Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajarini Puntodewi
"Selain faktor-faktor internal, menurunnya kinerja ekspor Indonesia tidak terlepas dari perkembangan perekonomian dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia terutama di negara-negara tujuan ekspor utama yang menjadi pasar tradisional Indonesia dan turunnya harga-harga komoditas utama mengakibatkan ekspor Indonesia, khususnya non migas, mengalami penurunan yang cukup besar Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh adanya penetapan syarat-syarat tambahan (non tariff barriers) bagi produk ekspor Indonesia.
Sebagai upaya peningkatan ekspor dan perluasan akses pasar ke negara-negara non tradisional, saat ini pemerintah Indonesia tengah menjajagi untuk mengadakan bilateral Free Trade Agreement (FTA) dengan negara Kecenderungan untuk mengadakan FTA saat ini banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia di berbagai kawasan untuk membuka peluang dan mengatasi hambatan perdagangannya.
Secara konseptual, perdagangan internasional terjadi karena skala ekonomi dan spesialisasi. Dengan demikian, salah satu kunci keberhasilan FTA adalah adanya komplementaritas produk perdagangan diantara negara-negara anggota FTA. Semakin besar tingkat komplementaritas komoditi perdagangan akan semakin besar peluang keberhasilan FTA tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komplementaritas perdagangan Indonesia-Cili sebagai instrumen untuk mengetahui kelayakan FTA Indonesia Cili.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Untuk keperluan analisis, digunakan data sekunder berupa data ekspor dan impor serta data ekonomi lainnya dari Indonesia dan Cili yang diperoleh dari terbitan dan publikasi dari lembaga-lembaga ekonomi dunia (WTO, IMF), Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pusat Statistik dan sumber-sumber lainnya.
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan metoda analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Pendekatan RCA digunakan untuk mengetahui komplementaritas dan persaingan perdagangan antara Indonesia dengan Hasil analisis deskriptif menunjukkan adanya persamaan ataupun perbedaan karakteristik perekonomian Indonesia dan Cili. Kedua negara adalah negara berkembang yang memiliki kebijakan perdagangan terbuka dan outward looking, sehingga tergantung pada perdagangan luar negerinya sebagai mesin pertumbuhan perekonomiannya. Namun, perekonomian Cili saat ini lebih baik daripada Indonesia. Adapun hasil analisis kuantitatif terhadap komoditi ekspor dan impor Indonesia - menunjukkan adanya komplementaritas perdagangan, persaingan beberapa komoditi perdagangan, kemungkinan terjadinya infra trade industry dan trade creation.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa FTA Indonesia-Cili akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekspor Indonesia di Cili. indikasi terjadinya trade creation dan tingginya komplementaritas komoditi ekspor Indonesia menunjukkan bahwa komoditi Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspornya di pasar Cili dan di kawasan Amerika Latin. Dengan demikian, FTA ini akan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Karena itu gagasan skema FTA Indonesia-Cili tampaknya layak untuk dikembangkan.
Namun, penetapan pembentukan FTA harus didahului dengan studi yang komprehensif. Agar sasaran pembentukan FTA bagi Indonesia tercapai, perlu diperhatikan pemilihan komoditi secara tepat dengan timeframe yang memadai dan kesiapan industri dalam negeri. Berdasarkan analisis ini, beberapa jenis komoditi yang Iayak disiapkan dalam kerangka FTA Indonesia-Cili antara lain adalah Margarin/mentega (SITC 091), Tangki untuk penyimpanan/pengangkutan barang (SITC 692), Teh (SITC 074), Ban luar dan dalam (SITC 625), Propan dan bukan cair (SITC 342), Batubara (SITC 321), Sepatu dan peralatan kaki lainnya (SITC 851), Kertas dan kertas karton (S1TC 641) dan Pakaian lelaki bukan rajutan (SITC 841)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Sere Saghranie
"Kebijakan perlindungan konsumen belum sepenuhnya menjadi kesadaran masyarakat. Peredaran barang dan/atau jasa yang ditawarkan seringkali merugikan konsumen. Kedudukan konsumen yang lemah, membuat pelaku usaha leluasa melakukan praktek niaga yang tidak jujur dan bertanggung jawab. Sejalan dengan upaya sosialisasi kebijakan, meningkatnya kesadaran masyarakat, muiai mendatangkan pengaduan konsumen. namun kebijakan-kebijakan terkait guna mendukung penanganan masalah perlindungan konsumen belum sepenuhnya tersedia.
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan perlindungan konsumen oleh pemerintah dalam penanganan pengaduan konsumen, mengidentifikasi faktor faktor penghambat dan pendukung implementasi kebijakan perlindungan konsumen dalam menghadapi serbuan barang-barang impor maupun produk lokal yang tidak memenuhi standar yang menimbulkan pengaduan konsumen dan mendeskripsikan persepsi dan harapan konsumen terhadap pelayanan pengaduan konsumen yang dilakukan pemerintah dalam memberikan rasa nyaman, aman dan keselamatan kepada konsumen. Metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif dan deskriptif dengan 5 (lima) variabel penelitian implementasi kebijakan dan 50 (limapuluh) responden persepsi dan harapan konsumen.
Hasil penelitian menemukan bahwa dari sisi isi kebijakan, pada penjelasan umum undang-undang ditemukan adanya pengecualian pemberlakuan undang-undang yang dapat menyulitkan penyelesaian pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Ditemukan adanya sistem perlindungan konsumen yang tidak memberikan penjelasan, mengenai sistem yang dimaksud. Ditemukan adanya isi pasal yang saling bertentangan, pada bab XI. Ditemukan pula beberapa perangkat kelembagaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang belum terbantuk hingga penelitian ini dilakukan. Dari sisi birokrasi, mekanisme dan prosedur penyelesaian pengaduan konsumen belum baku, kewenangan dan tanggung jawab belum mempunyai batas yang jelas, belum adanya peraturan teknis operasional yang dapat dijadikan acuan, telah menimbulkan dampak keraguan aparat dalam bertindak melaksanakan implementasi kebijakan perlindungan konsumen. Dari sisi karakteristik lembaga, peran dan tugas dijalankan menurut kebiasaan dengan jumlah pelaksana terbatas, membuat penyelesaian pengaduan konsumen beium sepenuhnya mampu ditangani. Dari sisi sumber daya, dana yang tersedia sangat terbatas dibanding kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan, kemampuan sumber daya manusia untuk menangani pengaduan konsumen juga sangat terbatas. Dari sisi kondisi lingkungan, kondisi sosial dan sikap masyarakat pada umumnya memiliki tingkat kesadaran yang rendah akan hak sebagai konsumen. Kondisi ekonomi dengan tingkat pendapatan dan daya beli yang rendah akibat dampak krisis ekonomi yang belum menunjukkan tanda-tanda pulih, membuat masyarakat masih lebih mengutamakan dapat memperoleh atau membeli barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah yang cukup dan murah dan belum menghiraukan mutu barang danlatau jasa yang dibeli. Kondisi politik menunjukkan belum memadainya keberpihakan pemerintah kepada konsumen, misalnya kesulitan dalam penerapan ketentual label Halal pada produk makanan, minuman dan kosmetik bagi perlindungan konsumen muslim di Indonesia, dan kesulitan dalam penerapan ketentuan standar barang dan/atau jasa. Keamanan yang rawan pada beberapa waktu yang lalu serta penegakan hukum yang lemah, membuat implementasi kebijakan perlindungan konsumen tidak mudah diserap masyarakat.
Dari sisi persepsi dan harapan konsumen, sekalipun konsumen puas atas pelayanan pengaduan konsumen yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen, ditinjau dan karakteristik responder, hasil penelitian tidak dapat mewakili persepsi dan harapan masyarakat pada umumnya, terutama tingkat pendidikan responden penelitian dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat secara keseluruhan. Temuan persepsi konsumen terhadap penanganan pengaduan konsumen yang kontras sangat dimungkinkan karena konsumen yang tidak memahami/tidak memiliki typologi pelayanan ideal, bisa jadi karena konsumen tidak lagi memfokuskan diri pada penyelesaian kasus, tetapi lebih kepada merasa puas atas pelayanan yang diterima, dapat pula terjadi karena jumlah pengaduan yang relatif masih kecil sehingga setiap pengaduan konsumen dapat dilayani dengan baik dan memuaskan.
Undang Undang Perlindungan Konsumen tetap dibutuhkan termasuk sebagai "payung? dan ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan konsumen yang tersebar dalam berbagai undang undang dan peraturan yang ada.
Agar tujuan pembuatan Undang Undang Perlindungan Konsumen dapat benar-benar tercapai, maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap isi kebijakan, terutama terhadap isi pasal-pasal yang tidak sesuai dengan tujuan, isi pasal yang tidak jelas dan isi pasal yang saling bertentangan. Badan Penyelesaian Konsumen Nasional sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang Undang Perlindungan Konsumen perlu segera dibentuk, pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Kosumen Swadaya Masyarakat pada daerah-daerah yang belum terbentuk, perlu mendapat percepatan. Agar keterbukaan informasi dan akses terhadap informasi perlindungan konsumen dapat tercipta, maka mekanisme dan prosedur penyelesaian pengaduan konsumen pada Direktorat Perlindungan Konsumen yang selama ini telah berjalan, perlu dibakukan dan dituangkan dalam ketetapan tertulis serta dipublikasikan. Peningkatan kesadaran konsumen akan meningkatkan jumlah pengaduan, maka perlu penambahan jumlah petugas pelayanan pengaduan konsumen dengan minat, kemampuan dan keterampilan yang memadai. Guna mempercepat peningkatan kesadaran konsumen, sosialisasi kebijakan perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan terhadap konsumen, tetapi juga terhadap pelaku usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library