Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leirissa, Richard Zakarias
"Wilayah Maluku Utara dalam abad 18 secara politis terbagi dalam tiga kerajaan. Ketiga kerajaan itu mempunyai hubungan formal dan tertulis dengan VOC yang berkepentingan mengamankan monopoli rempah-rempahnya, Ketika kerajaan itu adalah Ternate, Tidore, yang masing-masing berpusat di pulau-pulau kecil dengan Hama yang sama, dan dengan jangkauan kekuasaan formal yang mencakup seluruh Maluku Utara sampai ke Irian Barat dan bagian-bagian tertentu dari pesisir Sulawesi Timur; hanya kerajaan ketiga, Sacan, terbatas pada pulau yang senama ditambah dengan beberapa pulau kecil sekitarnya yang dalam kurun waktu ini kebanyakan tidak berpenghuni.
Namun sebelum abad 17 ada pula satu kerajaan lain, kerajaan Jailolo, yang berpusat di pulau Halmahera, pulau yang terbesar di Maluku Utara. Malah menurut legenda-legenda yang sempat dicatat paling kurang sampai abad 14 baru abad 19 itu, kerajaan Jailolo adalah kerajaan yang tertua dan yang utama sebelum hilang dalam awal abad 17 karena dianeksasi oleh Ternate dengan bantuan VOC.
Sejak awal abad 17 seluruh pulau Halmahera telah dimasukkan dalam kekuasaan Ternate bagian (utara dan Selatan) dan Tidore (bagian Tengah). Sistem pemerintahan yang dibangun kerajaan itu di pulau yang jauh lebih besar itu, selain berkaitan dengan sistem monopoli VOC juga berkaitan erat dengan kepentingan kedaton-kedaton itu untuk tenaga kerja serta bahan makanan yang disalurkan, antara lain; melalui suatu sistem upeti.
Sejak dekade-dekade terakhir abad 18 sampai dekade-dekade pertama abad 19 ada usaha-usaha untuk menghidupkan kembali kerajaan Jailola yang telah lama lenyap itu. Selain iiu dalam pertengahan abad 19 muncul lagi suatu usaha serupa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan fakta mengapa peristiwa di akhir abad 18 dan awal abad 19 itu bisa bisa terjadi, hal bagaimana partisipasi masyarakat Halmahera dalam usaha itu, dan (c) mengapa sampai usaha itu tidak berkelanjutan.
Pergolakan di kalangan masyarakat Halmahera yang dibahas di sini terutama menyangkut berbagai kolektivitas yang lingkup teritorialnya mencakup dua wi1ayah di Halmahera. Pertama adalah kolektivitas-kolektivitas di Halmahera Timur, dan kedua, berbagai kolektivitas Tobela didistrik Kau (Halmahera Mara). Pertanyaan yang segera muncul adalah mengapa hanya wilayah-wilayah itu saja yang terkait dengan Raja Jailolo? Pertanyaan lainnya yang segera timbul pula adalah siapakah Raja Jailola, bagaimana status sosial Raja Jailaio serta asal-usulnya?
Dalam metodelogi sejarah di masa kini, rangkaian peristiwa dengan peristiwa secara berturut-turut saja tidak lagi menjadi tumpuan interpretasi sejarah. Permasalahan yang menjadi perhatian banyak sejarawan sekarang justru adalah menemukan suatu kerangka model eksplanasi yang memadai dan tahan uji. Sudah sejak awal abad ini berbagai usaha ditempuh ke arah itu. Kesadaran itu muncul selain karena ternyata metode konvensional mengabaihan banyak aspek kehidupan manusia juga karena dipengaruhi kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh berbagai cabang ilmu sosial yang diperlihatkan pada sejumlah sejarawan, bahwa kesamaan dalam model penelitian, yaitu manusia dan sistem sosialnya, memungkinkan pengembangan metodologi sejarah dengan memperhatikan berbagai konsep yang telah dirumuskan dalam berbagai cabang ilmu-ilmu social tersebut tanpa harus melepashan sama sekali jatidiri ilmu sejarah ?
Halmahera, atau bagian-bagiannya, telah banyak mendapat perhatian banyak ahli ilmu-ilmu sosial dalam dekade-dekade terakhir ini, sehingga gambaran mengenai struktur masyarakatnya kini sudah menjadi makin jelas, Terutama para ahli antropologi banyak menaruh minat pada komunitas-komunitas ini dan interaksi sosial, serta alam pikiran yang mendasarinya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D190
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Gonggong
"Pada tanggal 7 Agustus 1953 Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sulawesi Selatan, Abdul Qahhar Mudzakkar memproklamasikan penggabungan pasukan-pasukan dan daerah yang dikuasainya, ke dalam Negara Islam Indonesia (NII) yang berada di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo yang berpusat di Jawa Barat. Dengan demikian jangkauan pengaruh Kartosuwirjo yang telah memproklamasikan berdirinya NIX pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat bertambah luas. Untuk menopang NXI yang didirikannya itu, Kartosuwirjo membentuk Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TXI), yang digunakan untuk menentang pemerintah negara Republik Indonesia (RI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Perlawanan pemberontakan gerakan DI/TII mampu berlangsung dalam waktu kurang lebih 15 tahun; perlawanan bersenjatanya baru dapat diakhiri pada tahun 1965. Gerakan DI/TXI yang digerakkan oleh Kartosuwirjo yang bertujuan mendirikan NII itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak peristiwa yang pernah terjadi dalam periode yang sama. Sekadar sebagai contoh, telah terjadi peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948 dari pelakunya jelas kelihatan latar belakang ideologi komunis. Ada juga pemberontakan yang bersifat kesukuan, yaitu gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang berkehendak mendirikan negara kesatuan di daerah Maluku Selatan. Krisis tampaknya masih tetap berlanjut dan salah satu puncak dari krisis itu ialah lahirnya gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera. Gerakan ini kemudian bersekutu dengan gerakan Pembangunan Semesta (Perznesta), sehingga gerakan yang mereka ciptakan dikenal dengan gabungan nama : Gerakan PRRI/PERMESTA. Gerakan RMS berlangsung pada 1950-1962, sedang gerakan PRRI/PERMESTA berlangsung pada tahun 1958-1962.
Ketika peristiwa-peristiwa yang disebut di atas berlangsung, sistem pemerintahan dan atau kabinet serta sistem demokrasi yang dipergunakan untuk menata kehidupan bernegara sebagai bangsa merdeka, memang tidak dalam keadaan yang cukup baik untuk mendukung jalannya pemerintahan negara. Dalam periode Perang Kemerdekaan (1945-1949) sistem pemerintahan dan bentuk negara telah mengalami perubahan-perubahan, dari sistem presidensil ke sistem Kabinet Parlementer untuk kemudian kernbali lagi ke sistem Kabinet Presidentil yang kemudian berubah lagi menjadi sistem Kabinet Parlementer. Demikian pula bentuk negara kita; pada awal kemerdekaan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara yang berlaku ketika itu, UUD 1945, bentuk negara kita adalah negara kesatuan. Tetapi kemudian, sesuai dengan hasil Konperensi Meja Bundar (KMB) bentuk negara itu berubah menjadi bentuk negara federasi. Walaupun usianya sangat singkat, December 1949-16 Agustus 1950, namun di dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, kita pernah memberlakukan bentuk negara federasi dengan nama : Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sistem demokrasi yang berlaku di dalam periode 20 tahun pertama {1945-1965) dari kemerdekaan itu juga telah berubahubah, dari sistem demokrasi liberal yang berlangsung pada tahun 1950-1959 untuk kemudian berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin. Berlakunya sistem demokrasi liberal ditopang oleh UUD. Sementara 1950 dengan ciri pemerintahan sistem Kabinet Parlementer dan kekuasaan partai-partai politik amat menentukan jalan pemerintahan waktu itu, di samping juga keliberalan yang dilaksanlah persaingan antara partai-partai untuk menjadi pemegang pemerintahan negara. Salah satu hal yang nampak dalam persaingan partai-partai itu ialah tiadanya Kabinet yang berusia panjang dan mampu menjalankan programnya secara teratur, sebagaimana yang mereka rencanakan. Program partai dari formatur Kabinet yang menjadi Perdana Menteri sering dianggap lebih penting, walaupun sudah ada program Kabinet yang disepakati. Di dalam situasi persaingan antara partai-partai itu berlangsung pula persaingan ideologi di antara partai-partai pendukung, yaitu antara golongan yang berideologi Pancasila dan Islam."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
D133
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Gonggong
"Tentara Keamanan Rakyat (TKR) ada adalah nama yang digunakan Abdul Qahhar Mudzakkar dalam menghimpun pasukan-pasuk_an bekas pejuang periode Perang Kemerdekaan (1945-1949) di Sulawesi Selatan dan menjadi pendukung daiam menuntut penggabungannya ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun, sampai saat proklamasi penggabungannya dengan NII pimpinan Kartosuwirjo itu, kehendaknya tidak pernah dipenuhi oleh pemerintah negara Republik Indonesia (RI). Istilah TKR sebenarnya pernah digunakan secara resmi untuk organisasi ketentaraan negara RI pada awal pembentukannya. Nama ini bermula dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang pada 5 Oktober 1945 diubah menjadi Tentara Keamanan Rak yat (TKR) dan tanggal ini menjadi hari kelahiran ABRI yang chiperingati setiap tahun. Namun TKR diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), yang kemudian pada 5 Mei 1947 diubah lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di dalam proses pembentukan organisasi ketentaraan negara RI digunakan pula istilah Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) atau Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang di dalamnya tercakup ke-tiga unsur Angkatan Perang, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) tidak termasuk Angkatan Kepolisian (POLRI) digunakan pula nama ABRI yang di dalamnya tercakup, disamping ketiga angkatan, juga POLRI. Nama ABRI sampai se-karang tetap dipertahankan, sedang istilah APRI sudah tidak digunakan lagi. Untuk memperoleh keterangan lebih lanjut ten tang pertumbuhan organisasi ketentaraan negara RI ini, lihat A.H. Nasution, TNI Tentara Nasional Indonesia, 3 jilid, ter_bitan 1971. Lihat juga Ulf Sundhaussen, The Road to power:"
Depok: Universitas Indonesia, 1990
D1607
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
"Disertasi ini 'mutual basil kajian peradaban Jawa Fauna yang tumbuli pada abad ke-8 hingga abaci ke-15. Satuan-satuan yang menjadi pusat kajian meliputi tiga pranata social uta.rnar, yaitu politik, agama dan ekonomi. Sumber data utamanya berupa artefak arkeologi dari berbagai jenis, sumber tertulis berupa. prasasti, karya-karva sastra dan juga berita_berita acing. Terhadap ke.tiga. pranata di Was dilakukan analisis ruitul: melihat dinamikanva, haik secara tersendiri sebagai sistem yang berdiri sendiri, mauprrn secara bersama-sarna, sebagai sebu.rah sistem lebih besar yang saling berhubungan clan saline; tergantung sat(' Santa lain. Dinamika peradaban di atas dilihat dal= keseiuruhan periode Jawa Kum yang dapat dipisahkan menjadi lima periode politik, yaitu rnasa 111atara.rn, (732-92 , Tauuw_lang-Kailuripan (929-1051), Kadiri (1052-1221), Sinshasari (1222-1292) dan Napahit (1293-1486). Sehagai sistem yang berdiri sendiri, tiap-tiap pranata dianalisis sebagai sistem..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
D1552
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library