmentation has been present throughout history, using non-biological high viscosity substances resulting in detrimental damages, leading to siliconoma. Surgical management with radical excision with choices of split thickness skin graft as defect closure option for resurfacing. Nevertheless, the presence of secondary contracture and sensation diminution of the graft might interfere with sexual function. The aim of this study is to evaluate sexual function in penile siliconoma patient post skin graft reconstruction, using Simplified International Index of Erectile Function (IIEF-5).

Methods: This is a retrograde cross-sectional study involving penile siliconoma patients receiving reconstruction using split thickness skin graft at Hasan Sadikin and Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2015 to July 2019. All patients willing to enroll in this study were given the IIEF-5 questionnaire for sexual function evaluation.

Result: A total patient of 36 people was detected through medical record in both centers, and 19 were willing to be enrolled in this study. Among the patients, 16 (84.2%) had normal sexual function and 2(10.5%) Mild and 1(5.3%) had mild to moderate erectile disfunction.

Conclusion: Penile siliconoma patients receiving radical excision and resurfacing using skin graft has a good sexual function, and could be used as a resurfacing option in the treatment of penile siliconoma.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library