Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulia Sari Dewi
Abstrak :
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Munculnya masalah underachievement dalam lingkungan pendidikan jelas menjadi momok dan penghambat pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu masalah underachievemenr sering membuat guru dan orang tua merasa kesal karena merasa usaha yang telah dilakukan untuk mengajar siswa menjadi sia-sia. Masalah underachrevement menlgikan siswa itu sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya. Untuk itu usaha penanganan dengan segera terhadap masalah underachfevement dirasakan penting. Program penanganan underachievement ini sacara khusus ditujukan untuk remaja yang duduk di sekolah menengah pertama. Pada usia remaja, munculnya masalah underachievemenr diperkuat oleh pengaruh teman sebaya (Rimm,l986). Keinginan remaja untuk dapat diterima dalam kelompok terkadang membuat remaja ikut menyesuaikan din dengan kebiasaan bennain dan standar prestasi dalam kelompoknya (Wisely, 2004; Compton, dalam Baker, Bridger & Evans, 1998). Selain itu perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa ka.na.k-kanak menuju dewasa membuat remaja membutuhkan penyesuaian-penyesuaian baru_ dalam berbagai aspek perkembangannya Kehidupan remaja yang penuh gejolak ini juga ikut mempengaruhi kinerja akademik remaja (Fuhrmann, 1986). ltu sebabnya masalah kegagalan prestasi termasuk didalamnya masalah underachievement sexing terjadi pada remaja. Sekolah berperan panting dalam usaha penanganan masalah underachievement agar masalah tersebut tidak berkepanjangan di kemudian hari. Salah satu unsur di sekolah yang bertugas memberi pelayanan untuk membantu menangani berbagai masalah pada siswa adalah Bimbingan dan Konseling (BK). Salah satu pelayanan BK adalah bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok memiliki kelebihan karena dapat memanfaatkan pengaruh teman sebaya untuk mengubah perilaku. Program yang disusun ini merupakan Salah sam usaha untuk penanganan masalah underachiefvement di sekolah menengah pertama. Program ini mengacu pada model rryocal dari Rimm (1986-1997) menujukkan keberhasilannya menggunakan model trgfocal untuk mengubah perilaku undrachfvemenr menjadi achfevemenf pada siswa. Berbeda dengan Rimm (l986;1997) yang pendekatannya cenderung individual, pada program ini disusun untuk penanganan dalam bentuk kelompok. Pelaksanaannya nanti dilakukan oleh gum pembimbing atau konselor di BK dan berbentuk bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok lebih efektif dignnakan pada remaja karena teman dalam kelompok dapat menjadi social reinforcement yang mampu mendukung perubahan perilaku pada remaja (Azaroff & Mayer, 1977). Secara umum tujuan program ini adalah untuk memperlemah perilaku zmdearachievement pada siswa sekolah menengah pertama. Program yang disusun ini hanya mengambil sebagian dari tahapan yang ada pada model frybcal, yailu langkah mengubah harapan, proses identiiikasi dan memperbaikikekurangan (kontrol-diri). Selain itu faktor yang akan diubah pada program ini adalah faktor individual yang yang terdapat dalam diri zmderachfever. Secara umum metode yang digunakan dalam program i11i behavioral intervention. Tujuan yang ingin dicapai pada langkah mengubah harapan adalah agar peserta dapat membuat target pencapaian prestasi baru. Adapun bentuk intervensi yang digunakan adalah goal-sewing. Sedangkan tujnan pada langkah proses identifikasi adalah agar peserta dapat meniru perilaku yang berorientasi prestasi yang ditunjukkan model. Bentuk intervensi yang digunakan pada langkah ini adalah social modeling. Tujuan pada langkah rnernperbaiki kekurangan adalah meningkatkan kemampuan kontrol diri pada peserta. Dengan adanya program bimbingan kelompok untuk penanganan underachfevemenr ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sekaligus dimanfaatkan oleh pihak sekolah atau pihak lainnya yang terkait dalam usaha menangani masalah underachievement.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiadi Fajar Rachmanto
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus untuk melihat efektivitas strategi cognitive reappraisal untuk meningkatkan regulasi emosi pada remaja dengan masalah emosi marah. Cognitive reappraisal merupakan strategi regulasi emosi dengan cara mempertahankan emosi yang dirasakan di dalam pikiran dan secara aktif mencari alternatif dalam menginterpretasikan makna suatu peristiwa atau hubungan dirinya dengan peristiwa yang terjadi. Program yang dibuat menggunakan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy melalui proses identifikasi kaitan antara pikiran, perasaan, dan perilaku subyek, pengubahan irrational belief untuk mengubah perilaku, serta identifikasi dampak positif dari regulasi emosi. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan program dengan menggunakan alat ukur dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini strategi cognitive reappraisal belum efektif untuk meningkatkan kemampuan regulasi emosi pada remaja dengan masalah kurang dapat mengendalikan emosi marah. Program yang dilakukan hanya berhasil memberikan pengetahuan yang baru tentang pentingnya regulasi emosi dan bagaimana meregulasi emosi. Selanjutnya, program ini dinilai belum dapat mengubah pandangan yang dimiliki subyek sehingga ia belum memiliki kesadaran dan keinginan untuk mengubah perilakunya.
ABSTRACT
This study focuses to see the effectiveness of Cognitive Reappraisal strategies to improve emotion regulation in adolescents with anger emotion problem. Cognitive Reappraisal is an emotion regulation strategies which maintain emotions felt in the mind and actively looking for an alternative in interpreting the meaning of an event or his/her relationship with the events that occurred. This program is created using Rational Emotive Behavior Therapy approach through the process of identifying the link between thoughts, feelings, and behavior of the subject, changing irrational belief to change behavior, as well as identifying the positive impact of emotion regulation. Measurements were taken before and after the program using measuring instruments and interviews. Based on results of this study we can conclude that in this study cognitive reappraisal strategies is not effective to improve the ability of emotion regulation in adolescents with anger emotion problem. Program conducted only managed to provide new knowledge about the importance of emotion regulation and how to regulate emotion. Furthermore, this program is considered has not been able to change subject belief so that he has not have awareness and willingness to change his behavior.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Salsabila
Abstrak :
Self-esteem yang tinggi merupakan hal yang penting dimiliki agar anak usia sekolah dapat sukses melalui krisis industry versus inferiority. Pada anak usia sekolah dari latar belakang kurang beruntung, self-esteem yang tinggi juga menjadi prediktor penting agar mereka dapat bertahan menghadapi tantangan akademik di sekolah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-esteem adalah program Esteem Builders yang dirancang oleh Borba. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas program Esteem Builders dalam meningkatkan security dan selfhood sebagai komponen dari self-esteem pada anak usia sekolah dari latar belakang kurang beruntung. Kedua komponen tersebut juga berkaitan erat dengan dua faktor yang berperan besar bagi perkembangan self-esteem anak di sekolah yaitu, persepsi terhadap diri serta sikap guru. Penelitian ini merupakan single-subject design dengan tipe AB. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa program Esteem Builders efektif untuk meningkatkan security dan selfhood sebagai komponen self-esteem pada partisipan program. Meskipun demikian, peningkatan yang terjadi pada partisipan masih terbatas pada aspek kognitif.
High self-esteem is a vital for school age children to be successful through the industry versus inferiority crisis. For school age children from disadvantaged background, high self-esteem is an important to face academic challenges at school. Esteem Builders program by Borba is one of strategy that can be done to increase self-esteem. This study is conducted to see the effectiveness of Esteem Builders program to increase security and selfhood as the components of self-esteem on school age children from disadvantaged background. Those components are also closely related to two factors that contribute to the development of student’s self-esteem which are self-perception and teacher’s attitude. This study is an AB type single-subject design. Based on the result, it can be concluded that the Esteem Builders program effectively increase participant’s security and selfhood. However, the increase that occurred was limited to the cognitive aspect.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aga Komara Lourantini
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemantauan pengetahuan dan motivated strategies for learning memiliki hubungan yang signifikan dengan kemampuan pemahaman bacaan pada siswa kelas 5 sekolah dasar di Depok. Kemampuan pemahaman bacaan adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk memperoleh informasi, menemukan konteks dan membangun makna dari bahan bacaan. Data penelitian diambil dengan menggunakan kuesioner, knowledge monitoring assessment dan alat tes kemampuan pemahaman bacaan pada 88 siswa kelas 5 yang berasal dari 3 sekolah dasar yang berbeda. Dari hasil analisis korelasi bivariat ditemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pemantauan pengetahuan dan motivated strategies for learning dengan kemampuan pemahaman bacaan. Siginifikansi hubungan pemantauan pengetahuan dan kemampuan pemahaman bacaan ditunjukkan dengan korelasi Pearson sebesar 0,377, dan nilai korelasi Pearson untuk signifikansi hubungan motivated strategies for learning dan pemantauan pengetahuan adalah 0,232. Semakin tinggi pemantauan pengetahuan dan motivated strategies for learning maka semakin tinggi kemampuan pemahaman bacaan siswa, begitu pula sebaliknya. Diskusi dan saran diberikan sehubungan dengan hasil penelitian tersebut.
The aim of this research is to find the relationship of knowledge monitoring and motivated strategies for learning with reading comprehension in Depok 5th-grade student. Reading comprehension defined as an ability to obtain information, find context and constructing meaning from the context of reading. Data were collected through self-report questionnaire, knowledge monitoring assessment and reading comprehension test filled by 88 of 5th-grade elementary school students from three public elementary schools in Depok. The result of correlation analyses showed that knowledge monitoring and motivated strategies for learning significantly correlated with reading comprehension. The significance of monitoring the knowledge and ability of reading comprehension shown by Pearson correlation (r) of 0.377, and the value of Pearson's correlation significance of the relationship motivated strategies for learning and monitoring of knowledge is 0.232. The relationship of these variables is positive, the higher knowledge monitoring and motivated strategies for learning, the higher reading comprehension. Discussion and further refinement for future research in this area are given.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Penny Handayani
Abstrak :
Kemandirian merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki setiap anak. Pada anak dengan kebutuhan khusus, khususnya anak penyandang tuna netra total, kemandirian adalah salah sam kemampuan hidup yang hams dikuasai. Adanya hambatan penglihatan tersebut terkadang membuat anak menjadi tergantung kepada orang lain untuk pemenuhan kebutuhannya, terutama pada fimgsi bantu diri. Pada jenjang pendidikan prasekolah anak berkebutuhan khusus (usia 3-5 tahun), salah satu intervensi diri yang dapat diberikan kepada anak adalah pengembangan kemampuan fungsi bantu. Salah satu fungsii bantu diri sehari-hari yang perlu dikembangkan adalah fungsi bantu diri berpakaian. Program ini bertujuan untuk membcntuk tingkah laku berpakaian, secara mandiri pada anak usia prasekolah (usia 3-5 tahun) penyandang tunanetra total. Kemandirian yang dimaksud disini adalah adanya tingkahlaku berpakaian dengan bantuan seminimal mungkin dan orang lain. Metode pembentukan tingkahlaku yang digunakan adalah dengan metodc prompting danfadding untuk tingkahlaku berpakaiau secara umum, serta shaping pada tingkahlaku menggunakan resleting dan kancing. Reinforcement yang diberikan adalah consumable reinforcement dan social reinforcement. Program ini terdiri dari 15 sesi dengan tiga tahap. Tiga scsi awal merupakan sesi baseline dan 12 scsi lainnya adalah sesi intervensi. Materi intervensi dibcnkan secara bertahap. Tahapan intervensi yang terdapat dalam program ini adalah tahap satu: berpakaian sehari-han (kaos dan celana pendek berpinggang karat), tahap 2: berpakaian seragam (jaket dengan resleting, celana pendek dengan reslcting dan kemeja dengan kancing), serta tahap 3: review dan rerminasi. Tahap satu terdiri dari lima sesi, tahap dua terdiri dari lima scsi, dan tahap tiga terdiri daxi dua scsi. Keseluruhan sesi diberikan pada dua lokasig sekolah dan rumah subjek, pada situasi sehari»hari dengan alokasi waktu yang tidak dibatasi. Intervensi tambahan diberikan dengan konseling kepada orangtua dan pengasuh. Evaluasi program dilakukan setiap akhir tahap. Kesimpulan program intervensi ini adalah terdapat peningkatan kcmampuan berpakaian (sehari-hari dan seragam) melalui metode prompting dan fadding pada subjek. ......Independence is one ability every child should have. For exceptional children, especially the totally blind children, independence is also one of the basic life skills that should be obtained. The optical disadvantages sometimes drive children to be dependent to some else to fulfil their needs, especially their self care needs. For exceptional preschool children (3-5 years old), one of the early intervention that can be given is the development of daily self care skills. One of those daily self care skills is getting dressed. The purpose of this program is to shape the independence getting dressed behaviour on totally blind preschool children (3-5 years old). The independence getting dressed behaviour implies here are the skills to get dressed with minimal helps form others. The behaviour modification method used are prompting and fading for general getting dressed behaviour and shaping on zippers and button used behaviour. Reinforcements given are consumable reinforcement and social reinforcement. These programmes consist of I5 sessions with three stages. Three early sessions are baseline sessions and the rest 12 sessions are interventions sessions. Interventions are given trough stages. The intervention stages in this programme are stage one: every day getting dressed skill (T-shirt and elastic shorts), stage two: uniform getting dress skills (jacket with zipper, shorts with zippers and shirt with buttons), and stage three: is review and termination. Stage one consist of tive sessions, stage two consist of tive sessions, and stage three consist of two sessions. Overall sessions are given in two location; subject’s school and house, in every day situation setting with no time limitation. Additional intervention is given with parent and caregiver counselling Evaluations are given every time each stage ends. Overall conclusion is there an improvement in subject getting dressed behaviour through prompting and fading method.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34078
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Komang Rahayu Indrawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ichwan Milono
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Wahyu Anggara P.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsdianti N. Boediono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecerdasan emosional antara individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet kiasik. Pendidikan balet klasik dipilih karena selain mengajarkan gerakan, juga melatih penari untuk berekspresi sesuai dengan tuntutan tarian. Untuk dapat berekspresi denga baik seorang penari harus mau dan dapat memperhatikan emosinya (Attention to Feelings), mengenali emosinya dengan tepat (Clarity of Feelings) untuk kemudian dapat mengatur dan mengendalikan emosinya (Mood Repair) agar sesuai dengan emosi tarian yang dibawakan. Attention to Feelings, Clarity of Feelings dan Mood Repair adalah komponen-komponen kecerdasan emosional (Salovey dkk, dalam Pennebaker, 1995; Salovey dkk, 2002). Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesa alternatif yang berbunyi, "Ada perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet klasik". Penelitian ini bersifat non-eksperimental, di mana peneliti tidak memiliki kendaii langsung terhadap variabel bebas, karena variabel bebas tersebut telah terjadi atau tidak memungkinkan dilakukannya manipulasi (Kerlinger & Lee, 2000). Subyek dalam penelitian ini adalah remaja/dewasa awal perempuan, berusia 12 sampai 26 tahun dengan pembagian karakteristik sebagai berikut: mengikuti pendidikan balet klasik (untuk keiompok eksperimen) dan tidak mengikuti pendidikan balet klasik (untuk keiompok kontrol). Subyek yang diambil untuk keiompok eksperimen adalah murid Namarina Dance Academy Jakarta yang telah berada di level Higher Grades, menurut kurikulum The Royal Academy of Dance, (RAD) London, yaitu di tingkat Grade 6 ke atas. Level Higher Grades penekanan kurikulumnya selain pada penguasaan teknik juga pada style balet Romantik abad ke 19 {Royal Academy of Dance, 1993). Balet Romantik memiliki kekhasan pada keringanan langkah dan kualitas puitis dari tarian (Au, 1988), yang menuntut pengendalian emosi dari penari. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jumlah subyek adalah 30 orang untuk tiap kelompok, dengan jumlah total subyek sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang diadaptasi dari Trait Meta-Mood Scale (TMMS) (Salovey dkk, dalam Pennebaker, 1995) yang mengukur Perceived Emotional Intelligence (PEI) yaitu kecerdasan emoslonal dlllhat dari persepsi indlvidu tentang kemampuannya untuk memperhatikan emosi (attention), mengenali emosi dengan tepat (clarity), dan mengelola emosi (repair). Analisa data menggunakan t-test for independent samples, karena pengambilan sampel untuk kelompok yang satu tidak dipengaruhi pengambilan sampel kelompok yang lain (Minium dkk, 1993). Dari data yang diperoleh ditemukan bahwa skor rata-rata kecerdasan emosional kelompok balet lebih tinggi (136.03) daripada skor rata-rata kecerdasan emosional kelompok non balet (129.1). Setelah dilakukan uji signifikansi terhadap perbedaan tersebut diperoleh t = 2.39 dengan signifikansi 0.02, yang berarti bahwa perbedaan skor rata-rata kedua kelompok signifikan di los 0.05. Dengan adanya perbedaan yang signifikan tersebut maka hipotesa alternatif yang berbunyi "Ada perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional antara individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet klasik" diterima. Dengan adanya perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan antara kelompok balet dengan kelompok non balet maka peneliti berkesimpulan bahwa pendidikan balet klasik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional seseorang. Perbedaan kecerdasan emosional kedua kelompok terjadi karena selama bertahun-tahun individu yang mengikuti pendidikan batet klasik telah dilatih untuk memperhatikan, mengenali dan mengendalikan emosinya - kemampuan-kemampuan yang membentuk kecerdasan emosional. Meskipun demikian disarankan untuk menggunakan alat ukur yang lebih baku seperti Mayer-Salovey- Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) (Mayer, Salovey & Caruso, dalam Mayer & Salovey, 1997) yang ability-based, karena TMMS berbasis skaia sikap dan membuka kemungkinan bagi responden untuk faking good. Saran lain adalah agar dilakukan penelitian longitudinal, dan/atau kualitatif untuk mengetahui dengan pasti aspek pendidikan balet klasik yang mana yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional dan bagaimana pengaruhnya. Disarankan pula untuk mengadakan penelitian lintas kurikulum pendidikan balet klasik agar hasil penelitian dapat digeneralisir ke pendidikan balet klasik secara umum.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>