Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tirsa Verani K.
"Latar belakang: Peran estrogen pada patofisiologi endometriosis sudah dikenal sejak lama. Namun, belum ada studi yang menganalisis rasio estradiol, estron dan estriol antara wanita dengan dan tanpa endometriosis.
Tujuan: Menganalisis kadar estron (E1), estradiol (E2) dan estriol (E3) dalam darah dan rasio E2:E1, E2:E3 dan E1:E3 antara wanita dengan dan tanpa endometriosis.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang analitik, dengan 27 wanita dengan endometriosis dan 27 wanita tanpa endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel didapatkan dari RS Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit jejaring lainnya periode Oktober 2012 - April 2013. Kadar metabolit estrogen dalam darah diperiksa dengan uji enzyme-linked immunosorbent (ELISA). Perbandingan data antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Kadar estron ditemukan lebih rendah pada kelompok endometriosis dibandingkan kelompok kontrol (54,66 pg/ml vs 73,52 pg/ml, p 0,229). Demikian pula, kadar estradiol dan estriol lebih rendah pada kelompok endometriosis (29 pg/ml vs 35 pg/ml, p 0,815 dan 1,11 pg/ml vs 1,67 pg/ml, p 0.095, berturut-turut). Rasio E2:E1 lebih tinggi pada kelompok endometriosis (0,51 pg/ml vs 0,38 pg/ml, p 0,164), demikian pula dengan rasio E2: E3 (26,53 pg/ml vs 21,11 pg/ml , p 0,223) dan rasio E1:E3 (58,55 pg/ml vs 50,28 pg/ml, p 0,684). Namun, semua perbedaan itu tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Kadar estron, estradiol, dan estriol pada wanita dengan kelompok endometriosis lebih rendah dibandingkan pada wanita tanpa endometriosis. Rasio E2: E1, E2: E3 dan E1: E3 lebih tinggi pada kelompok endometriosis. Namun, semua perbedaan itu tidak bermakna secara statistik.

Background: The role of estrogen in the pathophysiology of endometriosis has been well known. However, no study has observed the ratio of estradiol, estrone, and estriol between women with endometriosis and without endometriosis.
Objectives: To assess the estrone (E1), estradiol (E2) and estriol (E3) blood level and its ratio (E2:E1, E2:E3 and E1:E3) between women with and without endometriosis.
Methods: An analytical cross sectional study with 27 women with endometriosis and 27 women without endometriosis who met the inclusion criteria. The samples were recruited in Cipto Mangunkusumo hospital and other satellite hospitals from October 2012 to April 2013. The blood level of estrogen metabolites was examined by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The data comparison between two groups was analyzed by using Mann-Whitney test.
Result: The level of Estrone was found to be lower in endometriosis group compared to this in control group (54,66 pg/ml vs 73,52 pg/ml, p 0.229). Similarly, the level of estradiol and estriol were lower in endometriosis group (29 pg/ml vs 35 pg/ml, p 0.815 and 1,11 pg/ml vs 1,67 pg/ml, p 0.095, consecutively). The E2:E1 ratio was higher in endometriosis group (0,51 pg/ml vs 0,38 pg/ml, p 0.164), as well as E2:E3 ratio (26,53 pg/ml vs 21,11 pg/ml, p 0.223) and the E1:E3 ratio (58.55 vs 50.28, p 0.684). However, all those differences were not statistical significant.
Conclusion: The estrone, estradiol and estriol level in women with endometriosis group was lower compared to these in women without endometriosis group. The ratio E2:E1, E2:E3 and E1:E3 was higher in endometriosis group. However, all those differences were statistically insignificant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Fajriati Sholihah
"Latar Belakang: Abortus merupakan salah satu masalah di Indonesia dengan prevalensi sebanyak 10-15%. Abortus juga berperan dalam kematian ibu sebanyak 5%. Namun pendataan prevalensi abortus tidak dilakukan secara rutin. Terdapat beberapa faktor resiko abortus, diantaranya anemia. Data Riskesdas 2013 didapatkan 37,1% itu hamil mengamai anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi abortus spontan dan hubungan dengan anemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional analitik. Data berupa data sekunder dari departemen Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011. Data tersebut kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan program SPSS versi 20.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan prevalensi abortus sebanyak 8,1%. Prevalensi anemia pada kehamilan sebesar 29,9% dan pada kelompok abortus 32,5. Kategori anemia terbanyak adalah anemia ringan sebanyak 15,2%. Hasil uji analisis bivariat dengan Chi-Square didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kategori anemia dengan kejadian abortus (P=0,069).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kategori anemia dengan kejadian abortus pada ibu hamil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 2011.

Background: Abortion is one of Indonesia’s mayor health problem which is found in 10-15% of women’s population. Abortion also contributes to 5% of total maternal mortality. However, the epidemiological data for abortion itself has not been routinely conducted. One of risk factor of miscarriage is anemia. Besed on Riskesdas 2013, 37,1% pregnant women experiences anemia. This study aim to find the correlation between prevalence of spontaneous abortion with anemia in Cipto Mangunkusumo Hospital 2011.
Methods: The study is a analitical cross-sectional method was applied in this study by doing univariate and bivariat analysis on the data taken from medical records in Obstetrics and Gynecology Department of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, 2011. SPSS version 20 aids the statistical analysis process.
Results: This study found that prevalence of miscarriage is 8,1% and prevalence of Anemia is 29,9%. Prevalence anemia in abortion population is 32,5%. Majority is found to have mild anemia (15,2%). Result of bivariate analysis with Chi-Square, was no association between miscarriage and category of anemia (P=0,069).
Conclussion: There was no association between miscarriage and category of anemia in pregnant women in Cipto Mangunkusumo Hospital 2011.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdilla Nanda
"Latar Belakang: Abortus merupakan suatu keadaan dimana kehamilan yang tidak dapat dipertahankan pada usia kandungan yang kurang dari 20 minggu atau berat janin yang masih kurang dari 500 gram. Abortus merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi abortus dan hubungannya dengan usia ibu hamil di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis sebanyak 2516 data ibu hamil di Departemen Obstetri dan Ginekologi dan Instalasi Gawat Darurat RS Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Hasil: Prevalensi abortus di RS Cipto Mangunkusumo sebesar 8,1%. Rerata usia ibu hamil yang mengalami abortus (n=203) adalah 29 tahun (16 tahun-46 tahun), sedangkan rerata usia ibu hamil yang tidak mengalami abortus (n=2313) adalah 29 tahun (14 tahun - 56 tahun). Hasil uji Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,061.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata usia ibu antara kelompok yang mengalami abortus dengan kelompok yang tidak mengalami abortus.

Background: Miscarriage is a condition in which pregnancy can not be maintained on the age of pregnancy less than 20 weeks or fetal weight is still less than 500 grams. It is one of the leading causes of death in pregnant women. The aim of this research was to know the prevalence of miscarriage and its relationship with maternal age at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011.
Methods: The study design used in this research was cross-sectional by using secondary data from medical records. These data including 2516 pregnant women in the Department of Obstetrics and Gynecology and the Emergency Room in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011.
Results: The prevalence of miscarriage in Cipto Mangunkusumo Hospital was 8.1%. The average age of women with miscarriage (n = 203) was 29 years (16 years-46 years), while the average age of pregnant women who did not have miscarriage (n = 2313) was 29 years (14 years - 56 years). Mann-Whitney test results obtained value of p = 0.061.
Conclusions: There was no significant difference between the mean age of mothers who experienced miscariage group with the group that did not endergo miscarriage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Kartika Nursyahbani
"Latar Belakang: Abortus spontan merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Prevalensi abortus yang terdeteksi di Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 4%. Hipertensi pada kehamilan diketahui menjadi salah satu faktor yang menyebabkan morbiditas maupun mortalitas ibu dan janin. Keadaan tekanan darah yang rendah pada kehamilan diduga berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan kejadian abortus terancam. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi abortus spontan dan hubungannya dengan tekanan darah sistolik dan diastolik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2011.
Metode: Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah cross-sectional analitik dengan data sekunder yang didapatkan dari rekam medis pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM tahun 2011. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS versi 20.
Hasil: Prevalensi abortus spontan di RSCM tahun 2011 yaitu sebesar 8,1%. Kejadian hipertensi pada abortus spontan diketahui sebesar 3,1%. Besar rerata ± simpangan baku untuk tekanan darah sistolik dan diastolik pada ibu yang mengalami abortus spontan (n=195) yaitu 112,06±11,365mmHg dan 73,24±7,953 mmHg. Sedangkan pada kelompok no-abortus (n=2278) yaitu 124,09±18,965 mmHg and 80±11,961 mmHg. Hasil analisis uji Mann-Whitney didapatkan adanya perbedaan rerata yang bermakna antara abortus spontan dengan tekanan darah sistolik (p<0,001) maupun diastolik (p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang bermakna antara ibu hamil dengan abortus dan non-abortus.

Background: Miscarriage is one of the cause of maternal death. In Indonesia, the prevalence of detected miscarriage in 2010 is 4%. Meanwhile, hypertension in pregnancy has been known as a contributing factor for both maternal and foetal mortality and morbidity. Hypotension in pregnancy also associated with increased morbidity and threatened miscarriage. This study conducted to determine the prevalence of miscarriage and knowing its association with systolic blood pressure (SBP) and diastolic blood pressure (DBP) in Cipto Mangunkusumo Teaching Hospital, Jakarta, Indonesia in a period of a year.
Methods: The study is a cross-sectional analytic using data obtained from medical records in Obstetrics and Gynecology Department of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, a tertiary national referral hospital, between January – December 2011. Blood pressure data within miscarriage women and non-miscarriage pregnant women were collected and analyzed using SPSS version 20.
Results: Of a total of 2518 pregnant women, the prevalence of miscarriage was 8,1% (203/2518 cases), 477 individuals (19,2%) were hypertensive and only 6 individuals (0,16%) were hypotension. Prevalence of hypertension within miscarriage group is 3,1%. The mean ± standard deviation values of the SBP and DBP in women with miscarriage (n=195) were 112,06±11,365mmHg and 73,24±7,953 mmHg. Meanwhile the mean SBP and DBP in non-miscarriage pregnant women (n=2278) were 124,09±18,965 mmHg and 80±11,961 mmHg. Based on Mann-Whitney U test, miscarriage was associated with SBP (p<0,001) and DBP (p<0,001).
Conclussion: There were significant mean SBP and DBP difference between miscarriage women and non-miscarriage pregnant women.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Viryawan
"ABSTRACT
Kehamilan dengan preeklampsia berat (PEB) merupakan kehamilan risiko tinggi, yang dapatmenyebabkan kematian ibu bahkan bayi. PEB merupakan theory of disease, dengan banyak faktorrisiko dan penyebab, salah satunya adalah tingginya kadar gula darah yang umum terjadi pada ibuhamil. Penelitian ini bertujuan mencari prevalensi PEB dan hubungannya dengan kadar glukosa darahsewaktu. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan subjek seluruh ibu hamil dirumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2011 yang memenuhi kriteria penelitian; datadidapat dari rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB di RSCM selamatahun 2011 adalah 16.4% dan prevalensi pasien hamil yang terdeteksi mempunyai peningkatan guladarah sewaktu adalah 8.3%. Dengan uji Chi-square untuk mengetahui beda proporsi antara kehamilandengan PEB dan tidak PEB pada kelompok kadar glukosa darah rendah, sedang dan tinggi didapatkanhasil yang signifikan (p=0.004). Disimpulkan bahwa kadar gula darah sewaktu ibu hamil berhubungandengan prevalensi PEB.

ABSTRACT
Pregnancy with severe preeclampsia is a high risk pregnancy, which can lead to maternal and babies
death. Severe preeclampsia is a theory of disease that has numerous risk factors, including elevation
of blood glucose that is common occurred in pregnancy. This study aimed to know the relationship
between maternal blood glucose levels and the prevalence of severe preeclampsia. This study used
cross-sectional methods. Subject was pregnant women in Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM )in
the year 2011 who fullfil the research criteria; data were obtained from medical records. The results
showed that the prevalence of severe preeclampsia in RSCM during 2011 was 16.4%, and the
prevalence of pregnant patients who had an elevation of blood sugar level was 8.3%, and there was
significant relationship between severe preeclampsia with elevation of blood sugar (Chi-square test;
p=0.004). In conclusion, maternal blood sugar levels is related to the prevalence of severe
preeclampsia."
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Risandi Priatama
"Kelahiran preterm sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama pada neonatus memiliki prevalensi kejadian yang tinggi khususnya di Indonesia yang mencapai 15,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelahiran preterm dan keputihan pada kehamilan.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Subjek penelitian yaitu ibu yang melahirkan di RSCM tahun 2011 yang memenuhi kriteria pemilihan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi kelahiran preterm di RSCM pada tahun 2011 sebesar 26,4% dan prevalensi keputihan pada ibu hamil di RSCM tahun 2011 sebesar 29,9%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat hubungan yang berbeda bermakna antara kelahiran preterm dengan keputihan pada kehamilan di RSCM tahun 2011 dengan nilai p<0,001 dan keputihan pada kehamilan merupakan risiko terjadinya kelahiran preterm dengan nilai rasio prevalens lebih dari 1 (1,5) serta interval kepercayaan 0,40-0,60.

Preterm birth as causes of morbidity and mortality in neonates have a major high prevalence, especially in Indonesia, which reached 15.5%. This study aims to determine the relationship between preterm birth and vaginal discharge in pregnancy.
The study design used is cross-sectional. Subject of research is the mother who gave birth in the RSCM in 2011 that meets the selection criteria for the study. Results from this study showed that the prevalence of preterm births in the RSCM in 2011 amounted to 26.4% and the prevalence of vaginal discharge in pregnant women in the RSCM in 2011 amounted to 29.9%.
From the results of this study concluded that there is a significant difference in the relationship between preterm birth with vaginal discharge in pregnancy in the RSCM in 2011 with a value of p <0.001 and vaginal discharge in pregnancy is a risk of preterm birth prevalence ratio with a value of more than 1 (1.5) as well as the confidence interval 0.40 to 0.60."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Munawaroh
"Latar Belakang: Abortus spontan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia. Pada tahun 2007, Angka Kematian Ibu sebesar 228/100.000 kelahiran hidup dimana World Health Organization memperkirakan abortus memiliki peran 5,7% terhadap kematian ibu di Asia. Prevalensi kejadian abortus spontan di Indonesia tahun 2010 ialah sebesar 4%. Sementara itu, usia paternal diketahui sebagai salah satu faktor yang berkontribusi pada terjadinya abnormalitas kromosom, morbiditas, dan mortalitas neonatus, dan kejadian abortus.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional analitik. Data yang digunakan ialah rekam medis pasien hamil di Instalasi Gawat Darurat serta Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, bulan Januari-Desember 2011. Data usia paternal diambil dari pasien hamil yang mengalami abortus spontan dan non-abortus serta dianalisis menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Dari total 2518 pasien hamil, didapatkan prevalensi abortus sebesar 8,1%. Data usia paternal didapatkan pada 45,3% (1.139/2.518 kasus) dengan 21,7% usia paternal pada pasien abortus berada pada kelompok usia <35 tahun. Median (Rata-rata ± Standar Deviasi) dari usia paternal pada pasien abortus ialah 34 tahun (34,61± 8,94), sedangkan pasien non-abortus ialah 31 tahun (32,37± 7,14). Melalui uji Mann-Whitney didapatkan perbedaan rerata bermakna usia paternal pada pasien abortus dengan non-abortus (p=0,012).

Background: Miscarriage has been known to be one of the cause of maternal death. Maternal death in Indonesia, 2007, was 228/100.000 livebirths, while World Health Organization predicted that miscarriage was contributing 5,7% for maternal death in Asia. In Indonesia, the prevalence of miscarriage in 2010 is 4%. Paternal age has been known to be a contributing factor for chromosomal abnormalities, morbidity and mortality of neonates, and miscarriage.
Methods: The study is a cross-sectional analitic using medial records data from Emergency Department and Obstetric and Gynecology Department in Cipto Mangunkusumo Hospital, January ? December 2011. Paternal age data collected from miscarriage woman and non-miscarriage pregnant woman then analyzed using SPSS version 20.
Results: From total 2518 pregnant woman, the prevalence of miscarriage was 8,1% (203/2518 cases). Paternal age data perform in 45,3% (1139/2518 cases) in Which 21,7% of paternal age in miscarriage patients are in range <35 years old. The median (mean ± standard deviation) from paternal age in miscarriage woman was 34 years old (34,61 ± 8,94) and non-miscarriage pregnant woman was 31 years old (32,37 ± 7,14). Using Mann-Whitney U test, there was a strong difference of paternal age in miscarriage and non-miscarriage pregnant woman (p=0,012).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berli Kusuma
"Kelahiran preterm merupakan penyebab utama kematian bayi di bawah lima tahun. Penyebabnya multifaktorial dan salah satu faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kelahiran preterm adalah ketuban pecah dini. Kebanyakan ibu hamil dengan ketuban pecah dini akan bersalin secara spontan dalam beberapa hari, namun sebagian kecil dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Oleh karena perbedaan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya hubungan ketuban pecah dini dengan kelahiran preterm.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kelahiran preterm dan hubungannya dengan ketuban pecah dini di RSCM tahun 2011. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil di RSCM dari rekam medik pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM sepanjang tahun 2011. Dari 2185 (jumlah sampel minimal 96 subjek) data pasien yang memenuhi kriteria inklusi, diketahui prevalensi kelahiran preterm di RSCM pada tahun 2011 adalah sebesar 26,8%. Terdapat hubungan antara kelahiran preterm dan ketuban pecah dini di RSCM pada tahun 2011 (p=0,003).

Preterm birth is the most common cause of death among child under five years old. This condition is multifactorial. Premature rupture of membrane often associated with preterm birth. Most of pregnant woman with premature rupture of membrane will birth the baby spontaneously. However, some of them will remain pregnant untill some weeks or months. Because of that difference, it is important to do further studies to discover the association of preterm birth and premature rupture of membrane.
The aim of this study is to determine the prevalence of preterm birth and its association to premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011. Using a cross-sectional design, the data was collected from the medical record in Obstetric and Gynecology Department in the year of 2011. From 2185 (minimum sample 96 subject) data that comply the inclusion criteria, this study revealed that the prevalence of preterm birth in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011 is 26,8%. There is an association between preterm birth and premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 (p=0.003).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvi Nafisa Shahab
"Kelahiran preterm merupakan penyebab tertinggi kematian pada bayi. Angka preterm di negara berkembang masih tinggi dan terus meningkat. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitian untuk mengetahui prevalensi kelahiran preterm di Indonesia beserta anemia pada ibu sebagai salah satu faktor risiko. Desain penelitian ini adalah potong lintang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis ibu yang melahirkan di RSCM tahun 2011. Data diambil dengan jumlah sampel 2.184 ibu dan diuji dengan uji kai-kuadrat untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan kelahiran preterm dan anemia pada ibu.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia pada ibu melahirkan di RSCM tahun 2011 adalah 29,1% dan prevalensi kelahiran preterm di RSCM tahun 2011 adalah 26,9%. Pada uji kai-kuadrat, didapatkan terdapat perbedaan bermakna (nilai p<0,001) antara kelahiran preterm dengan anemia pada ibu melahirkan di RSCM tahun. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara anemia pada ibu dengan kelahiran preterm.

Preterm labor is one of the highest causes of babies’ mortality. Prevalence of preterm in developing countries is still high and keeps growing. Therefore, we need a research to find out prevalence of preterm labor in Indonesia with maternal anemia as one of the risk factors. Research design used is cross-section using secondary data from medical record of patients delivering in RSCM in year 2011. The data had been taken with 2184 mothers as the samples and was tested with chi-square test to reveal if there is association between preterm labor and maternal anemia.
Result of this research shows that prevalence of maternal anemia of patients delivering in RSCM in year 2011 is 29,1% while prevalence of preterm labor in RSCM in year 2011 is 26,9%. From chi-square test, there is significant difference (p<0,001) between preterm labor with maternal anemia of patients delivering in RSCM in year 2011. We conclude that there is significant difference between maternal anemia and preterm labor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilia Candra
"ABSTRAK
Hipertensi merupakan kelainan yang umum dijumpai pada kehamilan.
Sekitar 70% wanita hamil mengalami gestational hypertension dan preeklampsia.
Disfungsi endotel pada preeklampsia menyebabkan permukaan endotel yang
nontrombogenik menjadi trombogenik sehingga dapat terjadi aktivasi koagulasi.
Preeklampsia meningkatkan keadaan hiperkoagulabel yang sudah ada pada
kehamilan normal. Gestational hypertension pada wanita hamil adalah hipertensi
yang tidak memenuhi kriteria preeklampsia. Hampir setengah dari pasien dengan
gestational hypertension akan berkembang menjadi preeklampsia. Fibrin
monomer merupakan petanda aktivasi koagulasi yang digunakan pada keadaan
pretrombotik oleh karena terbentuk terlebih dahulu pada keadaan hiperkoagulabel
daripada D-dimer yang terbentuk setelah fibrinolisis. Tujuan penelitian adalah
mendapatkan gambaran fibrin monomer pada gestational hypertension dan
preeklampsia. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang pada 30 wanita
hamil gestational hypertension dan 30 wanita hamil preeklampsia yang dilakukan
pada Oktober sampai November 2015. Pemeriksaan FM menggunakan reagen
STA-Liatest memakai koagulometer STA Compact Analyzer. Kadar fibrin
monomer pada gestational hypertension didapatkan mean 4,61 µg/mL dengan
standar deviasi 0,86 µg/mL. Kadar fibrin monomer pada preeklampsia didapatkan
median 10,5 µg/mL dengan mean 11.99 µg/mL dan rentang 6,12 ? 23,26 µg/mL.
Didapatkan perbedaan bermakna kadar fibrin monomer pada gestational
hypertension dan preeklampsia dengan nilai p<0,001.
ABSTRACT
Hypertension is a common disorder in pregnancy. Approximately 70% of
pregnant women is gestational hypertension and preeclampsia. Endothelial
dysfunction in preeclampsia causes the endothelial surface of the nonthrombogenic
be thrombogenic so it can activated coagulation. Preeclampsia
increase hypercoagulability state in normal pregnancy. Gestational hypertension is
a hypertension in pregnancy who do not meet the criteria of preeclampsia. Nearly
half of patients with gestational hypertension develop into preeclampsia. Fibrin
monomers are used for coagulation activation marker on the prethrombotic state
therefore formed before on hypercoagulability state hiperkoagulabel than D-dimer
formed after fibrinolysis. The objective of this study is to gain description of
fibrin monomer levels and it was a cross-sectional study 30 pregnant women with
gestational hypertension and 30 pregnant women with preeclampsia. The study
was conducted in October and November 2015. Examination of fibrin monomer
using the reagent STA-Liatest and analyzer STA Compact. Mean of fibrin
monomer in gestational hypertension was 4.61 µg/mL with standard deviation
was 0.86 µg/mL. Median of fibrin monomer in preeclampsia was 10.5 µg / mL
with range was 6.12 to 23.26 µg/mL. Fibrin monomer levels found significant
differences in gestational hypertension and preeclampsia with p <0.001.
;Hypertension is a common disorder in pregnancy. Approximately 70% of
pregnant women is gestational hypertension and preeclampsia. Endothelial
dysfunction in preeclampsia causes the endothelial surface of the nonthrombogenic
be thrombogenic so it can activated coagulation. Preeclampsia
increase hypercoagulability state in normal pregnancy. Gestational hypertension is
a hypertension in pregnancy who do not meet the criteria of preeclampsia. Nearly
half of patients with gestational hypertension develop into preeclampsia. Fibrin
monomers are used for coagulation activation marker on the prethrombotic state
therefore formed before on hypercoagulability state hiperkoagulabel than D-dimer
formed after fibrinolysis. The objective of this study is to gain description of
fibrin monomer levels and it was a cross-sectional study 30 pregnant women with
gestational hypertension and 30 pregnant women with preeclampsia. The study
was conducted in October and November 2015. Examination of fibrin monomer
using the reagent STA-Liatest and analyzer STA Compact. Mean of fibrin
monomer in gestational hypertension was 4.61 µg/mL with standard deviation
was 0.86 µg/mL. Median of fibrin monomer in preeclampsia was 10.5 µg / mL
with range was 6.12 to 23.26 µg/mL. Fibrin monomer levels found significant
differences in gestational hypertension and preeclampsia with p <0.001.
;Hypertension is a common disorder in pregnancy. Approximately 70% of
pregnant women is gestational hypertension and preeclampsia. Endothelial
dysfunction in preeclampsia causes the endothelial surface of the nonthrombogenic
be thrombogenic so it can activated coagulation. Preeclampsia
increase hypercoagulability state in normal pregnancy. Gestational hypertension is
a hypertension in pregnancy who do not meet the criteria of preeclampsia. Nearly
half of patients with gestational hypertension develop into preeclampsia. Fibrin
monomers are used for coagulation activation marker on the prethrombotic state
therefore formed before on hypercoagulability state hiperkoagulabel than D-dimer
formed after fibrinolysis. The objective of this study is to gain description of
fibrin monomer levels and it was a cross-sectional study 30 pregnant women with
gestational hypertension and 30 pregnant women with preeclampsia. The study
was conducted in October and November 2015. Examination of fibrin monomer
using the reagent STA-Liatest and analyzer STA Compact. Mean of fibrin
monomer in gestational hypertension was 4.61 µg/mL with standard deviation
was 0.86 µg/mL. Median of fibrin monomer in preeclampsia was 10.5 µg / mL
with range was 6.12 to 23.26 µg/mL. Fibrin monomer levels found significant
differences in gestational hypertension and preeclampsia with p <0.001.
;Hypertension is a common disorder in pregnancy. Approximately 70% of
pregnant women is gestational hypertension and preeclampsia. Endothelial
dysfunction in preeclampsia causes the endothelial surface of the nonthrombogenic
be thrombogenic so it can activated coagulation. Preeclampsia
increase hypercoagulability state in normal pregnancy. Gestational hypertension is
a hypertension in pregnancy who do not meet the criteria of preeclampsia. Nearly
half of patients with gestational hypertension develop into preeclampsia. Fibrin
monomers are used for coagulation activation marker on the prethrombotic state
therefore formed before on hypercoagulability state hiperkoagulabel than D-dimer
formed after fibrinolysis. The objective of this study is to gain description of
fibrin monomer levels and it was a cross-sectional study 30 pregnant women with
gestational hypertension and 30 pregnant women with preeclampsia. The study
was conducted in October and November 2015. Examination of fibrin monomer
using the reagent STA-Liatest and analyzer STA Compact. Mean of fibrin
monomer in gestational hypertension was 4.61 µg/mL with standard deviation
was 0.86 µg/mL. Median of fibrin monomer in preeclampsia was 10.5 µg / mL
with range was 6.12 to 23.26 µg/mL. Fibrin monomer levels found significant
differences in gestational hypertension and preeclampsia with p <0.001.
;Hypertension is a common disorder in pregnancy. Approximately 70% of
pregnant women is gestational hypertension and preeclampsia. Endothelial
dysfunction in preeclampsia causes the endothelial surface of the nonthrombogenic
be thrombogenic so it can activated coagulation. Preeclampsia
increase hypercoagulability state in normal pregnancy. Gestational hypertension is
a hypertension in pregnancy who do not meet the criteria of preeclampsia. Nearly
half of patients with gestational hypertension develop into preeclampsia. Fibrin
monomers are used for coagulation activation marker on the prethrombotic state
therefore formed before on hypercoagulability state hiperkoagulabel than D-dimer
formed after fibrinolysis. The objective of this study is to gain description of
fibrin monomer levels and it was a cross-sectional study 30 pregnant women with
gestational hypertension and 30 pregnant women with preeclampsia. The study
was conducted in October and November 2015. Examination of fibrin monomer
using the reagent STA-Liatest and analyzer STA Compact. Mean of fibrin
monomer in gestational hypertension was 4.61 µg/mL with standard deviation
was 0.86 µg/mL. Median of fibrin monomer in preeclampsia was 10.5 µg / mL
with range was 6.12 to 23.26 µg/mL. Fibrin monomer levels found significant
differences in gestational hypertension and preeclampsia with p <0.001.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>