Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutyarso
"Pendahuluan
Pemerintah Republik Indonesia dalam menanggulangi tekanan penduduk telah menempatkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) sebagai Program Nasional. Menurut laporan BKKBN bahwa pada tahun 1988 di Indonesia terdapat 26.995.469 pasangan usia subur, pasangan yang mampu atau mudah memberikan keturunan.
Dari jumlah itu hanya 17.763.019 pasangan yang pernah menggunakan kontrasepsi dan ternyata di antara mereka sebagian besar adalah kaum wanita, sehingga para istrilah yang sebenarnya lebih aktif berperan sebagai akseptor KB sedang di pihak suami hanya 6% yang bersedia menggunakan kontrasepsi. Meskipun program KB dinilai cukup berhasil, tetapi dari kesinambungan dan kelancaran program tersebut diperlukan partisipasi aktif kaum pria.
Perkembangan kontrasepsi pria jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasepsi wanita. Hal ini disebabkan sulitnya mengendalikan proses spermatogenesis jika. dibandingkan dengan proses ovulasi. Baru pada akhir-akhir ini para peneliti baik dalam maupun luar negeri mulai tertarik kembali pada alat atau bahan kontrasepsi pria. Di Indonesia penelitian sistematik tentang KB pria masih belum banyak dilakukan (1). Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli dalam bidang andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar ideal. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, murah, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek sampingan, efektif dan bersifat reversibel (2). Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi. Terdapat petunjuk bahwa cara vasektomi bersifat ireversibel. Sedangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah efek psikis karena berkurangnya daya sensitivitas.
Usaha untuk menemukan alat atau bahan kontrasepsi pria telah dilakukan oleh negara maju, antara lain dengan memanfaatkan bahan alami, tetapi hasilnya belum memuaskan sehingga penerapannya sebagai kontrasepsi pria masih diragukan. Oleh karena itu eksplorasi dan penelitian bahan kontrasepsi yang berasal dari tanaman masih merupakan prioritas. Selain itu bahan obat-obatan termasuk kontrasepsi yang berasal dari tanaman mempunyai keuntungan antara lain toksisitasnya rendah, mudah diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan efek samping (1).
Dari hasil skrining aktivitas spermisida 1.600 ekstrak tanaman yang tumbuh di India, ternyata 30 ekstrak tanaman mempunyai efek spermisida pada tikus dan 16 ekstrak tanaman menyebabkan "immotilitas spermatozoa" manusia (3).
Buah pare yang merupakan bagian dari tanaman pare (Momordica charantia L) dilaporkan mempunyai khasiat kontrasepsi, karena mengandung momordikosida golongan glukosida triterpen atau kukurbitasin (4). Bahan ini bersifat sitotoksik dan dapat menghambat spermatogenesis anjing (5). Disamping itu terdapat indikasi bahwa ekstrak buah pare yang diberikan pada tikus secara oral, dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas spermatozoa (6).
TeIah diketahui ada 12 jenis glukosida triterpen terkandung dalam tanaman pare, masing-masing dikenal dengan nama momordikosida A sampai L. Momordikosida utama yang terdapat dalam buah pare adalah jenis K dan L .(7), dan diduga momordikosida jenis inilah yang bersifat sitotoksilc atau sitostatik (8).
Terdapat bukti bahwa glukosida triterpen bersifat anti pertumbuhan, terutama menghambat perkecambahan biji kapas, menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menghambat perkembangan fetus tikus (8). Dengan demikian kukurbitasin merupakan zat anti proliferasi dan anti. diferensiasi sel yang sangat poten (4,7,8).
Mengingat. spermatozoa merupakan sel haploid yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis, maka timbul permasalahan yang menarik yaitu apakah ekstrak buah pare yang diberikan pada mencit jantan akan menghambat spermatogenesis dan sekaligus bersifat anti-fertilitas. Jika hal itu benar, apakah efek anti-fertilitas tersebut bersifat .reversibel. Masalah ini menjadi lebih menarik untuk diselidiki karena buah pare disukai banyak orang di Indonesia sebagai lauk dan mudah diperoleh?
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Victor
"Defisiensi besi yang terdapat bersamaan dengan defisiensi mikronutrien lain seperti ribbflavin, lazim terjadi di negara berkembang. Remaja wanita termasuk salah satu golongan yang rentan terhadap defisiensi zat-zat gizi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa defisiensi riboflavin dapat mengganggu utilisasi dan absorpsi besi sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi atau memperberat keadaan anemia ini. Di Indonesia, kemungkinan terjadinya defisiensi riboflavin cukup besar karena konsumsi pangan hewani yang juga merupakan somber riboflavin yang baik, masih rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi defisiensi riboflavin, faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya defisiensi ini antara lain tingkat ekonomi dan pola makan serta hubungan antara defisiensi riboflavin dengan anemia defisiensi besi. Untuk itu telah dilakukan pemeriksaan darah pada 107 remaja wanita untuk mengetahui koefisien aktivasi enzim glutation reduktase (EGRAC) yang dipakai sebagai parameter status riboflavin. Sedangkan untuk mengetahui adanya anemia defisiensi besi, dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan feritin serum. Untuk mengetahui hubungan antara defisiensi ribofalvin dengan faktor-faktor yang berkaitan tersebut dilakukan wawancara dan analisis diet.
Dari 107 remaja wanita yang diteliti, ditemukan prevalensi defisiensi riboflavin dan anemia defisiensi besi masing-masing sebesar 25,2% dan 24,3%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p > 0,01) antara masukan protein dan riboflavin dengan status riboflavin. Ditemukan hubungan bermakna (p < 0,01) antara tingkat ekonomi dengan status riboflavin, demikian pula antara kualitas bahan makanan sumber riboflavin dengan status riboflavin dan anemia defisiensi besi. Ditemukan hubungan yang bermakna (p < 0,01) antara status riboflavin dengan anemia defisiensi besi dan didapat korelasi linear negatif yang bermakna (p < 0,01) antara EGRAC dengan feritin serum dengan koefisien korelasi (r) -0,595."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo Widjaja
"Pendahuluan
Angka kematian dan angka kesakitan karena penyakit infeksi khususnya pada bayi dan anak balita, masih sangat tinggi di Indonesia. Hasil survai LitBangKes Republik Indonesia (1980) menunjukkan angka kematian spesifik pada golongan umur 1 - 4 tahun sebesar 19,6 per 1000. Angka kematian yang paling besar terjadi pada golongan umur di bawah satu tahun yaitu 90,3 per 1000 kelahiran hidup. Sebab kematian yang paling menonjol pada golongan umur tersebut ialah : diare (24,1%), infeksi saluran pernafasan (22,1%) dan tetanus neonatorum (20%) . Penyakit-penyakit ini sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi. Diperkirakan imunisasi dapat mencegah 31.5% kematian bayi dan 22,72 kematian anak balita (1).
Program imunisasi melalui Pengembangan Program Imunisasi (PPI) telah dilaksanakan sejak tahun 1977 dan telah meliputi Iebih dari 45,000 desa. Hasil cakupan imunisasi melalui program ini masih belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada tahun 1985 sebagai berikut : BCG 52% , DPT2 37% , DPT3 11% , TT2 24% , Polio-3 10% , Campak 11,7%, sedangkan WHO memperkirakan hasil yang dicapai ialah DPT3 6% dan Polio-3 7%. Angka tersebut menunjukkan drop out imunisasi ulang DPT dan polio masih tinggi.
Zat-zat imunopotensiator diketahui mempunyai efek meningkatkan reaksi imunitas iubuh terhadap imunogen. Levamisol adalah salah satu imunopotensiator non-spesifik yang telah diketahui mampu meningkatkan baik fungsi imonitas selular maupun humoral. Dilaporkan obat tersebut efektif untuk : a) mencegah dan mengobati infeksi menahun rekuren di kulit, mukosa, mata, saluran pernafasan, juga infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan sebagainya ; b) menghilangkan anergi pasca infeksi virus dan riketsia ; c) mengobati penyakit reumatik, termasuk artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik dan sindrom Reiter ; d) menekan angka kekambuhan pada penderita kanker, terutama setelah operasi, radioterapi atau kemoterapi. Penggunaan levamisol sebagai ajuvan dalam imunisasi telah pula dilaporkan oleh beberapa peneliti, baik pada pada hewan percobaan maupun pada manusia.
Tujuan penelitian untuk membuktikan manfaat levamisol sebagai ajuvan dalam meningkatkan sintesis zat anti-tetanus. Bila levamisol terbukti mampu meningkatkan sintesis zat anti-tetanus, maka manfaat ini diharapkan akan mempercepat tercapainya kadar zat anti yang optimal, walaupnn terjadi drop out.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widiastuti
"Pendahuluan
Di Indonesia terdapat 3 juta pasangan infertil. Dengan kemajuan ilmu kedokteran pada umumnya dan andrologi pada khususnya, baru sekitar 50 % dari pasangan tersebut yang dapat ditolong. Dari pasangan infertil tersebut, sekitar 40% disebabkan adanya gangguan pada pihak pria.
Tujuan utama dari berbagai cara penyiapan spermatozoa adalah untuk memisahkan spermatozoa dari plasma semen setuntas mungkin, sehingga diperoleh spermatozoa yang memiliki fungsi baik untuk keperluan artificial insemination husband (AIH) maupun in vitro fertilization (IVF). Prosedur pemisahan spermatozoa ini, antara lain metoda penyaringan dengan glass wool, kolom albumin, metoda swim-up dan metoda sentrifugasi gradien percoll. Adapun metoda yang sering digunakan untuk keperluan AIH maupun IVF pada pasangan ingin anak adalah metoda swim-up dan metoda sentrifugasi gradien percoll.
Metoda swim-up telah terbukti efektif dalam memisahkan spermatozoa dengan kualitas tinggi pada semen normozoospermia dan oligozoospermia dalam hal motilitas dan morfologi spermatozoa. Namun, metoda swim-up menjadi pilihan mengingat bahan-bahan yang diperlukan untuk metoda swim-up relatif lebih murah dan mudah diperoleh.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan metoda swim up dengan metoda sentrifugasi gradien percoll dua lapis dalam menghasilkan spermatozoa dengan kualitas fungsi yang baik untuk keperluan pengembangan pelayanan penanggulangan masalah infertilitas.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. Marsono
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunkun K. Wiramihardja
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T9680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trimurti Parnomo
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Uji hambatan hemaglutinasi (HH) merupakan salah satu uji serologi yang secara luas dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap virus dengue baik sebagai konfirmasi diagnosis atau untuk tujuan serosurvei. Mengingat bahwa penyediaan antigen baku yang dipakai untuk uji ini secara teknis tidak mudah dilakukan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka dicoba. untuk mencari sumber antigen alternatif dari media biakan sel yang diinfeksi virus dengue tipe 2 (DV-2). Penelitian ini dilakukan terhadap 3 macam biakan sel yaitu sel BHK klon 21, sel Aedes albopictus klon C6/36 (C6/36) dan sel Aedes pseudascutella ris klon 61 (AP61). Untuk meningkatkan titer antigen yang terbentuk, maka dicoba menambahkan deksametason dan DMSO ke dalam media, disamping itu dilakukan juga presipitasi dengan PEG 6000. Selanjutnya reaktifitas dari antigen alternatif tersebut dibandingkan dengan antigen baku terhadap 62 pasang serum tersangka penderita demam berdarah dengue (DBD) dan 30 serum normal secara uji HH.
Hasil dan kesimpulan : Antigen (hemaglutinin) yang diproduksi oleh biakan eel AP61 dan C6/36 mempunyai titer yang lama tinggi. Penambahan deksametason 10-5M ke dalam media tanpa serum dapat meningkatkan titer hemaglutinin yang secara statistik tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer yang berasal dari media yang mengandung serum dengan atau tanpa deksametason. Hasil uji HH menunjukkan, bahwa titer antibodi terhadap antigen alternatif yang telah dipresipitasi dengan PEG 6000 tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer antibodi terhadap antigen baku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antigen alternatif dapat dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue secara uji HH.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Retnowati
" LATAR BELAKANG
Saat ini usaha keluarga berencana mulai banyak dikembangkan pada pihak keluarga. Secara garis besar pelaksanaan keluarga berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat keluarga berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam keluarga berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir.
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus hipofisis - testis (HHT). Harmon atau anti hormon yang dapat mengganggu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan keluarga berencana pada pria . Obat-obat tersebut dapat bekerJa di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan keluarga berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku keJantanan. Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi gonadotropin Releasing Harmon (GnRH), pada tingkat hlpofisis diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi hormon gonadotropin CFSH dan LH) dan tingkat testis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis.
Dari berbagai obat-obat keluarga berencana yang mengandung hormon yang sedang dan telah ditellti antara lain kombinasi hormon progestin-androgen. Cara kerja kombinasi hormon progestin-androgen adalah melalui hambatan sekresi hormon FSH dan LH oleh progestin, sehingga poros pernbentukan sperma terganggu dan sintesis androgen pun menurun. Untuk
mencegah penurunan libido dan potensi seksual akibat penurunan hormon androgen, maka pemberian hormon progestin dikombinasikan dengan hormon androgen.
Berbagai percobaan telah dilakukan dengan menggunakan
kombinasi depo medroksiprogesteron asetat dan testosteron enantat. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi tersebut umumnya dapat menyebabkan azoospermia atau aligozoospermia berat sekitar 75-82% dari kasus yang diteliti. Sayangnya belum ada penelitlan yang memperoleh 100% azoospermia. Untuk itu perlu dicari kombinasi obat lain yang mungkin mempunyai prospek lebih baik. Salah satu alternatif adalah penggunaan kombinasi norethisteron enantat dan testosteron enantat. Seperti halnya depo medroksiprogesteron asetat, norethisteron enantat ,juga mempunyai kemampuan dalam menekan gonadotropin.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nukman Helwi Moeloek
"ABSTRAK
Tersedianya berbagai macam kontrasepsi memungkinkan seseorang memakai kontrasepsi sesuai dengan keinginannya, sehingga semakin banyak macam kontrasepsi yang tersedia, semakin besar pula kemungkinan seorang akan memakai kontrasepsi.
Saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk mencari kontrasepsi medikamentosa untuk pria yang efektif dan aman, namun sampai sekarang kontrasepsi tersebut belum diperoleh, hal ini disebabkan pengembangan cara pengendalian kesuburan pria lebih sulit daripada wanita. Seorang pria setiap hari dapat memproduksi jutaan spermatozoa, sedangkan seorang wanita hanya melepaskan sebuah sel telur setiap bulan. Selain itu pil atau suntikan KB untuk pria harus tidak boleh menimbulkan efek samping yang membahayakan. Kontrasepsi medikamentosa yang telah banyak diteliti dan bersifat aman serta mempunyai efek paling besar dalam menekan produksi sperma adalah kombinasi androgen dengan progestin. Kombinasi androgen dengan progestin yang telah diteliti yaitu Testosteron enantat (TE) dengan Depo Medroksiprogesteron asetat (DMPA) dan 19 Nortestosteron heksil oksifenilpropionat (19NT) dengan DMPA, namun kedua kombinasi obat tersebut belum dapat menimbulkan azoospermia sampai atau mendekati 100%. Sebenarnya kontrasepsi pria yang efektif tidak perlu mencapai azoospermia, tetapi dapat pula dengan cara menimbulkan suatu keadaan ejakulat yang infertil. Sebaliknya walaupun masih ada beberapa spermatozoa tetapi bila fungsinya masih baik, ejakulat tersebut masih fertil. Untuk mengetahui kemampuan fertilitas spermatozoa yang masih ada di dalam ejakulat dapat dilakukan uji fungsi sperma.
Salah satu cara untuk menguji fungsi sperma ialah dengan uji penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks. Getah serviks merupakan barier pertama yang dihadapi oleh spermatozoa di traktus reproduksi wanita. Penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks secara in vitro di dalam pipa kapiler dikatakan cukup bila mencapai 3 cm atau lebih. Telah dibuktikan pula bahwa getah serviks sapi dapat dipakai sebagai pengganti getah serviks manusia di dalam menguji fungsi spermatozoa, karena getah serviks sapi mempunyai sifat yang sama dengan getah serviks manusia. Bila dilihat integritas membran spermatozoa (diperiksa dengan uji HOS = hypoosmotic swelling), maka integritas membran spermatozoa dikatakan buruk bila uji HOS t 50%.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut ingin diketahui apakah penyuntikan kedua kombinasi obat TE + DMPA dan 19NT + DMPA pada pria fertil dapat mengakibatkan penetrasi spermatozoa mereka ke dalam getah serviks sapi secara in vitro tidak bisa mencapai jarak 3 cm atau lebih dalam. Penelitian ini juga ingin mengetahui apakah penyuntikan kedua kombinasi obat tersebut akan menurunkan integritas membran spermatozoa serta menurunkan konsentrasi spermatozoa, morfologi normal spermatozoa dan motilitas spermatozoa.
Tujuan utama penelitian ini ialah untuk menurunkan kesuburan pria agar di masa yang akan datang dapat diperoleh kontrasepsi pria yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu diteliti pengaruh penyuntikan kombinasi TE + DMPA dan 19NT + DMPA pada pria fertil terhadap :
1. penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks sapi serta perbandingan pengaruh kedua kombinasi obat tersebut terhadap penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks sapi, dan
2. integritas membran spermatozoa.
Pada penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah:
Hipotesis utama, yaitu:
Kombinasi TE + DMPA dan 19NT + DMPA pada 12 minggu masa penyuntikan terhadap pria fertil akan menyebabkan tidak adanya spermatozoa yang dapat melakukan penetrasi ke dalam getah serviks sapi secara in vitro lebih dalam daripada jarak 3 cm.
Hipotesis kerja, ialah hipotesis yang mendukung hipotesis utama, yaitu:
Penyuntikan TE + DMPA dan 19NT + DMPA pada pria fertil akan menurunkan :
1. konsentrasi spermatozoa,
2. morfologi normal spermatozoa,
3. motilitas spermatozoa, dan
4. integritas membran spermatozoa.
Usulan penelitian ini telah diajukan dan diperoleh persetujuannya dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Dekan FKUI. Pernyataan kesediaan dan persetujuan secara tertulis diperoleh dari setiap relawan. Empat puluh relawan pria sehat (umur antara 21-45 tahun) yang telah mempunyai anak sekurang-kurangnya satu orang dan telah diseleksi dengan pemeriksaan yang meliputi penilaian kesehatan umum, riwayat aktifitas seksual, analisis semen dan pemeriksaan darah normal (due Rail dalam interval 2 minggu) untuk diselidiki dalam penelitian ini. Penelitian ini dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase kontrol sebelum perlakuan
2. Fase perlakuan.
Pada fase kontrol sebelum perlakuan, dilakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik setiap relawan. Darah vena diambil untuk pemeriksaan hematologis dan kimia darah rutin. Kimia darah rutin meliputi pemeriksaan SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase), SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase), Gamma-GT (Gamma glutamyl transpeptidase), fosfatase alkali, ureum dan kreatinin. Dua contoh semen dianalisis dengan jarak 2 minggu. Kemudian relawan dibagi dalam 2 kelompok secara acak yaitu kelompok yang akan diberi TE 200 mg dan kelompok yang akan diberi 19NT 200 mg.
Pada fase perlakuan, TE 200 mg atau 19NT 200 mg disuntikkan intramuskular tiap minggu mulai minggu ke 0 sampai dengan minggu ke 5. Sesudah itu dilanjutkan setiap 3 minggu sekali sampai dengan minggu ke 24. DMPA 250 mg disuntikkan intramuskular pada tiap relawan mulai minggu ke 0 dilanjutkan tiap 6 minggu sekali sampai dengan minggu ke 18. Pemeriksaan analisis semen dilakukan tiap 3 minggu sekali. Pemeriksaan darah dilakukan tiap 6 minggu sekali.
Pada fase kontrol sebelum perlakuan dan fase perlakuan dari setiap semen yang diperoleh, dilakukan juga uji penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks sapi dan uji HOS.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu perlakuan penyuntikan TE + DMPA dan 19NT + DMPA pada pria fertil menyebabkan
a. mulai minggu ke 12 perlakuan tidak ada spermatozoa yang dapat melakukan penetrasi ke dalam getah serviks sapi secara in vitro pada jarak 2 cm dan 3 cm atau lebih dalam. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka hipotesis utama dapat diterima.
b, penurunan konsentrasi spermatozoa, morfologi normal spermatozoa, motilitas spermatozoa dan integritas membran spermatozoa. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan, bahwa hipotesis kerja dapat diterima.

ABSTRACT
The availability of various methods of contraception makes it possible for a person to use any method desired, so that we may say that the more methods available the more likely a person will make use of contraception.
Many researches are had been done to find contraceptive medicaments, which are both effective and safe. However, the development of methods to control male fertility is more complex than for women because the male can produce millions of sperm every day, while a woman only releases one ovum each month.
In addition, the pill or injection for the male, should not give raise any side effect of serious or dangerous nature?
Contraceptive medicaments that have already been widely investigated are of various combinations of androgens and progestins. Specific combinations of androgen and progestin that have been investigated are Testosterone enanthate (TE) together with Depo Medroxyprogesterone acetate (DMPA), and 19 Nortestosterone hexyloxyphenylpropionate (19NT) together with DMPA. Although neither of these combinations is as yet able to produce azoospermia up to or near 100%, an effective male contraceptive need not necessarily reach azoospermia and may be effective by producing a condition where the ejaculation is infertile. Conversely, if some sperms are still functioning well, the ejaculation is fertile.
One of the methods of testing sperm function is by testing sperm ability to penetrate the cervical mucus. Penetration of the sperm through cervical mucus is considered sufficient if it reaches 3 cm or more. It has also already been proved that bovine cervical mucus can be used instead of human cervical mucus in this test of sperm function, because bovine cervical mucus possesses similar characteristics as human cervical mucus. In addition, the sperm membrane integrity can be tested by the use of HOS test (hypoosmotic swelling test), the sperm membrane integrity is considered poor if the HOS test is t 50 %.
Thus it is desirable to know whether the injection of both combinations of TE + DMPA and 19NT + DMPA in fertile men can prevent sperms penetrating bovine cervical mucus for 3 cm or more. This research was also designed to know whether the injection of both combinations will reduce the sperm membrane integrity and sperm concentration, sperm morphology, and motility.
The main purpose of the present research is to study the effect on male fertility of injections consisting of combinations of TE + DMPA and 19NT + DMPA in fertile men relating to: Sperm penetration of bovine cervical mucus and at the same time to compare the effects of both combinations relating to sperm penetration of cervical mucus.
Sperm membrane integrity.
In this research the hypothesis to be tested is the main hypothesis, i.e.:
That combinations of TE + DMPA and I9NT + DMPA during a 12-week period of injections of fertile men will cause the absence of sperms able to penetrate bovine cervical mucus in vitro for more than a distance of 3 cm.
The working hypothesis, i.e. the hypothesis that support the main hypothesis, is:
That injections of TE + DMPA and 19NT + DMPA in fertile men will reduce:
1. Sperm concentration
2. Sperm morphology
3. Sperm motility
Sperm membrane integrity.
This research has been approved by the approval of the Research Ethics Commission, Faculty of Medicine, University of Indonesia and the Dean of Faculty of Medicine, University of Indonesia.
A declaration of approval and readiness has been, obtained in writing from each volunteer. Forty healthy male volunteers, aged between 21-45 years and who have at least one child, have been selected for this investigation. An evaluation encompassing general health, history of sexual activity, semen analysis and blood examination (twice at intervals of 2 weeks) were investigated for this research.
This research is divided into 2 stages, i.e.
1. The control phase prior to treatment.
2. Treatment phase.
In the control phase prior to treatment, a complete history was taken and physical examination was made of each volunteer. In addition venous blood is taken for hematological examination and routine blood chemistry. Two semen samples are taken 2 weeks apart for analysis. The volunteers are then divided into 2 groups, i.e. those receiving TE 200 mg and those receiving 19NT 200 mg.
In the treatment phase, TE 200 mg or 19NT 200 mg is injected intramuscularly each week starting at week zero up to the sixth week. The treatment is continued every 3 weeks after the sixth week up to the twenty-fourth week. DMPA 250 mg is injected intramuscularly at week zero, and continued every 6 weeks up to the 18th week. Examination of semen is made once every three weeks. Blood examination is made once every 6 weeks.
In the control phase prior to treatment, and in the treatment phase, every semen sample collected tested for penetration of bovine cervical mucus and for sperm membrane integrity by the HOS test.
Results obtained in the present research show that after injection of TE + DMPA and 19NT + DMPA in fertile men: Starting at the 12th week of treatment there is an absence of sperm able to penetrate the bovine cervical mucus in vitro at distances of 2 cm and 3 cm or more. Based on the results, the main hypothesis is accepted.
There is a reduction in sperm concentration, morphology, motility and sperm membrane integrity. The results obtained in the research indicate that the working hypothesis is accepted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
D215
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library