Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Maria Renata
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap masalah nuklir Korea Utara, khususnya pada masa pemerintahan Clinton kedua dengan implementasi Kerangka Kesepakatan. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana faktor eksternal, yakni dinamika politik keamanan di Semenanjung Korea dan faktor internal, yakni sikap Kongres AS terhadap isu nuklir Korea Utara mempengaruhi kebijakan luar negeri Clinton. AS mempunyai kepentingan untuk mempertahankan wilayah Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Kapabilitas nuklir Korea Utara tidak hanya membahayakan kawasan regional dengan adanya kemungkinan perlombaan nuklir di Asia Timur; tetapi juga membahayakan rejim non-proliferasi internasional. Pembahasan permasalahan tesis ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran : Russet dan Starr mengenai konsep kebijakan luar negeri; pemikiran Holsti mengenai pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap implementasi kebijakan luar negeri; dan pemikiran Kegly dan Wittkopf mengenai peranan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS. Hasil dan penelitian bahwa kebijakan luar negeri AS adalah mempertahankan kawasan Semenanjung Korea yang bebas nuklir dengan upaya meminimalisir ancaman yang ditimbulkan dengan keberadaan kapabilitas nuklir Korea Utara. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, Kerangka Kesepakatan merupakan upaya yang paling rasional untuk menangani isu nuklir tersebut. Baik Jepang dan Korea Selatan, sebagai sekutu-sekutu AS, maupun kalangan Kongres sebagai faktor politik domestik yang mempengaruhi implementasi Kerangka Kesepakatan, ternyata mendukung implementasi kesepakatan tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Sukmarini
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis interaksi antar aktor dalam diplomasi energi China di Indonesia dengan menggunakan aktor negara dan aktor non-negara yang didasarkan pada kebijakan energi nasional masing-masing negara. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis aktor negara dan aktor non-negara yang terlibat, peran aktor tersebut serta interaksi yang terbentuk di dalam kegiatan diplomasi, khususnya diplomasi energi China di Indonesia dalam usaha untuk mendapatkan sumber daya energi fosil. Aktor negara diwakilkan oleh pejabat-pejabat pemerintah, sedangkan aktor non-negara diwakilkan oleh perusahaan-perusahaan energi milik negara atau State Owned Enterprises SOEs China dan Indonesia. Penulis menguraikan dan menjelaskan interaksi yang dilakukan oleh para aktor tersebut berdasarkan tiga bentuk interaksi diplomasi menurut teori Stopford dan Susan Strange, yaitu diplomasi antara negara-negara, diplomasi antara negara-perusahaan, dan diplomasi antara perusahaan-perusahaan. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan mengambil data melalui studi kepustakaan. Penelitian ini menemukan bahwa ketiga bentuk interaksi diplomasi antara aktor negara dan aktor non-negara memiliki hubungan satu sama lain. Keterkaitan interaksi yang terbentuk di setiap bentuk diplomasi tersebut memperlihatkan hubungan politik dan ekonomi yang mempengaruhi efektivitas perjanjian energi antar negara.
ABSTRACT
This study aims to analyze the interaction between actors in China rsquo s energy diplomacy in Indonesia by using state actor and non state actors based on their national energy policy. In this paper, the author analyzes the involvement of the state actors and non state actors, their role, as well as the interactions that are formed in the diplomatic activities, especially Chinese energy diplomacy in Indonesia in an effort to obtain energy fossil resources. State actors are represented by government officials, while non state actors are represented by Chinese and Indonesian State Owned Enterprises SOEs in energy sector. The author describes and explains the interactions of actors based on three forms of interaction by Susan Strange rsquo s theory of diplomacy. First is diplomacy between countries or state state diplomacy, second is diplomacy between the firm and state or state firm diplomacy, and third is diplomacy between companies or firm firm diplomacy. Qualitative method is applied in this research, by taking data through literature studies. The study found that the three forms of interaction in diplomacy between state actors and non state actors are related to each other. The connection of interactions in each diplomacy shows the political and economic relations that affect the effectiveness of energy rsquo s agreements between countries.
2018
T51618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Anandyo Pambudi
Abstrak :
Melalui 2 tahap seleksi, yakni psikologis-kognitif dengan indikator critical dimension dan pilihan rasional, pendekatan poliheuristic memberikan alat untuk menjelaskan proses pembentukan kebijakan luar negeri suatu negara secara komprehensif. Indonesia pada tahun 2018-2019 mengusung tema ekonomi kreatif pada saat menjabat sebagai ketua MIKTA, terlepas dari rendahnya signifikansi ekonomi kreatif bagi Indonesia maupun negara-negara anggota MIKTA lainnya. Penelitian ini kemudian hadir untuk melakukan analisis dan memberikan penjelasan mengenai proses pembentukan kebijakan luar negeri Indonesia dalam pengusungan tema ekonomi kreatif pada kepemimpinan MIKTA tahun 2018-2019. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis motif, alasan, dan kepentingan dari masing-masing aktor yang terlibat dan melatarbelakangi proses pembentukan kebijakan luar negeri tersebut. Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan cara studi pustaka, untuk mengidentifikasi kepentingan masing-masing aktor negara maupun non negara dan proses yang terjadi dalam perumusan kebijakan luar negeri Indonesia, dan kemudian menjelaskan motif, alasan, dan kepentingan Indonesia pada pewacanaan tema ekonomi kreatif di MIKTA periode 2018-2019. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa tema ekonomi kreatif diwacanakan dalam MIKTA oleh Indonesia mengingat adanya preferensi politik untuk mengusung ekonomi kreatif yang ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kementerian Perdagangan Indonesia, dan Badan Ekonomi Kreatif. Selain itu terdapat kepentingan jangka panjang dari aktor non-negara pada sektor ekonomi kreatif untuk mendapatkan dukungan investasi dan permodalan serta menjadikan ekonomi kreatif sebagai pilar pembangunan ekonomi yang berkelanjutan bagi Indonesia. ......Through 2 stages of selection, namely psychological-cognitive with critical dimension indicator and rational choices, the polyheuristic approach provides a tool to comprehensively explain the process of formulation a country's foreign policy. In 2018-2019, Indonesia promotes the theme of creative economy when served as chairman of MIKTA, despite the low significance of the creative economy for Indonesia and other MIKTA member countries. This research present to conduct an analysis and provide an explanation regarding the process of forming Indonesia's foreign policy in promoting the theme of creative economy in the 2018-2019 MIKTA leadership. This study also aims to analyze the motives, reasons, and interests of each actor who is involved in the process of forming foreign policy. This study uses qualitative methods by way of literature study, to identify the interests of each state and non-state actor and the processes that occur in the formulation of Indonesian foreign policy, and then explains Indonesia's motives, reasons, and interests in the creative economy theme discourse at MIKTA in the period 2018-2019. Through this research, it was found that the theme of creative economy was promoted in MIKTA by Indonesia given the political preference for promoting the creative economy which was emphasized by President Joko Widodo, the Indonesian Ministry of Foreign Affairs, the Indonesian Ministry of Trade, and the Creative Economy Agency. In addition, there is a long-term interest from non-state actors in the creative economy sector to obtain investment and capital support and make the creative economy a pillar of sustainable economic development for Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Indria Putri
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai penyebab kegagalan swasembada gula era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004-2011. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksplanatif dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara narasumber. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori liberalisasi ekonomi, teori society-centered approaches dan teori kroni kapitalisme. Berdasarkan ketiga teori tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan swasembada gula disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah regulasi pemerintah yang dipengaruhi liberalisasi dan posisi kelompok masyarakat dalam kebijakan swasembada gula dimana pihak korporasi lebih kuat dibanding petani. Hal ini disebabkan adanya kedekatan pihak korporasi kepada pihak pemerintah. Adapun faktor eksternal adalah agenda liberalisasi ekonomi melalui AoA WTO dan Post Monitoring Program LoI IMF. Penelitian ini menemukan bahwa faktor eksternal menjadi faktor utama dan mempengaruhi kegagalan swasembada gula era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ......TThis research discusses the causes in achieving sugar self-sufficiency in the era of the President Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2011). It employs a qualitative method which has explanative characteristics. The data collection methods include collect are literature study and interviews. Three body of theoritical literature are explore in this study, including economic liberalization, society-centered approaches and crony capitalism. Based on these theories, the failure of achieving self-sufficiency is caused by internal and external factors. Internal factors include deregulative policies that meet the particular interest groups in sugar self-sufficiency related to corporation in Indonesia. In this situation, the mutual interaction between government and interst corporations or crony capitaism strenghten the corporations over the farmers. The external factors are the agenda of economic liberalization of the Agreement on Agriculture WTO and Post Monitoring Program Letter of Intent IMF. This study argued that external factors the dominant in leading to the failure of sugar self-sufficiency are more in the President Susilo Bambang Yudhoyono.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Yustian Yusa
Abstrak :
ABSTRAK
Turki merupakan salah satu negara yang sedaang berkembang saat ini. Selama ini Turki dikenal sebagai negara yang probarat dan menganut paham sekularisme. Akan tetapi, Turki mulai berpindah fokus kebijakan luar negerinya, khususnya kebijakan dalam perdagangan luar negeri. Peristiwa revolusi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara semakin menegaskan bahwa Turki di era Perdana Menteri Erdoğan sudah mulai meninggalkan dunia barat, khususnya dalam masalah ekonomi. Oleh karena itu. penelitian ini mempertayakan apakah kebijakan perdagangan luar negeri Turki mulai berpindah dari dunia Barat (Uni Eropa dan Israel) menuju dunia Timur (Timur Tengah dan Afrika Utara).

Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah proses penyusunan dan pengambilan kebijakan luar negeri menurut perspektif aktor dan konstruktivisme. Data primer yang digunakan adalah pidato serta pernyataan Perdana Menteri Erdoğan di dalam maupun di luar negeri. Pidato/pernyataan ini merupakan representasi dari upaya Perdana Menteri Erdoğan untuk melakukan konstruksi sosial yang menghasilkan identitas kebijakan perdagangan luar negeri yang dijalankan oleh Turki.

Penelitian ini menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, Turki masih belum berpindah fokus kebijakan perdagangan luar negerinya. Turki masih probarat. Kedua, secara politik dan keamanan, identitas Turki terhadap dunia barat (Uni Eropa dan Israel) sebagai musuh dan di sisi lain sebagai teman dalam hal ekonomi. Ketiga, kebijakan luar negeri Turki mengandung idealisme (identitas keislaman dan ingin menjadi pemimpin kawasan) dan pragmatisme (keragaman pangsa pasar) dalam waktu yang sama. Turki ingin mendapat legitimasi dari dunia internasional sebagai pemimpin kawasan baik secara politik-keamanan dan ekonomi.
ABSTRACT
Turkey is well known as a secularism and prowestern nation since the time of Mustafa Kemal At-Türk. Latest development after Flotilla and ?Arab Spring‟, some of scholars perceived that the focus of Turkish foreign trade policy under Prime Minister Erdoğan administration was shifting from the West (European Union and Israel) to the East (Middle East and North Africa).

The approaches of this research is an actor-based analysis and a constructivism approach toward the foreign policy analysis. This research observes the speeches and the statements of Prime Minister Erdoğan in local and international events (e.g. his speech toward Turkish General Assembly and his interview on CNN). This research assumes that the speeches/statements represent the identity of social construction in Turkish foreign trade.

This research found several conclusions. First, Turkey still has not changed the focus of its foreign trade policy. Turkey is still pro-western nation. Second, the identity of Turkey to the West as the enmity and on the other side as a friend in economic terms. Third, the Turkish foreign policy consist of idealism (Islamic identity) and pragmatism (the diversification of market) in the same time. Turkey wanted to get a legitimacy from the international community as a regional leader both in politico-security and economic context.
2012
T30334
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yassed Satria
Abstrak :
ABSTRAK Tiongkok adalah satu-satunya negara di Asia yang kebijakan luar negerinya berorientasi kepada negara great power hingga tahun 1979. Pasca open door policy, Tiongkok mulai membuka diri terhadap dunia internasional termasuk ASEAN sebagai kawasan tetangga. Tahun 1996 secara resmi Tiongkok menjadikan ASEAN sebagai mitra dialog permanen dan sekaligus sebagai arah baru orientasi kebijakan luar negerinya. Tulisan ini kemudian akan menjelaskan motif dibalik pemilihan ASEAN sebagai prioritas baru orientasi kebijakan luar negeri Tiongkok dengan menggunakan kerangka teori kebijakan luar negeri. Indikator analisis yang digunakan adalah sintesa argumen K.J. Holsti, Synder dan Rosenau yaitu faktor internal, eksternal dan leadership sebagai penyebab perubahan kebijakan luar negeri. Temuan skripsi ini pertama, faktor internal yang berpengaruh adalah faktor ekonomi domestik dan perkembangan strategi politik di Tiongkok. Kedua, faktor eksternal yang berpengaruh adalah hegemoni AS dan eksistensi regional ASEAN. Ketiga, faktor leadership dan ideologi pemimpin Tiongkok yang reformis-konservatif. Terakhir, Kebijakan luar negeri Tiongkok saat ini lebih bersifat pragmatis dengan lebih mempertimbangkan untung-rugi dari pada landasan nilai dan ideologi negaranya.
ABSTRACT Tiongkok is the only country in Asia that foreign policy is oriented to the great power state until 1979. Post open door policy, Tiongkok began opening up to the international community, including ASEAN as a neighboring region. In 1996, officially Tiongkok became a permanent dialogue partner of ASEAN as well as a new direction of its foreign policy orientation. This undergraduate thesis will explain the motive behind the election of ASEAN as a priority foreign policy orientation of Tiongkok by using the theoretical framework of foreign policy. Analysis indicator used is the synthesis of argument KJ Holsti, Synder and Rosenau which are internal factors, external and leadership as the cause of the change in Tiongkok?s foreign policy. The first findings of this research, internal factors that influence Tiongkok?s foreign policy are the domestic economic factors and the development of political strategy. Secondly, the external factors that influence are the existence of US hegemony and the ASEAN region itself. Third, the leadership factor and the reformist-conservative ideological of Tiongkok?s leader. Finally, Tiongkok's foreign policy today is more pragmatic with more considering the cost-benefit than foundation of values and ideology of the country itself.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S61893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Nathasya Widyastika
Abstrak :
Dewasa ini, fasilitasi perdagangan merupakan elemen penting dalam proses ekspor-impor suatu negara. Fasilitasi perdagangan pertama kali dibahas dalam Singapore Ministerial Conference tahun 1996 dan kemudian dikategorikan sebagai salah satu Singapore Issues. Akan tetapi, negosiasi terhadap fasilitasi perdagangan antara negara-negara WTO sempat mengalami deadlock dan menghabiskan waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya pada 22 Februari 2017, Perjanjian Fasilitasi Perdagangan mulai diberlakukan bagi negara-negara anggota WTO. Dimulainya penerapan single window system di Indonesia, atau yang lebih dikenal sebagai Indonesia National Single Window INSW pada tahun 2008 menandai bahwa Indonesia menjalankan komitmen dalam negosiasi fasilitasi perdagangan WTO. Hal yang menarik adalah dalam hal ini Indonesia sudah mulai menerapkan kebijakan single window system sebelum kesepakatan terhadap Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dicapai. Penerapan sistem ini dinilai penting oleh Indonesia demi menunjang proses ekspor-impor yang lebih efektif dan efisien, sebab seringkali proses tersebut memakan banyak waktu dan biaya yang cukup besar. Namun demikian, sebagai negara berkembang Indonesia membutuhkan dukungan baik secara kebijakan maupun pendanaan untuk dapat membangun sistem ini. Tulisan ini kemudian melihat bagaimana keterlibatan atau pengaruh WTO dan Bank Dunia dalam pengembangan sistem INSW. Dalam hal ini, pengaruh WTO lebih ditekankan pada penetapan aturan perdagangan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan. Kemudian, keterlibatan Bank Dunia adalah dari sisi pendanaan dan pengawasan melalui program Development Policy Loan DPL yang mendukung policy reform, khususnya dalam kebijakan pengembangan sistem INSW. Cognitive authority yang dibangun oleh keduanya menunjukkan terdapat strong institutional belief untuk mewujudkan terciptanya perekonomian negara-negara di dunia yang lebih terbuka. ......Nowadays, trade facilitation is a prominent element in a country rsquo s export import process. Trade facilitation was first discussed at the Singapore Ministerial Conference in 1996 and subsequently categorized as one the ldquo Singapore Issues. However, the negotiations on trade facilitation had been deadlocked and took considerable time to reach the conclusion. On February 22, 2017, the Trade Facilitation Agreement was finally applied to all of the WTO member countries. The commencement of the implementation of single window system in Indonesia, or Indonesia National Single Window INSW in 2008, indicates that Indonesia is committed to WTO trade facilitation negotiations. Indonesia has implemented this system even long before the Trade Facilitation Agreement is reached, which is considered unique as Indonesia is categorized as a developing country. Implementation of this system is considered crucial for Indonesia in order to promote the efficiency and effectivity of trade process, because sometimes this process takes a lot of time and costly indeed. Nevertheless, as a developing country Indonesia needs both policy support and funding to build this system. This paper explains the involvement of WTO and The World Bank in developing INSW system. In this case, the involvement of WTO is more emphasized on setting trade rules, especially relating to trade facilitation. The World Banks involvement is more on funding and monitoring through Development Policy Loan DPL program that promotes policy reform, particularly in the development of INSW system. Their cognitive authority shows there is strong institutional belief to stimulate more liberalized world.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Virga Agustiningrum
Abstrak :
Keputusan Turki untuk meratifikasi pembaharuan FTA menimbulkan pertanyaan mengapa ratifikasi tersebut dilakukan padahal setelah ratifikasi FTA pada tahun 2013, terjadi penurunan nilai ekspor Turki terhadap Korea Selatan dan tujuan jangka pendek kedua negara juga tidak tercapai. Pertanyaan tersebut semakin menarik karena perjanjian ini merupakan pertama kalinya Turki memasukkan sektor jasa dalam FTA. Skripsi ini berupaya melihat dinamika domestik dan internasional dalam negosiasi FTA untuk menjelaskan kepentingan atau alasan yang melatarbelakangi Turki meratifikasi Turkey-Korea FTA on Trade in Services. Dengan menggunakan teori two-level games yang dicetuskan oleh Robert D. Putnam sebagai panduan, skripsi ini menunjukkan bahwa keputusan Turki untuk meratifikasi Turkey Korea FTA on Trade in Services dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada dalam dua tingkat negosiasi. Di tingkat negosiasi internasional, terdapat tiga faktor yang mendorong pembentukannya, yaitu (1) kondisi internasional yang tidak menghambat pembentukan FTA dan urgensi Turki untuk membentuk FTA; (2) proses negosiasi yang berjalan cepat dengan hasil yang mengakomodasi kepentingan Turki untuk mengadopsi pendekatan positive list; dan (3) keberhasilan strategi chief negotiator untuk mendorong kepentingan Turki dan menekan resistensi domestik. Sementara, di tingkat domestik, keberhasilan ratifikasi dapat dicapai karena (1) lebih banyak preferensi dan koalisi aktor domestik yang mendukung ratifikasi; (2) regulasi ratifikasi perjanjian internasional Turki yang tidak rumit; dan (3) otonomi pemerintah pusat Turki yang besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, skripsi ini menemukan bahwa keberhasilan ratifikasi Turkey-Korea FTA on Trade in Services dipengaruhi oleh besarnya ukuran win-set Turki di negosiasi tingkat internasional dan domestik, kerugian jika tidak meratifikasi akibat EU-Turkey Customs Union, dan kepentingan untuk membentuk strategic partnership di berbagai bidang, khususnya industri pertahanan, penelitan dan pengembangan (R&D), serta teknologi canggih. Akhir kata, skripsi ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya pemahaman mengenai kerja sama perdagangan bebas bilateral sekaligus menjadi rekomendasi praktis terhadap Indonesia dalam membentuk FTA. ......The decision of Turkey to ratify the renewal of the Free Trade Agreement (FTA) raises questions about why this ratification was done despite a decrease in Turkey's exports to South Korea after the initial FTA ratification in 2013, and the short-term goals of both countries were not achieved. The question becomes even more intriguing because this agreement marks the first time Turkey includes the service sector in an FTA. This thesis aims to examine the domestic and international dynamics in FTA negotiations to explain the interests or reasons behind Turkey's ratification of the Turkey-Korea FTA on Trade in Services. Using Robert D. Putnam's two-level games theory as a guide, this thesis demonstrates that Turkey's decision to ratify the Turkey-Korea FTA on Trade in Services is influenced by various factors present in the two levels of negotiations. At the international negotiation level, three factors drove the formation of the FTA: (1) the international conditions did not hinder the FTA formation, and Turkey's urgency to form the FTA; (2) the negotiation process moved swiftly, producing results that accommodated Turkey's interests in adopting a positive list approach; and (3) the success of the chief negotiator's strategy in promoting Turkey's interests and suppressing domestic resistance. On the other hand, at the domestic level, the successful ratification was achieved because (1) there were more preferences and coalitions of domestic actors supporting the ratification; (2) the regulation of international agreement ratification in Turkey was not complicated; and (3) Turkey's central government had significant autonomy. Based on the research conducted, this thesis finds that the success of the Turkey-Korea FTA on Trade in Services ratification is influenced by the size of Turkey's win-set in international and domestic negotiations, the potential losses if Turkey did not ratify due to the EU-Turkey Customs Union, and the interest in forming a strategic partnership in various fields, especially defense industry, research and development (R&D), and advanced technology. In conclusion, this thesis is expected to contribute to enriching the understanding of bilateral free trade cooperation and provide practical recommendations for Indonesia in forming FTAs.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Deralima Novito
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai strategi diplomasi digital Amerika Serikat yang dijalankan melalui kebijakan 21st Century Statecraft, yang dicanangkan oleh Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Tujuan dari strategi diplomasi ini adalah untuk mengadaptasikan kemajuan teknologi yang telah mempengaruhi dinamika hubungan internasional ke dalam implementasi kebijakan luar negeri AS dalam rangka penyelenggaraan soft power negara ini. Dua studi kasus yang dipakai di dalam penelitian ini adalah implementasi 21st Century Statecraft di dalam protes pemilihan presiden Iran (2009-2010) dan revolusi Mesir (2011), di mana AS mendukung penciptaan kebebasan Internet dan membantu penyediaan kapabilitas teknologi informasi bagi gerakan-gerakan masyarakat di kedua negara ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan strategi diplomasi digital tidak hanya dapat digantungkan pada konsep network society (Manuel Castells) yang menyebutkan bahwa dengan terbentuknya jaringan antara negara dan masyarakat, maka pesan/naratif akan lebih mudah untuk disebarkan dan diterima oleh publik internasional. Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti yang ditunjukkan oleh studi kasus, yaitu kontrol pemerintahan terhadap infrastruktur teknologi informasi dan frame of thinking masyarakat. Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa diplomasi digital berkontribusi pada penyelenggaraan soft power AS dengan berperan untuk membentuk pesan dan naratif mengenai AS bagi publik internasional; penyediaan dukungan jaringan dan kapabilitas teknologi informasi dan komunikasi; dan penyediaan dukungan bagi kebebasan Internet.
ABSTRACT
This research explores United States? digital diplomacy strategy through 21st Century Statecraft policy, which was launched by Secretary of State Hillary Clinton under Obama Administration. This research is analyzing the implication of this strategy toward the manifestation of US soft power through comparative study cases of Iranian presidential election (2009-2010) and Egyptian revolution (2011), where the US supported the Internet freedom and helped to increase the information technology capabilities of civil society movements in both countries. The research shows that US digital diplomacy?s success (or lack thereof) cannot depend on the notion that today?s world has turned into a ?network society? (Manuel Castells), which, arguably, makes messages/narratives easier to spread and be acceptedf by foreign public. Instead, there are other various factors that influence its implementation. As shown by the cases of Iran and Egypt, the main factors are the government?s control toward IT infrastructure and respective public?s frame of thinking. In the later analysis, this research also finds that digital diplomacy contributes to the implementation of US soft power through its roles: creation of narrative/message on US for international public; provision of network and information & communication technologies support; and the ensuring of Internet freedom for civil society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shaffira Shalhan
Abstrak :
Tinjauan literatur ini membahas perkembangan praktik bantuan luar negeri Tiongkok dalam tiga periode, yaitu tahun 1950-1977, tahun 1978-2010, dan tahun 2011 hingga saat ini. Pembahasan pada setiap periode dibagi dalam tiga tema. Pertama, motif yang mempengaruhi kebijakan bantuan luar negeri Tiongkok. Kedua, model dan praktik bantuan luar negeri Tiongkok. Ketiga, posisi bantuan luar negeri Tiongkok terhadap arsitektur bantuan luar negeri internasional. Terjadi perkembangan dalam sifat bantuan luar negeri Tiongkok yang ideologis pada periode pertama menuju pragmatis sejak periode kedua. Perkembangan kembali terjadi pada periode ketiga dengan reformasi bantuan luar negeri dan pembangunan CIDCA, serta AIIB. Tinjauan literatur ini mengidentifikasi bahwa perkembangan bantuan luar negeri Tiongkok dipengaruhi oleh faktor domestik dan internasional. Tinjauan literatur ini menemukan konsensus mengenai fokus infrastruktur dalam bantuan luar negeri, prinsip Zhou Enlai yang menjadi fondasi bantuan luar negeri, motif ekonomi, model penggabungan bantuan luar negeri dengan investasi dan perdagangan sejak periode kedua, dan dampak bantuan luar negeri Tiongkok yang melemahkan daya tawar donor Barat pada periode kedua dan ketiga. Di sisi lain, tinjauan literatur ini menemukan perdebatan mengenai prinsip tanpa syarat bantuan luar negeri Tiongkok, dukungan dana sebagai bagian dari bantuan luar negeri, dan implementasi bantuan luar negeri dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan. Tinjauan literatur ini turut menemukan beberapa kesenjangan yang meliputi minimnya studi yang membandingkan model bantuan luar negeri Tiongkok dengan donor non-OECD dan minimnya pembahasan komprehensif mengenai CIDCA. Tinjauan literatur ini kemudian merekomendasikan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan model bantuan luar negeri Tiongkok dengan donor non-OECD dan penelitian lebih dalam mengenai CIDCA ......The increased allocation of Chinese foreign aid since the 21st century has led to discussions about China as a new donor with a different approach from traditional donors. This Literature Review discusses developments in China's foreign aid practices in three periods, namely 1950-1977, 1978-2010, and 2011 to the present. This literature review looks at three discussions in each period. First, the model and practice of China’s foreign aid. Second, the position of China’s foreign aid to the international aid architecture. Third, the motives that influence China's foreign aid policy. This literature review identifies that the development of China’s foreign aid is influenced by domestic and international factors. In addition, this paper also identifies that China’s foreign aid nature in the first period was ideological and developed into a pragmatic one since the second period. The practice of China’s foreign developed again in the third period with reform of foreign aid and the establishment of CIDCA, and AIIB. This literature review found consensus regarding the focus of infrastructure on foreign aid, Zhou Enlai’s principles on which foreign aid was based, economic motives, the new model of foreign aid which mix foreign aid, investment and trade since the second period, and the impact of China’s foreign aid that weakened the bargaining power of Western donors in the second and third periods. On the other hand, this literature review found debates about the principle of unconditionality, budget support as part of foreign aid, and the implementation of foreign aid within the framework of South-South cooperation. This literature review also found several gaps including the lack of studies comparing the China’s foreign aid model with non-OECD donors and the lack of comprehensive discussion about CIDCA. This literature review then recommends further research on comparing China’s foreign aid model with non-OECD donors and deeper research on CIDCA.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>