Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
J. Effendi
"Remaja adalah generasi penerus bangsa. Namun demikian, banyak remaja yang justru menghambat perkembangan bangsa ini melalui tindakan kriminal, seperti mengedarkan narkoba ataupun terlibat dalam perkelahian pelajar. Jumlah perkelahian pelajar yang terjadi dari tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah korban dari setiap bentrokan juga terus bertambah (http://www.epsikologi.com/remaja/161001.htm). Hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, ada apa dengan generasi muda Indonesia? Kohlberg (1984) mengatakan bahwa perilaku menyimpang (delikuensi) berhubungan dengan perkembangan penilaian moral yang rendah. Eisenberg & Morris (2004) kemudian mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penekanan pada peran orangtua dalam perkembangan moral anak. Oleh sebab itu, peneliti ini ingin meneliti perkembangan moral remaja yang melakukan sekolah rumah, dimana orangtua terlibat secara langsung dalam pendidikan anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berusaha menghasilkan pemahaman menyeluruh terhadap data yang kaya, kontekstual dan mendetail (Mason, 1997). Partisipan dari penelitian ini adalah tiga remaja pelaku sekolah rumah, dimana ketiga partisipan akan diwawancara untuk mendapatkan data mengenai aspek-aspek moralnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga remaja pelaku sekolah rumah berada pada tahap yang tertinggi dalam tahapan perkembangan moral yang diajukan Piaget (1948) maupun Kohlberg (1958, 1976, 1986).

Adolescents are the next generation of the nation. However, there are many adolescents who turn out to be the ones who slow down the development of this nation by conducting criminal actions, such as selling drugs and getting involved in a fight between schools. The numbers of these fights are increasing by years. The numbers of the victims are also increasing from each fight to the next (http://www.e-psikologi.com/remaja/161001.htm). This phenomenon rises up a question in the society, what is going on with the young generation of Indonesia? Kohlber (1984) said that delinquency is associated with poor moral judgment. Eisenberg & Morris (2004) stated that in recent years, there has been increasing emphasis on the role of parenting in moral development. That is why the researcher wants to see the moral development of adolescents who are being homeschooled, where the parents involve directly in the child?s education. This research is conducted using qualitative method which strives to get a full understanding of rich, contextual, and detailed information (Mason, 1997). The participants of this research are three adolescents who are being homeschooled, which will be interviewed to gain information about their moral aspects. The result of this research shows that all participants have reached the highest level of moral development stages by both, Piaget (1948) and Kohlberg (1958, 1976, 1986)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dhamayanti Santoso
"Penelitian ini difokuskan pada siswa program akselerasi di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, dan bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara skor self-report penerimaan peer group dengan prestasi akademik pada siswa akselerasi. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kuantitatif dengan desain field study, tanpa memanipulasi variabel. Skor self-report penerimaan peer group didapat dengan pemberian kuesioner PEERACC dengan skala tipe Likert, sementara untuk prestasi akademik digunakan nilai raport semester terakhir dari setiap subyek. Sampel penelitian diambil dari SLTPN 11 Kebayoran Baru, SLTPN 49 Kramat Jati, dan SLTPN 252 Kalimalang dengan karakteristik usia antara 12-15 tahun sejumlah 70 orang.
Dari penelitian ini diperoleh r = -0,066 dan p = 0,590; p > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara penerimaan peer group dengan prestasi akademik pada siswa program akselerasi tingkat SLTP. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya pada remaja umumnya. Hal ini menunjukkan kekhasan siswa program akselerasi dengan kemampuan akademik yang di atas rata-rata dan pola afiliasi yang cukup berbeda dengan kecenderungan remaja pada umumnya.

This research is focused to accelerated junior high school program student, who is above average on IQ score. This research was purpose to see if there`s any correlation between self-report score of peer group acceptance and academic achievement on accelerated student. This is a quantitative research mode which is use field study design. It means no manipulate on its variables. Self-report score of peer group acceptance was gotten by questioner called PEERACC, which is use Likert type scale. Academic achievement score was gotten by mean score of last semester academic school report of each pupil. This research took place on SLTPN 11 Kebayoran Baru, SLTPN 49 Kramat Jati, and SLTPN 252 Kalimalang, and use their accelerated students for being sample. This research used 70 person by four class with age range between 12-15 years old.
The result is r = -0,066 and p = 0,590; p > 0,05. So, the conclussion is there`s no significant correlation between peer group acceptance and academic achievement of junior high school accelerated program student. It`s different by the theories and past researches about adolescence already known. It shows the unique characteristics of accelerated student, who has high rate of IQ score and whose affiliation type is different by the regular one.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
370.15 SAN h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priscillia Susan Misero
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3590
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Khairunnisa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Budiman
"Penulis tertarik untuk meneliti hikmah dari pandangan mistisme, Ibnu 'Arabi dan wisdom dari pandangan empiris, Robert Sternberg karena adanya perbedaan dari kedua pandangan tersebut. Ibnu 'Arabi mendefinisikan hikmah (terjemahan dari wisdom), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, barang siapa yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya maka dia telah memberikan sesuatu itu kepada yang berhak menerimanya. Orang itu disebut hakim, (orang yang arif). Sementara Robert Sternberg mendefinisikan wisdom (kearifan) sebagai penerapan kecerdasan dan pengalaman melalui norma-norma (nilai-nilai) dalam mencapai kebaikan bersama melalui keseimbangan antara kepentingan intrapersonal, kepentingan interpersonal, dan kepentingan ekstrapersonal, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang, dalam rangka untuk mencapai keseimbangan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang ada, membentuk lingkungan yang ada, dan menyeleksi lingkungan yang baru. Metodologi penelitian ini didasarkan atas studi literatur melalui pendekatan analisa deskriptif. Peneliti mengkaji beberapa literatur oleh Ibnu 'Arabi dan Robert Sternberg. Setelah mengumpulkan data, penulis melakukan analisis komparatif terhadap definisi wisdom (hikmah), sitat-sifat hakim (orang yang arif dan bijaksana), hal-hal yang menyebabkan orang menjadi tidak bijaksana, bagaimana cara mendapatkan hikmah dan mengembangkannya. Dari hasil analisis komparatif ini, peneliti menemukan adanya komplementasi, parafelisasi, dan veritikasi dari kedua pandangan tersebut Kesimpulan penulis bahwa kajian psikologi dari pandangan mistisisme bisa dibuktikan secarg empiris. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat Tuhan itu ada pada diri manusia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26932
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraida
"Penelitian ini berdasarkan timbulnya masalah-masalah pada peserta akselerasi pada tingkat SMU di DK1 Jakarta, antara lain: siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan, tidak barsemangat., kurang bergaul dan tidak suka pada pelajaran olah raga (sumber: Hasil wawancara dengan Salah satu wakil kepala sekolah pelaksana akselerasi). Masalah ini diduga karena tidak tercapainya Salah satu tujuan program akselerasi yaitu meningkatkan mutu kecerdasan emosional. Menurut para ahli akselerasi disamping memiliki pengaruh posi1if (Clark, 1983) juga mempunyai pengaruh negatif (Southern dan Jones, 1991) terhadap penyesuaian sosial dan penyesuaian emosional. Pelaksanaan akselerasi di Amerika pada sisiem pendidikan yang demokratis dan kurikulum disesuaikan dengan bakat dan minat. Sedangkan pelaksanaan akselerasi di Indonesia berbasis kurikulum Nasional. Berdasarkan masalah tersebut maka ingin diteliti kecerdasan emosional siswa akselerasi di Indonesia pada tingkat SMU. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah pelaksanaan akselerasi program akselerasi Indonesia yang berbasis Kurikulum Nasional mampu memacu mum peninkatan kecerdasan emosional siswa berbakat intelektual? Apakah skor Kecerdasan Emosional siswa kelas akselerasi sama atau lebih rendah dcngan skor siswa regular? Bagaimana deskripsi enam faktor pendukung akselerasi di tiga SMU yang diteliti. Atas dasar pertanyaan penelitian itu, maka penelitian ini benujuan untuk mcngetahui dampak prograum akselerasi di Indonesia yang berbasis kurikulum nasional terhadap kecerdasan emosional siswa peserta akselerasi. Rancangan penelitian ini adalah Ex Post Facto. Sampelnya 44 siswa akselerasi, 80 siswa reguler, 33 guru dan 3 pihak penanggung jawab akselerasi serta 6 orang staf. 'Hipoiesis yang diajukan meliputi Ha dan Ho. Ha; skor kecerdasan emosional pesrta akselerasi sama dengan skor kecerdasan emosional kelas regular. 1-lo: Bahwa Skor K€CBl`dBS3Il Emosional peserta akselerasi lebih rendah dad pada siswa kelas reguler. Untuk mengukur kecerdasan emosional digunakan EH yang berdasarkan teori Salovey dan Bar-On. Alat ini hasil adaptasi dan telah digunakan oleh sn Lanawari dalam peneiniannya pada SMU Methodist Jakarta tahun 1999, Sedangkan umuk pelaksanaan akselerasi diteliti berdasarkan pada teori Coleman (l995) dan Buku Pedoman Program Percepatan Belajar (Diknas). Hasil onelitian sebagai berikut: Perranza, Skor kecerdasan emosional siswa akselerasi tidak lebih tinggi daripada siswa kelas reguler. Skor kecerdasan emosional peserta akselerasi sama dengan peserta kelas regular dengan angka signilikansinya 0.l73. Kecerdasan emosional terdiri dari lima dimensi. Berikut ini akan dijelaskan perbedaan perdimensi yaitu: Sell'-Awareness nilai signillkansinya 0204, Self-Control nilai signifikansinya 0,56, Self-Motivation dengan nilai signilikansinya- 0.36, emphalhy nilai signilikansinya 0.096 dan social-skill nilai signitEkansinya0_377. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan enam faktor pendukung akselerasi; (1). guru, yaitu tingkat pendidikan guru sebagian besar lulusan Sl. Mayoritas menggunakan metode ceramah dalam mengajar (2). kurikulum, yaitu masih menggunakan Kurikulum Nasional (Kurnas), (3). pada prosedur seleksi diterima siswa yang memiliki IQ di bawah 125, (4). Tidak ada kesinambungan antara landasan filosois sekolah dengan filosolis program akselerasi, (5). orientasi staf (pustakawan, Laboran,dan Bimbingan Konseling), masih sangat minim; BP hanya berperan dalam proses seleksi dan pada penyelesaian masalah-masalah, (6). Belum ada evaluasi program secara khusus
Kesimpulan bahwa dampak program akselerasi yang berbasis kumas tidak meningkatkan kecerdasan emosional siswa akselerasi. Salah satu penyebabnya karena jumlah pelajaran dan alokasi waktunya sangat padat. Kemungkinan lain karena akselerasi tingkal SMU di lndonesia belu dilaksanakan baik dan terencana. Saran kepada peneliti untuk meneliti pengaruh program akselerasi yang berbasis Kurikulum Nasional terhadap kecerdasan emosional dengan penelitian experimental kelompok yang pertama diberikan kurikulum yang spesifik dan kelompok yang lain diberikan kurikulum Nasional. Berkaitan dengan rendahnya kecerdasan emosional peserta akselerasi disarankan untuk mengurangi jumlah pelajaran yang harus di pelajari oleh anak berbakat intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ai Nurhasanah
"Stres akademik merupakan permasalahan yang sering dialami mahasiswa, tak terkecuali mahasiswa yang tinggal di Pondok Pesantren. Kondisi ini merupakan tekanan akibat dari proses belajar yang dapat memberi pengaruh pada aspek fisik maupun psikologis. Penelitian terdahulu mengungkapkan sejumlah variabel yang dapat mengurangi stres akademik, diantaranya adalah variabel efikasi diri akademik dan pola pikir positif. Husnudzan sebagai pola pikir positif dalam islam, dipandang memiliki pengaruh pada berbagai aspek psikologis seperti kesehatan mental, resiliensi, penerimaan diri dan kecemasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menyebarkan adaptasi skala stres akademik (SSI), skala husnudzan dan skala efikasi diri akademik (TASES). Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan pada ketiga skala tersebut, dengan nilai 0.922 dan 0.959 untuk skala stress akademik, 0.876 dan 0.796 untuk skala husnudzan serta 0.905 dan 0.951 untuk skala efikasi diri akademik. Analisis data dilakukan dengan melakukan uji korelasi dan uji mediasi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 80 mahasiswa Universitas Islam Negeri Bandung. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan pada variabel husnudzan dan efikasi diri (r = 0.480 dengan p < 0.01). Sedangkan pada variabel lainnya tidak terdapat korelasi yang signifikan, dengan nilai r = -0.147 (p = 0.193) untuk efikasi diri akademik dan stres akademik, serta r = -0.169 (p = 0.135) untuk husnudzan dan stres akademik. Berdasarkan uji mediasi, hasil penelitian menunjukkan efikasi diri akademik tidak berperan sebagai mediator dalam hubungan husnudzan dan stres akademik dimana nilai yang diperoleh pada indirect effect adalah -0.0944, yang memiliki rentang antara BootLLCI (-0.3656) dan BootULCI (0.1986) melewati nilai 0.

Academic stress is a problem experienced mostly by students including those who live in Islamic boarding schools. This condition happens because of the learning process presssure which can affects them physically and psychologically. Many previous studies examined a number of variables that can reduce academic stress, including the variables of academic self-efficacy and positive mindset. Husnudzan, a positive mindset in Islam, is considered to have an influence on various psychological aspects such as mental health, resilience, self-acceptance and anxiety. The method used in this study is a quantitative method by distributing the adaptation of the academic stress scale (SSI), the husnudzan scale and the academic self-efficacy scale (TASES). The validity and reliability scores are 0.922 and 0.959 for academic stress scale, 0.876 and 0.796 for husnudzan scale, also 0.905 and 0.951 for academic self-efficacy scale. Data analysis was carried out by conducting correlation and mediation analyses. A total of 80 undergraduate students from State Islamic University of Sunan Gunung Djati Bandung (UIN Bandung) participated in the study. The results demonstrated that husnudzan significantly correlated with academic self-efficacy (r = 0.480 and p<0.01). In contrast, there was no significant correlation not only on academic self-efficacy and stress academic r = -0.147 (p = 0.193) but also on husnudzan and stress academic r = -0.169 (p = 0.135). The mediation test results showed that academic self-efficacy could not mediate the relationship between husnudzan and academic stress with indirect effect score -0.0944 (BootLLCI = -0.3656 and BootULCI = 0.1986)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>