Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Wahyu Rahmadiani
Abstrak :
Di Indonesia, kasus kematian terkait Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terus meningkat sebesar lebih dari dua kali lipat dari 11.971 kasus di tahun 2010 menjadi 26.501 di tahun 2022, dan 40% di antaranya disebabkan oleh Tuberkulosis (TBC). AIDS adalah perkembangan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga Orang Dengan HIV (ODHIV) rentan terkena penyakit atau infeksi oportunistik, termasuk TBC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi dengan adanya status TBC pada ODHIV setelah inisiasi ART dilakukan dengan menggunakan data Sistem Informasi HIV AIDS (SIHA) 2.1. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel penduduk berusia ≥ 15 tahun yang memanfaatkan data Sistem Informasi HIV AIDS tahun 2023 dan menggunakan uji chi-square untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat. Dari 39.623 ODHIV yang tercatat pada tahun 2023, terdapat 34.662 data yang eligible untuk digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan wilayah dengan prevalensi kasus HIV tertinggi di DKI Jakarta adalah Jakarta Pusat (30,8%) sedangkan wilayah dengan prevalensi HIV-TBC tertinggi adalah Jakarta Barat (25,1%). Selanjutnya, ditemukan prevalensi HIV-TBC pada populasi ≥ 15 tahun di DKI Jakarta setelah melakukan inisiasi ART adalah 4,4%. Stadium klinis 3 dan 4 (AOR = 9,99; 95% CI = 8,72 – 11,45), Indeks Massa Tubuh (IMT) kurus (AOR = 2,54; 95% CI = 2,22 – 2,91), kelompok usia 25 – 34 tahun (AOR = 2,16; 95% CI = 1,86 – 2,52), tidak mengonsumsi Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) (AOR = 17,73; 95% CI = 10,42 – 30,18) adalah faktor risiko yang berpengaruh dalam meningkatkan adanya status TBC pada ODHIV. Selain itu, faktor yang menunjukkan protektif terhadap status TBC pada ODHIV adalah menunda inisiasi Antiretrvorial Therapy (ART) (AOR = 0,10; 95% CI = 0,09 – 0,12) dan kelompok populasi kunci (AOR = 0,44; 95% CI = 0,39 – 0,51). Faktor yang memiliki kontribusi terbesar dalam penelitian ini adalah riwayat konsumsi TPT. Dengan demikian, dibutuhkan peningkatan cakupan TPT untuk dapat mencegah adanya status TBC pada ODHIV dan ODHIV dewasa muda diharapkan dapat meningkatkan pencegahan TBC. ......In Indonesia, Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) related deaths have more than doubled from 11,971 cases in 2010 to 26,501 in 2022, 40% of which are caused by Tuberculosis (TBC). AIDS is a progression of the Human Immunodeficiency Virus (HIV) that results in a decreased immune system so that People Living with HIV (PLHIV) are susceptible to opportunistic diseases or infections, including tuberculosis. This study aims to determine the factors associated with TBC status in PLHIV after ART initiation using HIV AIDS Information System (SIHA) 2.1 data. The design of this study was cross sectional with a sample of population aged ≥ 15 years utilizing HIV AIDS Information System data in 2023 and using chi-square test for bivariate analysis and logistic regression for multivariate analysis. Of the 39,623 PLHIV recorded in 2023, 34,662 data were eligible to be used in this study. The results showed that the region with the highest prevalence of HIV cases in DKI Jakarta was Central Jakarta (30.8%) while the region with the highest prevalence of HIV-TBC was West Jakarta (25.1%). Furthermore, the prevalence of HIV-TBC in the population ≥ 15 years old in DKI Jakarta after ART initiation was found to be 4.4%. Clinical stage 3 and 4 (AOR = 9.99; 95% CI = 8.72 - 11.45), lean body mass index (BMI) (AOR = 2.54; 95% CI = 2.22 - 2.91), age group 25 - 34 years (AOR = 2.16; 95% CI = 1.86 - 2.52), not taking Tuberculosis Preventive Therapy (TPT) (AOR = 17.73; 95% CI = 10.42 - 30.18) are risk factors that increase the presence of TBC status in PLHIV. In addition, the protective factors for TBC status among PLHIV were delayed initiation of antiretroviral therapy (ART) (AOR = 0.10; 95% CI = 0.09 - 0.12) and key population groups (AOR = 0.44; 95% CI = 0.39 - 0.51). The factor with the largest contribution in this study was history of TPT consumption. Thus, there is a need to increase TPT coverage to prevent TBC status in PLHIV and young adult PLHIV are expected to improve TBC prevention.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Fauzia
Abstrak :
Pendahuluan. Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit autoimun yang bersifat sistemik dan kronik yang manifestasi utamanya melibatkan persendian. Tatalaksana AR membutuhkan terapi medikamentosa dan pendekatan gaya hidup. Salah satu tatalaksana AR adalah medikamentosa dengan metotreksat (MTX). Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan terapi AR namun di Indonesia belum ditemukan studi yang meneliti obesitas terhadap keberhasilan terapi MTX pada pasien AR di Indonesia. Peneliti ingin mengetahui pengaruh obesitas terhadap ketidakberhasilan terapi MTX monoterapi pada pasien dengan AR. Metode. Studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis Poli Reumatologi Penyakit Dalam, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada kurun waktu Maret 2017-Desember 2021. Dilakukan analisis deskriptif untuk melihat karakteristik sampel berdasarkan tiap variabel dan analisis regresi Cox yang dimodifikasi untuk melihat hubungan antara obesitas terhadap ketidakberhasilan terapi MTX. Hasil. Dari 72 subyek, proporsi ketidakberhasilan terapi pada pasien obesitas adalah 57.1% (20/35), sementara pada pasien yang tidak obesitas adalah 37.8% (14/37). Risiko ketidakberhasilan terapi MTX pada pasien dengan obesitas adalah 1,45 kali dibandingkan pasien yang tidak obesitas (RR 1,45; 95% CI 0,76-2,78). Faktor jumlah sendi yang terlibat, faktor RF, faktor C-reactive protein, usia, laju endap darah, jenis kelamin, dan onset awal sakit bukan merupakan faktor perancu pada studi ini. Kesimpulan. Pada studi ini, pasien AR dengan obesitas meningkatkan risiko untuk mengalami ketidakberhasilan terapi MTX dibandingkan pasien AR tanpa obesitas, namun diperlukan studi lebih lanjut menggunakan sampel yang lebih besar untuk meningkatkan kekuatan statistik. ......Introduction. Rheumatoid arthritis (RA)) is a systemic and chronic autoimmune disease which main manifestations involve the joints. AR management requires medical therapy and a lifestyle approach. One of the AR treatments is medication with methotrexate (MTX). There are many factors that influence the success of AR therapy but in Indonesia there has not been found a study that examines obesity on the success of MTX therapy in AR patients in Indonesia. Researchers wanted to know the effect of obesity on the failure of MTX monotherapy in patients with AR Methods. A retrospective cohort study using medical records from the Rheumatology Internal Medicine Polyclinic, Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) from March 2017 to December 2021. A descriptive analysis was performed to see the sample characteristics based on each variable and a modified Cox regression analysis to see the relationship between obesity and failure of MTX therapy. Results. Of the 72 subjects, the proportion of treatment failure in obese patients was 57.1% (20/35), while in patients who were not obese it was 37.8% (14/37). The risk of MTX treatment failure in obese subjects was 1.45 times that of non-obese patients (RR 1.45; 95% CI 0.76-2.78). Number of joints involved, RF factor, C-reactive protein factor, age, erythrocyte sedimentation rate, gender, and early onset of illness were not confounding factors in this study. Conclusion. In this study, RA patients with obesity have an increased risk of MTX treatment failure MTX compared to RA patients without obesity, but further studies using larger samples are needed to increase statistical power.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Khanifah
Abstrak :
Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi buruk pada anak-anak di Indonesia. Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi pada baduta di Indonesia yaitu sebesar 32,5. Selain masalah stunting, tingkat pemberian ASI eksklusif di Kalimantan Barat juga masih rendah. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan salah satu kebijakan dari penanggulangan stunting baik nasional maupun global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta di Kalimantan Barat setelah dikontrol dengan variabel confounding dan memperhitungkan interaksi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 366 baduta umur 6-23 bulan yang berstatus anak kandung dan masih mempunyai ibu. Desain studi penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis multivariat regresi logistik ganda menggunakan data PSG Provinsi Kalbar tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta setelah diuji interaksi dan dikontrol oleh variabel confounding OR = 1,38; 95 CI : 0,477 ndash; 3,983. Hasil dari interaksi menunjukkan pada baduta yang tidak diberikan ASI eksklusif dari ibu bekerja berisiko 4,27 kali untuk badutanya menjadi stunting 95 CI : 1,55 ndash; 13,06. Saran kepada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif karena bermanfaat untuk bayi dan bagi ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif dapat mengoptimalkan pemberian MP-ASI yang berkualitas untuk mencegah stunting. ......Stunting is still one of malnutritions problem in children in Indonesia. West Kalimantan Province is the highest prevalence of stunting in under two children in Indonesia, which is 32.5. In addition to the stunting problem, the exclusive breastfeeding rate in West Kalimantan is still low. Exclusive breastfeeding for 6 months is one form of policies of national and global stunting countermeasures. This study aimed to determine the relationship between exclusive breastfeeding status and stunting among under two children in West Kalimantan after being controlled with the variables from children and mother factors and also considering the interaction of variables. The sample is made up of 366 children aged 6 23 months who have had mothers. The design of this study was cross sectional with multivariate analysis of binary logistic regression using Nutrition Status Monitoring data of West Kalimantan in 2016. The results of this study showed that exclusive breastfeeding was not related significantly to the stunting OR 1.3 95 CI 0,776 2,338. Interaction analysis showed that infants who were not exclusively breastfed from working mother more likely to be stunted than those from non working mother OR 4,27 95 CI 1,55-13,06. The recommendations for mother should remain exclusively breastfeeding for her children considering about its benefit and for working mother who can not exclusively breastfeed should optimize the qualities of complementary feeding practice as prevention from stunting.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Rosmiyati Abdul Karim
Abstrak :
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Di Indonesia peningkatan jumlah kasus TBC dari tahun 2020-2022 sejalan dengan peningkatan kasus TBC anak. Peningkatan kasus TBC anak juga terjadi di Kabupaten Nagekeo dengan cakupan penemuan TBC anak di tahun 2022 yaitu 70%. Adanya pasien TBC anak merupakan indikator masih berlangsungnya penularan TBC di suatu komunitas. Anak yang kontak dengan penderita TBC dewasa sangat berisiko untuk terinfeksi TBC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan infeksi TBC pada anak di Kabupaten Nagekeo tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan analisis regresi logistik untuk mengestimasi risiko dengan memanfaatkan data sekunder pada Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Dinas Kesehatan Kabupaten Nagekeo. Dari 239 anak yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TBC, sebesar 5.44% memiliki riwayat infeksi TBC. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa anak 5 tahun lebih berisiko menderita TBC dibanding anak >5 tahun [prevalence odds ratio (POR) 5,74 (95% CI: 1,66 – 19,85]. Kontak dengan penderita TBC yang memiliki riwayat gagal berobat sebelumnya juga berasosiasi dengan peningkatan risiko infeksi TBC pada anak dibanding dengan kontak dengan pasien TBC baru [POR 5,17 (95%CI : 1,17 – 22,70)]. Upaya promotif dan preventif harus terus dilakukan dalam rangka pencegahan infeksi TBC pada anak dengan meningkatkan komunikasi informasi edukasi (KIE), pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) kepada semua kontak anak terutama  5 tahun serta dukungan kepatuhan pengobatan kepada penderita TBC dan pengawas minum obat (PMO). ......Tuberculosis (TB) is a communicable disease that is a major cause of ill health and one of the leading causes of death worldwide. In Indonesia, the increase in the number of TB cases from 2020-2022 is in line with the increase in TB cases in children. An increase in cases of TB in children has also occurred in Nagekeo Regency with a coverage of TB detection in children in 2022, namely 70%. The presence of pediatric TB patients is an indicator of ongoing TB transmission in a community. Children who are in contact with adult TB patients are at high risk of becoming infected with TB. This study aims to determine the factors related to TB infection in children in Nagekeo Regency in 2020- 2022. This study used a cross-sectional study design and logistic regression analysis to estimate the risk by utilizing secondary data from the Tuberculosis Information System of the Nagekeo District Health Office. Of the 239 children who had a history of contact with TB sufferers, 5.44% had a history of TB infection. From the results of multivariate analysis, it was found that children 5 years were more at risk of suffering from TB than children >5 years [prevalence odds ratio (POR) 5.74 (95% CI: 1.66 – 19.85). A history of previous treatment failures is also associated with an increased risk of TB infection in children compared to contacts with new TB patients [POR 5.17 (95% CI: 1.17 – 22.70)]. Promotive and preventive efforts must continue to be carried out in the context of preventing TB infection in children by increasing communication, information and education (CIE), providing TB Prevention Therapy (TPT) to all child contacts especially  5 years and supporting treatment adherence to TB patients and drugs taking supervisors (DTS).
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Dermawan
Abstrak :
Latar Belakang. COVID-19 sempat menjadi pandemi global yang fatal. Penggunaan dari remdesivir sebagai terapi emergensi pada pertengahan tahun 2020 menyebabkan munculnya berbagai laporan yang mengaitkan penggunaannya terhadap gagal ginjal akut. Molekul sulfobutylehter-beta-cyclodextrin (SBECD) yang dapat menumpuk pada ginjal dicurigai sebagai penyebabnya. Remdesivir lebih diutamakan pada kasus berat dan proporsi dari gagal ginjal akut lebih tinggi dilaporkan pada pasien perawatan ICU, sehingga penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana fungsi ginjal dapat terganggu akibat penggunaannya. Metode. Penelitian dilakukan secara observasional, pengumpulan data berdasarkan rekam medis RS Swasta di Tangerang periode Januari 2021-Juli 2022. Analisis menggunakan uji dan dibentuk model prediktif dengan regresi linear. Hasil. Dari 46 subyek yang mendapat terapi remdesivir didapatkan mayoritas adalah laki-laki dengan median usia 57 tahun. Model prediktif dengan variabel usia, jenis kelamin, hipertensi, DM, CRP, dan D-dimer menghasilkan nilai P 0,341; R2 0,153. Analisis stratifikasi dengan hipertensi, DM, CRP dan D-dimer menunjukkan adanya kemaknaan secara statistik (nilai P < 0,05). Kesimpulan. Terapi dengan remdesivir pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU dapat mengalami penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Faktor risiko hipertensi, DM, nilai CRP dan D-dimer yang tinggi dapat memperburuk penurunan fungsi ginjal, sehingga perlu diperhatikan penggunaannya pada praktik klinis sehari-hari. ......Background. COVID-19 was a terrifying global pandemic. The use of remdesivir as emergency treatment of COVID-19 was approved during the mid of 2020 and since then there were reports indicating acute kidney injury. This was hypothesized to be caused by SBECD which can cause deposits in the kidney. Remdesivir has been widely used in severe cases and acute kidney injury was found to be higher in ICU patients. Therefore, this study aims to show how these factors can cause kidney injury. Methods. This observational study was conducted using hospital medical records from private hospitals in Tangerang during January 2021 to July 2022. These data were analysed using Wilcoxon and predictive model generated with linear regression. Results. Total of 46 subjects in which most participants were male with the age median of 57 years old. Predictive model with age, gender, hypertension, DM, CRP, and D-dimer showed a P-value 0,341 and R2 0,153. However, stratification analysis with hypertension, DM, CRP, and D-dimer as covariates shows statistically significant decrease in eGFR with P-value < 0,05. Conclusion. Patients with risk factors such as hypertension, diabetes melitus, higher CRP and D-dimer value should be monitored closely by checking the creatinine and urine output regularly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizha Astia
Abstrak :
Investigasi Kontak (IK) merupakan kegiatan pelacakan pada orang-orang yang kontak dengan pasien tuberkulosis (TBC). Klinik Jakarta Respiratory Center milik Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (JRC-PPTI) juga turut melaksanakan IK dengan meminta seluruh kontak serumah pasien TBC BTA (+) melakukan pemeriksaan dahak secara gratis di klinik. Adanya hambatan kontak serumah untuk datang langsung, menjadikan adanya modifikasi pengambilan sampel secara tidak langsung melalui pasien untuk membawakan sampel kontak serumahnya pada jadwal kontrol. Namun, kemudahan yang diberikan masih belum bisa menjangkau seluruh kontak serumah untuk melaksanakan IK, sehingga diperlukannya evaluasi untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan program dari sisi pelaksana dengan menggunakan kerangka kerja Reach, Effectiveness, Adoption, Implementation, Maintenance (RE-AIM) dan mengetahui penerimaan program melalui persepsi kontak serumah menggunakan teori Health Belief Model (HBM). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pasien TBC, keluarga pasien, dokter, perawat dan pimpinan klinik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan investigasi kontak serumah difasilitas kesehatan swasta dari persepsi klinik dan kontak serumah. Hasil penelitian, pelaksanaan IK di klinik utama JRC-PPTI masih belum efektif ditinjau dari jangkauan, efektifitas, adopsi, implementasi dan pemeliharaan. Sementara penerimaan pelaksanaan IK di klinik utama JRC-PPTI dipengaruhi oleh persepsi kerentanan, keparahan, manfaat dan isyarat berperilaku kontak serumah. ......Contact Investigation (CI) is a tracing activity on people who have been in contact with tuberculosis (TB) patients. The Jakarta Respiratory Center Clinic owned by the Indonesian Association Against Tuberculosis (JRC-IAAT) also participates in carrying out CI by requesting all household contacts of TB patients (+) to undergo a free sputum examination at the clinic. There are barriers for household contacts to come directly, resulting in a modification of indirect sampling through patients to bring samples of household contacts during scheduled appointments. However, some provided facilities still cannot reach all household contacts to implement IK, so an evaluation is needed to determine the effectiveness of program implementation from the implementer's side using the Reach, Effectiveness, Adoption, Implementation, Maintenance (RE-AIM) framework and to seek out program acceptance through household contact perceptions using the theory of Health Belief Model (HBM). This is qualitative research with a case study approach which was conducted through in-depth interviews with TB patients, patient’s family members, doctors, nurses, and clinic leaders. The purpose of this study was to determine the effectiveness of carrying out investigations of household contacts in private health facilities from the perceptions of clinics and household contacts. The study results indicate that the implementation of IK in the JRC-PPTI main clinic is still not effective in terms of reach, effectiveness, adoption, implementation, and maintenance, while acceptance of the implementation of CI in the JRC-PPTI main clinic is influenced by perceptions of vulnerability, severity, benefits and behavioral cues of household contact.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library