Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syurri Innaddinna Sy
"Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berkembang lambat, bersifat invasif secara lokal dan sering terjadi rekurensi. Ameloblastoma tipe multikistik/padat merupakan tipe yang paling sering ditemukan. Cell adhesion molecules (CAMs) mempunyai peranan penting dalam proses morfogenesis jaringan pada saat perkembangan dan mempertahankan diferensiasi jaringan pada organisme dewasa. Faktor adhesi seluler dan motility merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap inisiasi dan perkembangan tumor. E-cadherin adalah molekul adhesi antar sel paling berpengaruh dalam adherens junction yang menjaga sel epitel melekat satu sama lain. Hilangnya fungsi protein E-cadherin sebagai tumor suppresor berhubungan dengan meningkatnya sifat invasif dan metastasis tumor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi Ecadherin pada ameloblastoma multikistik/padat pola folikuler, pola pleksiformis, dan pola campuran.
Metode penelitian : 52 kasus ameloblastoma multikistik/padat dilakukan pemeriksaan ekspresi E-cadherin secara imunohistokimia. Hasil penelitian dievaluasi secara semikuantitatif, dengan melihat persentase sel tumor yang terpulas dan intensitas pulasan.
Hasil : sampel penelitian berjumlah 52 (18 pola folikuler, 14 pola pleksiformis, dan 20 pola campuran). Secara imunohistokimia E-cadherin terekspresi pada lebih dari 50% sel tumor. Analisis secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ketiga pola ameloblastoma multikistik/padat (p>0,05).
Kesimpulan : pada hasil penelitian tampak bahwa ekspresi E-cadherin antara ketiga pola ameloblastoma multikistik/padat tidak menunjukkan perbedaan bermakna.

Ameloblastoma is a benign tumor that slow-growth, locally invasive and high rate of recurrence. Ameloblastoma multicystic/solid is the most commonly found. Cell adhesion molecules (CAMs) have an important role, in the process of tissue morphogenesis during development and maintaining tissue differentiation in the adult organism. Cellular adhesion and motility factor is the mechanism responsible for tumor initiation and progression. E-cadherin is the most important cell adhesion molecules in the adherens junctions that maintain epithelial cells attached to one another. Loss of function of E-cadherin as tumor suppresor protein associated with increased invasive and metastatic behavior of tumor.
The purpose of this study was to analyze the expression of E-cadherin of multicystic/solid ameloblastoma in the follicular pattern, plexiform pattern, and mixed pattern.
Method : E-cadherin expression of 52 cases of multicystic/solid ameloblastoma investigated by immunohistochemical. The results were evaluated semiquantitatively, by investigating the percentage immunopositive of tumor cells and intensity of staining.
Results: 52 sample (18 follicular pattern, 14 plexiform pattern and 20 mixed pattern). E-cadherin expressed on more than 50% of tumor cells. Statistical analysis showed no significant difference among the three patterns ameloblastoma multicystic (p>0,05).
Conclusion: The expression of Ecadherin among the three patterns ameloblastoma multicystic/solid showed no significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astheria Eryani
"Latar Belakang: Luka bakar memerlukan alternatif terapi selain silversulfadiazin SSD karena bersifat sitotoksik. Conditioned medium dari kultur selpunca mesenkimal asal jaringan lemak ADSC-CM disingkat CM kaya akansejumlah sitokin, vascular endothelial growth factor VEGF dan epidermalgrowth factor EGF yang berperan dalam re-epitelisasi. Proses ini didominasioleh migrasi, proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Protein K19 merupakanpenanda sel progenitor keratinosit. ADSC-CM diharapkan mampu menjadialternatif SSD dalam terapi luka bakar.
Metode: Penelitian dilakukan pada tikus model luka bakar Sprague dawley empat luka per ekor yaitu kontrol K , CM, medium complete MC dan SSDyang diberikan secara topikal. Penutupan luka secara makroskopis diukurmenggunakan visitrak digital pada hari ke-6, 12, 18 dan 24. Re-epitelisasi,ekspresi dan distribusi K19 diamati dengan pewarnaan hematoksilin-eosin danimunohistokimia.
Hasil: Luas luka makroskopis menunjukkan bahwa kelompok CM mengalamipengurangan luas paling cepat, berbeda bermakna dengan kelompok K dan tidakbermakna dengan kelompok SSD. Hal tersebut sebanding dengan ekspresi K19pada epidermis. Secara mikroskopis, re-epitelisasi dimulai dari tepi luka,kelompok CM paling efektif daripada K, MC dan SSD.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa CM paling efektif untuk reepitelisasidan ekspresi K19 sebagai progenitor sel keratinosit Aplikasi CMtopikal berpotensi sebagai alternatif terapi pada penyembuhan luka bakar.Kata kunci: Luka bakar, Mesenchymal Conditioned Medium, Keratin 19 K19 ,Re-epitelialisasi, Penutupan Luka.

Background Burns require alternative therapies other than silver sulfadiazine SSD for cytotoxic. Conditioned medium from adpose derived stem cell ADSCCMabbreviated CM is rich in a number of cytokines, vascular endothelialgrowth factor VEGF and epidermal growth factor EGF , which play a role inre epithelialization. This process is dominated by migration, proliferation anddifferentiation of keratinocytes. K19 protein is a marker of keratinocyteprogenitor cells. ADSC CM is expected to be an alternative SSD in the treatmentof burns.
Methods The study was conducted on rats models of burns Sprague dawley four wounds per animal, control K , CM, complete medium MC and the SSD isadministered topically. Macroscopic wound closure was measured using a digitalvisitrak on days 6, 12, 18 and 24. Re epithelialization, and distribution K19expression was observed by hematoxylin eosin staining andimmunohistochemistry.
Results As a macroscopic indicates that the CM group were reduced of thefastest wide, a significant difference with the group K, meaningless with SSD.This is comparable with the expression of K19 in the epidermis. Microscopically,re epithelialization starts from the edge of the wound, the group CM mosteffectively than K, MC and SSD.
Conclusion This study shows that the most effective CM to re epithelializationand K19 expression as keratinocyte progenitor cells CM topical applicationpotential as an alternative therapy in the healing of burns."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniah
"Latar belakang: Fibrosis hati adalah akumulasi berlebihan dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen yang terjadi pada berbagai tipe penyakit hati. Aktivasi Hepatic Stellate Cell HSC memegang peran kunci dalam proses fibrogenesis. Jalur transduksi sinyal TGF-b/Smad ditengarai merupakan jalur yang paling predominan dalam aktivasi HSC yang ditandai dengan meningkatnya ekspresi marker-marker profibrogenik TGF-b, a-SMA, Col1A1 dan pSmad3. Proliferasi HSC yang teraktivasi juga berperan dalam patogenesis fibrosis hati. Pada saat ini belum ada terapi standar untuk fibrosis hati. Sorafenib, suatu multi kinase inhibitor diketahui mempunyai efek yang baik pada fibrosis hati ketika digunakan untuk indikasi karsinoma hepatoseluler. Pada saat ini, sedang dilakukan uji klinik tahap II terhadap Sorafenib untuk indikasi fibrosis hati. Alfa mangostin telah diteliti secara in vivo dapat memperbaiki fibrosis dan mempunyai efek antiproliferativ pada sel kanker. Pada penelitian ini kami menggunakan alfa mangostin untuk mengetahui aktivitasnya pada jalur TGF-b/Smad dengan pembanding Sorafenib.
Metode: Ini merupakan penelitian in vitro menggunakan sel lestari HSC LX-2. Sel dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok normal tanpa perlakuan , kelompok TGF-b, kelompok TGF-b Sorafenib 10mM, kelompok TGF-b Alfa mangostin 5mM dan 10mM . Dosis obat diperoleh dari perhitungan CC50 dengan MTSassay. Sel dipanen setelah induksi obat selama 24 jam. Proliferasi dilihat dari hitung sel dengan metode trypan blue exclusion method dan ekspresi Ki-67 dengan metode qRT-PCR. Ekspresi TGF-b dan Col1A1 diukur dengan qRT-PCR. Ekspresi a-SMA dan pSmad3 diukur dengan Western Blot.
Hasil : Terdapat peningkatan ekspresi Ki-67 yang senada dengan peningkatan jumlah sel hidup secara pada kelompok TGF-b. Ekspresi Ki-67 maupun jumlah sel hidup menurun secara signifikan pada kelompok Sorafenib dan Alfa Mangostin 5mM dan 10mM. Ekspresi penanda fibrogenesis TGF-b, Col1A1, a-SMA dan pSmad3 meningkat secara signifikan pada kelompok TGF-b dan menurun signifikan dengan pemberian Sorafenib dan Alfa mangostin 5mM dan 10mM . Terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah sel hidup, ekspresi Ki-67, TGF-b, Col1A1, a-SMA dan pSmad3 pada dua kelompok dosis Alfa mangostin.
Kesimpulan : Alfa mangostin menghambat proliferasi HSC yang aktif dan menekan ekspresi marker-marker pro fibrogenik secara dose dependent. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indhina Reihannisha
"

Latar belakang : Fraktur tulang banyak terjadi pada kecelakaan lalu lintas, dan juga berasal dari osteoporosis. Penyembuhan fraktur tulang diperlukan untuk mengembalikan tulang secara normal. Prosesnya terdiri dari tiga tahap yaitu tahap inflamasi, perbaikan dan remodeling tulang. Keseimbangan remodeling tulang ini diatur oleh osteoblas dan osteoklas. Gen receptor activator of nuclear factor kappa-B (RANK) dengan receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand (RANKL) adalah pengaktif osteoklas. receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand RANKL dengan osteoprotegerin (OPG) adalah penghambat osteoklas. Pulsed electromagnetic field (PEMF) sebagai salah satu aplikasi alat medis dalam penyembuhan fraktur tulang.

Tujuan : Mengetahui efek pajanan PEMF pada ekspresi RANK, RANKL dan OPG dalam membantu proses penyembuhan fraktur tulang.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo menggunakan sampel dari kalus fraktur tulang femur yang tersimpan. Sampel diambil dari jaringan tulang tikus yang telah terfraktur dengan model delayed union dan dibagi menjadi dua kelompok (tanpa pemajanan dengan pemajanan PEMF). Metode menggunakan qPCR dan analisis data menggunakan two way ANOVA dan korelasi Pearson.

Hasil : Ekspresi RANK menunjukkan adanya perbedaan bermakna di hari ke 5,10,18 dan 28 pada kelompok tanpa pajanan PEMF sedangkan pada  kelompok  pajanan PEMF di hari ke 5,18 dan 28 (p<0,05). Perbedaan bermakna ekspresi RANKL di hari ke 5,10,18 dan 28 pada kelompok tanpa pajanan dengan pajanan PEMF di hari ke 18 dan 28 (p<0,05)  Perbedaan bermakna ekspresi OPG di hari ke 10 dan 28  pada tanpa pajanan dengan pada pajanan PEMF di hari ke 5,18 dan 28 (p<0,05). Hasil dari uji korelasi pearson tanpa pajanan memperlihatkan RANKL dengan OPG mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan nilai r=0,60 , p=0,03 (p<0,05). Hasil uji korelasi pearson yang dipajan dengan PEMF menunjukkan korelasi positif yang bermakna pada RANK dengan OPG  dan mempunyai nilai r=0,73 , p=0,008 (p<0,05).

Kesimpulan : Ekspresi RANK, RANKL dan OPG yang tidak diberikan pajanan memperlihatkan proses delayed union. Pajanan PEMF mempengaruhi ekspresi RANK, RANKL dan OPG dengan memperlihatkan proses normal union. Korelasi RANKL dengan OPG terlihat pada kelompok tanpa pajanan. Korelasi RANK dengan OPG terlihat pada kelompok yang diberikan pajanan PEMF.


 


Background : Many bone fractures occur in traffic accidents, and also come from osteoporosis. Healing of bone fractures is needed to restore bone normally. The process consists of three stages, namely the inflammatory, bone repair and remodeling. Bone remodeling balance is regulated by osteoblasts and osteoclasts. The receptor activator of nuclear factor kappa-B (RANK) gene with the receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand (RANKL) is an osteoclast activator. The receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand RANKL with osteoprotegerin (OPG) is an osteoclast inhibitor. Pulsed electromagnetic field (PEMF) as one of the applications of medical devices in healing bone fractures.

Purpose : To find out the effects of PEMF exposure on RANK, RANKL and OPG expression in helping the process of bone fracture healing.

Method : This research is an in vivo experimental study using samples from stored fracture of the femur bone callus. Samples were taken from bone tissue of rats that had been fractured with delayed union models and divided into two groups (without exposure and PEMF exposure). The method of using qPCR and data analysis using two way ANOVA and Pearson correlation.

Result : RANK expression showed a significant difference on days 5.10,18 and 28 in the group without exposure to PEMF while in the PEMF exposure group on days 5.18 and 28 (p <0.05). Significant differences in RANKL expression on days 5,10,18 and 28 in the group without exposure to PEMF exposure on days 18 and 28 (p <0,05) Significant differences in OPG expression on days 10 and 28 in non-exposure to exposure PEMF on days 5.18 and 28 (p <0.05). The results of the Pearson correlation test without exposure showed that RANKL with OPG had a significant positive correlation with a value of r = 0.60, p = 0.03 (p <0.05). Pearson correlation test results exposed with PEMF showed a significant positive correlation on RANK with OPG and had a value of r = 0.73, p = 0.008 (p <0.05).

Conclusion : RANK expression, RANKL and OPG that are not given exposure show delayed union processes. Exposure to PEMF affects the expression of RANK, RANKL and OPG by showing the normal union process. Correlation of RANKL with OPG was seen in groups without exposure. RANK correlation with OPG was seen in the group given PEMF exposure.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzli Fahdia Mazfufah
"Latar Belakang: Obesitas telah menjadi masalah kesehatan besar di dunia. PEMF merupakan modalitas penyembuhan obesitas karena mampu menghambat adipogenesis. Hingga kini, belum dapat dipahami proses molekuler yang mendasari mekanisme penghambatan adipogenesis oleh PEMF. Adipogenesis diketahui melibatkan faktor transkripsi PPARγ yang berperan dalam pengaktifan gen-gen adipogenik, di antaranya ADIPOQ. PPARγ terkekspresi tinggi pada tahap awal adipogenesis dan ADIPOQ terekspresi tinggi pada tahap terminasi adipogenesis. Kedua gen tersebut dapat dijadikan penanda terjadinya adipogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi PPARγ dan ADIPOQ pada MSC yang dipajan PEMF dan MSC yang tidak dipajan PEMF.
Metode: Sampel RNA diisolasi dari masing-masing kelompok perlakuan pada hari ke-0 (kalibrator), 2, 4, 7, dan 14. Ekspresi gen PPARγ dan ADIPOQ dianalisis menggunakan metode qRT-PCR. Pajanan PEMF diberikan dengan intensitas Bmax=2 mT, f= 75 Hz, dalam waktu 10 menit sehari selama 14 hari masa adipogenesis. Sebagai data pelengkap dilakukan pengamatan terhadap morfologi dan jumlah sel berdasarkan hasil gambaran menggunakan mikroskop.
Hasil: Hasil analisis qRT-PCR menunjukkan ekspresi PPARγ dan ADIPOQ pada kelompok PEMF lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol. Pada hari ke-2 dan hari ke-14, terdapat perbedaan bermakna ekspresi PPARγ dan ADIPOQ antara kelompok PEMF dan kelompok kontrol (p<0,05). Pada hari ke-7, ekspresi PPARγ dan ADIPOQ mulai ditekan kembali pada kelompok PEMF, ditandai dengan tidak adanya perbedaan bermakna antara kenaikan ekspresi PPARγ dan ADIPOQ di hari ke-4 menuju hari ke-7 (p>0,05). Penghambatan ekspresi gen sejalan dengan hasil pengamatan morfologi dan jumlah sel.
Kesimpulan: PEMF memiliki efek penghambatan terhadap adipogenesis sel punca mesenkimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajanan PEMF dapat menekan ekspresi PPARγ dan ADIPOQ, perkembangan morfologi, dan jumlah sel selama masa adipogenesis.

Background: Obesity has become a major health problem in the world. PEMF is known as a modality for obesity treatment because its ability to inhibit adipogenesis. But until now, the molecular processes of adipogenesis inhibition by PEMF is remain unknown. Adipogenesis process involve the transcription factor, PPARγ, which plays a role in activating adipogenic genes, including ADIPOQ. PPARγ is highly expressed at the early stages of adipogenesis and ADIPOQ is highly expressed at the termination of adipogenesis. Both of these genes can be used as markers of adipogenesis. This study aimed to determine the level of PPARγ and ADIPOQ expression on MSC exposed by PEMF and MSC that are not exposed by PEMF.
Method: Total RNA was extrected from samples of each treatment group on day 0 (calibrator), 2, 4, 7, and 14. The expression level of PPARγ and ADIPOQ were analyzed using the qRT-PCR method. Exposure to PEMF with Bmax = 2 mT, f = 75 Hz, for 10 minutes a day in 14 days of adipogenesis. Observations on the morphology and the number of cells were analyzed using a microscope imaging.
Result: The results of the qRT-PCR analysis showed expression of PPARγ and ADIPOQ in the PEMF group is lower than the control group. On the day 2 anda day 14, there were significant differences in the expression of PPARγ and ADIPOQ between the PEMF group and the control group (p <0.05). On day 7, expression of PPARγ and ADIPOQ suppressed in the PEMF group, marked by a and no significant difference between increases PPARγ and ADIPOQ on day 4 to day 7 (p> 0.05). Inhibition of gene expression is in line with the results of morphology and number of cells.
Conclusion: Adipogenesis inhibition in the PEMF group was better than the control group. The results showed that the effect of PEMF and length of exposure can suppress PPARγ and ADIPOQ expression, cell morphology, and the number of cells during the period of adipogenesis.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Aditya
"Latar belakang: Platelet rich plasma (PRP) merupakan faktor pertumbuhan yang mendukung proliferasi, diferensiasi sel punca in vitro. PRP diyakini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti dari fetal bovine serum (FBS) karena bersifat xenofree. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi PRP dalam mendukung proliferasi dan diferensiasi SSCs dan menganalisis korelasi antara tingkat spermatogenesis melalui penilaian Johnson dengan ekspresi gen potensi proliferasi (PLZF, OCT4) dan diferensiasi (CKIT) SSCs.
Metode: SSCs diisolasi dari tiga sisa jaringan biopsi testis hasil ektraksi spermatozoa (TESA/TESE) dari pasien azoospermia. Hasil isolasi sel dikultur pada medium DMEM-F12 dengan faktor pertumbuhan spesifik (GDNF, bFGF, EGF) yang selanjutnya dibedakan menjadi dua kelompok medium kultur berdasarkan penambahan PRP atau FBS. Hasil sel kultur dianalisis ekspresinya terhadap gen PLZF, OCT4, dan CKIT dengan qRT-PCR. Tingkat spermatogenesis dianalisis dengan penilaian Johnson melalui pemeriksaan histologi.
Hasil: PLZF, OCT4, dan CKIT diekspresikan oleh hasil sel kultur pada kelompok PRP dan FBS, namun tidak bermakna signifikan. Tidak terdapat korelasi antara tingkat spermatogenesis dengan ekspresi gen potensi proliferasi (PLZF dan OCT4) dan diferensiasi (CKIT) SSCs pada kelompok PRP dan FBS.
Kesimpulan: PRP mampu mendukung potensi proliferasi dan diferensiasi SSCs in vitro serta dapat menjadi alternatif pengganti FBS.

Background: Platelet rich plasma (PRP), performing as an alternative candidate to fetal bovine serum (FBS), is a concentrate containing growth factors, support proliferation and differentiation of stem cells in vitro. The objective of this work was to determine the efficiency of PRP in supporting SSCs proliferation and differentiation and assessed the correlation between the level of spermatogenesis through scoring Johnson toward the proliferation and differentiation of SSCs in vitro.
Methods: SSCs were isolated from three of surplus testicular tissue by sperm extraction (TESA/TESE) from azoospermic patients, then SSCs were cultured into DMEM-F12 with growth factors (GDNF, bFGF, EGF), further categorized into PRP and FBS groups. The resulting cell was quantitative analyzed by qRT-PCR towards the expression of PLZF, OCT4 and CKIT. The level of spermatogenesis was observed by scoring Johnson from histology measurement.
Results: The qRT-PCR analysis revealed the expression of PLZF, OCT4 and CKIT in the resulting cell culture. The difference was statistically insignificant among PRP and FBS. There was no correlation between the potency of proliferation (PLZF and OCT4) and differentiation (CKIT) of SSCs toward the level of spermatogenesis in both groups.
Conclusion: PRP could support the maintenance of proliferation and differentiation SSCs in vitro and could be developed as an alternative supplementation of FBS.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fiqih
"Sindrom mielodisplasia (Myelodysplastic Syndrome, MDS) adalah sejumlah gangguan yang terjadi akibat sumsum tulang tidak mampu menghasilkan sel-sel darah yang sehat.1 Diferensiasi sel prekursor darahterganggu, 2 dan apoptosis meningkat dengan signifikan sehingga sel-sel darah menjadi abnormal yang tidak sepenuhnya berkembang. 3 Gen PI-PLCß1 terlibat dalam proliferasi dan diferensiasi. Mutasi gen PI-PLCß1 dapat memengaruhi peningkatan proliferasi sel blast pada MDS dan cenderung bertransformasi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut (Acute Myeloblastic Leukemia, AML). Diketahui PI-PLCβ1 berperan dalam kontrol siklus sel pada transisi G1/S dan perkembangan G2/M. Disregulasi ekspresi gen PI-PLCß1 menyebabkan gangguan pada jalur pensinyalan yang melibatkan proses diferensiasi sel, sehingga terjadi perubahan diferensiasi sel prekursor darah yang menyimpang. Banyak faktor yang menyulitkan pengamatan dalam pemeriksaan sitogenetika pada pasien MDS. Sehingga pemeriksaan ekspresi gen PI-PLCß1 diharapkan akan menjadi pengkajian awal dalam menilai prognostik MDS. Desain penelitian deskriptif dan analitik pada 4 subjek penelitian (3 pasien MDS-MLD, 1 pasien MDS yang telah menjadi AML), dan kontrol pasien dengan kelainan hematologi lain (Multiple Mieloma) sebanyak 1 pasien, serta 1 kontrol sehat. Sebanyak 3/5 (80%) memiliki kelainan kariotip kompleks, dan 1/5 (20%) memiliki kelainan kariotip ganda, dan 1/5 (20%) memiliki kelainan kariotip tunggal. Ekspresi gen PI-PLCß1 lebih rendah pada 4 pasien (MDS dan AML). Sedangkan pada 1 kontrol pasien dengan kelainan hematologi lainnya memiliki ekspresi gen PI-PLCß1 lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sehat. Ekspresi gen PI-PLCß1 lebih rendah pada pasien MDS dengan prognosis yang lebih buruk menurut skoring IPSS-R.

Myelodysplastic syndrome (MDS) is a number of disorders that occur due to the bone marrow is not able to produce healthy blood cells. 1 The differentiation of blood precursor cells is impaired, 2 and apoptosis increases significantly that the blood cells become abnormal and do not fully develop. 3 The PI-PLCß1 gene is involved in proliferation and differentiation. PI-PLCß1 gene mutations can affect the increase in blast cell proliferation in MDS and tend to transform into Acute Myeloid Leukemia (AML). It is known that PI-PLCβ1 plays a role in cell cycle control in the G1/S transition and G2/M development. Dysregulation of PI-PLCß1 gene expression causes disruption of signaling pathways that involve the process of cell differentiation, resulting in aberrant changes in blood precursor cell differentiation. Many factors complicate observations in the cytogenetic studies of MDS patients. Therefore, it is hoped that the examination of PI-PLCß1 gene expression will be an initial assessment in assessing the prognostic value of MDS. The study design was descriptive and analytic in 5 study subjects (3 MDS-MLD patients, 1 AML patient, and 1 MM patient). Most of the patients had complex karyotype abnormalities, the rest had multiple karyotype abnormalities and single karyotype abnormalities. PI-PLCß1 gene expression was decreased in all MDS and AML patients. Meanwhile, MM patients had normal PI-PLCß1 gene expression. However, the increase in IPSS-R scores in patients was not significantly associated with a decrease in the expression of the PI-PLCß1 gene."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsyah Afini
"Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia dan dikaitkan dengan keadaan inflamasi kronis, Sel punca merupakan terapi sel yang menjanjikan untuk DMT2 namun, efek parakrin dari hasil sekresi sel punca atau sekretom lebih potensial. Sekretom dan Autologous Activated Platelet Rich Plasma (aaPRP) berpotensi sebagai terapi bebas sel dan memiliki kandungan biomolekul yang sama untuk terapi DMT2. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sitokin dan faktor pertumbuhan pada aaPRP dan sekretom sebagai strategi awal pengembangan aaPRP dan sekretom untuk DMT2. Penelitian ini adalah eksperimental in-vitro dengan total 13 pasien (10 DMT2 dan 3 Non DMT2). Analisis total protein dan Luminex terhadap sitokin TNF-α, IL-6, IL-10, growth factor VEGF, dan FGF dilakukan pada plasma, aaPRP, dan sekretom. Sekretom diisolasi dari sel punca jaringan adiposa (ADSC) dengan suplemtasi media kultur PRP Kontrol dan FBS. Hasil penelitian menunjukkan, sitokin dan growth factor dari aaPRP dan sekretom Non DMT2, mayoritas lebih tinggi dibandingkan DMT2. Terdapat perbedaan sitokin dan growth factor antara sekretom dengan media PRP Kontrol dan FBS. Kondisi DMT2 mempengaruhi sitokin dan growth factor pada aaPRP. Sitokin dan growth factor pada sekretom dipengaruhi oleh kondisi DMT2 dan media kultur.

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a disease characterized by hyperglycemia and is associated with a chronic inflammatory state. Stem cells are a promising cell therapy for T2DM however, the paracrine effect of stem cell secretions, or the secretome, has more potential. Secretome and Autologous Activated Platelet Rich Plasma (aaPRP) can be cell-free therapies for T2DM. This study aims to evaluate cytokines and growth factors in aaPRP and the secretome as an initial strategy for developing aaPRP and the secretome for T2DM. This was an in-vitro experimental study with 13 patients (10 T2DM and 3 non-T2DM). Total protein and Luminex assays of the cytokines TNF-α, IL-6, IL-10, growth factor VEGF, and FGF were taken from plasma, aaPRP, and the secretome. The secretome was isolated from adipose tissue stem cells (ADSC) by supplementing control PRP and FBS culture media. The results showed that most cytokines and growth factors from aaPRP and the non-DMT2 secretome were higher than those from DMT2. There are differences in cytokines and growth factors between the secretome and control PRP and FBS media. T2DM conditions affect cytokines and growth factors in aaPRP. Cytokines and growth factors in the secretome are influenced by T2DM conditions and culture mediums."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Yuliana
"Latar Belakang : MSG mempunyai sifat eksitotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel neuron. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap gambaran histologis serebrum neonatus tikus Sprague Dawley yang induknya terpapar MSG selama gestasi.
Metode : Desain penelitian adalah eksperimental in vivo menggunakan rancangan acak lengkap. Subjek penelitian adalah 25 ekor tikus betina putih (Rattus novergicus) strain Sprague Dawley, dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu 2 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan yang selama masa gestasi dicekok MSG dosis 1200 mg, 2400 mg dan 4800 mg/kg BB/hari via sonde lambung. Saat induk tikus melahirkan, neonatus diambil acak 1 neonatus dari 1 induk tikus, dibuat sajian histologi otak pewarnaan HE. Fotomikrograf dianalisis dengan Optilab Camera dan Image Raster. Paramater penelitian adalah ketebalan lapisan korteks serebri, persentase kerusakan neuron, kepadatan neuron dan jumlah jenis neuron normal di korteks serebri area sensorik primer.
Hasil : MSG mampu menembus sawar darah plasenta dan sawar darah otak Pemberian MSG selama masa gestasi menyebabkan kecenderungan terjadinya penipisan lapisan korteks serebri, peningkatan persentase kerusakan neuron, kepadatan neuron, dan jumlah sel neuron imatur korteks serebri area sensorik primer yang bermakna pada dosis MSG 2400 mg/kg BB/hari
Kesimpulan : Pemberian MSG selama masa gestasi menyebabkan terjadinya penipisan lapisan korteks serebri, peningkatan persentase kerusakan neuron, kepadatan neuron dan jumlah sel neuron imatur korteks serebri area sensorik primer yang bermakna pada dosis MSG 2400 mg/kgBB/hari.

Background: MSG as exocitotoxin caused neuronal damage and death. This research aims to investigate the influence of MSG on the histological structure of cerebrum in the neonatus of Sprague Dawley rats whose mothers exposed to MSG during gestational periode.
Methods: This research is eksperimental investigation in vivo using completely randomaized design. The subject are 25 adult female Sprague Dawley rats, which are divided into 2 groups : 2 control groups and 3 treated groups which were given with MSG with the doses of 1200 mg, 2400 mg, and 4800 mg/kg bw/day in 4 ml aquadest. When the female rats got labour, one neonatus was taken randomly from its mother. The brain spesimen were isolated and stained with HE staining. Photomicrograph was taken with Optilab Camera and was analyzed by Image Raster for thickness of cerebral cortex layers, the percentage of neuronal damage, neuronal density, and number of normal neuron in the primary sensor area of cerebral cortex.
Result: MSG was able to penetrate blood placenta barrier and blood brain barrier of neonatal rats. MSG caused the tendency of serebral cortex layers to become thinner, the increasing of neuronal damaged percentage, the increasing of neuronal density, and the increasing number of normal immature neuron(neuroblast) in the primary sensory area of cerebral cortex significantly with the doses of 2400 mg/kg bw/day.
Conclusion: MSG caused the tendency of cerebral cortex layers to become thinner, the increasing of neuronal damaged percentage, the increasing of neuronal density, and the increasing number of normal immature neuron(neuroblast) in the primary sensory area of cerebral cortex significantly with the doses of 2400 mg/kg bw/day."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Astuti
"ABSTRAK
Latar belakang. Transfusi trombosit dibutuhkan pada pasien trombositopenia terkait kegagalan produksi ataupun akibat perdarahan. Konsentrat trombosit merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri karena kantong komponen trombosit disimpan pada suhu 20-24OC dan terdapat zat tambahan dekstrosa yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri. Selain itu kantong trombosit yang digunakan berpori sehingga memungkinkan pertukaran udara dengan lingkungan luar. Angka kejadian kontaminasi bakteri cukup tinggi, di Amerika berkisar 1:1000 dengan angka kematian 150 pasien setiap tahunnya, oleh karena itu diperlukan metode skrining bakteri yang cepat, akurat dan ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pewarnaan Gram dengan metode biakan dalam mendeteksi kontaminasi bakteri pada komponen konsentrat trombosit.
Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 46 konsentrat trombosit. Dilakukan uji biakan menggunakan botol media BacT/ALERT serta pewarnaan Gram pada sampel penelitian di hari pertama dan kelima masa simpan komponen konsentrat trombosit.
Hasil. Ditemukan 1 subjek penelitian yang terkontaminasi Staphylococcus epidermidis baik pada masa simpan hari pertama dan kelima subjek tersebut. Subjek positif terdeteksi oleh metode biakan dan tidak terdeteksi dengan metode pewarnaan Gram.
Simpulan. Kontaminasi bakteri pada konsentrat trombosit dapat terdeteksi dengan metode kultur, tetapi tidak dengan metode pewarnaan Gram. Proporsi kontaminasi bakteri pada konsentrat trombosit pada penelitian adalah 2,1%.

ABSTRACT
Background. Platelet transfusions is required in patients with thrombocytopenia associated production failure or due to bleeding. Platelet concentrate is a good place for the growth of bacteria because it is stored at a temperature of 20-24OC, the dextrose, part of additives, can be used as an energy source for bacteria. Furthermore, the bags are porous, allowing air exchange with the outside environment. The incidence of bacterial contamination is quite high, ranging from 1:1000 in America with a mortality rate of 150 patients per year, therefore it is necessary to have bacterial screening methods which is fast, accurate and feasible. This study aimed to compare the results of the Gram stain with culture methods in detecting bacterial contamination in platelet concentrates components.
Methodology. This study used cross-sectional designs in 46 platelet concentrates. Samples were cultured and Gram staining was tested on the first and fifth day of the shelf life of platelet concentrate.
Results. 1 subject was found contaminated by Staphylococcus epidermidis both on the first and fifth day of the subject shelf life. Positive subject was detected by culture method but not with the Gram stain method.
Conclusion. Bacterial contamination in platelet concentrates can be detected by culture methods, but not with the Gram stain method. The proportion of bacterial contamination in platelet concentrate in this study is 2.1%."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>