Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lintang Maraya Syahdenal
Abstrak :
Skripsi ini mengkaji tentang konstruksi identitas pada sebagian remaja keturunan etnis Bugis yang tinggal di Karangantu. Kehidupan mereka yang terpisah dari komunitasnya yang membentuk satuan kehidupan berlandaskan etnis – Kampung Bugis – membuat pemahaman identitas untuk mengenali siapa diri mereka secara berbeda. Etnisitas yang bersifat askripstif dalam membentuk identitas seseorang kemudian disangkal dengan mengatakan bahwa “kami bukan Bugis.” Penyangkalan bukan Bugis yang dilontarkan oleh sebagian remaja keturunan etnis Bugis adalah upaya mereka dalam mendefinisikan diri, baik secara internal maupun eksternal. Selain itu, sosialisasi yang terjadi dalam keluarga maupun lingkungan memberi andil dalam pendefinisian internal maupun eksternal untuk menghasilkan meaning dalam merepresentasikan diri sebagai siapa. Keterlibatan audience yang memberi ciri melalui stereotipe tentang masyarakat Bugis juga ikut mempengaruhi ekspresi identitas sebagian remaja Bugis dengan membentuk identitas yang berbeda dengan remaja Bugis yang berada di kampung Bugis. ......This undergraduate thesis examines the construction of identity among a number of Bugis descent teenagers living in Karangantu. The notion ethnic identity construction as an ascriptive process is refuted by the teenagers claim that they are “not Bugis”. The denial against their own Bugis ethnicity is an attempt to define themselves, constrained by both internal and external definitions. In addition, the socialization that occurs within the family and the neighborhood contribute to the internal and external definition to generate meaning in representing themselves. Audience involvement that characterizes through stereotypes about Bugis society also influences the identity expression of these Bugis teenagers by establishing a distinct identity among their peers within the Bugis village.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S45166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Robert Adinata
Abstrak :
Skripsi ini mengaji tentang penguatan identitas etnis pada pemuda Kristen Batak dalam Naposobulung HKBP Kebayoran Selatan. Dalam konteks kota Jakarta yang plural, HKBP tidak hanya memiliki peran kerohanian, tapi juga menjadi wadah dalam penguatan identitas etnis Batak. Melalui Naposobulung, HKBP berusaha menanamkan pengetahuan adat Batak pada generasi muda yang dibesarkan di Jakarta dan menguatkan solidaritas antar pemuda Batak di Jakarta yang plural agar identitas Batak para pemuda tidak hilang. Para pemuda memiliki berbagai alasan sendiri mengapa penguatan identitas etnis Batak menjadi penting dalam pluralitas kehidupan kota Jakarta.
This thesis examines the strengthening of ethnic identity on the Batak Christian youth in Naposobulung of South Kebayoran HKBP. In the context of a pluralistic city like Jakarta, HKBP not only has the role of spirituality, but also a strengthening forum in Batak ethnic identity. Through Naposobulung, HKBP trying to instill Batak knowledge on the younger generation who grew up in Jakarta and strengthen the solidarity between young Batak people in pluralistic Jakarta so that youth Batak identity is not lost. The youth have their own reasons why strengthening the Batak ethnic identity became important in their life in Jakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Avriely Daeli
Abstrak :
Industrialisasi secara umum membawa perubahan terhadap berbagai konteks kehidupan manusia. Pertumbuhan kawasan industri menciptakan perubahan terhadap aspek sosial-ekonomi-politik-kultural dalam kehidupan masyarakat. Perubahan aspek-aspek dalam kehidupan masyarakat tersebut terlihat jelas pada realita terciptanya kelas pemilik modal dan kelas buruh dalam suatu kawasan industri. Konflik kawasan industri seringkali melibatkan kedua kelas tersebut. Hal ini disebabkan kelas buruh merasa hak-hak normatif mereka sebagai pekerja tidak dipenuhi oleh perusahaan atau pabrik di mana mereka menggantungkan penghidupan. Dengan kata lain, kondisi insekuritas yang dialami kelas buruh merupakan sumber potensi konflik kawasan industri. Serikat buruh hadir sebagai wadah perjuangan buruh dalam upaya menuntut hak-hak normatif mereka terhadap pihak perusahaan. Kehadiran serikat buruh merupakan pengisi ruang-ruang insekuritas dalam kehidupan buruh yang diciptakan oleh era post-fordism dan neo-liberalisme. Sebagai wadah perjuangan buruh, serikat buruh membutuhkan sebuah landasan hukum dan landasan filosofis perjuangan mereka. Landasan hukum dan landasan filosofis tersebut dapat dimaknai sebagai prinsip perjuangan kelas buruh. Prinsip perjuangan buruh terwujud dalam beberapa aksi solidaritas yang digalang serikat buruh. Solidaritas buruh merupakan upaya menghapus insekuritas dalam bentuk hak-hak buruh yang dilanggar perusahaan. Solidaritas buruh dilakukan tanpa memandang perbedaan status kerja di antara buruh. Melalui sebuah pendekatan etnografi, setiap aksi solidaritas dan kasus yang dialami buruh memperlihatkan beragam pemaknaan dan refleksi buruh mengenai kehidupan serta jalan perjuangan yang mereka pilih. ......Industrialization in general brings a change in many contexts of human life. The growth of industrial regions creates alteration in social-economical-political-cultural aspects in community life. The aspects' changes in community life are clearly visible on the creation of capital owner class and labour class in an industrial region. Industrial region conflicts often involve these two classes. This is because the labour class feels that their basic rights as workers are not fulfilled by the company or factory on which they rely their sustenance on. In other words, insecurity conditions happening to the labour class is a potential source of conflict in industrial region. Labour union exists as a vessel for labour in their struggle to demand their basic rights from the company. Labour union existence is to fill in the labour's insecurity gaps created by post-fordism era and neo-liberalism. As a vessel in the labours' struggle, labour union needs a legal basis and philosophical basis. The legal and philosophical basis can be interpreted as the principle of the labour class' struggle. They materialized in several solidarity acts raised by labour union. Labours' solidarity is an attempt to eliminate the insecurity caused by labour rights violation by companies. Labours' solidarity is done without considering the employment status between labours. Through ethnographical approach, every act of solidarity and cases experienced by labours shows a variety of meaning and reflections on labours' life and their chosen struggle path.
Depok: [Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;, ], 2013
S53206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Wicaksana
Abstrak :
Dalam dunia yang mengalami deteritorialisasi, makna-makna baru ditampilkan secara lokal karena eksistensi teritorial tidak bertahan di satu lokasi. Deteritorialisasi memuat reteritorialisasi dengan relokasi makna di berbagai ruang dan tempat yang berbeda dari sebelumnya. Melalui kerja lapangan partisipatif, penelitian ini bertujuan memahami proses pembentukan identitas para anggota Milanisti Indonesia serta relevansinya terhadap konteks reteritorialisasi kelompok penggemar bola di Indonesia. Relokasi gagasan ke-Milan-an dipadukan dengan kebutuhan teritorialitas sebagai bagian dari adaptasi lokasi. Hal ini menghasilkan sejumlah kelokalan seperti penciptaan lingkungan lokal di Jakarta. Sebuah skema yang dapat digambarkan dari kasus ini adalah negosiasi identitas melalui de/reteritorialisasi, cultural borrowing, fictive kinship hasil batas-batas sosial masyarakat perkotaan dengan produksi kelokalan. ......In a world that has deterritorialized, new meanings shown locally because the existence of territorial not stay in one location. Deterritorialization contain reterritorialization with the relocation of meaning in different spaces and places than before. Through participatory fieldwork, the research aims to understanding formation identity process of the members Milanisti Indonesia and its relevance to the reterritorialization's context of football fandom in Indonesia. The relocation of ke-Milan-an combined with territoriality requirement as part of the adaptation to location. This results in a number of locality such as the creation of local environment in Jakarta. A scheme that can be drawn from this case is the negotiation of identity through the de/re-territorialization, cultural borrowing, fictive kinship as results of social boundaries from urban society with the production of locality.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Supriyono
Abstrak :
Tesis ini mendiskusikan perlawanan Orang Mee di Nabire, Papua, terhadap pendatang dan negara. Dalam etnografi ini saya berargumentasi bahwa negara telah menggunakan modernitas seperti dikonsepkan oleh Zygmunt Bauman sebagai logika kulturalnya dalam usahanya membangun orang-orang Mee. Negara Indonesia mendefinisikan orang-orang Mee sebagai orang yang terbelakang dalam perbandingan dengan orang-orang dari luar Papua. Pendefinisian ini menyertakan program-program pembangunan yang difokuskan untuk menjadikan Nabire sebagai pusat pemerintahan dan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Papua. Untuk itu, pemerintah mengirimkan migran dari luar Papua sebagai tenaga kerja yang diharapkan bisa mengimbaskan keunggulannya kepada penduduk setempat. Pertemuan dengan para migran kadang dialami sebagai pengukuhan stigma sebagai 'orang primitif', membuahkan rasa didiskriminasi, dan terancam oleh orang Mee. Logika modernitas direproduksi oleh orang-orang Mee untuk melawan pendatang dan negara. Mereka pun membuat batas pada pendatang dan negara dalam rangka membangun tatanan (order) mereka. Mereka menegaskan identitas diri sebagai orang asli Papua sedangkan negara dan pendatang mereka klasifikasikan sebagai non-Papua. Narasi-narasi mereka mengungkapkan perlawanan. Perlawanan orang-orang Mee terhadap pendatang dan negara memperlihatkan modernitas vs. modernitas.
This thesis discusses the resistance of Mee people in Nabire, Papua, against migrans and Indonesia state. In this ethnography I argue that the state has been using modernity as conceived by Zygmunt Bauman as its cultural logic in its attempt to improve the Mee people. Indonesian state defines Mee people as 'undeveloped' in comparison to non-Papuan migrans. This act of defining brings in it some development programs which is focused on making Nabire as a centre of administration and one of centres of economic growth in Papua. For these purposes, the government of Indonesia places non-Papuan migrans as main labor expected to be able to induce their excellence to the locals. Encounters with migrans sometimes is experienced as a fixation of stigma as 'primitive people', causes the feeling of being discriminated, and being threatened. The logic of modernity has been reproduced by the Mee people to resist the state and migrans.The Mee people draw boundaries against migrans and state in their attempts to set an order. They assert their identity as indigenous people of Papua while classifying state and migran as non-Papua. Their narratives express resistance. Mee people's resistance toward migran and state demonstrates modernity vs. modernity.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadin
Abstrak :
Tesis ini membahas konflik dalam kekerabatan yang terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Bima berada dalam lingkaran kekerabatan, tetapi terselimut konflik di dalamnya. Studi ini bertujuan untuk menganalisis, mendeskripsikan dan mengungkap relasi konflik di balik fenomena tawuran antar kampung. Dalam kajian ini, penulis melakukan pengamatan langsung (observasi) dengan metode induktif, wawancara mendalam (deep interview) dan observasi partisipasi (participant observation), analisis deskriptif dan refleksi autobiografi penulis sendiri sebagai insider. Hasilnya, penulis menemukan adanya rentetan konflik di masa lalu yang telah menjadi sebuah ?teks / narasi? sebagai acuan bagaimana masyarakat melanggengkan konflik, sekaligus dialektika struktur tersembunyi atas pengalaman konflik dalam kebudayaan masyarakat Bima. Narasi konflik diregenerasi, diproduksi dan diperkuat oleh sentimen identitas spasial kampung yang menjadi solidaritas untuk melawan kampung lain, mengalahkan narasi kekerabatan antara mereka. Kemudian, konflik di Bima melibatkan banyak aktor kepentingan di dalamnya yang memainkan pengaruh terhadap konflik sehingga konflik dan tawuran antar kampung terus terjadi.
The focus of this study is about conflict on kinship in Bima West Nusa Tenggara?s society. The society is actually in a lineage of kinship, but veiled conflict in it. This study purposes to analyze, describe and reveal conflict relation behind the inter village communal violance. In this study, I took direct observation by inductive method, deep interview, participant observation, descriptive analysis and also my own autobiographical reflection. The result, I found the sequence of past conflict as a ?text/narration? referencing society to perpetuate conflict with ?deep structure? dialectic of conflict experience on the society?s culture. Conflict narration is regenerated, produced and strengthened by sentiment of identity spatial of village becoming solidarity to fight another village, more exist than kinship narration. Conflict involves many interest actors actuating influence on conflict to sustain conflict and the inter village communal violance continued in Bima.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonna Nur Ischaq Darmadji
Abstrak :
Penelitian ini fokus mengkaji bagaimana sebenarnya produksi tidak hanya menghasilkan material. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan etnografi dengan terlibat aktif dalam aktivitas produksi, melakukan observasi dan wawancara, serta data sekunder. Etnografi builder motor pada Wawoke Motorcycle dan ABU Custom ini memberikan temuan lapangan tentang produksi sebagai pembentukan manusia. Produksi bagi builder motor tidak hanya sebagai sumber ekonomi, tapi juga kepuasan akan pengalaman berkolaborasi membangun sepeda motor impian bersama pelangganya. Builder motor dibimbing oleh seperangkat kepercayaan pada kesenangan, tugas dan kewajiban yang kompleks. Bergantung pada keseimbangan antara perasaan berutang kepada orang lain dan berutang pada diri mereka sendiri. Itu ada kaitannya dengan tipikal pelanggan yang mereka sukai atau mereka benci karena hanya menilainya sebatas buruh. Konsekuensi dari nilai-nilai tindakan itu adalah hancur atau bertahannya pertalian sosial antara builder motor dan pelanggannya. Pertalian sosial yang tidak dapat direduksi menjadi kalkulus utilitarian sederhana. Tentang bagaimana mereka merasa sangat bertanggung jawab kepada pelanggan sehingga mendedikasikan banyak waktunya untuk membuat sesuatu tidak hanya pada fungsi tapi juga estetika. Konsekuensi dari tindakan-tindakan itu juga masih dapat memelihara pertalian sosial. Ini terlihat pada beberapa pelanggan yang tetap berhubungan dengan berkomunikasi melalui media sosialnya. Beberapa pelanggan bahkan rela menyisihkan waktunya untuk sekedar nongkrong dan berkendara bersama menikmati hobi. Pada akhirnya kehidupan adalah bukan soal kekayaan material tapi tentang produksi manusia. Dalam arti manusia terus-menerus membentuk satu sama lain, melatih dan bersosialisasi satu sama lain, menghibur dan menyembuhkan dalam pertalian sosial. ......This research focuses on examining how production actually is not just producing materials. This research data collection method uses ethnography by being actively involved in production activities, conducting observations and interviews, also secondary data. This ethnography of builder motor on Wawoke Motorcycle and ABU Custom provides field findings about the production is human formation. Production for builder motor is not only an economic source, but also satisfaction of the collaboration experience building dream motorbikes with their customers. Builder motor are guided by a complex set of beliefs, pleasures, duties, and obligations. Hanging on to a balance between feeling indebted to others and indebted to themselves. This relates to typical customers who they like or hate because only see them as laborers. The consequence of those actions values is the destruction or the maintenance of social ties between builder motor and their customers. Social ties cannot be reduced to simple utilitarian calculus. About how they feel very responsible to customers, so they dedicate a lot of time to making things not only functional but also aesthetically. The consequences of those actions can also maintain social bonds. This can be seen in some customers who keep in touch by communicating through their social media. Some customers are even willing to set aside their time to just hang out and ride together to enjoy their hobbies. Ultimately life is not about material wealth but human production. In the sense that human beings are constantly shaping one another, training and socializing with each other, comforting and healing in social bonds.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muflih Mappaujung
Abstrak :
Masyarakat petani di Segeri dapat dikategorikan sebagai petani pedesaan (rural cultivator) karena praktik kegiatan pertaniannya masih sangat dipengaruhi oleh eksistensi praktik ritual lokal-tradisional. Namun sejak tahun 2017, para petani telah mengalami perubahan keyakinan serta pandangan terhadap cara mereka mempersepsikan praktik ritual. Kelompok petani yang menjadi informan utama dalam penelitian ini ialah para petani yang sawahnya digunakan oleh pihak adat sebagai arena untuk melaksanakan kegiatan ritual adat. Sebelumnya, sawah petani ini bukan merupakan sawah adat. Namun, lepasnya kepemilikan sawah adat membuat pihak adat memindahkan status sawah adat ke sawah petani tersebut. Saat ini, para petani dibebani oleh kewajiban mengikuti sistem ritual, yakni petani tidak boleh turun sawah sebelum ritual adat dilaksanakan. Melalui kerangka konsep resistensi dan sekularisasi, penelitian ini akan melihat dinamika religiusitas masyarakat petani Segeri yang mulai menyangkal keterikatan kegiatan pertanian dengan praktik ritual, mempertanyakan signifikansi praksis ritual terhadap kegiatan pertanian, hingga mewacanakan akan meninggalkan tradisi turun sawah yang merupakan lambang kearifan lokal mereka dan masyarakat Segeri. Penelitian ini menemukan bahwa perlawanan petani justru tidak berimplikasi terhadap rusaknya tatanan simbol dan praksis sistem ritual adat, melainkan membuat petani bertumbuh menjadi petani yang lebih rasional. Dengan melepaskan sebagian besar keyakinan mereka terhadap ritual adat, para petani kini lebih sadar akan penerapan rekomendasi teknis, lebih menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan masalah-masalah pertanian, serta tidak lagi sepenuhnya menumpukan keberhasilan panen dari kesakralan ritual adat. ......Peasant society in Segeri can be categorized as rural cultivators because their agricultural practices are still strongly influenced by the existence of local ritual practices. However, since 2017, the peasants have experienced a change in their beliefs and views on the way they perceive ritual practices. The peasants who became the main informants in this study were peasants whose fields are used by adat parties as an arena to perform traditional ritual activities. Previously, these pessants’ fields were not adat rice fields. However, the loss of ownership of rice fields made the adat party transfer the status of adat rice fields to these peasants' fields. Currently, peasants are burdened with the obligation to follow a ritual system, which the peasants are not allowed to plant before the traditional rituals are carried out. Through the framework of resistance and secularization, this research will look at the dynamics of the religiosity of peasant society in Segeri which denies the attachment of agricultural activities to ritual system, questioning the significance of ritual praxis, and amplifying disobedience that they will leave the tradition that had become a symbol of their local wisdom and also the Segeri society. This study found that peasant resistance did not have implications for the destruction of symbol and praxis of the ritual system, but instead making peasants to grow up to become more rational human beings. By relieving most of their beliefs in adat rituals, the peasants are now more aware of implementing recommendations, using a more scientific approach to solving problems, and no longer relying entirely on the sacred aspects of this adat rites.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maulana Syarif
Abstrak :
Beragam survei menyatakan Indonesia merupakan negara paling dermawan, seperti survei dari CAF (2021) dan Gallup (2018) yang selalu menjadikan prestasi tersendiri bagi banyak orang di Indonesia. Data yang ditampilkan berupa kumpulan angka dengan beberapa unsur-unsur yang menunjang dalam pencapaian hasil peringkat, di antaranya jumlah donasi, jumlah relawan, dan jumlah aksi membantu orang yang tidak dikenal atau asing. Etnografi relawan komunitas Turun Tangan ini memberikan temuan lapangan beserta penjelasan secara emik atas kegiatan kerelawanan yang telah dimulai sejak 2013 dengan anggota yang tersebar di Indonesia. Etnografi ini menjelaskan dinamika dan kompleksitas atas keragaman motif, aktor, imajinasi sosial, arena, waktu di dalam aktivitas kedermawanan dan kerelawanan dengan analogi permainan untuk melihat empati, eksistensi, dan kontestasi yang berlangsung. Metode pengumpulan data menggunakan etnografi dengan terlibat aktif dalam aktivitas komunitas, melakukan observasi dan wawancara, serta data sekunder. ......Various surveys state that Indonesia is the most generous country, such as surveys from CAF (2021) and Gallup (2018) which always make it a special achievement for many people in Indonesia. The data displayed is a collection of numbers with several elements that support the achievement of ranking results, including the number of donations, the number of volunteers, and the number of actions to help people who are unknown or foreign. This ethnography of the volunteer community of Turun Tangan provides field findings along with an emic explanation of the volunteer activities that have been initiated since 2013 with members spread across Indonesia. This ethnography explains the dynamics and complexity of the diversity of motives, actors, social imagination, time, and arenas in philanthropy and volunteerism activities with the analogy of a game to see empathy, existence, and contestation. Methods of data collection using ethnography by being actively involved in community activities, conducting observations and interviews, as well as secondary data.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Aldewistya
Abstrak :
Penelitian ini mengeksplor motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi pengamen dalam praktik bermusiknya. Saya menggunakan pendekatan fenomenologi, karena pendekatan itu mampu menggambarkan pengalaman pengamen terkait penampilan musiknya, sebagaimana yang mereka hayati. Secara khusus, saya menggunakan kerangka pemikiran fenomenologi persepsi Merleau-Ponty yang mengetengahkan interaksi subjek-tubuh dan dunianya. Oleh karena itu, motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi yang dimaksud dalam kajian ini berdasar pada pengalaman khas masing-masing pengamen atau penampil musik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi dan konsep diri pengamen sangat beragam dan dinamis. Melalui penelitian ini saya juga menemukan bahwa indrawi pengamen memiliki peran yang besar dalam penampian-penampilan musik mereka.
This research explores the motivation, self-concept, and sensory experience of buskers in their musical practice. I use a phenomenological approach because that approach can describe the experience of buskers related to their musical performances, as they live. Specifically, I use the Merleau-Ponty's phenomenological framework of perception which explores the subject-body and its world interactions. Therefore, motivation, self-concept, and sensory experience referred to in this study are based on the unique experience of each musician or music performer. The results of this study indicate that the motivation and self-concept of buskers are very diverse and dynamic. Through this research, I also found that sensory musicians have a big role in their musical performances.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>