Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rasya Alifa Woroningtyas
"Temuan-temuan terdahulu mengenai deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki dan pengaruhnya terhadap tingkah laku prososial masih berujung pada hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor situasi perlu dipertimbangkan dalam interaksi antara kebutuhan akan rasa memiliki dan tingkah laku prososial. Pada individu yang mengalami deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki, kecenderungan individu untuk melakukan tingkah laku prososial akan meningkat jika tingkah laku prososial tersebut dilakukan secara publik. Studi eksperimental ini berargumen bahwa individu yang mengalami deprivasi dan memprioritaskan nilai altruistik akan cenderung bertingkah laku prososial terlepas dari tingkah laku prososial dilakukan secara publik atau anonim, sedangkan individu yang mengalami deprivasi dan memprioritaskan nilai egoistik akan semakin terdorong untuk bertingkah laku prososial pada situasi publik. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat interaksi tiga arah antara nilai, situasi, dan kebutuhan akan rasa memiliki terhadap tingkah laku prososial. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen randomized multigroup, sebanyak 643 WNI berusia 18-35 tahun yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi (78.8% perempuan, M usia = 21.37, SD usia = 2.56) dilibatkan dalam pengambilan data. Uji T menunjukkan tidak adanya perbedaan skor rata-rata jumlah berdonasi yang signifikan antara partisipan yang mengalami deprivasi kebutuhan akan rasa memiliki dan yang tidak. Efek moderasi dari situasi berdonasi tidak ditemukan. Penelitian ini juga tidak menemukan interaksi tiga arah antara ketiga variabel bebas terhadap tingkah laku prososial berdonasi. Meskipun demikian, penelitian menemukan efek langsung yang signifikan dari nilai, baik altruistik maupun egoistik, terhadap tingkah laku berdonasi.

Previous findings regarding the need to belong deprivation and its impact on prosocial behavior still lead to inconsistent results. Several studies have shown that situational factors must be considered in the interaction between the need to belong and prosocial behavior. In individuals who experience the need to belong deprivation, the individual's tendency to carry out prosocial behavior will increase if the prosocial behavior is carried out in public. This experimental study argues that individuals who experience deprivation and prioritize altruistic values ​​tend to behave prosocially regardless of prosocial behavior carried out publicly or anonymously. In contrast, individuals who experience deprivation and prioritize egoistic values ​​will be increasingly motivated to behave prosocially in public situations. Therefore, this study wants to see a three-way interaction between values, situations, and the need to belong to prosocial behavior. This study used a randomized multigroup experimental design; as many as 643 Indonesian citizens aged 18-35 years with no educational background in psychology (78.8% female, M age = 21.37, SD age = 2.56) were involved in data collection. The T-test showed that there was no significant difference in the average score of the number of donations between deprived and non-deprived participants. The moderating effect of the donation situation was not found. This study also did not find a three-way interaction between the three independent variables to the prosocial behavior of donating. Nonetheless, research has found a significant direct effect of both values on donating behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Annisa Rosalinda
"Studi terdahulu menemukan bahwa analytical thinking dan conspiracy belief merupakan faktor yang memengaruhi vaccine acceptance. Namun terdapat inkonsistensi di mana analytical thinking yang dianggap dapat meningkatkan dan conspiracy belief yang dapat menurunkan vaccine acceptance tidak selalu seperti itu pada realitanya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat hubungan analytical thinking dalam memprediksi vaccine acceptance dengan conspiracy belief sebagai moderator. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode non-eksperimental dengan menyebarkan empat alat ukur melalui tautan google form. Penelitian ini melibatkan 115 partisipan WNI berusia 18-60 tahun (M = 37.79, SD =11.079) dengan 53,04% partisipan perempuan dan 46,09% partisipan laki-laki. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa analytical thinking memiliki hubungan signifikan dengan vaccine acceptance, namun hanya kemampuan analytical thinking yang dapat memprediksi vaccine acceptance secara signifikan (b = .2, SE = .8, t = 2.494, p = .14 [95% confidence interval (lower = .41, upper = .358)]). Sementara hubungan analytical thinking dan vaccine acceptance dengan adanya conspiracy belief sebagai moderator tidak signifikan namun memiliki pola hubungan. Meski begitu, conspiracy belief itu sendiri memprediksi vaccine acceptance secara signifikan yang artinya orang yang memiliki conspiracy belief dapat muncul dari kelompok analytical thinking tinggi maupun rendah.

Prior studies found that analytical thinking and conspiracy beliefs are factors that influence vaccine acceptance. However, there are inconsistencies where analytical thinking which is considered to be able to increase and conspiracy beliefs that can reduce vaccine acceptance are not always like that in reality. Therefore, this study aims to look at analytical thinking in predicting vaccine acceptance with conspiracy beliefs as a moderator. This study is a nonexperimental study that involves four measuring instrument administered through google form link. This study involves 115 Indonesian citizen as participants between the age of 18 and 60 (M = 37.79, SD =11.079) with 53,04% women and 46,09% men. This study found that analytical thinking has a significant correlation with vaccine acceptance but analytical ability can predict vaccine acceptance significantly (b = .2, SE = .8, t = 2.494, p = .14 [95% confidence interval (lower = .41, upper = .358)]) while the relationship between the three variables together is not significant but has a constant pattern. However, the conspiracy belief itself predicts vaccine acceptance significantly, which means that people who have a conspiracy belief can emerge from either high or low analytical thinking groups."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humairah Hutami
"Penelitian ini menguji hubungan antara traits kepribadian gelap (Machiavellianisme, narsisme, psikopati, dan sadisme) dan motivasi kebermaknaan dalam memprediksi intensi pengorban diri (normatif dan non-normatif). Riset meta-analisis menunjukkan bahwa kepribadian gelap merupakan faktor signifikan yang penting terkait dengan pengorbanan diri. Studi dilakukan kepada 270 partisipan yang merupakan warga negara Indonesia berusia 18 tahun ke atas. Setelah melakukan skrining uji atensi, diperoleh 172 partisipan (Musia = 24,87, SDusia = 4,77; 58,72% perempuan) yang datanya dapat diolah untuk analisis. Hasil analisis Pearson Correlation menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara Machiavellianisme dan narsisme pada pengorbanan diri normatif. Sedangkan, masing-masing trait kepribadian gelap, yaitu Machiavellianisme, narsisme, psikopati, dan sadisme juga berkorelasi signifikan dengan pengorbanan diri non-normatif. Sementara itu, hasil analisis regresi PROCESS Model 1 Hayes menunjukkan bahwa motivasi kebermaknaan memoderasi trait Machiavellianisme dan narsisme dengan pengorbanan normatif. Sedangkan, pada pengorbanan diri non-normatif, motivasi kebermaknaan memoderasi hubungan trait Machiavellianisme dan sadisme secara signifikan.

This study examines the relationship between dark personality traits (Machiavellianism, narcissism, psychopathy, and sadism) and significance quest in predicting self-sacrifice intention (normative and non-normative). Meta-analytic research indicates that dark personalities is a significant and important factor related to self-sacrifice. The study was conducted on 270 participants who are Indonesian citizens aged 18 years and over. After carrying out the attention check test, 172 participants (Mage = 24.87, SDage = 4.77; 58.72% females) were obtained whose data could be processed for analysis. The results of the Pearson Correlation analysis showed that there is a significant positive relationship between Machiavellianism and narcissism on normative self-sacrifice. Meanwhile, each of the dark personality traits, namely Machiavellianism, narcissism, psychopathy, and sadism are also significantly correlated with non-normative self-sacrifice. Meanwhile, the Hayes PROCESS Model 1 regression analysis results showed that meaningfulness motivation moderated Machiavellianism and narcissism with normative sacrifices. Whereas in non-normative self-sacrifice, significance quest significantly moderated the relationship between Machiavellianism and sadism."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfiannor
"Penelitian ini mengkaji norma sosial seperti norma deskriptif dan injungtif yang mempengaruhi cara individu melihat serta memberi bantuan terhadap kelompok minoritas seksual. Selain itu, penelitian ini juga menginvestigasi faktor psikologis seperti dorongan untuk menghindari patogen yang memoderasi pengaruh norma sosial terhadap perilaku prososial terhadap kaum homoseksual. Sebelumnya, belum ada penelitian yang secara spesifik membahas hubungan antara norma sosial dan perilaku prososial terhadap kelompok luar serta mempertimbangkan efek dari penghindaran patogen. Penelitian ini terdiri dari dua studi: yang pertama adalah studi kuantitatif korelasional dengan 254 partisipan menggunakan formulir daring, yang meneliti bagaimana norma deskriptif dan injungtif membentuk perilaku prososial terhadap kelompok homoseksual, mengungkapkan efek utama dan efek interaksi melalui analisis regresi hierarkis. Studi kedua adalah studi eksperimental dengan 98 partisipan menggunakan ANOVA campuran, yang mengeksplorasi peran moderasi faktor psikologis seperti kejijikan terhadap patogen dalam hubungan antara norma sosial dan perilaku prososial terhadap individu berorientasi homoseksual, yang menemukan tidak adanya efek signifikan dari norma kelompok atau efek interaksi. Temuan ini memberikan wawasan lebih mendalam tentang bagaimana persepsi dan penerimaan sosial terhadap kaum homoseksual memengaruhi perilaku sosial dan respons masyarakat secara umum.

This research examined social norms such as descriptive and injunctive norms that influenced how individuals viewed and provided support to sexual minority groups. Additionally, the research investigated psychological factors such as the drive to avoid pathogens that moderated the influence of social norms on prosocial behavior towards homosexuals. Previously, no studies had specifically addressed the relationship between social norms and prosocial behavior towards out-groups while considering the effects of pathogen avoidance. The research consisted of two studies: the first was a quantitative correlational study with 254 participants using online forms, which investigated how descriptive and injunctive norms shaped prosocial behavior towards homosexual groups. We found both main effects and interaction effects through hierarchical regression analysis. The second study was an experimental study with 98 participants using mixed ANOVA, which explored the moderating role of psychological factors such as pathogen disgust in the relationship between social norms and prosocial behavior towards individuals with homosexual orientations. We found neither significant main effects of group norms nor interaction effects. These findings provided deeper insights into how social perceptions and acceptance of homosexuals influenced social behavior and general societal responses."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Azriel Lilo Timothy
"Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa skeptisisme sains dipengaruhi oleh berbagai hal seperti konservatisme politik, religiusitas, literasi sains, dan kepercayaan terhadap sains. Namun, pengaruh kepercayaan sekuler masih belum banyak diteliti dan penelitian yang ada memperlakukan kepercayaan sekuler sebagai kebalikan dari religiusitas. Disamping itu, mekanisme dari hubungan kedua variabel itu belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat pengaruh kepercayaan sekuler terhadap skeptisisme sains dengan mediasi literasi sains dan kepercayaan terhadap sains. Partisipan merupakan 202 warga negara Indonesia (95 laki-laki, 101 perempuan, 6 memilih tidak menjawab; M=32,25 tahun, SD=11,823). Penelitian ini menemukan bahwa kepercayaan terhadap sains memediasi pengaruh ketiga dimensi kepercayaan sekuler terhadap skeptisisme sains, yaitu dimensi pertama (b=0,289, p=0,005; b=-0,287, p=0,000), dimensi kedua (b=0,378, p=0,000; b=-0,258, p=0,000), dan dimensi ketiga (b=0,440, p=0,000; b=-0,306, p=0,041). Sementara itu, literasi sains hanya memediasi dimensi ketiga (b=-0,041, p=0,005; b=-0,444, p=0,044). Artinya, pengaruh kepercayaan sekuler terhadap skeptisisme sains lebih kuat dimediasi oleh kepercayaan terhadap sains, dibandingkan dengan literasi sains.

Previous studies have found that scientific skepticism is influenced by various things such as political conservatism, religiosity, scientific literacy, and belief in science. However, the effect of secular belief has not been studied much and the existing research treats secular belief as the opposite of religiosity. In addition, the mechanism of the relationship between the two variables is not yet known. Therefore, this research was conducted with the aim of looking at the effect of secular belief as a predictor of scientific skepticism with the mediation of scientific literacy and belief in science. Participants were 202 Indonesian citizens (95 males, 101 females, 6 chose not to answer; M=32.25 years, SD=11.823). This study found that belief in science mediates the effect of the three dimensions of secular belief on scientific skepticism, namely the first dimension (b=0.289, p=0.005; b=-0.287, p=0.000), the second dimension (b=0.378, p=0.000; b=-0.258, p=0.000), and the third dimension (b=0.440, p=0.000; b=-0.306, p=0.041). Meanwhile, scientific literacy only mediated the third dimension (b=-0.041, p=0.005; b=-0.444, p=0.044). This means that the influence of secular belief on scientific skepticism is more strongly mediated by belief in science, compared to scientific literacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elyska Imardini
"Situasi yang menekan dapat dialami oleh siapapun. Individu dapat mengalami stres akibat peristiwa hidup yang besar dan masalah hidup sehari-hari, dan stres yang bersifat kumulatif pada kehidupan seseorang dapat memprediksi hasil buruk pada kesehatan mental. Dalam mengatasi efek negatif dari kesulitan, kedekatan dengan alam dan makna hidup dapat berperan penting dalam membantu individu beradaptasi dan memperoleh hasil yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran makna hidup serta dimensi-dimensinya yakni accomplished life, exciting life, principled life, purposeful life, dan valued life dalam memediasi hubungan antara kedekatan dengan alam dan resiliensi pada 175 partisipan dengan rentang usia 18–63 tahun (M = 25,00). Analisis data dilakukan dengan menggunakan PROCESS Macro Model 4 dari Hayes. Penulis menemukan bahwa makna hidup secara keseluruhan, maupun dimensi accomplished life, dan dimensi exciting life memediasi secara penuh hubungan antara kedekatan dengan alam dengan resiliensi. Sementara itu, peran mediasi dari dimensi principled life, purposeful life, dan valued life tidak signifikan.

Anyone can experience stressful situations. Individuals can experience stress from major life events and everyday life problems, and stress that is cumulative in a person's life can predict adverse outcomes for mental health. In overcoming the negative effects of adversity, nature relatedness and the meaning in life can play an important role in helping individuals adapt and achieve positive results. The purpose of the present research is to investigate the role of meaning in life and its dimensions, namely accomplished life, exciting life, principled life, purposeful life, and valued life, in mediating the relationship between nature relatedness and resilience in 175 participants with an age range of 18–63 years (M = 25,00). Data analysis was performed using Process Macro Model 4 from Hayes. This study found that meaning in life in general, along with the accomplished life dimension, and the exciting life dimension fully mediated the relationship between nature relatedness and resilience. Meanwhile, the mediating role of the dimensions of principled life, purposeful life, and valued life was not significant"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanna Maria Agustine
"Terjadinya kerusakan alam saat ini cenderung diakibatkan oleh aktivitas konsumsi manusia yang berlebihan sehingga penting untuk menerapkan perilaku konsumsi berkelanjutan. Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa kedekatan dengan alam dapat meningkatkan berbagai perilaku ramah lingkungan, salah satunya perilaku konsumsi berkelanjutan. Meskipun demikian, kedekatan dengan alam ternyata tidak selalu memengaruhi perilaku konsumsi berkelanjutan secara langsung dan faktor-faktor yang melatarbelakangi pengaruhnya masih kurang dibahas. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di bidang lingkungan, penelitian ini menduga bahwa nilai biosfer dan identitas diri lingkungan berperan sebagai faktor perantara yang dapat menjelaskan pengaruh kedekatan dengan alam terhadap perilaku konsumsi berkelanjutan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang melibatkan 308 partisipan di Indonesia dengan rentang usia 18-59 tahun (M=27.57, SD=10.73). 64.3% partisipan penelitian ini berjenis kelamin perempuan dan 35.7% lainnya berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai biosfer dan identitas diri lingkungan masing-masing memediasi pengaruh kedekatan dengan alam terhadap perilaku konsumsi berkelanjutan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai biosfer dan identitas diri lingkungan dapat memediasi pengaruh kedekatan dengan alam dan perilaku konsumsi berkelanjutan secara serial atau berurutan sebagai mediator pertama dan kedua. Meskipun demikian, penelitian ini menemukan bahwa kedekatan dengan alam dapat secara signifikan memengaruhi perilaku konsumsi berkelanjutan meskipun nilai biosfer dan identitas diri lingkungan telah dikontrol sehingga terjadi partial mediation. Artinya, perilaku konsumsi berkelanjutan juga dapat dipengaruhi oleh kedekatan dengan alam tanpa melalui pengaruh dari nilai biosfer dan identitas diri lingkungan. Kedekatan dengan alam memegang peranan penting dalam meningkatkan perilaku konsumsi berkelanjutan secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan nilai biosfer dan identitas diri lingkungan sehingga mempererat hubungan dengan alam dapat menjadi langkah awal bagi masyarakat Indonesia untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

The occurrence of environmental damage tends to be caused by excessive consumption so that implementing sustainable consumption behavior is considered important. Previous studies found that nature relatedness could enhance various environmentally-friendly behaviors, one of which is sustainable consumption behavior. However, nature relatedness does not always directly influence sustainable consumption behavior and the factors underlying its influence are still under-discussed. Based on the results of previous environmental studies, the current study expects that biospheric values and environmental self-identity act as intermediary factors that can explain the influence of nature relatedness on sustainable consumption behavior. This is a correlational study involving 308 participants in Indonesia with an age range of 18-59 years old (M=27.57, SD=10.73). 64.3% of the participants in this study are female and the other 35.7% are male. The results of this study indicated that biospheric values and environmental self-identity respectively mediate the influence of nature relatedness on sustainable consumption behavior. Results also showed that biospheric values and environmental self-identity can mediate the influence of nature relatedness on sustainable consumption behavior serially or sequentially (i.e. as the first and second mediator). Nevertheless, this study found that nature relatedness can significantly influence sustainable consumption behavior although biospheric values and environmental self-identity have been controlled so there occurs a partial mediation. It implies that sustainable consumption behavior can also be influenced by nature relatedness without going through the influence of biospheric values and environmental self-identity. Nature relatedness plays an important role in promoting sustainable consumption behavior directly or indirectly through the development of biospheric values and environmental self-identity so that strengthening a close personal relationship with nature can be a first step for Indonesian society to address environmental problems."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Nafila Zahrani
"Untuk mengatasi kondisi lingkungan yang kini kian memburuk, dibutuhkan tindakan kolektif seperti aktivisme lingkungan. Sejumlah penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa identitas lingkungan dan identitas terpolitisasi secara terpisah dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam aktivisme lingkungan. Namun, masih terdapat kontradiksi dalam literatur sebelumnya terkait identitas mana yang lebih efektif dalam memprediksi aktivisme lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran identitas lingkungan dan identitas terpolitisasi secara bersamaan terhadap keterlibatan dalam aktivisme lingkungan normatif dan nonnormatif. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan noneksperimental dan desain penelitian korelasional ini diikuti oleh 232 partisipan yang merupakan dewasa muda di Indonesia. Hasil analisis multiple hierarchical regression menunjukkan bahwa aktivisme lingkungan yang bersifat normatif dapat diprediksi oleh identitas lingkungan (B = 0.351, p < 0.01) dan identitas terpolitisasi (B = 0.555, p < 0.01), sedangkan aktivisme lingkungan yang bersifat nonnormatif tidak dapat diprediksi oleh identitas lingkungan (B = 0.072, p > 0.05) dan identitas terpolitisasi (B = 0.124, p > 0.05). Penemuan ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki rasa keterhubungan dengan lingkungan dan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok/gerakan lingkungan lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivisme lingkungan normatif dibandingkan aktivisme lingkungan nonnormatif.

Environmental activism is needed to deal with the currently heightened environmental issues and damages. Previous research has shown that environmental identity and politicized identity respectively can encourage someone to participate in environmental activism. However, previous studies show contradicting results regarding which identity is a better predictor for environmental activism. This current study aims to understand the role of environmental identity and politicized identity in both normative and nonnormative environmental activism involvement. This study uses a nonexperimental approach with a correlational design. With 232 Indonesian young adults participating in the study, analysis using multiple hierarchical regression shows that normative environmental activism is predicted by both environmental identity (B = 0.351, p < 0.01) and politicized identity (B = 0.555, p < 0.01). On the other hand, nonnormative environmental activism is not predicted by environmental identity (B = 0.072, p > 0.05) and politicized identity (B = 0.124, p > 0.05). This result indicates that people who have a sense of connection with the environment and identify themselves with environmental movements are more willing to act on behalf of the environment using peaceful methods rather than radical ones."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Anastasia Patricia
"Konsumsi masyarakat Indonesia ditemukan semakin meningkat sehingga memperparah dampak perubahan iklim. Untuk menyikapinya, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi peranan orientasi religiusitas dan rasa kepemilikan alam serta interaksinya berdasarkan teori determinasi diri. Penelitian korelasional dilakukan terhadap 300 partisipan berumur 18 tahun ke atas yang menganut salah satu agama yang diakui di Indonesia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kedua orientasi religiusitas ditemukan memprediksi perilaku konsumsi berkelanjutan, tetapi rasa kepemilikan alam ditemukan tidak berperan sebagai prediktor maupun moderator. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting terhadap institusi pendidikan dan keagamaan untuk mempromosikan perilaku konsumsi berkelanjutan.

Consumption in Indonesia is increasing, which worsens the effects of global warming. To address this, the current study was conducted to explore the role of religious orientation and psychological ownership of nature, as well as their interaction, based on self-determination theory. A correlational study was carried out with 300 participants aged 18 years and above, who profess one of the recognized religions in Indonesia. The findings revealed that both religious orientations predicted sustainable consumption behavior, but psychological ownership of nature was neither found to be a predictor nor a moderator. These results hold significant implications for educational and religious institutions in promoting sustainable consumption behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas ndonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuthika Jusfayana
"Aksi kolektif seperti demonstrasi dan protes adalah bagian dari proses demokrasi untuk menyampaikan aspirasi untuk mengubah keadaan yang lebih berkeadilan. Terdapat berbagai kerangka teoretis yang menjelaskan demonstrasi dan protes yang merupakan bagian dari aksi kolektif. Namun demikian, masih jarang yang membahas bagaimana aktivis yang terlibat dalam aksi tersebut memiliki motivasi berupa kebermaknaan dan keberhargaan. Teori quest for significance dapat menjelaskan proses kebermaknaan yang dialami aktivis melalui proses identifikasinya dengan kelompok dan internalisasi prinsip-prinsip moral. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan proses kebermaknaan membuat seseorang memiliki keinginan untuk melibatkan dirinya dalam suatu aksi kolektif peduli lingkungan (normatif maupun non normatif).  Penelitian dilakukan desain crosssectional pada WNI berusia 18 tahun ke atas, didapatkan sebanyak 308 partisipan (71.75% perempuan dan 28.25% laki-laki).  Analisis SEM membuktikan bahwa model quest for significance for climate action memiliki indeks fit yang lebih baik dibandingkan model SIMCA dan Extended SIMCA. Selain melakukan pengujian model, penulis juga menguji hubungan variabel yang menunjukkan terdapat model mediasi antara kebermaknaan dengan aksi normatif melalui kewajiban moral. Kebermaknaan memiliki prediksi langsung terhadap aksi non normatif. Variabel identitas memiliki pengaruh baik pada aksi kolektif normatif dan non normatif.

There are various theoretical frameworks that could explain why demonstration and protest as a part of collective action. However, it is still rare to discuss how the activists involved in the collective action have a motivation such as meaningfulness, which is discussed by the quest for significance. The Quest for Significance (QFS) theory could explain the meaningfulness experienced by activists. This study aimed to prove whether the process of meaningfulness affected individual to involve himself in peaceful and radical action, mediated by group identification. The study was conducted by survey of Indonesian citizens aged over 18 years, obtaining 308 participants (71.75% women and 28.25% men). SEM analysis proven that the quest for significance for the climate action model has a better fit index than the SIMCA and Extended SIMCA models. In addition, the researcher also examined the relationship between variables which indicated mediation model between meaningfulness and normative action through moral obligations. Meaningfulness had a direct prediction of non-normative action. Identity variables had a significance influence on normative and non-normative collective action."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>