Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman Laili Sahwan
Abstrak :
Untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin dan mengurangi letupan di dalam mesin kendaraan bermotor, maka ke dalam bensin ditambahkan TEL (tetra ethyl lead), yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap negara. Di Indonesia, jumlah TEL yang ditambahkan ke dalam bensin Premium SB ataupun Premix sebanyak 1,5 ml per gallon. Penggunaan TEL dalam bensin ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Gas buang dari kendaraan bermotor merupakan sumber utama Pb di lingkungan. Penggunaan bensin untuk 1,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 5,3 juta liter per hari dengan TEL yang ditambahkan sebanyak 2.088 liter (3.403 kg). Di dalam TEL tersebut, terdapat 2.182 kg Pb. Dari Pb yang dibakar, 75% akan dikeluarkan kembali, sehingga diperkirakan ada sejumlah 1.636 kg Pb per harinya akan diemisikan dari keseluruhan kendaraan bermotor di Jakarta. Tingginya emisi Pb menyebabkan udara, pakan hijauan dan air minum ternak sapi perah, rawan untuk tercemar Pb. Jika hal tersebut benar, maka di dalam tubuh ternak akan terjadi akumulasi Pb, yang pada akhirnya sebagian dari Pb tersebut dikeluarkan kembali melalui air susu. Apabila kandungan Pb di air susu sapi perah melebihi ambang batas aman, maka air susu tersebut akan berpengaruh negatif bagi manusia yang mengkonsumsinya. Untuk kota Jakarta, kandungan Pb di udara pernah terdeteksi di atas ambang batas (0,06 mg/m3). Kandungan Pb di rumput dan dedaunan yang pernah dianalisa, nilainya di atas normal (2,5 ppm). Rata-rata kandungan Pb di air tanah sebesar 0,04 ppm. Sedangkan kandungan Pb di lingkungan peternakan sapi perah (udara, pakan hijauan dan air minum) serta di air susu sapi perah belum diketahui jumlahnya. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mengetahui kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan lokasi peternakan terhadap kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah.
3. Mengetahui hubungan antara kandungan Pb di udara, pakan hijauan dan air minum dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan, mulai tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 15 Agustus 1991 di 4 (empat) lokasi yaitu:
1. Jalan Industri, Kelurahan Gunung Sahari (lokasi I).
2. Kelurahan Kuningan Timur (lokasi II)
3. Sekitar Jalan Buncit Raya (lokasi III)
4. Kecamatan Jagakarsa (lokasi IV) Pada setiap lokasi, dipilih secara acak 5 (lima) peternakan yang memiliki ternak sapi perah minimal 20 ekor, sehingga secara keseluruhan diperoleh 20 sampel peternakan. Terhadap 20 sampel tersebut, dilakukan pengukuran kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah. Data yang diperoleh dilakukan analisis statistik menggunakan analisis varian dan regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan:
1. Rata-rata kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah sudah cukup tinggi. Rata-rata kandungan Pb di udara terdeteksi sebesar 34,2 mikrogram/m3 (lokasi I), 45,8 mikrogram/m3 (lokasi II), 26,4 mikrogram/m3 (lokasi III) dan 16,8 mikrogram/m3 (lokasi IV). Rata-rata kandungan Pb di pakan hijauan terukur sebesar 20,49 ppm (lokasi I), 21,14 ppm (lokasi II), 17,75 ppm (lokasi III) dan 12,85 ppm (lokasi IV). Untuk air minum sapi perah rata-rata kandungan Pb-nya sebesar 0,09 ppm (lokasi I), 0,10 ppm (lokasi II), 0,08 ppm (lokasi III) dan 0,07 ppm (lokasi IV). Sedangkan di air susu sapi perah rata-rata kandungan Pb-nya tercatat 0,77 ppm (lokasi I), 1,03 ppm (lokasi II), 0,74 ppm (lokasi III) dan 0,37 ppm (lokasi IV).
2. Lokasi peternakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah. Hal ini berarti bahwa perbedaan lokasi peternakan dapat menyebabkan perbedaan pada kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah dengan kecenderungan bahwa apabila lokasi peternakan semakin ke pusat kota, maka kandungan Pb-nya semakin tinggi.
3. Antara kandungan Pb di air minum dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah tidak ada hubungan yang nyata karena adanya multicollinearity, sedangkan kandungan Pb di udara dan pakan hijauan berhubungan nyata dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah. Besarnya hubungan tersebut terlihat dari persamaan:
Y = - 0,698 + 0,018X1 + 0,041X2 + 0,221D3 + 0,232D4 (Y = kandungan Pb di air susu; X1 = kandungan Pb di udara; X2 kandungan Pb di pakan hijauan; D3 = variabel dummy lokasi III dan D4 = variabel dummy lokasi IV). Mengingat sudah cukup tingginya kandungan Pb pada air susu sapi perah, maka upaya yang paling penting dilakukan untuk menurunkan kandungan Pb tersebut adalah menghilangkan kandungan TEL dalam bensin. Apabila upaya tersebut belum dapat dilakukan, maka upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah:
1. Lokasi peternakan sapi perah sebaiknya jauh dari jalan raya atau pusat kota.
2. Pakan hijauan sebaiknya diambil dari lokasi yang jauh dari jalan raya atau pusat kota.
3. Melakukan pencucian dengan air terhadap pakan hijauan yang diduga mengandung Pb tinggi.
4. Melakukan penambahan mineral Ca atau Mg pada makanan ternak, karena mineral tersebut dapat menekan penyerapan Pb oleh alat pencernakan.
5. Menggantikan sebagian pakan hijauan dengan makanan konsentrat.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwirma Sjafri
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah mengembangkan pembangunan dalam segala bidang. Setiap pembangunan akan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya.

Pencemaran sungai merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan industri, yang berkembang pesat terutama di Jakarta. Pencemaran tersebut dapat berupa logam berat, dan senyawa kimia lainnya yang dapat mengganggu ekosistem sungai, Di antara logam berat tersebut ada yang bersifat racun bagi manusia dan organisme lainnya seperti Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, Ni dan Zn.

Masalah pencemaran sungai merupakan faktor penting yang harus di tangani dengan seksama, karena sebagian besar penduduk masih bergantung pada air sungai. Di samping itu sungai digunakan pula untuk perikanan dan pertanian. Dan yang penting lagi bahwa air sungai tersebut akan mengalir ke laut, sehingga mempengaruhi kehidupan organisme laut.

Sungai Cakung yang mengalir dari hulu ke hilir melewati daerah industri, yang diperkirakan industri tersebut membuang limbah logam berat yang akan mengalir ke sungai. Sedangkan sungai Cakung menurut Surat Keputusan Gubernur DKI diperuntukkan untuk pertanian perikanan dan buangan industri.

Logam berat yang masuk ke sungai sebagian akan mengendap dan bergabung dengan sedimen.

Untuk mengetahui pengaruh industri terhadap sungai Cakung, maka dilakukan analisis kandungan logam berat dalam air dan sedimen. Dari hasil kandungan logam berat dalam air dapat diketahui _apakah sungai Cakung masih memenuhi syarat untuk setiap peruntukkan atau tidak, setelah dibandingkan dengan standar kualitas air.

Dengan menghitung perbandingan kandungan logam berat dalam sedimen dan air, didapatkan suatu nilai Kd. Dari nilai Kd Logam berat tersebut diperoleh gambaran adanya kecenderungan pencemaran sungai oleh logam berat.

Penelitian ini dilakukan di sungai Cakung dari bulan Mei sampai dengan Agustus 1986 sebanyak 7 kali pengambilan.

Pengambilan contoh secara acak yang sistematis atau systematic random sampling, pada bagian kiri, tengah dan kanan dari sungai, kemudian dikomposit.

Untuk membedakan kandungan logam berat di daerah hulu, tengah dan hilir serta waktu pengambilan, digunakan metoda statistik dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Adapun hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Air

Kandungan logam berat yang terdeteksi dalam air hanya kandungan Hg

dan Zn. Bila dibandingkan dengan penelitian yang lalu, maka kandungan logam berat tersebut dalam air lebih rendah.

Kandungan logam berat Hg dalam air masih di bawah kandungan maksimum yang diperbolehkan untuk keperluan air minum, rumah tangga, perikanan dan pertanian. Sedangkan kandungan Zn masih di bawah kandungan maksimum yang diperbolehkan untuk air minum, rumah tangga, pertanian dan efluen, tetapi sudah melewati standar maksimum yang diperbolehkan untuk perikanan.

Berdasarkan kandungan DO dan BOD, maka hanya pada lokasi C1, C2

dan C3 yang masih memenuhi syarat digunakan untuk rumah tangga, perikanan dan pertanian. Sedangkan pada lokasi tengah dan hilir, air sungai Cakung tidak memenuhi syarat bagi peruntukkan tersebut.

Kandungan raksa dan seng pada lokasi tengah, hilir dan hulu tidak mempunyai perbedaan.

Sedimen

Logam berat Cd tidak terdeteksi, baik dalam air maupun dalam sedimen. Kandungan logam berat Hg dan Zn dalam sedimen lebih rendah dari hasil penelitian yang terdahulu. Sedangkan kandungan Pb, Cr, dan Ni lebih tinggi. Pada umumnya kandungan logam berat mengalami kenaikan pada daerah lokasi tengah dan hilir. Yang berarti bahwa industri mempunyai pengaruh besar terhadap kandungan logam berat di aliran sungai Cakung.

Dan Nilai Kd logam berat untuk setiap lokasi tidak konstan.

Daftar Kepustakaan : 64 (1962 - 1986 )
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husniah Rubiana Thamrin
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Fursultiamin merupakan derivat tiamin yang aering digunakan di klinik untuk merangsang peristalsis saluran cerna pasca bedah. Dasar penggunaannya belum jelas dan efek kliniknya belum pernah dibuktikan secara memuaskan. Karena itu ingin dilakukan penelitian eksperimental sebagai salah satu cara untuk mendapatkan data pembuktian efektivitasnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek fursultiamin terhadap motilitaa saluran cerna pada ileus eksperimental. Penelitian ini dilakukan secara paralel dengan kelola pada 72 tikus yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Mula-mula pada masing-masing tikus dilakukan anestesi dengan natrium pentobarbital dan ditimbulkan ileus dengan melakukan laparotomi dan ekateriorisasi usus halus dan caecum secara sisternatik selama 30 menit. Saluran cerna kemudian dimasukkan kembali dan luka laparotomi dijahit. Pada masing-masing tikus kemudian diberikan 1 ml suspensi arang melalui sonde lambung. Kemudian Kepada kelompok I - IV diberikan fursultiamin dengan dosia 10, 16, 25.6 dan 41 mg/kg BB untuk menilai efektivitasnya terhadap motilitas saluran cerna, sedangkan kepada kelompok V dan VI diberikan neostigmin 0.1 mg/kg BB dan plasebo (NaCl 0.9%) sebagai kelola. Setelah beberapa saat tikus dimatikan dan diukur transit saluran cerna (TSC) yaitu yaitu persentase panjang usus halus yang dilalui suspensi arang terhadap panjang seluruh usus halus. Hasil dan Kesimpulan: Pada kurva dosis-intensitas efek tidak terlihat adanya hubungan antara peningkatan dosis fursultiamin dengan peningkatan intensitas efek, sehingga tidak dapat disimpulkan adanya efektivitas yang jelas. Dari hasil uji Anava 1 arah yang dianalisis lebih lanjut dengan perbandingan multipel, tidak ditemukan perbedaan nilai rata-rata (± SD) TSC yang bermakna antara berbagai tingkat doais fursultiamin aendiri (TSC: 6.4% i 3.6% , 11.4% ± 6.5% , 10.3% i 6.3% , 8.4% ± 3.7%) dan antara fursultiamin dengan plasebo (TSC: 6.3% + 4.5%) (p > 0.05). Sedangkan antara fursultiamin dengan neostigmin (TSC: 31.5% + 13.4%) terdapat perbedaan bermakna (p < 0.05). Disimpulkan bahwa pada eksperimen ini tidak terlihat perbedaan bermakna antara fursultiamin dengan plasebo dalam meningkatkan peristalsis saluran cerna.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardjo
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 1976
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library