Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandu Wicaksana
"Dalam dunia yang mengalami deteritorialisasi, makna-makna baru ditampilkan secara lokal karena eksistensi teritorial tidak bertahan di satu lokasi. Deteritorialisasi memuat reteritorialisasi dengan relokasi makna di berbagai ruang dan tempat yang berbeda dari sebelumnya. Melalui kerja lapangan partisipatif, penelitian ini bertujuan memahami proses pembentukan identitas para anggota Milanisti Indonesia serta relevansinya terhadap konteks reteritorialisasi kelompok penggemar bola di Indonesia. Relokasi gagasan ke-Milan-an dipadukan dengan kebutuhan teritorialitas sebagai bagian dari adaptasi lokasi. Hal ini menghasilkan sejumlah kelokalan seperti penciptaan lingkungan lokal di Jakarta. Sebuah skema yang dapat digambarkan dari kasus ini adalah negosiasi identitas melalui de/reteritorialisasi, cultural borrowing, fictive kinship hasil batas-batas sosial masyarakat perkotaan dengan produksi kelokalan.

In a world that has deterritorialized, new meanings shown locally because the existence of territorial not stay in one location. Deterritorialization contain reterritorialization with the relocation of meaning in different spaces and places than before. Through participatory fieldwork, the research aims to understanding formation identity process of the members Milanisti Indonesia and its relevance to the reterritorialization's context of football fandom in Indonesia. The relocation of ke-Milan-an combined with territoriality requirement as part of the adaptation to location. This results in a number of locality such as the creation of local environment in Jakarta. A scheme that can be drawn from this case is the negotiation of identity through the de/re-territorialization, cultural borrowing, fictive kinship as results of social boundaries from urban society with the production of locality."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Maraya Syahdenal
"Skripsi ini mengkaji tentang konstruksi identitas pada sebagian remaja keturunan etnis Bugis yang tinggal di Karangantu. Kehidupan mereka yang terpisah dari komunitasnya yang membentuk satuan kehidupan berlandaskan etnis – Kampung Bugis – membuat pemahaman identitas untuk mengenali siapa diri mereka secara berbeda. Etnisitas yang bersifat askripstif dalam membentuk identitas seseorang kemudian disangkal dengan mengatakan bahwa “kami bukan Bugis.” Penyangkalan bukan Bugis yang dilontarkan oleh sebagian remaja keturunan etnis Bugis adalah upaya mereka dalam mendefinisikan diri, baik secara internal maupun eksternal. Selain itu, sosialisasi yang terjadi dalam keluarga maupun lingkungan memberi andil dalam pendefinisian internal maupun eksternal untuk menghasilkan meaning dalam merepresentasikan diri sebagai siapa. Keterlibatan audience yang memberi ciri melalui stereotipe tentang masyarakat Bugis juga ikut mempengaruhi ekspresi identitas sebagian remaja Bugis dengan membentuk identitas yang berbeda dengan remaja Bugis yang berada di kampung Bugis.

This undergraduate thesis examines the construction of identity among a number of Bugis descent teenagers living in Karangantu. The notion ethnic identity construction as an ascriptive process is refuted by the teenagers claim that they are “not Bugis”. The denial against their own Bugis ethnicity is an attempt to define themselves, constrained by both internal and external definitions. In addition, the socialization that occurs within the family and the neighborhood contribute to the internal and external definition to generate meaning in representing themselves. Audience involvement that characterizes through stereotypes about Bugis society also influences the identity expression of these Bugis teenagers by establishing a distinct identity among their peers within the Bugis village."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S45166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Robert Adinata
"Skripsi ini mengaji tentang penguatan identitas etnis pada pemuda Kristen Batak dalam Naposobulung HKBP Kebayoran Selatan. Dalam konteks kota Jakarta yang plural, HKBP tidak hanya memiliki peran kerohanian, tapi juga menjadi wadah dalam penguatan identitas etnis Batak. Melalui Naposobulung, HKBP berusaha menanamkan pengetahuan adat Batak pada generasi muda yang dibesarkan di Jakarta dan menguatkan solidaritas antar pemuda Batak di Jakarta yang plural agar identitas Batak para pemuda tidak hilang. Para pemuda memiliki berbagai alasan sendiri mengapa penguatan identitas etnis Batak menjadi penting dalam pluralitas kehidupan kota Jakarta.

This thesis examines the strengthening of ethnic identity on the Batak Christian youth in Naposobulung of South Kebayoran HKBP. In the context of a pluralistic city like Jakarta, HKBP not only has the role of spirituality, but also a strengthening forum in Batak ethnic identity. Through Naposobulung, HKBP trying to instill Batak knowledge on the younger generation who grew up in Jakarta and strengthen the solidarity between young Batak people in pluralistic Jakarta so that youth Batak identity is not lost. The youth have their own reasons why strengthening the Batak ethnic identity became important in their life in Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Avriely Daeli
"Industrialisasi secara umum membawa perubahan terhadap berbagai konteks kehidupan manusia. Pertumbuhan kawasan industri menciptakan perubahan terhadap aspek sosial-ekonomi-politik-kultural dalam kehidupan masyarakat. Perubahan aspek-aspek dalam kehidupan masyarakat tersebut terlihat jelas pada realita terciptanya kelas pemilik modal dan kelas buruh dalam suatu kawasan industri. Konflik kawasan industri seringkali melibatkan kedua kelas tersebut. Hal ini disebabkan kelas buruh merasa hak-hak normatif mereka sebagai pekerja tidak dipenuhi oleh perusahaan atau pabrik di mana mereka menggantungkan penghidupan. Dengan kata lain, kondisi insekuritas yang dialami kelas buruh merupakan sumber potensi konflik kawasan industri.
Serikat buruh hadir sebagai wadah perjuangan buruh dalam upaya menuntut hak-hak normatif mereka terhadap pihak perusahaan. Kehadiran serikat buruh merupakan pengisi ruang-ruang insekuritas dalam kehidupan buruh yang diciptakan oleh era post-fordism dan neo-liberalisme. Sebagai wadah perjuangan buruh, serikat buruh membutuhkan sebuah landasan hukum dan landasan filosofis perjuangan mereka. Landasan hukum dan landasan filosofis tersebut dapat dimaknai sebagai prinsip perjuangan kelas buruh. Prinsip perjuangan buruh terwujud dalam beberapa aksi solidaritas yang digalang serikat buruh.
Solidaritas buruh merupakan upaya menghapus insekuritas dalam bentuk hak-hak buruh yang dilanggar perusahaan. Solidaritas buruh dilakukan tanpa memandang perbedaan status kerja di antara buruh. Melalui sebuah pendekatan etnografi, setiap aksi solidaritas dan kasus yang dialami buruh memperlihatkan beragam pemaknaan dan refleksi buruh mengenai kehidupan serta jalan perjuangan yang mereka pilih.

Industrialization in general brings a change in many contexts of human life. The growth of industrial regions creates alteration in social-economical-political-cultural aspects in community life. The aspects' changes in community life are clearly visible on the creation of capital owner class and labour class in an industrial region. Industrial region conflicts often involve these two classes. This is because the labour class feels that their basic rights as workers are not fulfilled by the company or factory on which they rely their sustenance on. In other words, insecurity conditions happening to the labour class is a potential source of conflict in industrial region.
Labour union exists as a vessel for labour in their struggle to demand their basic rights from the company. Labour union existence is to fill in the labour's insecurity gaps created by post-fordism era and neo-liberalism. As a vessel in the labours' struggle, labour union needs a legal basis and philosophical basis. The legal and philosophical basis can be interpreted as the principle of the labour class' struggle. They materialized in several solidarity acts raised by labour union.
Labours' solidarity is an attempt to eliminate the insecurity caused by labour rights violation by companies. Labours' solidarity is done without considering the employment status between labours. Through ethnographical approach, every act of solidarity and cases experienced by labours shows a variety of meaning and reflections on labours' life and their chosen struggle path.
"
Depok: [Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;, ], 2013
S53206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidah Zia
"Skripsi ini menjelaskan mengenai deskripsi hubungan migran Indonesia dan masyarakat lokal perbatasan Long Busang, Malaysia. Letak Long Busang yang jauh dari kontrol pemerintah Malaysia membuat situasi perbatasan terasa sangat cair, sehingga aturan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai acuan untuk menentukan batas sosial sulit untuk dilakukan. Skripsi ini bertujuan untuk melihat konsepsi mengenai batas sosial oleh masyarakat yang tinggal di perbatasan melalui interaksi sosial aktor - aktor yang ada di perbatasan. Saya melakukan pengumpulan data dengan pengamatan dan wawancara untuk mendapatkan narasi mengenai perbatasan bagi masyarakat Long Busang melalui relasi sosial dengan migran asal Indonesia, pengalaman latar belakang sejarah dan konteks wilayah perbatasan.

This thesis describes the relationship between Indonesian migrants and local people of Long Busang Malaysia. The condition of Long Busang away from the Malaysian central government control, make the boundary situation was "very liquid". So the rules set by the state as a reference for determining the territory and social boundaries becomes difficult to be implemented. This thesis aims to look at the conception of the social boundaries by people living in the border through the social interaction of actors in the border. I perform data collection by observation and interviews to obtain narratives on the border to the community of Long busang through social relations with migrants from Indonesia, experience the historical background and context of the border region.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Meilya Hanifah
"Tulisan ini merupakan sebuah etnografi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif terhadap tiga orang informan. Tulisan ini membahas pembentukan identitas perempuan Indonesia yang melakukan kawin campur dengan laki-laki warga negara asing. Identitas ?istri dari laki-laki bule? yang melekat pada perempuan pelaku kawin campur terbentuk melalui serangkaian proses negosiasi kultural. Dalam tataran perilaku, negosiasi kultural berada dalam relasi kuasa antara perempuan pelaku kawin campur dan suaminya. Sedangkan dalam tataran pikiran, negosiasi kultural terjadi secara internal pada diri individu perempuan pelaku kawin campur. Negosiasi kultural perempuan pelaku kawin campur dilakukan untuk mempertahankan identitasnya serta merumuskan dirinya dalam hibriditas.

This study is an etnography based on qualitative research of three informants. The study discuss the formation of Indonesian women identity that are involved in intercultural marriage with men from foreign countries. The identity "Spouse of Foreigner" that sticks to women involved in intercultural marriage is formed through series of cultural negotiations. From a perspective of level behavior, cultural negotiations stands in power relations between the women involved in intercultural marriage and her husband. Meanwhile, from a perspective of level of consciousness, cultural negotiations take place internally in each and every individual woman involved in intercultural marriage. Cultural negotiations of women involved in intercultural marriage is performed to preserve their identity and to establish herself into hybridity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Apriani
"Skripsi ini bertujuan untuk memahami keanggotaan sosial yang mempengaruhi situasi kewarganegaraan Malaysia di kampong perbatasan. Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Penelitian dilakukan di kampong perbatasan Malaysia yang bernama Kampong Long Busang. Kampong Long Busang ini dihuni oleh etnik Kenyah. Etnik Kenyah merupakan etnik yang memiliki sejarah migrasi dan aktivitas perdagangan lintas negara, Malaysia dan Indonesia. Sejarah lintas negara menyebabkan etnik Kenyah Long Busang bersedia menerima migran pendatang tanpa dokumen asal Indonesia sebagai warga kampong. Hubungan keduanya terjalin dalam bentuk ikatan kekerabatan. Etnik Kenyah yang sudah menjadi warga negara Malaysia kemudian membantu migran pendatang yang tinggal di Kampong Long Busang untuk memperoleh kewarganegaraan Malaysia. Kewarganegaraan Malaysia tersebut dibuktikan dengan kepemilikan selembar IC. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa warga negara Malaysia dari etnik Kenyah Kampong Long Busang tidak menganggap migran sebagai warga asing sebagaimana konstruksi negara. Interaksi yang erat antara warga negara Malaysia dari etnik Kenyah dan migran mengindikasikan perbedaan makna kewarganegaraan dengan bayangan ideal kewarganegaraan yang dimiliki negara.

The aim of this research is to understand the social membership affect situation Malaysian citizenship in border village. The research is done using participatory observation and deep interview method. It is done in a border village of Malaysia called Long Busang. This village is inhabited by Kenyah ethnicity. It is an ethnic that has a migration and cross border trade activities history, Malaysia-Indonesia. The cross border trade activities caused Ethnic Kenyah willing to accept undocumented migrant shelters from Indonesia as a part of them. Their relationship molded together in a form of kinships. Ethnic Kenyah, who have become the citizen of Malaysia, then helped migrant settlers who lived in Long Busang to obtain Malaysian citizenship. Their Malaysian citizenship is confirmed by owning the Identity Card. The facts show that Malaysians from Long Busang (Ethnic Kenyah) do not consider migrants as foreigners as the state construction does. The close interaction between Ethnic Kenyah and the migrants indicates their difference in interpreting the meaning of citizenship with the shadow of ideal citizenship owned by the state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dendi Andrian
"Penelitian ini menjadikan Desa Biting di Jawa Tengah, Indonesia, sebagai studi kasus untuk mengeksplorasi makna dan praktik kesuksesan dari perspektif pemuda. Desa Biting dikenal dengan praktik gotong royong, nilai guyub rukun, pertanian tembakau, tingkat urbanisasi tinggi, dan partisipasi rendah dalam pendidikan formal. Dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya ini, pemuda Biting menjadi subjek yang menarik untuk memahami kesuksesan pemuda rural di Indonesia. Menggunakan kerangka teori praktik Bourdieu, saya menganalisis praktik kesuksesan pemuda yang berkaitan dengan kapital dan habitus dalam konteks Biting sebagai field. Penelitian ini mengungkap bagaimana habitus keluarga dan masyarakat (doxa) berperan dalam praktik kesuksesan pemuda Biting. Kesuksesan mereka meliputi praktik ekonomi (memiliki pekerjaan, mencapai kemandirian, serta stabilitas ekonomi), tanggung jawab keluarga (berbakti kepada keluarga, khususnya orang tua), dan tanggung jawab sosial serta keagamaan (menjaga hubungan baik, saling membantu, dan hubungan resiprositas di antara anggota masyarakat). Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan etnografi selama satu bulan dengan melibatkan dua belas pemuda dan sembilan tokoh Desa, menggunakan metode auto-driven photo-elicitation, wawancara semi-terstruktur, dan observasi partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi pemuda Biting, kesuksesan diukur tidak hanya dari pencapaian ekonomi atau status individu, tetapi juga dari kesuksesan kolektif yang mencakup tanggung jawab keluarga dan sosial. Praktik kesuksesan mereka didasarkan pada akumulasi kapital sosial yang diperoleh dari kontribusi dan keaktifan di masyarakat, yang tertanam dalam nilai guyub rukun dan praktik gotong royong. Kapital sosial memiliki nilai simbolik yang paling dominan bagi kesuksesan di masyarakat Biting. Studi ini mengungkap bahwa kesuksesan di Biting dipahami sebagai doxa, yaitu habitus kolektif berupa disposisi, nilai, atau kepercayaan yang mengaitkan kesuksesan individu pemuda dengan kesuksesan kolektif masyarakat Biting.

This research focuses on the village of Biting in Central Java, Indonesia, as a case study to explore the meaning of success from the perspective of rural youth, with a specific focus on how the local context of Biting shapes their understanding of success. Biting is known for its practices of mutual cooperation (gotong royong), the value of social harmony (guyub rukun), tobacco farming, a high level of urbanization, and low participation in formal education. Given its social, economic, and cultural background, the youth of Biting are an intriguing subject for understanding rural youth success in Indonesia. In this study, Bourdieu's theory of practice serves as the framework to analyze the practices of success among youth, involving capital and habitus, within the Biting context as a field. The research reveals how family and community habitus (doxa) play a role and integrate into the practices of success among Biting's youth. This is represented through their concepts of success, including economic success (having a job and achieving economic independence and stability), family responsibilities (filial piety, particularly towards parents), and social and religious responsibilities (maintaining good relationships, mutual assistance, and reciprocal relationships among community members). Data was collected through a month-long ethnographic field study involving twelve youth and fourteen village leaders, utilizing methods such as auto-driven photo-elicitation, semi-structured interviews, and participant observation. The study shows that for Biting's youth, success is measured not only by economic achievements or individual status but also by collective success involving social and familial responsibilities. Their success practices are based on accumulating social capital through community contributions and active participation, rooted in values of social harmony and cooperation. In Biting, strong social relationships, reciprocity, mutual assistance, and a sense of belonging hold the most symbolic value for success. This study concludes that success in Biting is understood as doxa, a collective habitus of dispositions, values, or beliefs that link individual youth success to the collective success of the Biting community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Aldewistya
"Penelitian ini mengeksplor motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi pengamen dalam praktik bermusiknya. Saya menggunakan pendekatan fenomenologi, karena pendekatan itu mampu menggambarkan pengalaman pengamen terkait penampilan musiknya, sebagaimana yang mereka hayati. Secara khusus, saya menggunakan kerangka pemikiran fenomenologi persepsi Merleau-Ponty yang mengetengahkan interaksi subjek-tubuh dan dunianya. Oleh karena itu, motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi yang dimaksud dalam kajian ini berdasar pada pengalaman khas masing-masing pengamen atau penampil musik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi dan konsep diri pengamen sangat beragam dan dinamis. Melalui penelitian ini saya juga menemukan bahwa indrawi pengamen memiliki peran yang besar dalam penampian-penampilan musik mereka.

This research explores the motivation, self-concept, and sensory experience of buskers in their musical practice. I use a phenomenological approach because that approach can describe the experience of buskers related to their musical performances, as they live. Specifically, I use the Merleau-Ponty's phenomenological framework of perception which explores the subject-body and its world interactions. Therefore, motivation, self-concept, and sensory experience referred to in this study are based on the unique experience of each musician or music performer. The results of this study indicate that the motivation and self-concept of buskers are very diverse and dynamic. Through this research, I also found that sensory musicians have a big role in their musical performances."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Supriyono
"Tesis ini mendiskusikan perlawanan Orang Mee di Nabire, Papua, terhadap pendatang dan negara. Dalam etnografi ini saya berargumentasi bahwa negara telah menggunakan modernitas seperti dikonsepkan oleh Zygmunt Bauman sebagai logika kulturalnya dalam usahanya membangun orang-orang Mee. Negara Indonesia mendefinisikan orang-orang Mee sebagai orang yang terbelakang dalam perbandingan dengan orang-orang dari luar Papua. Pendefinisian ini menyertakan program-program pembangunan yang difokuskan untuk menjadikan Nabire sebagai pusat pemerintahan dan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Papua. Untuk itu, pemerintah mengirimkan migran dari luar Papua sebagai tenaga kerja yang diharapkan bisa mengimbaskan keunggulannya kepada penduduk setempat. Pertemuan dengan para migran kadang dialami sebagai pengukuhan stigma sebagai 'orang primitif', membuahkan rasa didiskriminasi, dan terancam oleh orang Mee. Logika modernitas direproduksi oleh orang-orang Mee untuk melawan pendatang dan negara. Mereka pun membuat batas pada pendatang dan negara dalam rangka membangun tatanan (order) mereka. Mereka menegaskan identitas diri sebagai orang asli Papua sedangkan negara dan pendatang mereka klasifikasikan sebagai non-Papua. Narasi-narasi mereka mengungkapkan perlawanan. Perlawanan orang-orang Mee terhadap pendatang dan negara memperlihatkan modernitas vs. modernitas.

This thesis discusses the resistance of Mee people in Nabire, Papua, against migrans and Indonesia state. In this ethnography I argue that the state has been using modernity as conceived by Zygmunt Bauman as its cultural logic in its attempt to improve the Mee people. Indonesian state defines Mee people as 'undeveloped' in comparison to non-Papuan migrans. This act of defining brings in it some development programs which is focused on making Nabire as a centre of administration and one of centres of economic growth in Papua. For these purposes, the government of Indonesia places non-Papuan migrans as main labor expected to be able to induce their excellence to the locals. Encounters with migrans sometimes is experienced as a fixation of stigma as 'primitive people', causes the feeling of being discriminated, and being threatened. The logic of modernity has been reproduced by the Mee people to resist the state and migrans.The Mee people draw boundaries against migrans and state in their attempts to set an order. They assert their identity as indigenous people of Papua while classifying state and migran as non-Papua. Their narratives express resistance. Mee people's resistance toward migran and state demonstrates modernity vs. modernity."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>