Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Fardaniah
"ABSTRAK
Pada pemakaian gigi tiruan sebagian jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest sering menimbulkan masalah , antara lain terjadi pengumpulan plak padsa permukaan gigi penjangkaran tersebut.Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penelitian jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest yang berbeda pada gigi posterior bawah dan atas di daerah bukal.Yang diamati adalah 35 sampel gigi penjangkaran posterior bawah dan atas dan 35 sampel gigi tanpa cengkeram di dekat gigi penjangkaran sebagai grup control Jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest dibagi dalam 2 kelompok,yaitu jarak 0,5mm-2mm dan lebih besar dari 2mm. Sedangkan nilai Indeks Plak dibagi dalam 2 kelas,yaitu Indeks Plak Berat dan Indeks Plak Ringan.. Data. '.dianalisis dengan Tes Chi Square dan Tes Fisher dengan koreksi dari Yates dalam program Epi Info 5,yang hasilnya menunjukkan bahwa pengumpulan plak lebih-banyak pada gigi'penjangkaran posterior rahang bawah dengan jarak lengan cengkeram ke gingival crest 0,5mm-2mm.Sedangkan untuk gigi posterior atas tidak terdapat perbedaan bermakna dalam pengumpulan plak antara kelompok gigi penjangkaran dan gigi tanpa cengkeram.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada gigi penjangkaran posterior rahang bawah terdapat hubungan antara jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest dan pengumpulan plak."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovian Purnomo
"Gangguan sendi temporomandibula mencakup perubahan morfologi atau fungsi permukaan artikulasi sendi rahang (intrinsik) dan perubahan fungsi sistem neuromuskular (ekstrinsik). Etiologi gangguan ekstrinsik adalah penggunaan otot yang berlebihan seperti pada kebiasaan clenching dan salah satu gejala yang biasa dilaporkan adalah nyeri kepala. Nyeri kepala yang dirasakan oleh penderita gangguan temporomandibula merupakan nyeri alih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan clenching dengan terjadinya gejala nyeri kepala pada 128 mahasiswa FKG UI program akademik, umur 18-22 tahun, yang terdiri dari 114 subyek perempuan dan 14 subyek lakilaki dengan mengisi kuesioner. Analisis secara univariat berupa distribusi frekuensi variabel jenis kelamin, gejala nyeri kepala, kebiasaan clenching saat marah, dan kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Analisis statistik secara bivariat dengan uji Fisher menunjukkan nilai p = 0,019 (p < 0,05) untuk kebiasaan clenching saat marah dan p = 0,755 (p > 0,05) untuk kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Sedangkan analisis secara bivariat dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai p = 0,003 (p < 0,05) untuk kebiasaan clenching saat marah dan p = 0,381 (p > 0,05) untuk kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Dari kedua uji tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mempertemukan gigi atas dan gigi bawah (clenching) saat marah dengan terjadinya gejala nyeri kepala, tidak ada hubungan antara kebiasaan mempertemukan gigi atas dan gigi bawah (clenching) saat konsentrasi penuh dengan terjadinya gejala nyeri kepala.

Temporomandibular disorders involve alterations to either the morphology or function of the mandible with respect to its articulation to the skull (intrinsic) and its neuromuscular function (extrinsic). An etiology of extrinsic disorder is muscle hyperactivity in a patient who suffers clenching habit. One of the most common symptoms that have usually been reported by patients was headache. This symptom was a referred pain. The purpose of this study was to know the relationship between clenching and headache on 128 subjects who are students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. The subjects consisted of 144 female subjects and 14 male subjects, aged between 18-22 years old. Univariate statistical analysis included sex, headache symptoms, clenching habit when angry, and clenching habit when fully concentrated. Bivariate statistical analysis was done using the Fisher and Chisquare method to show the relationship between clenching habit and headache in two different criteria. The results using fisher method showed that the value was significant, p = 0.019 (p < 0.05) for clenching habit when angry and 0.755 (p > 0.05) for clenching habit when fully concentrated. The results using Chi-Square method showed that the value was significant, p = 0.003 (p < 0.05) for clenching habit when angry and 0.381 (p > 0.05) for clenching habit when fully concentrated. From both methods, it was concluded that there was a relationship between clenching when the subjects are being angry and headache, but the relationship between clenching when the subjects are being fully concentrate and headache could not be proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yansen
"Bruxism adalah serangkaian aktifitas kontraksi otot rahang saat tidur yang bersifat ritmik, singkat, dan kuat, terjadi pada posisi sentris maupun eksentris rahang. Bruxism merupakan salah satu etiologi gangguan sendi temporomandibula (STM), namun bagaimana mekanisme dan hubungannya dengan gejala gangguan STM masih menjadi kontroversi dan belum jelas. Tujuan dari penelitian cross sectional ini adalah untuk mencari hubungan antara bruxism dan nyeri atau kaku STM pada mahasiswa preklinik FKGUI tahun 2007. Penelitian dilakukan di FKGUI, dimulai dari akhir November sampai minggu pertama Desember 2007, melibatkan 128 subyek penelitian yang dipilih berdasarkan random sampling. Subyek diminta menjawab 3 kuesioner yang diadaptasi dari RDC (Research Diagnostic Index), Diagnostic Index dan Oral Parafunction dan data kemudian dianalisa enggunakan uji Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi bruxism sebesar 15.6%, yang mengalami nyeri atau kaku STM 8.6%, yang sering mengalami kaku sesaat di sekitar STM pada pagi hari saat bangun tidur 3.1%, dan yang jarang 22.7%. Untuk bruxism dan gejala nyeri atau kaku STM, hasil analisis menunjukkan nilai p=0.376 (p>0.05) dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara bruxism dan nyeri STM. Hasil analisis hubungan antara bruxism dan kaku sesaat di sekitar STM pada pagi hari saat bangun tidur menunjukkan nilai p=0.498 (p>0.05), sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara bruxism dan kaku sesaat di sekitar STM pada pagi hari saat bangun tidur. Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara bruxism dan nyeri atau kaku STM pada mahasiswa preklinik FKGUI tahun 2007.

Bruxism is a sleep-associated series of rhythmic, brief, strong contractions of the jaw muscles occurring in either centric or eccentric jaw position. Bruxism is one of the etiologies of temporomandibular disorder (TMD), but the mechanism and its relationship with TMD symptoms are still controversial and unclear. The purpose of this cross sectional observation is to describe the relationship between bruxism and pain stiffness of TMJ in preclinical dental students of University of Indonesia in 2007. The observation was done from the end of November until the first week of December 2007 at the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. One hundred and twenty eight subjects were selected by simple random sampling method and answered three questionnaires adopted from the RDC (Research Diagnostic Criteria), Diagnostic Index and Oral Parafunction. The data was analyzed by Fisher`s test.
The results showed that bruxism prevalence was 15.6%, TMJ pain or stiffness was 8.6%, often experienced jaw stiffness when waking up in the morning was 3.1%, and 22.7% seldom experienced this symptom. Result for testing the relationship between bruxism and TMJ pain or stiffness was p=0.376 (p>0.05), hence we can conclude that there is no relationship between bruxism and TMJ pain or stiffness. Result for testing the relationship between bruxism and jaw stiffness when waking up in the morning was p=0.498 (p>0.05), which means that there is also no relationship between bruxism and jaw stiffness when waking up in the morning. In conclusion, there was no relationship between bruxism and pain or stiffness of TMJ on preclinical dental students of University of Indonesia in 2007."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S40691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Maura Saputra
"Telah diketahui bahwa stres merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Temporomandilbular Disorders (TMD). Namun selama ini belum ada studi pada individu dengan stres kerja tinggi (misalnya akuntan).
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara intensitas dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode potong lintang yang dilakukan pada 116 akuntan berusia 21-50 tahun di Jakarta. Subjek diminta mengisi dua jenis kuesioneir, yang pertama adalah Kuesioner Job Stress Survey (JSS) untuk mendiagnosis tingkat intensitas dan frekuensi stres kerja, yang kedua adalah Indeks Diagnostik TMD untuk mendiagnosis TMD. Kemudian dilakukan tabulasi silang antara tingkat intensitas dan tingkat frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD.
Hasil penelitian: Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,003). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,032).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif.

It is known that stress is one of the risk factor for Temporomandibular Disorders (TMD). But study on person with high level of job stress (for example accountants) has not been done.
Objectives: The aim of this study was to know the relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age.
Methods: A cross sectional study was performed towards 116 accountants aged 21-50 in Jakarta. The subjects were asked to fill two kinds of questionnaire, the first was Job Stress Survey questionnaire (JSS) to examine the intensity and frequency level of job stress, the other was TMD Diagnostic Index to assess the TMD. A cross tabulation was done between the intensity level and also the frequency level of job stress and the TMD occurrence.
Results: Fisher’s Exact test result showed that there was relationship between intensity of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,003). Chi square test result showed that there was relationship between frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,032).
Conclusion: There is relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Desyanti
"Latar Belakang : Telah diketahui bahwa stres merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya Temporomandibular Disorder ( TMD ), dan "Home Stress", yang merupakan bagian dari stres psikososial perlu diperhatikan. Selama ini, fenomena tersebut belum pernah diteliti sebelumnya pada aircrew di Indonesia.
Tujuan : Menganalisis korelasi stres dengan TMD pada aircrew.
Metode : Cross Sectional pada 318 aircrew maskapai komersial nasional di Jakarta. Subjek mengisi dua jenis kuesioner, yaitu Indeks Diagnostik TMD untuk mendiagnosis TMD dan Modifikasi Sloan and Cooper’s Questionnaire untuk mendiagnosis stres, yang terdiri dari "Home Stress" dan "pengaruh Home Stress pada pekerjaan", kemudian dilakukan uji hipotesis korelatif numerik distribusi data tidak normal.
Hasil Penelitian : Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara "Home Stress" dan "pengaruh Home Stress pada pekerjaan" dengan TMD pada aircrew (p=0.000). Korelasi tersebut juga didapatkan pada cockpit crew (p=0.000) maupun cabin crew (p = 0.000). Nilai korelasi (r) yang didapat berturut-turut adalah 0.363,0.387, 0.345, 0.341, 0.393 dan 0.346.
Kesimpulan : Terdapat korelasi yang sedang antara stres dengan TMD pada aircrew.

Background : It is known that stress is one of the risk factor for Temporomandibular Disorder (TMD), and "Home Stress" as part of a psychological stress should get more attention. Until so far, this phenomenon in Indonesian aircrew had never been studied yet.
Objectives : The aim of this study was to analyze the correlation between stress and Temporomandibular Disorder in aircrew.
Methods : A cross sectional study was performed towards 318 commercial aircrew of national company in Jakarta. The subjects were asked to fill two kinds of questionnaire, first was TMD Diagnostic Index to assess the TMD and the other was Modification of Sloan and Cooper’s Questionnaire to examine the stress which was consisted of two sections, "Home Stress" and "Effect Home Stress at Work". Then the correlative numerical hypothetic analysis was done.
Results : Spearman test showed that there was a correlation between "Home Stress" , "Effect Home Stress at Work" and TMD in aircrew (p=0.000). This correlation was also found in cockpit crew (p=0.000) and cabin crew (p = 0.000). The Spearman rank correlation coefficients (r) were 0.363, 0.387, 0.345, 0.341, 0.393 and 0.346.
Conclusion : There is a fair degree of correlation between stress and TMD in aircrew.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Francisca Lindawati Soetanto
"ABSTRAK
Dengan semakin bertambahnya kasus Hepatistis B dan AIDS dewasa ini maka penanganan alat dan bahan kedokteran gigi harus lebih teliti karena dapat menjadi media penularan penyakit. Gigi tiruan merupakan media penularan penyakit apabila pembuatannya tidak termonitor dengan bailkdalam hal sterilisasi.
Untuk sterilisasi gigi tiruan, ADA merekomendasikan perendaman gigi tiruan dalam desinfektan selama sepuluh jam. Bahan desinfektan yang direkomendasi oleh ADA adalah alkalin glutaraldehid sedangkan desinfektan yang lazim digunakan rumah sakitrumah sakit di Indonesia adalah chlorhexidine.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desinfektan terhadap transverse strength basis gigi tiruan resin akrilik. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran nilai sorpsi cairan dan nilai transverse strength resin akrilik yang pengerasannya dengan pemanasan (Heat cured acrylic resin) setelah perendaman dalam air, chlorhexidine serta alkalin glutaraldehid selama 24 jam dan 72 jam
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai sorpsi cairan dipengaruhi oleh lama perendaman dan Jenis larutan perendam tetapi transverse strength tidak dipengaruhi oleh lama serta jenis larutan perendam. Pertambahan jumlah sorpsi cairan tidak mempengaruhi transverse strength bahan. Dapat disimpulkan bahwa perendaman dalam air, chlorhexidine, alkalin glutaraldehid sampai jangka waktu tiga hari tidak mempengaruhi transverse strength resin akrilik yang pengerasannya dengan pemanasan. "
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrayani
"ABSTRAK
Dalam pembuatan gigi tiruan sebagian lepers kerangka logam rahang bawah, terdapat berbagai macam bentuk konektor mayor yang dapat digunakan, antara lain lingual plate dan cingulum bar.
Lingual plate dan cingulum bar, walaupun bentuknya berbeda, masing-masing mempunyai indikasi pemakaian yang sama. Berdasarkan asumsi bahwa desain gigi tiruan dapat mempengaruhi jumlah akumulasi plak, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan efek pemakaian konektor mayor berbentuk lingual plate dan cingulum bar terhadap akumulasi plak di daerah gigi anterior rahang bawah.
Pada penelitian ini digunakan 10 orang subyek penelitian. Masing-masing subyek memakai lingual plate dan cingulum bar selama 24 jam tanpa boleh membersihkan mulutnya (menggosok gigi). Terhadap setiap subyek dilakukan pengujian masing-masing 2 kali untuk Lingual plate dan 2 kali untuk cingulum bar. Kemudian jumlah akumulasi plak di daerah gigi, anterior bawah dinilai menggunakan Indeks Flak Turesky yang merupakan modifikasi darer. Indeks Flak Quigley - Hein.
Setelah dianalisa secara statistik dengan menggunakan Student's t test, diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan bermakna dalam jumlah plak yang terakumulasi pada gigi-gigi anterior rahang bawah.
Terbukti bahwa pada pemakaian Lingual plate jumlah plak lebih banyak secara bermakna dibandingkan dengan pada cingulum bar.
Karena itu dapat disarankan untuk membiasakan penggunaan desain cingulum bar pada kasus-kasus gigi tiruan sebagian lepas rahang bawah.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leslie Odelia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Temporomandibular Disorders atau yang dikenal dengan TMD
merupakan kumpulan gangguan yang terjadi pada musculoskeletal dan neuromuscular yang
berhubungan dengan otot mastikasi, sendi temporomandibula (TMJ) dan atau struktur yang
lainnya. TMD memiliki etiologi yang multifaktorial, dan cara penentuan diagnosis TMD
dapat dilakukan dengan berbagai cara, melalui pengisian kuesioner, pemeriksaan klinis
maupun pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Kuesioner TMD telah banyak
dikembangkan di dunia, dan di Indonesia sendiri, telah dikembangkan ID-TMD dan Indeks
Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula, namun butuh dikembangkan suatu kuesioner
yang mencakup seluruh tanda gejala dan etiologi TMD dengan referensi terkini yang dapat
mempermudah klinisi untuk mendeteksi TMD pada pasien. Tujuan: Mengembangkan
suatu kuesioner Gangguan Sendi Rahang yang valid dan reliabel. Metode: Pengembangan
kuesioner dijalankan dengan dua tahap, yaitu pada tahap kualitatif dilakukan 28 wawancara
terstruktur dan mendalam dengan pasien TMD menggunakan panduan semi-struktur yang
dibuat peneliti dan melewati diskusi pakar. Hasil kuesioner tahap kualitatif dilanjutkan
dengan studi potong lintang pada 126 pasien TMD. Seluruh hasil pengisian kuesioner
dilakukan Exploratory Analysis Factor dan dilanjutkan dengan pengujian validitas dan
reliabilitas menggunakan SPSS untuk mendapatkan nilai Alpha Cronbach. Hasil:
Pengembangan Kuesioner Gangguan Sendi Rahang terdiri atas 56 item pertanyaan yang
memiliki 3 komponen besar yaitu tanda dan gejala sebanyak 14 pertanyaan, kebiasaan
buruk 15 pertanyaan dan stres emosional 27 pertanyaan. Kesimpulan: Pengembangan
Kuesioner Gangguan Sendi Rahang valid dan reliabel.

ABSTRACT
Background: Temporomandibular Disorders, also known as TMD, is a collection of
disorders that occur in the musculoskeletal and neuromuscular that are associated
with masticatory system, temporomandibular joint (TMJ) and or other structures.
TMD has a multifactorial etiology, and the method of determining the diagnosis of
TMD can be done in various ways, through filling in questionnaires, clinical
examinations and investigations such as radiography. The TMD questionnaire has
been widely developed in the world, and in Indonesia itself, ID-TMD and the
Questionnaire to determine the Etiology of Temporomandibular Disorders have been
developed, but a questionnaire is needed to cover all symptoms and etiology of TMD
with the latest references that can facilitate clinicians to easily detect TMD in
patients. Objective: To develop a valid and reliable Temporomandibular Disorder
questionnaire. Method: The development of the questionnaire was carried out in two
stages, namely in the qualitative stage, 28 TMD patient were interviewed using semistructured
guidelines made by researcher and passing expert discussions. The results
of the qualitative stage questionnaire were followed by cross-sectional studies on 126
TMD patients. All the results of filling out the questionnaire were carried out by
Exploratory Analysis Factor followed by testing validity and reliability using SPSS to
produce Cronbach Alpha value. Results: Development Temporomandibular Disorder
Questionnaire has total 56 items (questions) distributed amongst 3 major components,
namely Signs and symptoms consist of 14 items, Bad habits 15 items and Emotional
stress 27 (questions). Conclusion: Development of Temporomandibular Disorder
Questionnaire were valid and reliable."
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Kusuma
"[ABSTRAK
Penurunan fungsi pada rongga mulut, termasuk di dalamnya fungsi sendi temporomandibula mempengaruhi kualitas hidup lansia. Suatu studi potong lintang dilaksanakan pada 112 lansia berusia 60 tahun ke atas. Diagnosis gangguan sendi temporomandibula dilakukan dengan DC/TMD dan kualitas hidup dengan GOHAI. Terdapat hubungan bermakna antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas hidup, jenis kelamin, dan domisili. Selain itu juga terdapat hubungan bermakna antara kualitas hidup dengan tingkat ekonomi. Pada penelitian ini diketahui faktor yang paling berperan terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah jenis kelamin, sedangkan untuk kualitas hidup adalah tingkat ekonomi.

ABSTRACT
Decreased oral function in elderly, including the function of temporomandibular joint, will affect the quality of life (QoL). A cross-sectional study was conducted upon 112 elders aged 60 and above. DC/TMD was used to diagnose for TMD and GOHAI was used for the QoL. Significant relationship was observed between TMD and QoL, gender, as well as domicile. Pronounced association was also observed between QoL and economic status. In this study, the most affected factors in TMD occurrence was gender, and for QoL was economic status.;Decreased oral function in elderly, including the function of temporomandibular joint, will affect the quality of life (QoL). A cross-sectional study was conducted upon 112 elders aged 60 and above. DC/TMD was used to diagnose for TMD and GOHAI was used for the QoL. Significant relationship was observed between TMD and QoL, gender, as well as domicile. Pronounced association was also observed between QoL and economic status. In this study, the most affected factors in TMD occurrence was gender, and for QoL was economic status., Decreased oral function in elderly, including the function of temporomandibular joint, will affect the quality of life (QoL). A cross-sectional study was conducted upon 112 elders aged 60 and above. DC/TMD was used to diagnose for TMD and GOHAI was used for the QoL. Significant relationship was observed between TMD and QoL, gender, as well as domicile. Pronounced association was also observed between QoL and economic status. In this study, the most affected factors in TMD occurrence was gender, and for QoL was economic status.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Adriani Putri
"[Salah satu gejala TMD dapat berupa keterbatasan gerak mandibula yang antara lain dapat dilihat melalui besar pembukaan mulut. Telah terdapat penelitian tentang besar pembukaan mulut di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan besar pembukaan mulut dengan TMD di Indonesia. Penelitian menggunakan metode potong lintang pada 223 mahasiswa UI berusia 17-22 tahun. Subjek mengisi kuesioner Indeks Diagnostik-TMD dan diukur besar pembukaan mulutnya. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna pada rata-rata besar pembukaan mulut subjek TMD dan non-TMD (p=0,005). Ditemukan hubungan antara besar pembukaan mulut dengan Temporomandibular Disorders di Indonesia.;One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia, One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>