Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Javano Sultan Mastoni
"Dalam tulisan ini, saya mendeskripsikan bagaimana laki-laki dewasa di dalam keluarga intinya mengambil keputusan untuk menjadi seorang bapak rumah tangga yang dalam realitanya berlawanan dari peran gender ideal masyarakat Jakarta serta pengaruhnya terhadap maskulinitas hegemoni yang berlaku di Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara jarak jauh menggunakan gawai terhadap lima bapak rumah tangga, dua pasangannya, dan enam masyarakat umum di Jakarta. Menggunakan konsep doing dan undoing gender saya berusaha menjelaskan bagaimana mereka menjadi seorang bapak rumah tangga dan menggunakan konsep hegemonic masculinity untuk menjelaskan posisi unik mereka yang secara bersamaan menegaskan maskulinitas tradisional dan memunculkan cara baru untuk menjadi laki-laki. Hasil temuan penelitian ini adalah pengaruh signifikan peristiwa pendorong yang sangat berkaitan dengan keadaan ekonomi dalam merasionalisasikan peran bapak rumah tangga yang dijalankan oleh laki-laki. Dari peristiwa pendorong ini muncul praktik-praktik baru untuk menjadi laki-laki yang dimungkinkan oleh pembatalan gender pada praktik tugas domestik. Hal ini tidak sepenuhnya bertentangan dari maskulinitas hegemoni tapi saling berkelindan sehingga menciptakan maskulinitas lokal unik yang tetap mengacu pada maskulinitas hegemoni bapak di tingkatan regional sebagai kerangka budaya. Para bapak rumah tangga menempati posisi yang unik, melakukan gender dengan menegaskan maskulinitasnya dan membatalkan gender dengan membingkai ulang maskulinitasnya

In this paper, I describe how the adult male in his nuclear family decides to become a stay-athome dad, which in reality is contrary to the ideal gender role of the people of Jakarta and its influence on the hegemonic masculinity that prevails in Jakarta. This research was conducted through long-distance interviews using mobile devices with five stay-at-home dads, two spouses, and six extra informants in Jakarta. Using the concepts of doing and undoing gender I try to explain how they become stay-at-home dads and use the concept of hegemonic masculinity to explain their unique position which simultaneously affirms traditional masculinity and gives rise to new ways of being male. The findings of this study are the significant influence of driving events that are closely related to economic conditions in rationalizing the role of housewives carried out by men. From this driving event emerged new practices for being men made possible by the undoing gender in the practice of domestic labor. This is not completely contrary to hegemonic masculinity but is intertwined to create unique local masculinity that still refers to the father hegemonic masculinity at the regional level as a cultural framework. Stay-at-home dads occupy a unique position, doing gender by affirming their masculinity and canceling gender by reframing their masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi
"Paktik perkawinan anak adalah fenomena sosial yang dialami oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Temuan Unicef mencatat pada tahun 2014 lebih dari 700 juta perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, sementara Indonesia berada di urutan kedua tertinggi di ASEAN. Disertasi ini di tulis untuk mengungkap dan memaparkan proses reproduksi budaya praktik perkawinan anak yang berkelindan dengan beragam aspek dan konteks serta pengalaman dan negosiasi perempuan dalam menjalani perkawinan anak pada orang Kaili di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Suatu kajian etnografi feminis yang meggunakan teori habitus dan practice, Pierre Bourdieu untuk mengungkap relasi antara gagasan budaya dan aspek sejarah dengan praktik perkawinan anak. Teori intersectionality dari patricia Hill Collins untuk menganalisis posisi subyek dengan rangkaian persinggungan relasi kuasa yang mempengaruhi pengalaman hidup subyek perkawinan anak serta teori agency dan
resistance dari Saba Mahmood untuk menguraikan upaya perempuan dalam membangun subyektivitasnya. Penelitian dilakukan bulan Juli 2016 - Maret 2019 melaui observasi dan wawancara mendalam serta metode life history dan genealogi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah 1). Bagaimana praktik perkawinan anak menjadi bagian dari sistem sosial orang Kaili dari masa ke masa? 2). Bagaimana reproduksi kultural praktik perkawinan anak dimaknai oleh subyek dari berbagai latar belakang sosial dalam generasi yang berbeda? 3). Bagaimana perempuan Kaili membangun subjektivitasnya selama menjalani praktik perkawinan anak dan menggunakan subyektifitas tersebut untuk menegosiasikan posisinya? Temuan penelitian menujukan bahwa praktik perkawinan anak merupakan disposisi atas berbagai masalah terutama yang menyangkut kehormatan dan martabat perempuan yang membentuk habitus. Praktik tidak selalu identik dengan usaha untuk meneguhkan dominasi seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu. Pada kondisi tertentu praktik sosial terkadang mengekspresikan ketulusan dalam menjalin relasi yang intim antara manusia seperti relasi antara orang tua dan anak. Pada masa lampau perkawinan anak menjadi pilihan paling rasional saat itu, untuk menjaga kehormatan dan harga diri perempuan. Pada generasi masa kini perkawinan anak ditafsir kembali sebagai strategi mengatasi dinamika kontekstual dalam kehidupan sosial, baik pribadi maupun kelompok. Selanjutnya tidak semua perempuan subyek perkawinan anak kemudian menjadi powerless. Berbagai cara dan mekanisme yang dikembangkan oleh para subyek menegaskan bahwa praktik ini bukan fenomena tunggal dengan
reason yang tunggal pula, akan tetapi didalamnya terdapat para individu dengan beragam kepentingan (self interest) lalu mengembangkan berbagai mekanisme sesuai dengan kondisi diri dan keluarga yang melingkupinya.

The practice of child marriage is a social phenomenon experienced by many women in various parts of the world. Unicef's findings noted that in 2014 more than 700 million women were married under the age of 18, while Indonesia was the second highest in ASEAN. This dissertation was written to reveal and describe the cultural reproduction process of child marriage practices that are intertwined with various aspects and contexts as well as experiences and negotiations of women in undergoing child marriage to Kaili people in Donggala Regency, Central Sulawesi. A feminist ethnographic study that uses habitus and practice theory, Pierre Bourdieu is used to reveal the relationship between cultural ideas and historical aspects and the practice of child marriage. The intersectionality theory from Patricia Hill Collins is used to analyze the subject's position with a series of power relations that affect the life experience of the subject of child marriage and the theory of agency and resistance from Saba Mahmood is used to describe women's efforts in building their subjectivity. The research was conducted in July 2016 - March 2019 through observation and in-depth interviews as well as methods of life history and genealogy. The research questions posed are 1). How has the practice of child marriage been part of the Kaili social system from time to time? 2). How can the cultural reproduction of child marriage practices be interpreted by subjects from various social backgrounds in different generations? 3). How did Kaili women develop their subjectivity during the practice of child marriage and use this subjectivity to negotiate their positions? The research findings show that the practice of child marriage is a disposition to various problems, especially those concerning the honor and dignity of women who form the habitus. The practice is not always in line with efforts to assert domination as argued by Bourdieu. In certain conditions social practice sometimes expresses sincerity in forging intimate relationships between humans such as relationships between parents and children. In the past, child marriage was the most rational choice at that time, to protect women's honor and dignity. In the current generation, child marriage is reinterpreted as a strategy to overcome contextual dynamics in social life, both individually and in groups. Furthermore, not all women who are subject to child marriage become powerless. The various ways and mechanisms developed by the subjects emphasize that this practice is not a single phenomenon with a single reason, but there exist individuals with various interests (self-interest) then develop various mechanisms according to their own conditions and the family conditions that surrounds it."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"PENELITIAN ini berangkat dari pertanyaan mengenai proses produksi tayangan religi "Mamah dan Aa Beraksi" di Stasiun Televisi Indosiar dalam relasinya dengan pembentukan kebudayaan. Fokus penelitian adalah dinamika relasi antar aktor (tim kreatif, tim produksi, penceramah, pembawa acara, audiensi) dalam proses produksi tayangan religi di studio. Dengan menggunakan metode etnografi dan teori ranah dari Bourdieu (1993) dan Turner (1974), peneliti mengajukan argumen bahwa ruang produksi tayangan dapat dilihat sebagai ranah produksi budaya yang relatif otonom, yang memiliki logika dan pola permainannya sendiri dan bukan subordinasi dari lingkungan makro (kekuasaan ekonomi politik) sebagai sesuatu yang pasti menentukan arah tindakan dan hasilnya. Dengan berfokus pada ranah produksi, penelitian ini membuktikan bagaimana kekuatan ekonomi dominan tidak senantiasa mendominasi proses produksi tayangan. Praktik-praktik dalam ranah produksi tayangan memiliki logikanya sendiri dan praktik tersebut membentuk jalinan sosial dan material yang mengarah pada tujuan tertentu. Disertasi ini menunjukan bahwa teori ranah produksi budaya dapat dimanfaatkan secara produktif untuk meneropong gejala media yang semakin menjadi ciri era informasi global. Pendekatan prosesual (Bourdieu, 1993) dan logika permainan dalam suatu ranah (Turner, 1974) relevan dikembangkan dalam studi antropologi media untuk menelaah variasi gejala dan bentuk media yang lain, mengkaji proses produksi yang melibatkan banyak arena, dan menelaah hadirnya media baru (new media) yang memungkinkan simultannya proses produksi dan konsumsi dalam satu arena. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, peneliti menemukan bahwa di era serbamedia, dinamika produksi budaya telah diwarnai secara signifikan oleh panggung-panggung media, namun praktikpraktik sosial di dalam proses produksi tayangan Mamah Dedeh menunjukkan, panggung media tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Praktik hidup sehari-hari sudah menjadi bagian dari tenunan media, pun sebaliknya, praktik media telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2186
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library