Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Hilmy Noerfatih
"Kehadiran mahasiswa merupakan aspek penting dalam kegiatan perkuliahan. Sistem kehadiran yang banyak digunakan saat ini masih menggunakan kertas, smart card, RFID, dan fingerprint, yang sering kali memerlukan kontak fisik, rentan terhadap manipulasi, atau implementasi yang kompleks. iBeacon dipilih sebagai alternatif karena kemampuannya untuk mendeteksi keberadaan perangkat melalui sinyal Bluetooth Low Energy (BLE), yang memungkinkan pemantauan kehadiran tanpa kontak fisik serta biaya implementasi dan perawatan yang lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pencatatan dan pemantauan kehadiran siswa otomatis berbasis teknologi iBeacon. Sistem yang dibentuk menggunakan metode pemantauan proximity iBeacon untuk penentuan pola masuk atau keluar mahasiswa. Machine learning (ML) berperan penting dalam mendeteksi pola kehadiran mahasiswa dengan memproses data proximity yang diterima dari iBeacon untuk menentukan status kehadiran. Penelitian ini memberikan rekomendasi peletakan iBeacon serta model yang dapat digunakan, menunjukkan bahwa iBeacon yang diletakkan dengan jarak pemisahan sebesar 5 meter memberikan hasil terbaik. Model Random Forest menunjukkan akurasi tertinggi pada jarak 5 meter dengan akurasi 0.9727, F1-score 0.9731, precision 0.9735, dan recall 0.9727. Model ini juga kemudian diuji coba pada ruangan lain yang memiliki layout dan luas yang serupa, dan mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Sistem diuji menggunakan beberapa skenario yang mencakup berbagai kemungkinan yang terjadi saat penggunaan aplikasi sistem kehadiran. Selain itu, sistem ini juga menerapkan verifikasi random checking untuk memastikan validitas kehadiran mahasiswa secara acak, yang meningkatkan keakuratan dan mengurangi kemungkinan manipulasi data. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem kehadiran berbasis iBeacon ini mampu meningkatkan efisiensi dan akurasi pencatatan kehadiran siswa.
Student attendance is a crucial aspect of college activities. The attendance systems widely used today still rely on paper, smart cards, RFID, and fingerprints, which often require physical contact, are prone to manipulation, or involve complex implementation. iBeacon was chosen as an alternative due to its ability to detect the presence of devices through Bluetooth Low Energy (BLE) signals, enabling contactless attendance monitoring and offering lower implementation and maintenance costs. This study aims to develop and implement an automatic student attendance recording and monitoring system based on iBeacon technology. The system employs iBeacon proximity monitoring to determine student entry or exit patterns. Machine learning (ML) plays a crucial role in detecting attendance patterns by processing proximity data received from iBeacons to determine attendance status. This study provides recommendations for iBeacon placement and suitable models, demonstrating that iBeacons placed with a separation distance of 5 meters yield the best results. The Random Forest model shows the highest accuracy at a 5-meter distance with an accuracy of 0.9727, an F1-score of 0.9731, a precision of 0.9735, and a recall of 0.9727. This model was also tested in another room with a similar layout and size, yielding satisfactory results. The system was tested using several scenarios covering various possible situations during the application of the attendance system. Additionally, the system implements random checking verification to ensure the validity of student attendance randomly, increasing accuracy and reducing the possibility of data manipulation. Overall, the findings indicate that the iBeacon-based attendance system can improve the efficiency and accuracy of student attendance recording."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Melisa Ayu Angelina
"Smart campus telah menjadi salah satu tren teknologi yang diterapkan di berbagai universitas. Salah satu layanan yang dihasilkan dari smart campus adalah layanan berbasis lokasi (LBS) yang dapat digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti navigasi indoor. Implementasi LBS memerlukan teknologi indoor positioning system (IPS) agar dapat menentukan posisi seseorang secara akurat dalam lingkup suatu gedung atau ruangan (indoor). Salah satu metode yang populer digunakan dalam IPS adalah fingerprinting dengan teknik mengukur received signal strength indicator (RSSI) dan menggunakan teknologi penunjang Wi-Fi. Metode fingerprinting terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data fingerprint (tahap offline) dan prediksi (tahap online). Proses pengumpulan fingerprint untuk tahap offline memiliki overhead yang sangat tinggi. Pada penelitian ini, tim penulis mengemukakan IPS berbasis semi-autonomous fingerprint collection untuk mengatasi overhead yang sangat tinggi tersebut dengan menerapkan konsep smart campus. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa IPS yang dikembangkan dapat mengurangi overhead pengumpulan fingerprint manual sebanyak 550.550 data fingerprint, dengan tingkat accuracy IPS sebesar 52%. Dengan data training yang lebih banyak dan bervariasi yang digunakan untuk melatih model machine learning, hasil eksperimen menunjukkan bahwa performa IPS semi-autonomous fingerprint collection mampu bersaing dengan IPS manual fingerprint collection.
Smart campus has become one of the technology trends applied in various universities. One of the services that arose due to smart campus is location-based service (LBS) which can be used for various purposes, such as indoor navigation. The implementation of LBS requires indoor positioning system (IPS) technology that determines a person's position accurately within the scope of a building or room (indoor). One of the popular methods used in IPS is fingerprinting by measuring received signal strength indicator (RSSI) and with the help of Wi-Fi technology. The fingerprinting method consists of two stages, namely the fingerprint data collection stage (offline stage) and the prediction stage (online stage). The fingerprint collection process for the offline stage has a very high overhead. In this research, the author team proposes a semi-autonomous fingerprint collection-based IPS to overcome the very high overhead using smart campus. The evaluation results show that the developed IPS can reduce the overhead of manual fingerprint collection by 550,550 fingerprint data, with an IPS accuracy level of 52%. With larger amount and more varied training data used to train the machine learning model, the experimental results show that the performance of the semi-autonomous fingerprint collection IPS can compete with the manual fingerprint collection IPS."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Dicky Aria Nugraha
"Seiring bertambahnya penggunaan video streaming, semakin dibutuhkan teknik video streaming yang dapat diakses banyak pengguna dengan lancar dan latensi yang rendah. Oleh karena itu, penelitian ini akan berfokus untuk mengembangkan teknik video streaming yang scalable dan low-latency dengan memanfaatkan protokol DASH dan QUIC. Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH) merupakan teknologi adaptive media streaming yang menawarkan scalability dengan kemampuannya untuk mengubah kualitas video secara real-time sesuai dengan kondisi jaringan. Protokol QUIC dikembangkan oleh Google pada tahun 2013 untuk mengatasi limitasi TCP, sehingga memiliki latensi yang lebih rendah dibandingkan dengan TCP. Sebelumnya, sudah ada implementasi video streaming melalui QUIC Stream. Selanjutnya, peneliti melanjutkan implementasi tersebut dengan mengembangkan teknik video streaming melalui QUIC datagram, hybrid, dan auto-switching. Setelah itu, peneliti menguji performa aplikasi dengan mengakses aplikasi menggunakan 10 virtual machine di berbagai belahan dunia. Hasil pengujian menunjukan implementasi QUIC datagram dan hybrid memiliki latensi yang lebih rendah dibandingkan dengan implementasi QUIC stream dan auto-switching. Selain itu, implementasi auto-switching dapat beradaptasi dengan kondisi jaringan lebih baik dari implementasi stream. Pada implementasi auto-switching, mode pengiriman dari server akan diubah secara otomatis dari QUIC stream menjadi hybrid sesuai dengan kondisi jaringan, sehingga latensi akan menjadi lebih rendah dan menjaga kualitas video.
As the use of streaming video increases, the need for video streaming techniques that can be accessed by many users smoothly and with low latency also increases. That is why this research will focus on developing video streaming techniques that are scalable and low-latency by utilizing DASH and QUIC protocols. Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH) is an adaptive media streaming technology that offers scalability with its ability to change video quality in real time, adapting to the network conditions. The QUIC protocol was developed by Google in 2013 to overcome TCP limitations, so it has lower latency compared to TCP. Previously, video streaming via QUIC Stream was already implemented. Next, researchers continue this implementation by developing video streaming techniques via QUIC datagram, hybrid, and auto-switching. After that, researchers tested the application by accessing the application using 10 virtual machines in various parts of the world. The test results show that the implementation of QUIC datagram and hybrid has lower latency than the implementation of QUIC stream and auto-switching. Additionally, the auto-switching implementation is more adaptable to the network conditions compared to the stream implementation. In the auto-switching implementation, the delivery mode of the server will be changed automatically from QUIC stream to hybrid, adapting to network conditions, so the latency will be lower and maintain the video quality."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Farrel Jordan
"Seiring bertambahnya penggunaan video streaming, semakin dibutuhkan teknik video streaming yang dapat diakses banyak pengguna dengan lancar dan latensi yang rendah. Oleh karena itu, penelitian ini akan berfokus untuk mengembangkan teknik video streaming yang scalable dan low-latency dengan memanfaatkan protokol DASH dan QUIC. Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH) merupakan teknologi adaptive media streaming yang menawarkan scalability dengan kemampuannya untuk mengubah kualitas video secara real-time sesuai dengan kondisi jaringan. Protokol QUIC dikembangkan oleh Google pada tahun 2013 untuk mengatasi limitasi TCP, sehingga memiliki latensi yang lebih rendah dibandingkan dengan TCP. Sebelumnya, sudah ada implementasi video streaming melalui QUIC Stream. Selanjutnya, peneliti melanjutkan implementasi tersebut dengan mengembangkan teknik video streaming melalui QUIC datagram, hybrid, dan auto-switching. Setelah itu, peneliti menguji performa aplikasi dengan mengakses aplikasi menggunakan 10 virtual machine di berbagai belahan dunia. Hasil pengujian menunjukan implementasi QUIC datagram dan hybrid memiliki latensi yang lebih rendah dibandingkan dengan implementasi QUIC stream dan auto-switching. Selain itu, implementasi auto-switching dapat beradaptasi dengan kondisi jaringan lebih baik dari implementasi stream. Pada implementasi auto-switching, mode pengiriman dari server akan diubah secara otomatis dari QUIC stream menjadi hybrid sesuai dengan kondisi jaringan, sehingga latensi akan menjadi lebih rendah dan menjaga kualitas video.
As the use of streaming video increases, the need for video streaming techniques that can be accessed by many users smoothly and with low latency also increases. That is why this research will focus on developing video streaming techniques that are scalable and low-latency by utilizing DASH and QUIC protocols. Dynamic Adaptive Streaming over HTTP (DASH) is an adaptive media streaming technology that offers scalability with its ability to change video quality in real time, adapting to the network conditions. The QUIC protocol was developed by Google in 2013 to overcome TCP limitations, so it has lower latency compared to TCP. Previously, video streaming via QUIC Stream was already implemented. Next, researchers continue this implementation by developing video streaming techniques via QUIC datagram, hybrid, and auto-switching. After that, researchers tested the application by accessing the application using 10 virtual machines in various parts of the world. The test results show that the implementation of QUIC datagram and hybrid has lower latency than the implementation of QUIC stream and auto-switching. Additionally, the auto-switching implementation is more adaptable to the network conditions compared to the stream implementation. In the auto-switching implementation, the delivery mode of the server will be changed automatically."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Raissa Tito Safaraz
"Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan Global Positioning System (GPS) dalam penentuan posisi di dalam ruangan dengan mengembangkan sebuah indoor positioning system (IPS) yang mengkombinasikan Wi-Fi fingerprinting dengan pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting memanfaatkan infrastruktur dalam ruangan yang tersebar luas sehingga implementasi menjadi praktis dan meminimalkan biaya instalasi. Namun, Wi-Fi fingerprinting memiliki tantangan karena adanya overhead dalam proses pengumpulan data. PDR melengkapi Wi-Fi fingerprinting dengan melacak pergerakan pengguna melalui deteksi langkah dan arah dengan memanfaatkan sensor inersia dalam smartphone untuk mengurangi kebutuhan pemindaian fingerprint yang sering sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan akurasi posisi. Fokus dari penelitian ini adalah penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR untuk menciptakan sebuah IPS yang praktis dan efisien. Teknik machine learning digunakan untuk prediksi posisi pada Wi-Fi fingerprinting. Thresholding digunakan untuk deteksi langkah (step detection), fixed step length digunakan untuk panjang langkah (step length), dan magnetometer dimanfaatkan untuk deteksi arah (heading detection). Implementasi dilakukan pada perangkat Android, di mana desain antarmuka (interface) dan pengalaman pengguna (user experience) tidak termasuk dalam cakupan penelitian. Desain sistem melibatkan aplikasi sisi klien (client-side application), backend service, machine learning service, serta algoritma penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR. Studi ini menemukan bahwa integrasi antara Wi-Fi fingerprinting dengan PDR secara signifikan mengurangi overhead, serta meningkatkan akurasi dari penentuan posisi dalam ruangan.
This research aims to address the shortcomings of the Global Positioning System (GPS) in indoor positioning by developing an indoor positioning system (IPS) that combines Wi-Fi fingerprinting with pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting leverages widely available indoor infrastructure, making implementation practical and minimizing installation costs. However, Wi-Fi fingerprinting faces challenges due to the overhead involved in data collection. PDR complements Wi-Fi fingerprinting by tracking user movement through step detection and direction using inertial sensors in smartphones, thereby reducing the need for frequent fingerprint scanning while maintaining or improving positioning accuracy. The focus of this research is the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR to create a practical and efficient IPS. Machine learning techniques are used for position prediction in Wi-Fi fingerprinting. Thresholding is used for step detection, fixed step length for step length measurement, and a magnetometer for heading detection. The implementation is done on Android devices, with interface design and user experience not being within the scope of this research. The system design involves a client-side application, backend services, machine learning services, and algorithms for integrating Wi-Fi fingerprinting with PDR. This study finds that the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR significantly reduces overhead and improves the accuracy of indoor positioning."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Immanuel Brilan Solvanto Darmawan
"Smart campus telah menjadi salah satu tren teknologi yang diterapkan di berbagai universitas. Salah satu layanan yang dihasilkan dari smart campus adalah layanan berbasis lokasi (LBS) yang dapat digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti navigasi indoor. Implementasi LBS memerlukan teknologi indoor positioning system (IPS) agar dapat menentukan posisi seseorang secara akurat dalam lingkup suatu gedung atau ruangan (indoor). Salah satu metode yang populer digunakan dalam IPS adalah fingerprinting dengan teknik mengukur received signal strength indicator (RSSI) dan menggunakan teknologi penunjang Wi-Fi. Metode fingerprinting terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data fingerprint (tahap offline) dan prediksi (tahap online). Proses pengumpulan fingerprint untuk tahap offline memiliki overhead yang sangat tinggi. Pada penelitian ini, tim penulis mengemukakan IPS berbasis semi-autonomous fingerprint collection untuk mengatasi overhead yang sangat tinggi tersebut dengan menerapkan konsep smart campus. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa IPS yang dikembangkan dapat mengurangi overhead pengumpulan fingerprint manual sebanyak 550.550 data fingerprint, dengan tingkat accuracy IPS sebesar 52%. Dengan data training yang lebih banyak dan bervariasi yang digunakan untuk melatih model machine learning, hasil eksperimen menunjukkan bahwa performa IPS semi-autonomous fingerprint collection mampu bersaing dengan IPS manual fingerprint collection.
Smart campus has become one of the technology trends applied in various universities. One of the services that arose due to smart campus is location-based service (LBS) which can be used for various purposes, such as indoor navigation. The implementation of LBS requires indoor positioning system (IPS) technology that determines a person's position accurately within the scope of a building or room (indoor). One of the popular methods used in IPS is fingerprinting by measuring received signal strength indicator (RSSI) and with the help of Wi-Fi technology. The fingerprinting method consists of two stages, namely the fingerprint data collection stage (offline stage) and the prediction stage (online stage). The fingerprint collection process for the offline stage has a very high overhead. In this research, the author team proposes a semi-autonomous fingerprint collection-based IPS to overcome the very high overhead using smart campus. The evaluation results show that the developed IPS can reduce the overhead of manual fingerprint collection by 550,550 fingerprint data, with an IPS accuracy level of 52%. With larger amount and more varied training data used to train the machine learning model, the experimental results show that the performance of the semi-autonomous fingerprint collection IPS can compete with the manual fingerprint collection IPS."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Julius Prayoga Raka Nugroho
"Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan Global Positioning System (GPS) dalam penentuan posisi di dalam ruangan dengan mengembangkan sebuah indoor positioning system (IPS) yang mengkombinasikan Wi-Fi fingerprinting dengan pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting memanfaatkan infrastruktur dalam ruangan yang tersebar luas sehingga implementasi menjadi praktis dan meminimalkan biaya instalasi. Namun, Wi-Fi fingerprinting memiliki tantangan karena adanya overhead dalam proses pengumpulan data. PDR melengkapi Wi-Fi fingerprinting dengan melacak pergerakan pengguna melalui deteksi langkah dan arah dengan memanfaatkan sensor inersia dalam smartphone untuk mengurangi kebutuhan pemindaian fingerprint yang sering sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan akurasi posisi. Fokus dari penelitian ini adalah penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR untuk menciptakan sebuah IPS yang praktis dan efisien. Teknik machine learning digunakan untuk prediksi posisi pada Wi-Fi fingerprinting. Thresholding digunakan untuk deteksi langkah (step detection), fixed step length digunakan untuk panjang langkah (step length), dan magnetometer dimanfaatkan untuk deteksi arah (heading detection). Implementasi dilakukan pada perangkat Android, di mana desain antarmuka (interface) dan pengalaman pengguna (user experience) tidak termasuk dalam cakupan penelitian. Desain sistem melibatkan aplikasi sisi klien (client-side application), backend service, machine learning service, serta algoritma penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR. Studi ini menemukan bahwa integrasi antara Wi-Fi fingerprinting dengan PDR secara signifikan mengurangi overhead, serta meningkatkan akurasi dari penentuan posisi dalam ruangan.
This research aims to address the shortcomings of the Global Positioning System (GPS) in indoor positioning by developing an indoor positioning system (IPS) that combines Wi-Fi fingerprinting with pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting leverages widely available indoor infrastructure, making implementation practical and minimizing installation costs. However, Wi-Fi fingerprinting faces challenges due to the overhead involved in data collection. PDR complements Wi-Fi fingerprinting by tracking user movement through step detection and direction using inertial sensors in smartphones, thereby reducing the need for frequent fingerprint scanning while maintaining or improving positioning accuracy. The focus of this research is the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR to create a practical and efficient IPS. Machine learning techniques are used for position prediction in Wi-Fi fingerprinting. Thresholding is used for step detection, fixed step length for step length measurement, and a magnetometer for heading detection. The implementation is done on Android devices, with interface design and user experience not being within the scope of this research. The system design involves a client-side application, backend services, machine learning services, and algorithms for integrating Wi-Fi fingerprinting with PDR. This study finds that the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR significantly reduces overhead and improves the accuracy of indoor positioning."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Asyraf
"Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan Global Positioning System (GPS) dalam penentuan posisi di dalam ruangan dengan mengembangkan sebuah indoor positioning system (IPS) yang mengkombinasikan Wi-Fi fingerprinting dengan pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting memanfaatkan infrastruktur dalam ruangan yang tersebar luas sehingga implementasi menjadi praktis dan meminimalkan biaya instalasi. Namun, Wi-Fi fingerprinting memiliki tantangan karena adanya overhead dalam proses pengumpulan data. PDR melengkapi Wi-Fi fingerprinting dengan melacak pergerakan pengguna melalui deteksi langkah dan arah dengan memanfaatkan sensor inersia dalam smartphone untuk mengurangi kebutuhan pemindaian fingerprint yang sering sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan akurasi posisi. Fokus dari penelitian ini adalah penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR untuk menciptakan sebuah IPS yang praktis dan efisien. Teknik machine learning digunakan untuk prediksi posisi pada Wi-Fi fingerprinting. Thresholding digunakan untuk deteksi langkah (step detection), fixed step length digunakan untuk panjang langkah (step length), dan magnetometer dimanfaatkan untuk deteksi arah (heading detection). Implementasi dilakukan pada perangkat Android, di mana desain antarmuka (interface) dan pengalaman pengguna (user experience) tidak termasuk dalam cakupan penelitian. Desain sistem melibatkan aplikasi sisi klien (client-side application), backend service, machine learning service, serta algoritma penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR. Studi ini menemukan bahwa integrasi antara Wi-Fi fingerprinting dengan PDR secara signifikan mengurangi overhead, serta meningkatkan akurasi dari penentuan posisi dalam ruangan.
This research aims to address the shortcomings of the Global Positioning System (GPS) in indoor positioning by developing an indoor positioning system (IPS) that combines Wi-Fi fingerprinting with pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting leverages widely available indoor infrastructure, making implementation practical and minimizing installation costs. However, Wi-Fi fingerprinting faces challenges due to the overhead involved in data collection. PDR complements Wi-Fi fingerprinting by tracking user movement through step detection and direction using inertial sensors in smartphones, thereby reducing the need for frequent fingerprint scanning while maintaining or improving positioning accuracy. The focus of this research is the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR to create a practical and efficient IPS. Machine learning techniques are used for position prediction in Wi-Fi fingerprinting. Thresholding is used for step detection, fixed step length for step length measurement, and a magnetometer for heading detection. The implementation is done on Android devices, with interface design and user experience not being within the scope of this research. The system design involves a client-side application, backend services, machine learning services, and algorithms for integrating Wi-Fi fingerprinting with PDR. This study finds that the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR significantly reduces overhead and improves the accuracy of indoor positioning."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Julius Prayoga Raka Nugroho
"Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan Global Positioning System (GPS) dalam penentuan posisi di dalam ruangan dengan mengembangkan sebuah indoor positioning system (IPS) yang mengkombinasikan Wi-Fi fingerprinting dengan pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting memanfaatkan infrastruktur dalam ruangan yang tersebar luas sehingga implementasi menjadi praktis dan meminimalkan biaya instalasi. Namun, Wi-Fi fingerprinting memiliki tantangan karena adanya overhead dalam proses pengumpulan data. PDR melengkapi Wi-Fi fingerprinting dengan melacak pergerakan pengguna melalui deteksi langkah dan arah dengan memanfaatkan sensor inersia dalam smartphone untuk mengurangi kebutuhan pemindaian fingerprint yang sering sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan akurasi posisi. Fokus dari penelitian ini adalah penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR untuk menciptakan sebuah IPS yang praktis dan efisien. Teknik machine learning digunakan untuk prediksi posisi pada Wi-Fi fingerprinting. Thresholding digunakan untuk deteksi langkah (step detection), fixed step length digunakan untuk panjang langkah (step length), dan magnetometer dimanfaatkan untuk deteksi arah (heading detection). Implementasi dilakukan pada perangkat Android, di mana desain antarmuka (interface) dan pengalaman pengguna (user experience) tidak termasuk dalam cakupan penelitian. Desain sistem melibatkan aplikasi sisi klien (client-side application), backend service, machine learning service, serta algoritma penggabungan Wi-Fi fingerprinting dengan PDR. Studi ini menemukan bahwa integrasi antara Wi-Fi fingerprinting dengan PDR secara signifikan mengurangi overhead, serta meningkatkan akurasi dari penentuan posisi dalam ruangan.
This research aims to address the shortcomings of the Global Positioning System (GPS) in indoor positioning by developing an indoor positioning system (IPS) that combines Wi-Fi fingerprinting with pedestrian dead reckoning (PDR). Wi-Fi fingerprinting leverages widely available indoor infrastructure, making implementation practical and minimizing installation costs. However, Wi-Fi fingerprinting faces challenges due to the overhead involved in data collection. PDR complements Wi-Fi fingerprinting by tracking user movement through step detection and direction using inertial sensors in smartphones, thereby reducing the need for frequent fingerprint scanning while maintaining or improving positioning accuracy. The focus of this research is the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR to create a practical and efficient IPS. Machine learning techniques are used for position prediction in Wi-Fi fingerprinting. Thresholding is used for step detection, fixed step length for step length measurement, and a magnetometer for heading detection. The implementation is done on Android devices, with interface design and user experience not being within the scope of this research. The system design involves a client-side application, backend services, machine learning services, and algorithms for integrating Wi-Fi fingerprinting with PDR. This study finds that the integration of Wi-Fi fingerprinting with PDR significantly reduces overhead and improves the accuracy of indoor positioning."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mochammad Agus Yahya
"Perluasan urbanisasi yang cepat dan pertumbuhan infrastruktur di Indonesia telah menyebabkan perubahan signifikan pada lanskap fisik, memengaruhi stabilitas lereng dan meningkatkan risiko tanah longsor. Selain itu, kenaikan tekanan air pada tanah khususnya pada daerah tanah yang tidak jenuh air dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor. Oleh karena itu, pengetahuan kelembaban tanah pada suatu daerah merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui stabilitas lereng. Penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem pemantauan kelembaban tanah real-time berbasis IoT dengan integrasi sistem data streaming dan implementasi model machine learning guna mengantisipasi dan mengurangi risiko tanah longsor. Pengembangan sistem dibagi menjadi dua bagian utama: pengembangan infrastruktur sistem data streaming untuk mengintegrasikan aliran data dari berbagai perangkat IoT, dan implementasi model pembelajaran mesin untuk prediksi kelembaban tanah dan daya hisap tanah. Sistem data streaming memungkinkan data dari sensor tersimpan ke database dan tervisualisasikan melalui antarmuka web yang ramah pengguna secara real-time, sedangkan model pembelajaran mesin mampu memperkirakan kondisi tanah di area yang belum terpantau sensor, untuk melakukan inspeksi prefailure secara efektif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem mampu mendistribusikan data dari 500 sensor dengan latensi kurang dari 1 detik, menunjukkan skalabilitas yang baik dengan penggunaan CPU yang rendah dan stabil, memastikan respons yang cepat dan efisien dalam pemantauan kondisi tanah. Selain itu, sistem juga telah mampu melakukan prediksi menggunakan algoritma pembelajaran mesin konvensional dan tradisional yang memanfaatkan beberapa fitur cuaca ataupun hanya dengan menggunakan interpolasi spasial dengan baik walaupun akurasi bukan menjadi fokus utama penelitian ini.
The rapid expansion of urbanization and infrastructure growth in Indonesia has significantly altered the physical landscape, affecting slope stability and increasing the risk of landslides. Additionally, increased water pressure in soil, particularly in unsaturated soil areas, can lead to landslides. Therefore, knowledge of soil moisture in an area is crucial for understanding slope stability. This study aims to develop a real-time soil moisture monitoring system based on IoT, integrating a data streaming system and implementing machine learning models to anticipate and mitigate landslide risks. The development of the system is divided into two main parts: the development of a data streaming system infrastructure to integrate data flows from various IoT devices, and the implementation of machine learning models to predict soil moisture and soil suction. The data streaming system allows sensor data to be stored in a database and visualized through a user-friendly web interface in real-time, while the machine learning models can estimate soil conditions in areas not monitored by sensors to effectively conduct pre-failure inspections. Test results show that the system can distribute data from 500 sensors with a latency of less than 1 second, demonstrating good scalability with low and stable CPU usage, ensuring quick and efficient soil condition monitoring. Furthermore, the system can also perform predictions using both conventional and traditional machine learning algorithms that utilize several weather features or solely rely on spatial interpolation, although accuracy is not the main focus of this study."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library