Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harjo Saksomo Bajuadji
"TUJUAN PENELITIAN : Mengetahui proporsi SIU pada kehamilan dan pasca persalinan dan mengetahui pengaruh usia, paritas, berat lahir bayi, cara lahir, episiotbmi, ruptur perineum, ekstraksi, dan riwayat SIU saat hamil terhadap perubahan proporsi SIU pasta persalinan.
DISAIN STUDI : kohort prospektif
TEMPAT STUDI : RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta
SUBYEK : Seluruh wanita yang menjalani persalinan di RSCM periode Januari-Juni 2004 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengikuti studi ini
KELUARAN UTAMA : kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan, 6 minggu post partum dan 3 bulan post partum.
HASIL : Angka kejadian sires inkontinensia urin sebesar 37,1% terjadi saat kehamilan, 34,1% 6 minggu post partutn dan 27,75% 3 bulan post partum. Faktor multiparitas memegang peranan penting dalam peningkatan kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan dengan RR 9.16 U1K 95% 4,83-17,41 ; p<0,001), Proporsi stres inkontinensia urin saat kehamilan pada multiparitas lebih tinggi dibandingkan dengan primiparitas (64,96% : 7,09% ; p
KESIMPULAN : Kejadian sires inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum cukup tinggi. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terdapat peningkatan angka kejadian stres inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum. Persalinan perabdominam kemungkinan dapat menjadi faktor pencegah kejadian SIU pasta persalinan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Indah Lestari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prolaps Organ panggul POP adalah tonjolan atau penonjolan organ panggul dan segmen yang terkait vagina ke dalam atau melalui vagina.1 POP Sering dijumpai pada wanita dewasa dan usia lanjut.1-3 Umumnya wanita yang menderita POP datang dengan keluhan adanya benjolan pada vaginanya.9,10 Gangguan pada fungsi seksual jarang dikeluhkan, namun dari kepustakaan diketahui bahwa pasien prolaps stage 3-4 terkait dengan sulitnya pencapaian orgasme.13 Sedangkan Roovers dkk melaporkan prevalensi disfungsi seksual sebesar 68 pada pasien POP. Sayangnya, Di Indonesia sendiri penelitian mengenai disfungsi seksual pada penderita POP cukup jarang, bahkan peneliti sendiri belum mendapatkan datanya. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai prevalensi disfungsi seksual pada pasien prolaps organ panggul.Tujuan : Mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada penderita prolaps organ panggulMetode: Dengan desain potong lintang, di dua rumah sakit pusat rujukan di Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo dan RSUP Fatmawati . Semua pasien POP yang memenuhi kriteria inklusi mengisi kuesioner indeks fungsi seksual FSFI-19 , kemudian dilakukan analisis data univariat untuk karakteristik data subjek, dan bivariat untuk mengetahui hubungan antara variable dependen dan independen.Hasil: Dari 82 data yang dianalisis, prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP mencapai 57,3 . Sedangkan sebagian besar pasien POP juga sudah mengalami menopause dengan prevalensi sebesar 76.8 . Prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP yang sudah menopause sebesar 66,7 . Dari hasil analisis bivariat, usia, menopause, obesitas dan stadium prolaps adalah faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual pada pasien POP. Variabel usia, merokok, menopause, obesitas dan stadium prolaps, memiliki nilai p 60 dengan OR 8 IK95 2,45- 26,12 , dan obesitas IMT 30 kg/m2 dengan OR 0,30 IK 95 0,09-0,98 .Kata kunci : prolapse organ panggul, disfungsi seksual, fungsi seksual, seksual aktif

ABSTRACT
AbstractBackground Pelvic Organ Prolapse POP is a bulge or protrusion of pelvic organs and related segments into or through the vagina vagina.1 POP often be found in adult women and older people.1 3 Generally, women who suffer from POP present with a lump vaginal .9,10 Disturbances in sexual function rarely complained, but from the literature it is known that patients with stage 3 4 prolapse associated with difficulty in achieving a orgasme.13 While Roovers et al reported the prevalence of sexual dysfunction was 68 in patients with POP. Unfortunately, in Indonesia, research on sexual dysfunction in patients with POP quite rare, even the researchers themselves do not get the data. It is therefore important to do research on the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Objective To determine the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Methods A cross sectional design, in two referral hospitals in Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo and Fatmawati Hospital All patients who met the inclusion criteria POP fill out a questionnaire of sexual function index FSFI 19 , then performed univariate analysis of data on the characteristics of the data subject, bivariate and multivariate analysis to know the relationship between the dependent and independent variablesResults Of the 82 analyzed data, the prevalence of sexual dysfunction in patients with POP reached 57.3 . While most of the patients had experienced menopause POP also with a prevalence of 76.8 The prevalence of sexual dysfunction in patients who are menopausal POP by 66.7 . From the results of the bivariate analysis, age, menopause, obesity and stage of prolapse is a significant risk factor on the incidence of sexual dysfunction in patients with POP. The variables of age, smoking, menopause, obesity and stage of prolapse, p 60 with an OR 8 IK95 2,45 26.12 , and obesity BMI 30 kg m2 with an OR of 0.30 CI 95 0.09 to 0.98 . Keywords pelvic organ prolapse, sexual dysfunction, sexual function, sexually active"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valleria
"Latar belakang: Bidang obstetri dan ginekologi tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan pada daerah abdomen dan pelvis serta memerlukan keadaan kolon dan rektum yang bersih dari massa feses untuk mengurangi risiko infeksi luka operasi. Tindakan rutin untuk membersihkan rektum dari massa feses sebagai persiapan praoperasi di departemen obstetri dan ginekologi RSCM adalah klisma pagi (sebelum operasi) dan sore/malam (sehari sebelum operasi) dengan gliserin. Banyak keluhan yang muncul pada pemakaian klisma gliserin berupa rasa tidak nyaman, mulas dan nyeri perut serta adanya kemungkinan penyebaran penyakit yang menular melalui darah atau cairan tubuh seperti hepatitis B, hepatitis C dan HIV. Cara lain yang dikatakan lebih nyaman adalah pemberian larutan dekusat sodium (campuran dioctyl sodium sulfosuccinatelDSS dan Sorbitol) perrektal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara pemakaian DSS-Sorbitol dengan klisma gliserin untuk persiapan pra operasi dalarn hal efektifitas, kenyamanan dan keluhan (efek samping) yang ditimbulkan keduanya. Rancangan: Uji klinis tersamar tunggal Bahan dan Cara Kerja: Penelitian ini dilakukan pada 180 orang pasien yang akan menjalani pembedahan elektif di departemen obstetri dan ginekologi RSCM, dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok yang diberi DSS-Sorbitol (90 orang) dan kelompok yang dilakukan klisma gliserin (90 orang). Pengambilan sampel dilakukan secara random. Setelah perlakuan, pasien ditanyakan keluhannya dan dicatat pada kuesioner kemudian selama operasi berlangsung dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah ada feses yang keluar di meja operasi. Hasil: Pada kelompok gliserin didapatkan 3 pasien (3,3%) keluar feses saat operasi sedangkan pada kelompok DSS-Sorbitol didapatkan 1 pasien (1,1 %). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Hampir sebagian besar pasien merasa nyaman dengan pemberian DSS-Sorbitol (SI orang) hanya 9 orang yang menyatakan tidak nyaman. Sedangkan pada kelompok gliserin terdapat 30 orang yang merasa tidak nyaman dan perbedaan ini sangat bermakna (p = 0.000; OR = 4.50 (1.99 - 10.IS». Terdapat 5S pasien (32,2%) yang mengeluh saat dilakukan klisma atau pemberian DSS-Sorbitol dengan 9 orang diantaranya mempunyai keluhan lebih dari satu ( S orang dari kelompok gliserin dan 1 orang dari kelompok DSS-Sorbitol). Dari 58 pasien tersebut, 42 orang diantaranya diberikan gliserin (46,7%) dan sisanya, 16 orang diberikan DSS-Sorbitol (17,8%). Keluhan yang paling banyak adalah mulas, dikeluhkan oleh 40 pasien dari kelompok gliserin dan 10 pasien dari kelompok DSS-Sorbitol. Keluhan yang lain adalah mual (2 dari kelompok DSS-Sorbitol, 1 dari kelompok gliserin), pusing (2 dari kelompok DSS-Sorbitol, 1 dari kelompok gliserin), dan feses tidak keluar (I dari kelompok DSS-Sorbitol, 3 dari kelompok gliserin) ditemukan pada kedua kelompok sedangkan keluhan kembung (3 orang), feses berdarah (3 orang) dan alat panas (1 orang) hanya ditemukan pada kelompok gliserin. Sebanyak 114 pasien menyatakan betsedia untuk diulangi persiapan pra operasi pembersihan rektum ini, dengan proporsi lebih banyak yang bersedia dari kelompok DSS-Sorbitol, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Dari perhitungan statistik ternyata kesediaan pasien untuk diberikan kembali klisma gliserin atau DSS-Sorbitol sangat dipengaruhi oleh rasa nyaman dan keluhan yang ditimbulkan oleh masing-masing cara. Kesimpulan: Pemakaian klisma gliserin sama efektifnya dengan pemberian DSS-Sorbitol, namun pemberian DSS-Sorbitollebih nyaman dan menimbulkan keluhan yang lebih sedikit. Kata kunci: DSS-Sorbitol, Gliserin, persiapan pra operasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2007
T59044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library