Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Utami Diah Kusumawati
"Latar belakang penulis memilih judul tersebut adalah keingintahuan penulis atas kegagalan tokoh utama sebagai individu usia tua. Kegagalan bagi individu usia tua bagi kebanyakan manusia sering dikaitkan dengan kebijaksanaan. Dalam skripsi ini penulis ingin mencari tahu penyebab kegagalan tokoh utama selain faktor tersebut. Untuk mencari tahu kegagalan tersebut, penulis mengambil teori psikososial Erik. H. Erickson. Di dalam Teori Perkembangan Psikososial Manusia, Erik . H. Erickson mengatakan bahwa manusia mempunyai delapan tahap perkembangan yang harus dilalui dalam hidupnya. Kedelapan tahapan tersebut adalah tahap infant atau bayi, tahap anal muscular, tahap genital locomotor atau bermain, tahap latency atau sekolah, tahap remaja, tahap dewasa awal, tahap dewasa pertengahan, dan tahap dewasa akhir atau masa tua. Di setiap tahapnya, manusia mempunyai tugas yang harus dilaksanakan. Jika tugas tersebut tidak dilaksanakan, maka individu tersebut telah gagal melewati suatu tahap. Misalnya, individu usia tua mempunyai tugas mencapai integritas ego dalam tahap masa tua. Jika individu usia tua tidak mencapai integritas ego, maka dia akan dikatakan sebagai individu usia tua yang gagal. Oleh karena itu, penulis juga mencari tahu integritas ego dari tokoh utama yang berkaitan dengan faktor-faktor kegagalannya. Untuk mengetahui Raja Lear termasuk ke dalam kategori individu usia tua yang gagal atau berhasil, penulis menggunakan acuan Teori Perkembangan Manusia Hamachek. Teori Hamachek adalah teori psikososial perpanjangan dari teori Erik. H Erickson. Dalam teori tersebut, Hamachek membuat faktor-faktor yang menyebabkan seorang individu dikatakan gagal atau berhasil di satu tahap. Di tahap masa tua, Hamachek mengatakan keberhasilan individu usia tua ditentukan dengan adanya kualitas ego negatif, sikap bertanggungjawab, penerimaan kenyataan, penerimaan kematian, tidak mudah tertekan, beapresiasi terhadap kehidupan, optimistis, penyatuan dengan kehidupan dan kebijaksanaan. Penulis menganalisis bahwa penyebab kegagalan Raja Lear sebagai individu usia tua adalah adanya kualitas ego negatif seperti ketidakpercayaan, kebingungan identitas, rasa malu, rasa bersalah, dan inferioritas di dalam diri Raja Lear. Selanjutnya, pandangan Raja Lear terhadap kehidupan dan kematian juga negatif. Kematian bagi Raja Lear dianggap sebagai suatu beban yang berat. Sedangkan, sikap emosional Raja Lear menyebabkan dia mudah stress, putus asa, dan kecewa dalam tahap masa tuanya. Sikap kecewa tersebut menyebabkan Raja Lear berada dalam fase menyalahkan yang membuatnya bersikap tidak bijaksana. Analisis keseluruhan terhadap Raja Lear tersebut menunjukkan bahwa Raja Lear adalah individu usia tua yang telah gagal dalam tahap masa tuanya.Konsep"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlin Putri Indah Destari
"Skripsi ini membahas bagaimana mimpi-mimpi tokoh Prior beserta konflik-konflik seksualitas internal yang terkait di dalamnya mencerminkan sebuah rekonseptualisasi identitas gay dalam drama Angels in America karya Tony Kushner. Dua pendekatan utama yang akan dipakai sebagai fondasi analisis, yakni Teori Interpretasi Mimpi dan dua konsep dasar dalam psikoanalisis Sigmund Freud, yakni konsep ketaksadaran dan struktur jiwa yang akan disilangkan dengan konsep identitas dan seksualitas dari Jeffrey Weeks. Fokus analisis terletak pada bagaimana identitas tokoh Prior Walter sebagai seorang gay dikonstruksi melalui interaksi antara dia dan empat tokoh yang _datang_ dalam mimpi-mimpinya. Tujuan analisis tidak hanya mencari ideologi apa yang bermain di balik interaksi tersebut, tetapi juga bagaimana ideologi ini beroperasi dan berdampak pada perubahan identitas tokoh Prior. Setiap pembahasan akan menunjukkan bentuk relasi kuasa, mekanisme regulasi dan kontrol yang digunakan, serta krisis identitas dalam diri tokoh Prior baik yang tercermin maupun yang dihasilkan dari dinamika bawah sadar tersebut. Resistensi tokoh Prior terhadap konflik ini akan dilihat sebagai perlawanannya untuk merekonstruksi identitas gay (untuk personal sekaligus kolektif). Kesimpulan dari analisis ini adalah bahwa mimpi-mimpi tokoh Prior bukanlah sekedar refleksi penemuan jati diri, melainkan sebuah proses pembentukan diri yang ia lalui sebagai upaya merekonseptualisasi gay sebagai identitas yang progresif, setara, dan berdaulat.

Abstract
This study is an analysis of how Prior Walter?s dreams reflex a re-conceptualization
of gay identity in Tony Kushner?s two-part play Angels in America; Millennium Approaches and Perestroika. I use two basic concepts in Freud?s psychoanalysis?the
unconscious and the structures of the mind? and his theory of The Interpretation of
Dreams combined with Jeffrey Weeks? theoretical approaches to sexual identity to
support my work. I focus on how Prior Walter?s sexed identity is constructed through
interactions between him and four other characters who ?visited? on him in his dreams. The analysis aims not only to search for what ideology behind these interactions, but also on how the ideology operates and unsettles Prior?s identity. At each event, I examine the power relation, the various mechanisms of regulation and control presented, and the identity crisis within Prior himself both reflected and resulted from this psychic realm. Prior?s resistance to the conflicts will be the landmark of his struggle to re-construct gay identity (at personal and collective sense). In conclusion, I interpret Prior Walter?s dream is not a matter of self-discovery, but rather, a self-creation through which he re-conceptualize gay as the progressive, equal and sovereign identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13964
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iqbal
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perilaku psikologis tokoh Sweeney Todd yang kepribadiannya didominasi oleh dorongan destruksi. Konflik internal yang ter- represi dalam tokoh Todd dan konflik eksternal hasil interaksinya dengan tokoh- tokoh lain yang memicu dan menjustifikasi dorongan destruksinya tersebut akan dianalisis menggunakan teori-teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Konflik internal tokoh ini adalah kondisi neurosis melankolia yang bercirikan ambivalensi antara rasa cinta yang mendalam terhadap libidinal cathexis dengan agresivitas destruktif yang begitu mendominasi kepribadian. Konflik eksternalnya berupa interaksinya dengan tokoh-tokoh lain yang mempengaruhi mekanisme kepribadian Todd. Dominasi dorongan destruksi yang kuat tersebut harus dilampiaskan dalam bentuk pembalasan dendam kepada tokoh Judge Turpin yang merampas istri dan putri Todd secara paksa. Namun, demi melampiaskan dorongan destruksi dan membalaskan dendamnya, Todd harus menyusun strategi agar misinya terlaksana. Seiring misi pembalasan dendamnya, tokoh Sweeney Todd sang pembunuh berdarah dingin lahir karena dorongan destruksinya yang sudah tidak dapat dibendung.

This thesis aims to analyze the psychological behavior of Sweeney Todd as the main character of the story whose personality is being dominated by a drive of destruction. Using Sigmund Freud's psychoanalytic theories, this thesis would like to discuss the effects of repressed internal conflict in Todd's personality and his external conflict through the interaction with other characters that trigger and justify Todd's drive of destruction. As the main symptom, Todd's neurotic condition of melancholia shows the ambivalence between his inexhaustible love towards his libidinal cathexis and his dominating destructive behavior. Moreover, the interaction with several significant characters really affects his personality mechanisms as another factor that strengthens his destructive drive. Thus, the force of destruction has to be retaliated towards the character Judge Turpin who snatched Todd's wife and daughter away from him. However, in order to retaliate, Todd needs to plan a thoughtful strategy to accomplish his mission. As his mission of revenge goes by, Sweeney Todd's trait as a cold-blooded slaughter is born as a result of the unbearable drive of destruction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maslihah
"Kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana pendapat orang lain terhadap dirinya. Aspek psikologi merupakan salah satu cara dalam melihat kepribadian seseorang. Dalam karya sastra penulis menciptakan karakterisasi yang dapat dilihat dari aspek kepribadian dan aspek psikologi salah satunya adalah Sir Arthur Conan Doyle. Doyle menciptakan tokoh Sherlock Holmes yang kuat. Novel A Study in Scarlet, Doyle memperkenalkan ke dunia karakter Sherlock yang eksentrik . Terdapat dua poin pembahasan dalam jurnal ini. Pertama, karakter eksentrik Sherlock Holmes membuatnya menjadi sosok berbeda dari tokoh lain dan menempatkannya sebagai salah satu ikon detektif. Kedua, dengan karakter ekstentrik namun cerdas; Holmes sebagai karakter rekaan Doyle dapat menjadi contoh bagaimana masyarakat menerima 'orang ekstentrik'. Dengan mengkaji Holmes dari segi psikologi, jurnal ini berusaha untuk memahami dan menunjukan struktur kepribadian eksentrik yang mempengaruhi interaksi Holmes dengan tokoh-tokoh lain dalam novel A Study in Scarlet.

A person's personality influences others judgements to value that person. Psychological aspect is one tool to see the human personality. Literature deals with personality and psychological aspect of the character created by the author. Sherlock Holmes is an eccentric character in A Study in Scarlet, the first series of detective story which introduced him. The characterization of Holmes that has been attributed by the creator Sir Arthur Conan Doyle is very strong. There are two points this article attempts to discover. The first is because Holmes' eccentric personality make him a distinguish character that would be prominent among others and it becomes one of the factors establishing him as an icon in the detective story. The Second is through the characterization known with his eccentricity yet intelligence; Holmes imaginary character could be an example to see the acceptance of the society towards 'eccentric person'. Psychological approach is an attempt to have thorough understanding and pinpoint the structure of eccentric personality which affects Sherlock Holmes interaction with other characters in A Study in Scarlet novel.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haviera Rahma Noordiany
"ABSTRAK
Iklan dapat menggambarkan bagaimana suatu kelompok masyarakat berpikir tentang diri mereka sendiri. Salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari iklan adalah ideologi gender, contohnya adalah maskulinitas dan femininitas. Sebuah analisis wacana kritis berdasarkan teori dari Discourse of Advertising oleh Guy Cook 2001 telah dilakukan di dalam jurnal ini dengan menggunakan dua iklan parfum dengan penonton terbanyak di YouTube sebagai korpus, yakni iklan parfum Sauvage dan J rsquo;Adore. Fokus dari jurnal ini adalah untuk melihat ide dari maskulinitas dan femininitas dalam iklan tersebut, serta bagaimana mereka menyetujui atau menantang kedua ideologi gender tersebut. Walaupun kebanyakan dari iklan parfum yang beredar telah membentuk imej wanita dan pria yang sensual, kedua parfum keluaran Dior ini berbeda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua iklan masih menyetujui ideologi gender yang berlaku, namun mereka merepresentasikan ide maskulinitas dan femininitas dengan cara yang berbeda dan tidak sensual.

ABSTRACT
Advertisements are necessary to be analyzed because they can depict of what the society think about themselves. One of the things that cannot be separated from advertisements is gender ideology, i. e. masculinity and femininity. A critical discourse analysis from Discourse of Advertising by Guy Cook 2001 of two of the with the most viewed perfume commercials in YouTube named Sauvage and J rsquo Adore is conducted to discover the idea of masculinity and femininity in perfume commercials. The focus of the article is the representation of men and women in Sauvage and J rsquo Adore perfume commercials and how do they perpetuate or challenge the idea of masculinity and femininity. Although most perfume advertisements sensualize both sexes to attract the consumer, Sauvage and J rsquo Adore are exceptional. The study reveals that the text and context in both advertisements are still perpetuating with gender ideologies although they present the idea of masculine and feminine in a different way, which does not sensualizes both sexes."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Genre Western telah terbukti sebagai genre film yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah Hollywood, meninggalkan bekasnya di industri perfilman selama bertahun-tahun sejak awal kemunculannya. Akan tetapi, seiring berjalannya zaman genre tersebut mengalami penurunan pamor sehingga tidak lagi memegang posisi di industri perfilman seperti dahulu kala. Kini, berbagai bentuk baru dari genre tersebut telah lahir sebagai perwujudan refleksi untuk mengkilas balik ke masa-masa keemasan-nya dan untuk mengomentari akar perwujudannya. Riset ini membahas bagaimana metode-metode storytelling baru tersebut bertingkah sebagai dasar bagi film-film kontemporer untuk mengomentari genre Western, terutama Western klasik dan Western Revisionis, melalui beberapa perspektif yang terkandung di dalam lingkup sinematik. Analisis ini mengargumenkan bahwa sangat memungkinkan untuk menggali interpretasi-interpretasi yang terdapat di dalam cara pembuat-pembuat film memberi opini mereka tentang kondisi genre Western di masa kini dengan menganalisa utilisasi konsep Western Pasca-Kejayaan di dalam film No Country for Old Men (2007) dan Logan (2017), juga bagaimana konsep tersebut berhubungan dengan diskusi tematik mengenai tema penuaan.

The Western has proven itself to be a massively influential film genre within the history of Hollywood, leaving its mark on the industry for decades since its first arrival. However, the genre has found itself to be in such a declining state over the years that it no longer holds a position in the industry. Nowadays, new forms of this genre have introduced themselves as a reflective vessel to look back upon the golden years and to comment on its original roots. This research examines the way these new storytelling approaches serve as the foundation for contemporary films to make remarks on the Western, primarily Classic and Revisionist Western, from several perspectives found within the cinematic frame. Through this analysis, it is argued that it is possible to obtain interpretations on how different filmmakers voice their opinion on the state of the genre in contemporary times by analyzing their utilization of the Post-Heyday Western concept in No Country for Old Men (2007) and Logan (2017), as well as how it correlates to certain thematic discussions revolving around aging."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nixon
"Peaky Blinders Season 5 (2019) merupakan musim kelima dari serial "Peaky Blinders", yang merupakan serial Netflix yang mengisahkan tentang sebuah kelompok kriminal di kota Birmingham, Inggris, pada masa Perang Dunia pertama. Artikel ini akan menganalisis tindakan Thomas Shelby, penjahat dan karakter utama dalam serial Netflix Peaky Blinders musim ke-5 (2019), menggunakan teori Psikoanalisis Freud. Thomas Shelby adalah seorang penjahat, tetapi dia juga dianggap pahlawan oleh karakter lain di Peaky Blinders musim ke-5. Saya menemukan bahwa kondisi psikologis Thomas Shelby dapat digunakan untuk menjelaskan setiap tindakan agresifnya dan dapat mengubah cara pandang orang-orang di sekitarnya terhadap kejahatannya menggunakan metode yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Saya menyimpulkan bahwa alasan psikologis di balik tindakan agresif Thomas Shelby dapat mengubahnya dari penjahat menjadi pahlawan bagi orang-orang yang terpinggirkan di sekitarnya karena Id dan Superego yang muncul secara seimbang dan bersamaan. Situasi ini dijelaskan oleh Sigmund Freud dalam “Mekanisme Pertahanan” yang masih menjadi bagian dari teori Psikoanalisis. Kemunculan Id dan Superego secara bersamaan dapat menimbulkan pembenaran tindak pidana bagi pelaku kejahatan dan memperoleh simpati dari masyarakat.

Peaky Blinders Season 5 (2019) is the fifth season of "Peaky Blinders" series, which is a Netflix series that tells the story of a criminal group in the city of Birmingham, England, during the first World War. This article will analyze the actions of Thomas Shelby, a criminal and main character in Netflix series Peaky Blinders Season 5 (2019), using Freud’s Psychoanalysis theory. Thomas Shelby is a criminal, but he is also considered a hero by other characters in Peaky Blinders season 5. I find that the psychological condition of Thomas Shelby could be used to explain each of his aggressive actions and it could change the perspective of people surrounding him towards his crime using the method developed by Sigmund Freud. I conclude that the psychological reasons behind the aggressive acts of Thomas Shelby could turn him from a criminal into a hero for marginalized people surrounding him because the Id and Superego that appear in balance and simultaneously. This situation is described by Sigmund Freud in “Defense Mechanism,” which is still a part of Psychoanalysis theory. The simultaneous appearance of Id and Superego can lead to justification of criminal acts for criminals and gain sympathy from people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bramandito Darmawan Putra
"Novel Little Women telah berulang kali diadaptasi ke dalam film dengan versi Greta Gerwig sebagai adaptasi terakhir. Jo March, protagonis dari Little Women, dipercaya sebagai arketipe pahlawan fiksi perempuan dari era awal literatur perempuan di Amerika (Stoneley, 2003). Walau karakterisasi Jo March dalam film 2019 mempunyai beberapa persamaan dengan versi novel, Greta Gerwig memilih untuk memasukkan cukup banyak visi pribadinya ke dalam film yang ia buat. Riset ini tidak hanya bertujuan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan antara dua versi tersebut, tetapi juga untuk memahami apa yang ingin Greta Gerwig capai melalui karakter Jo March menurut versinya.

The novel Little Women has been adapted into films multiple times with Greta Gerwig’s version (2019) as the most recent. Jo March, the protagonist of Little Women, is believed to be the archetype of female fictional heroine from early American Girls’ literature (Stoneley, 2003). Although the characterization of Jo March in the 2019 film shares similar qualities with the novel version, Greta Gerwig chooses to put her own vision in it quite significantly. This research is not
only intended to analyze the similarities and difference between the two versions, but also to find what Greta Gerwig tries to achieve from her version of Jo March.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Abisha Yogananda
"Fallout: New Vegas is a western RPG made by Obsidian taking place in a post-apocalyptic western coast United States, specifically the Mojave desert, located in modern-day Arizona. The game, among other things, is well known for its surprisingly deep and nuanced narrative and world-building, particularly regarding the main factions and how they fit into the narrative and world-building of the game. However, this paper aims to highlight a far less discussed aspect of the factions: how the factions work as parts of the long-standing tradition of the Fallout franchise as a commentary on American Society. This paper analyzes specifically three factions within the game that the player encounters and interacts with the most: the New California Republic, Caesar’s Legion, and Mr. House. Qualitative Analysis was conducted between the nature and behavior of the three factions and various aspects of American society based on the question of which aspect of American society corresponds the best to each of the three factions around the time of the game’s release of 2010 and earlier. This paper shows that the three main factions of New Vegas, the New California Republic (NCR), the Caesar’s Legion, and Mr. House can indeed work as a form of commentary on various aspects of the United States, specifically for the US government in the Bush era, the American right-wing militia movements, and the capitalist system and figures of the United States during the 2000s. This comparison provides insight into the socio-political situation of the 2000s United States. It shows how the faction’s structure, behavior, and options they provide to the player through the quest allow the player to gain insight into the game’s view on the socio-political context of 2000s America.

Fallout: New Vegas adalah permaian Role-Playing Game (RPG) ciptaan Obsidian yang berlatar di pesisir barat Amerika Serikat pasca-kiamat, khususnya di gurun Mojave, Arizona. Gim ini terkenal karena narasi dan pembangunan dunia yang sangat dalam dan bernuansa, khususnya mengenai faksi-faksi utama dan bagaimana mereka masuk ke dalam narasi dan pembangunan dunia gim tersebut. Makalah ini bertujuan untuk menyoroti aspek faksi-faksi yang kurang dibahas: bagaimana faksi-faksi tersebut bekerja sebagai bagian dari tradisi Fallout sebagai komentar mengenai Masyarakat Amerika Serikat. Makalah ini menganalisis secara khusus tiga faksi dalam gim yang paling sering ditemui dan berinteraksi dengan pemain: New California Republic, Caesar's Legion, dan Mr. House. Analisis Kualitatif dilakukan untuk menghubungkan sifat dan perilaku ketiga faksi dengan berbagai aspek masyarakat Amerika berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tentang aspek masyarakat Amerika mana yang paling sesuai dengan masing-masing dari ketiga faksi tersebut dalam sekitar waktu perilisan gim (2010) dan sebelumnya. Makalah ini menunjukkan bahwa tiga faksi utama New Vegas, New California Republic (NCR), Caesar’s Legion, dan Mr. House memang dapat berfungsi sebagai bentuk komentar tentang berbagai aspek Amerika Serikat, khususnya untuk pemerintah AS di era Bush, gerakan milisi sayap kanan Amerika, dan sistem kapitalis serta tokoh-tokoh Amerika Serikat selama tahun 2000-an. Perbandingan ini memberikan wawasan tentang situasi sosial-politik Amerika Serikat tahun 2000-an. Perbandingan ini juga menunjukkan bagaimana struktur, perilaku, dan opsi faksi yang mereka berikan kepada pemain melalui pencarian memungkinkan pemain untuk mendapatkan wawasan tentang pandangan permainan tentang konteks sosial-politik Amerika tahun 2000-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Ayu Juwitasari
"Superhero narratives traditionally depict heroic figures upholding truth and justice to maintain world peace and human safety; The Boys offers a contrasting perspective, exploring the morally ambiguous nature of superheroes influenced by corporate entities and capitalist interests. Vought International is a fictional corporation that is depicted in The Boys, responsible for the control and exploitation of superheroes to achieve financial gain and influence. This study examines the strategies utilized by Vought International to manipulate the media to fulfill corporate advantages and protect its public reputation. The analysis explores deeper into the diverse types of media manipulation employed in superhero narratives, while also examining the critique of corporate control over these narratives. This study utilizes textual analysis method to examine how Vought International leverages media manipulation to cultivate public empathy, support, and profit by commodifying superheroes. It is found that media manipulation strategies employed to achieve Vought International's goals are disinformation, rhetorical devices, visual media manipulation, and suppression of information, including a strategy involving collaboration with the fictional US military, as depicted in The Boys, to consolidate their power.

Narasi superhero biasanya menggambarkan sosok heroik yang menjunjung kebenaran dan keadilan untuk menjaga perdamaian dunia dan keselamatan manusia. Namun, The Boys menawarkan perspektif berbeda dengan mengeksplorasi ambiguitas moral superhero yang dipengaruhi oleh perusahaan korporat dan kepentingan kapitalis. Vought International, korporasi fiktif dalam The Boys, mengendalikan dan mengeksploitasi superhero demi keuntungan finansial dan pengaruh. Studi ini meneliti strategi yang digunakan Vought International dalam memanipulasi media untuk kepentingan perusahaan dan menjaga reputasi publiknya. Analisis ini mendalami berbagai jenis manipulasi media dalam narasi superhero, serta mengkaji kritik terhadap kontrol korporat atas narasi tersebut. Menggunakan analisis tekstual, studi ini mengungkap bagaimana Vought International memanfaatkan manipulasi media untuk menumbuhkan empati, dukungan, dan keuntungan publik dengan mengkomodifikasi superhero. Strategi manipulasi media yang digunakan untuk mencapai tujuan Vought International meliputi disinformasi, perangkat retoris, manipulasi media visual, dan penyembunyian informasi, termasuk strategi kolaborasi dengan militer AS fiktif dalam The Boys untuk mengukuhkan kekuasaan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library