Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melly Lorianti
Abstrak :
Penggunaari desain sirkumferensial pada kasus kehilangan gigi 8765/5678 sering menimbulkan gaya ungkit yang menyebabkan gerak gigi penjangkaran ke distal, dan kemudian diikuti oleh goyangnya gigj tersebut. Masalah ini terjadi karena dukungan gigi tiruan terdiri dari dua jenis jaringan, yaitu jaringan keras berupa gigi dengan jaringan periodontalnya, dan jaring lunak yaitu mukosa yang menutupi daerah tak bergigj, dengan derajat kekenyalan yang berbeda. Untuk mencegah hal ini, perlu diperhatikan agar tekanan yang disalurkan ke gigi penjangkaran sekecil mungkin, sehingga tidak dapat rnerusak gigi penjangkaran. Cengkeram dengan desain sirkumferensial dapat dibuat dari logam cor keseluruhannya, atau dapat dikombinasi dengan kawat di bagian lengan bukal. Dalam penelitian ini ingin diketahui cengkeraman mana dan dua cengkeram tersebut yang rnenyebabkan gerak distal gigi penjangkaran yang lebih kecil. Untuk itu dilakukan penelitian laboratorik mengenai pengaruh cengkeram kombinasi dan cengkeram cor sirkumferensial terhadap gerak distal gigi penjangkaran. penelitian dilakukan dengan mengukur gerak distal gigi penjangkaran dengan dial gauge, bila beban seberat 2,5 kg dijatuhkan pada sadel di regio molar pertama, pada gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal yang memakai cengkeram kombinasi dan cengkeram cor sirkumferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cengkeram kombinasi menyebabkan gerak fistal gigi penjangkaran yang lebih kecil dibandingkan dengan cengkeram cor sirkumferensial
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1989
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Agus Wirawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pada saat menyanyi, setiap penyanyi memiliki kebiasaan atau ciri tertentu, misalnya duduk, memiringkan kepala ke satu sisi, dll yang dapat disebabkan karena rasa nyaman atau karena ada gangguan. Kebiasaan atau ciri menyanyi yang disebabkan adanya gangguan dapat mengakibatkan perubahan pada postur kranioservikal sehingga terjadi hiperaktifitas otot-otot mastikasi yang dapat merupakan salah satu etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula atau temporomandibular disorder (TMD) merupakan hal yang sering dijumpai di masyarakat. Etiologi TMD bersifat multifaktorial antara lain postur kranioservikal yang kurang baik, gangguan otot, dll. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara postur kranioservikal dan durasi menyanyi pada penyanyi terhadap terjadinya TMD. Desain penelitian adalah analitik observasional case-control terhadap 40 penyanyi yang mengalami keluhan TMD. Diagnosis TMD ditegakkan dengan Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders (RDC), sedangkan analisis postur kranioservikal digunakan radiografi sefalometri untuk memperoleh sudut NSL/OPT. Dengani RDC, 24 penyanyi termasuk dalam kategori TMD, dan 16 penyanyi non TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan postur kranioservikal antara penyanyi dengan TMD dan non TMD dengan nilai p = 0,084. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara durasi menyanyi dan TMD pada penyanyi dengan nilai p = 0,000. Semakin panjang durasi menyanyi dalam satu hari, semakin besar kemungkinan penyanyi mengalami gangguan sendi temporomandibula.
ABSTRACT
While singing, every singer has a different style, like singing while sitting, singing while tilting head to one side, etc. These behaviors, whether caused by habit or discomfort, may change craniocervical posture, which then may trigger mastication muscles hyperactivity. This is one possible etiology for temporomandibular disorder. Temporomandibular Disorder (TMD) is a common disorder caused by a variety of factors such as bad craniocervical posture, or muscle disorder, etc. The purpose of this study was to analyze the relationships among TMD, craniocervical posture, and duration of singing. This observational case-control study was done with 40 singers with TMD symptoms. TMD was diagnosed based on Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders (RDC). Radiographic cephalometry was taken for craniocervical posture analysis of NSL/OPT angle. By RDC, the singers were classified to 24 singers with TMD and 16 singers without TMD. This study found no difference for craniocervical posture in singers with TMD and without TMD (p = 0,084). However, there was a significant relationship between duration of singing and TMD (p = 0,000). The longer the duration of singing in a day, the bigger the likelihood to develop TMD.
2013
T34998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sofyan Hidayat
Abstrak :
Terlepasnya mahkota tiruan saat mengunyah merupakan masalah yang sering dijumpai pada pemakai mahkota tiruan atau gigi tiruan jembatan. Terutama pada mahkota gigi yang kecil, pendek dan konus. Penyebab utamanya adalah faktor retensi dan resistensi yang kurang pada gigi penyangga. Salah satu metode untuk meningkatkan retensi dan resistensi pada praparasi mahkota adalah pembuatan groove. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan resistensi mahkota tiruan penuh logam dengan berbagai bentuk preparasi groove. Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratoris menggunakan 24 spesimen, yang terdiri dari 6 spesimen preparasi mahkota tanpa groove, 6 spesimen dengan groove bentuk box, 6 spesimen dengan groove bentuk V dan 6 spesimen dengan groove bentuk half round pada masing-masing spesimen tesebut dilakukan uji kompresi. Nilai rerata gaya melepaskan mahkota tiruan logam pada groove berbentuk box (27,97 kgF+SD 1,08), bentuk V (6,15 kgF+SD 0,22), half round (1,77 kgF+SD 0,22) dan tanpa groove (0,95 kgF+SD 0,13). Preparasi groove bentuk box adalah terbaik resistensinya, diikuti bentuk V, half round dan tanpa groove. Penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk pemilihan bentuk groove bila para klinisi menjumpai kondisi gigi molar yang pendek dan konus. ...... Dental crown or bridges can occasionally come loose or come off from the tooth while chewing. Especially on small, short and conus teeth.The main cause is lack of retention and resistance to the teeth. There are several methods to increase retention and resistance on crown, inlay and onlay preparation, which is parallelism, groove preparation, crown buildup and surface roughness. The aim of this study wasto know the resistance differences of a full metal crown with various forms of groove preparation. This was experimentall laboratories, study using compressive strength test in 24 specimens in which 6 specimens without grooves preparation, 6 specimens with box-shaped groove, 6 specimens with V-shaped groove and 6 specimens with half round grooves. The mean value of metal crown that come off during test on box-shaped Groove (27,97 kgF+SD1,08), V-shaped (6,15 kgF+SD 0,22), half round (1,77 kgF+SD 0,12) and without groove (0,95 kgF+SD 0,13). It is concluded that resistance is best in box-shaped, followed by V-shaped, half round and without groove. When clinicians find short and conus molar teeth, it is recommended the use of groove to increase the resistance of the crown.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T39302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sena Arianto
Abstrak :
[ABSTRAK
Kedokteran gigi estetik dipengaruhi berbagai faktor. Digital Smile Design (DSD) merupakan salah satu kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat menunjang perawatan dalam bidang estetika. Dokter gigi dapat langsung memberi gambaran rencana perawatan pada pasien. Proporsi gigi anterior merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan perawatan dalam bidang estetik Penelitian bertujuan untuk menganalisis persepsi kepuasan pasien terhadap estetika desain senyum yang dihasilkan dengan dan tanpa panduan DSD. Subjek berjumlah 25 orang dengan indikasi rehabilitasi estetik diminta untuk menilai kepuasan estetika desain senyum dengan 2 metode mock up, yaitu dengan dan tanpa panduan Digital Smile Design serta menjawab kuesioner estetik yang sudah tervalidasi dengan nilai alpha cronbach 0,98. Mock up dengan panduan DSD menghasilkan kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan mock up tanpa panduan DSD.
ABSTRACT
In the field of dentistry, aesthetic is influenced by various factors. Advances in science and technology, supports in aesthetic treatment, especially in this modern era, the dentist can immediately provide an overview plan of treatment. One of the main factor in planning an aesthetic treatment is the proportion of upper anterior teeth. Twenty-five subjects with the aesthetic rehabilitation indications were asked to assess the aesthetic satisfaction with 2 mock-up methods, with and without a guide of Digital Smile Design, followed by answering an aesthetic questionnaire that has been validated with a value of Cronbach?s alpha = 0.98.Patients? satisfaction with the aesthetic proportion of upper anterior teeth with a mock-up guide Digital Smile Design is better than a mock-up without Digital Smile Design., In the field of dentistry, aesthetic is influenced by various factors. Advances in science and technology, supports in aesthetic treatment, especially in this modern era, the dentist can immediately provide an overview plan of treatment. One of the main factor in planning an aesthetic treatment is the proportion of upper anterior teeth. Twenty-five subjects with the aesthetic rehabilitation indications were asked to assess the aesthetic satisfaction with 2 mock-up methods, with and without a guide of Digital Smile Design, followed by answering an aesthetic questionnaire that has been validated with a value of Cronbach’s alpha = 0.98.Patients’ satisfaction with the aesthetic proportion of upper anterior teeth with a mock-up guide Digital Smile Design is better than a mock-up without Digital Smile Design.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James Handojo
Abstrak :
Berbagai studi menunjukkan bahwa gigi anterior rahang atas tidak saja menentukan harmonisasi dan estetika gigi geligi tetapi juga estetika wajah secara keseluruhan. Oleh karena itu rehabilitasi kehilangan gigi anterior rahang atas memerlukan pendekatan yang khusus. Salah satunya adalah penentuan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas, yang akan menentukan hasil gigi tiruannya. Beberapa panduan estetik yang digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas antara lain adalah golden proportion. Pengunaan golden proportion sebagai panduan estetik memicu kontroversi karena penelitian lain juga membuktikan ada proporsi lain yang juga mempunyai nilai estetik. Penelitian ini bertujuan mencari proporsi estetik gigi anterior rahang atas pada mahasiswa Indonesia. Karena negara Indonesia mempunyai antropologi ragawi yang berbeda dengan negara lain, maka golden proportion belum diketahui kecocokannya sebagai panduan estetik gigi anterior rahang atas orang Indonesia. Empat puluh delapan mahasiswa menjadi subyek penelitian. Rahang atas dicetak dan proporsi gigi anterior rahang atas model diukur pada milimeter blok. Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi estetik yang ditemukan pada kelompok mahasiswa di Jakarta berbeda dengan golden proportion dan proporsi ini dapat digunakan sebagai panduan estetik, terbukti dari hasil analisa persepsi estetika yang diperoleh dengan Oral Aesthetic Scale. ...... Maxillary anterior teeth play an important role in facial esthetics. The size and form of the maxillary anterior teeth are important not only to dental esthetics, but also to facial esthetics. The goal of anterior restoration is to achieve optimal dentolabial relations in harmony with the overall facial appearance. However, there is little scientific data in the dental literature that can be used as a guide for defining the proper size and shape of esthetic anterior teeth. One of the most harmonious recurrent tooth-to-tooth ratio was that of the golden proportion. Conflicting reports indicate that the majority of beautiful smiles did not have proportions with the golden proportion. Indonesian population is genetically diverse to other countries, golden proportion have not been tested its compatibility as universal esthetic guide. The purpose of the present study was to determine the maxillary anterior teeth esthetic proportion among Indonesian students. Forty eight students participate in this study. Casts of the maxillary arches of the subjects was made and the proportion of the anterior teeth measured on a milimeter block. The result showed that proportion found among the students is different from the golden proportion, and this proportion can be used as a guide for defining esthetic maxillary anterior teeth, confirmed by the result of esthetic perception of the subject evaluated using Oral Aesthetic Scale.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiatul Muflih
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi pasien yang telah dirawat dengan gigi tiruan jembatan di klinik integrasi RSGMP FKG UI pada periode 2008 berdasarkan gigi yang digantikan, gigi penyangga, tipe GTJ, jenis kelamin pasien, dan usia. Manfaat penelitian ini adalah sebagai data base tentang distribusi dan frekuensi untuk penelitian lainnya dan sebagai bekal persiapan mahasiswa sebelum menjalani program profesi. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dalam bentuk survei. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari rekam medik pasien yang telah dirawat oleh mahasiswa program profesi pesrta ujian di Departemen Prostodosia tahun 2008. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: dari 32 kartu status pasien GTJ 65% adalah perempuan dan 35% laki-laki dengan jenjang usia terbanyak 20- 39 tahun pada perempuan dan 20-29 tahun pada laki-laki. GTJ paling banyak digunakan untuk menggantikan kehilangan gigi pada region posterior rahang bawah (55%), sedangkan tipe GTJ yang paling sering digunakan adalah fixed bridge (88%). Molar pertama rahang bawah merupakan gigi yang paling sering digantikan dengan GTJ, sedangkan gigi yang paling sering dijadikan sebagai gigi peenyangga adalah gigi premolar kedua dan molar kedua rahang bawah. Sembilan puluh empat persen gigi penyangga merupakan gigi vital.
The objective of the study was to find out the frequency and distribution of patients with Fixed Partial Denture (FPD) at the Teaching Hospital Faculty of Dentistry, University of Indonesia (RSGMP). The study done in period of 2008 referring to the missing teeth, abutment, type of FPD patient?s gender and age. The result is expected to be beneficial as data base for other study as well as information needed for student going to start their profesional education program. It was a descriptive study with secondary data obtained from patient record collected from students that were registered for formal assessment at Prosthodontics Departement. The result showed that 65% of patients with FPD were women with range of age is 20-39 years old. The type of FPD mostly used is Rigid Fixed Bridge and the mandible was the region mostly found with FPD to replace the first molar. Therefore second premolar and second molar were the most abutment teeth used. Ninety-four percent of the abutment were vital teeth.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ashri Prihatini
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi pasien dengan mahkota tiruan penuh dan mahkota tiruan pasak berdasarkan usia, jenis kelamin, gigi yang dirawat, dan kondisi gigi yang memerlukan perawatan dengan mahkota tiruan penuh dan mahkota tiruan pasak di klinik integrasi RSGMP FKG UI periode 2008. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai database yang dapat digunakan untuk penelitian lain dan sebagai informasi bagi mahasiswa yang akan melaksanakan program profesi untuk mempersiapkan diri. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang berbentuk survei. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari kartu rekam medik pasien yang telah dirawat oleh mahasiswa Program Profesi peserta ujian di Departemen Prostodonsia periode 2008. Hasil penelitian yang didapatkan adalah: rentang usia dengan jumlah pasien terbanyak adalah 20-29 tahun; pasien yang paling banyak dirawat adalah perempuan; mayoritas gigi yang dirawat adalah insisif sentral dan lateral rahang atas; kondisi gigi yang paling banyak memerlukan perawatan dengan mahkota tiruan penuh adalah karies gigi yang tidak dapat diperbaiki dengan restorasi lain, dan dengan mahkota tiruan pasak adalah pasca perawatan saluran akar (PSA).
This study was conducted to find out the distribution and frequency of patients with full veneer crown (FVC) and dowel crown (DC) based on age, gender, treated tooth and its condition that need rehabilitation with FVC and DC at the integration clinic of The Teaching Hospital of Faculty of Dentistry University of Indonesia in period of 2008. The result of the study was expected to be usefull as database for other studies and also as valuable information for the students that are going to start their profesional program. This descriptive study done through surveying of secondary data of patients of the hospital. These data were collected from dental record of patients treated by students that registered for final assessment at The Prosthodontic Department in period of 2008. The result showed that the age range of patients with FVC and DC was mostly from 20-29 years old; more female were found than male; the majority of teeth having FVC and DC were upper central and lateral incisors; dental caries that could not be restored by other restorations was the condition mostly found as the indication of the FVC and DC and so as the post endodontically restoration.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Savedra Pratama
Abstrak :
Latar Belakang: Kemampuan mastikasi merupakan kemampuan untuk memecah partikel makanan agar mudah dicerna tubuh sehingga berperan dalam pemenuhan nutrisi. Penggunaan gigi tiruan lepasan diperlukan ketika seseorang mengalami kehilangan gigi karena dapat mengurangi kemampuan mastikasi. Berbagai faktor lain juga dapat mempengaruhi kemampuan mastikasi. Tujuan: Menganalisis hubungan berbagai faktor terhadap kemampuan mastikasi pemakai gigi tiruan lepasan. Metode: Tiga puluh empat pemakai gigi tiruan lepasan (GTL, GTLT, dan GTSL) berpartisipasi dalam uji mastikasi dengan permen karet yang dapat berubah warna (Masticatory Performance Evaluating Gum Xylitol®) dengan desain potong lintang. Laju alir saliva dievaluasi dengan gelas ukur, dan ketinggian residual ridge diukur secara klinis menggunakan kaca mulut No.3 yang diberi ukuran mm. Hasil: Ketinggian residual ridge (p=0,003) dan pengalaman memakai gigi tiruan (p=0,051) berperan terhadap kemampuan mastikasi. Faktor usia (p=1,000), jenis kelamin (p=0,711), laju alir saliva (p=0,400), jenis gigi tiruan (p=0,218), dan jumlah serta lokasi kehilangan gigi (p=0,097) tidak memberikan hubungan yang bermakna. ...... Background: Masticatory performance is the ability to breakdown food to facilitate digestion, and its role in nutrition is important. Removable dentures are used to rehabilitate loss of teeth, which could jeopardize masticatory performance. There are also various factors that affect masticatory performance. Objective: To analyze the relationship between various factors and masticatory performance. Method: Thirty four removable denture wearers (full dentures, single complete dentures, or partial dentures) participated in a cross-sectional study of masticatory performance using color-changeable chewing gum (Masticatory Performance Evaluating Gum Xylitol®). The volume of saliva were evaluated using measuring cups, and residual ridge heights were measured using modified mouth mirror no. 3 with metric measurements. Result: Residual ridge height (p=0,003) and removable denture-wearing experience (p=0,051) had significant relationship with masticatory performance. Age (p=1,000), gender (p=0,711), saliva (p=0,400), denture types (p=0,218), the number and the location of missing teeth (p=0,097) did not have significant association with masticatory performance.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Haryadi
Abstrak :
Latar Belakang: Kasus kehilangan gigi karena pencabutan sering ditemui dan celah yang ditinggalkan karena pencabutan memberikan dampak buruk secara estetika. Sebagai rehabilitasi, digunakan gigi tiruan imediat (GTI) lepasan yang dipasang segera setelah pencabutan. Namun belum diketahui apakah penggunaan GTI lepasan mempengaruhi resorpsi residual ridge (RRR). Tujuan: Menganalisis pengaruh pemasangan gigi tiruan imediat terhadap RRR pasca pencabutan. Metode: Pada 3 ekor Macaca fascicularis, dilakukan pencabutan gigi premolar 1 dan molar 1 kiri dan kanan. Segera setelah pencabutan, dipasang GTI lepasan pada sisi kiri rahang Macaca fascicularis. Pengukuran posisi residual ridge dari sisi rahang Macaca fascicularis yang dipasang GTI lepasan dan yang tidak dipasang GTI lepasan menggunakan radiograf dental pada sesaat setelah pencabutan (0 bulan) dan 2 bulan pasca pencabutan. Selisihnya diukur sebagai RRR. Hasil: Ditemukan perbedaan posisi residual ridge (p<0,05) antara yang diukur pada 0 dan 2 bulan paska pencabutan pada sisi rahang yang dipasang GTI lepasan dan yang tidak dipasang GTI lepasan. Namun tidak ditemukan perbedaan RRR (p>0,05) antara sisi rahang yang dipasang GTI lepasan dengan sisi rahang yang tidak dipasang GTI lepasan. ......Introduction: Extraction caused tooth loss cases was often found in daily practice and gap left after extraction causes a bad effect on tooth esthetic. As a rehabilitation, a removable immediate denture (RID) was used immediately after extraction. But it was still not know if using RID does have an effect to residual ridge resorption. Purpose: To analyze the effect of using RID on residual ridge resorption after extraction. Method:The first premolars and first molars on both left and right side of 3 Macaca fascicularis were extracted. Soon after the extraction RID was placed on the left side of the arch of Macaca fascicularis. Residual ridge position was measured using the dental radiograph for bothside where ID was worn and where RID was not worn immediately after the extraction (0 month) and at 2 months after the extraction. Residual ridge position difference between 0 and 2 months after extraction was measured as the residual ridge resorption. Result: Significant difference (p<0,05) residual ridge position was observed between measurement done 0 month and 2 months after extraction, for both the side where RID was worn and side where RID was not worn. But no significant difference (p>0,05) was reported for residual ridge resorption measured between the side where RID was worn and side where RID was not worn.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Dewita
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan fonetik atau pengucapan yang tidak jelas sering ditemukan pada pasien setelah pemasangan gigi tiruan lengkap rahang atas. Gangguan yang terjadi dapat diperiksa menggunakan palatogram pengucapan konsonan linguo-palatal. Salah satu cara yang dapat membantu adaptasi fonetik adalah pembuatan rugae palatina pada basis GTL RA. Rugae palatina berfungsi sebagai panduan peletakan lidah pada palatum anterior untuk menghasilkan artikulasi yang tepat bunyi konsonan linguo-palatal khususnya huruf lsquo;t rsquo; dan lsquo;d rsquo;. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pembuataan rugae palatina pada basis GTL RA yang dapat mempengaruhi adaptasi fonetik. Responden terdiri dari 20 pemakai GTL RA yang dibagi menjadi 10 GTL RA dengan rugae palatina dan 10 GTL RA tanpa rugae palatina. Dilakukan pemeriksaan dengan palatogram pengucapan huruf lsquo;t rsquo; dan lsquo;d rsquo;, serta dievaluasi kemiripannya dengan baku emas palatogram bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode cross over dan faktor-faktor yang diperhatikan dalam hubungannya dengan rugae adalah lama pemakaian, usia, dan jenis kelamin. Hasil penelitian ini adalah pembuatan rugae palatina pada basis GTL RA membutuhkan waktu 1 minggu untuk mendapatkan adaptasi fonetiknya. Nilai rerata saat pengucapan huruf lsquo;t rsquo; dan lsquo;d rsquo; yang baik adalah 60,15 dan 69,65 dengan simpang baku 3,31 dan 3,79. Kesimpulan dari penelitian ini adalah GTL RA dengan rugae mempercepat adaptasi fonetik.
ABSTRACT Phonetic disturbances or unclear pronounciation were often found in patients after insertion of maxillary complete denture. These disturbances could be assessed using palatogram of Indonesian linguo palatal consonant. One of the methods to improve phonetic adaptation was creation of palatine rugae on maxillary complete denture base. Palatine rugae functioned as tongue placement guidance on anterior palate to produce correct articulation of linguo palatal consonant sound, especially the letter lsquo t rsquo and lsquo d rsquo . The purpose of this study was to evaluate palatine rugae creation on maxillary complete denture bases that could affect phonetic adaptation. Respondents were 20 maxillary complete denture wearers, composed of 10 maxillary complete dentures with palatine rugae and 10 maxillary complete dentures without palatine rugae. Assessment was done using palatogram lsquo t rsquo and lsquo d rsquo pronounciation, and the similarity with Indonesian palatogram gold standard were evaluated. This study used cross over method and the factors considered in the relation with rugae were duration of usage, age, and sex. The result of this study was that it took 1 week to achieve phonetic adaptation of maxillary complete denture with palatine rugae. Mean scores in good lsquo t rsquo and lsquo d rsquo pronounciation were 60.15 and 69.65 with standard deviation 3.31 and 3.79. Conclusion of this study is maxillary complete denture with rugae palatine shortens phonetic adaptation.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>