Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahya Aulia Ainani
Abstrak :
Latar Belakang: Kecemasan dental merupakan suatu perasaan negatif yang tidak beralasan saat berkunjung ke dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi. Kecemasan dental ini dapat menjadi hambatan bagi pasien anak maupun dewasa dalam melakukan perawatan gigi. Pengalaman buruk dental seperti rasa sakit saat perawatan, sikap tim dokter gigi yang kurang ramah, serta adanya rasa malu yang timbul akibat kondisi gigi geligi dapat menjadi faktor yang menimbulkan kecemasan dental. Pengalaman dental tersebut dapat terjadi pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa. Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan kecemasan dental dengan pengalaman dental sebelumnya, salah satunya telah dibuktikan bahwa tidak adanya hubungan antara kecemasan dental dan pengalaman dental. Tujuan: Menganalisis hubungan kecemasan dental saat ini dan pengalaman dental pada anak yang pernah berkunjung ke dokter gigi. Metode: Data diambil secara daring dengan studi potong lintang pada siswa/i Bimbingan Belajar Nurul Fikri di seluruh wilayah DKI Jakarta menggunakan alat ukur berupa kuesioner CFSS-DS (Children’s Fear Survey Schedule-Dental Subscale) yang telah dimodifikasi urutannya dengan total subjek berjumlah 82 orang. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan SPSS. Hasil:  Persentase terbesar tingkat kecemasan dental tinggi terdapat pada pencabutan gigi atau ekstraksi gigi sebesar 15,52% dan berdasarkan Uji Chi-square terlihat terdapat hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05) antara kecemasan dental saat ini dan jenis perawatan dental yang pernah dilakukan. Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna pada hubungan antara kecemasan dental saat ini dan pengalaman dental pada siswa/i Bimbingan Belajar Nurul Fikri di seluruh wilayah DKI Jakarta. ......Background: Dental anxiety is an unreasonable negative feeling when visiting the dentist for dental treatment. Dental anxiety can be an obstacle for pediatric and adult patients in performing dental care. Bad dental experiences such as pain during treatment, the unfriendly attitude of the dental team, and the embarrassment that arises due to the condition of the teeth can be factors that cause dental anxiety. These dental experiences can occur in childhood, adolescence, and adulthood. Many studies have been conducted on the correlation between dental anxiety and previous dental experiences, one of which has proven that there is no correlation between dental anxiety and dental experience. Objective: To analyze the correlation between current dental anxiety and dental experience in children who have visited the dentist. Methods: Data were collected online by cross-sectional study on Nurul Fikri Tutoring students throughout DKI Jakarta using a measuring instrument in the form of a CFSS-DS (Children's Fear Survey Schedule – Dental Subscale) questionnaire which has been modified in order with a total of 82 subjects. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis using SPSS. Results: The largest percentage of high dental anxiety levels was found in tooth extraction by 15.52% and based on Chi-square tests, it was seen that there was a non-significant correlation (p > 0.05) between current dental anxiety and types of dental treatment ever performed. Conclusion: In this study, it was found that there was a non-significant correlation between current dental anxiety and dental experience in Nurul Fikri Tutoring students throughout DKI Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Messya Rachmani
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres anak Autisme dengan intervensi Modul Pedagogi Visual dan Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ yang diukur dari kadar kortisol saliva. Desain penelitian berupa eksperimental klinis dan laboratoris dengan mengukur kadar kortisol saliva sebelum dan sesudah intervensi. Subjek terdiri dari 20 anak usia 6-10 tahun yang telah didiagnosis Autisme oleh dokter spesialis anak atau psikiater, tidak terdapat riwayat penyakit sistemik, tidak terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran, dapat mengikuti instruksi sederhana, serta belum pernah ke dokter gigi. Subjek dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok Modul Pedagogi Visual ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ dan Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’. Saliva diambil pada saat sebelum dan sesudah intervensi kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengukur perbedaan kadar kortisol saliva. Hasil analisis tingkat stres anak autisme yang diukur dari kadar kortisol saliva menggunakan Uji Mann Whitney-U menunjukkan nilai median kadar kortisol saliva anak autisme pada kelompok intervensi Modul Pedagogi Visual ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ sebesar 0,0005 μg/mL dan nilai median kadar kortisol saliva kelompok intervensi Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ sebesar 0,0010 μg/mL. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna secara statistik (p > 0,050) dalam tingkat stres anak autisme yang diukur dari kadar kortisol saliva pada kelompok intervensi Modul Pedagogi Visual dan Video Modeling 'Berkunjung ke Dokter Gigi'. Hal ini menandakan efektivitas Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ untuk menurunkan tingkat stres anak autisme pada saat perawatan gigi sama dengan Modul Pedagogi Visual ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ yang diukur dari kadar kortisol saliva . ......The aim of this study was to determine the differences of the Visual Pedagogy Module and Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ intervention method in reducing stress levels in autism children measured by salivary cortisol levels during dental treatment. The study design was clinical and laboratory experimental by measuring salivary cortisol levels before and after the intervention. Subjects consisted of 20 children aged 6-10 years who had been diagnosed with Autism by a pediatrician or psychiatrist, had no history of systemic disease, had no impairment of vision and hearing, could follow simple instructions, and had never been to a dentist. They were divided into two groups based on the type of intervention: Visual Pedagogy Module ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ and Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’. Saliva was collected from the children before and after the interventions and analyzed in the laboratory to measure the differences of salivary cortisol concentration. The Mann-Whitney test was used to analyze salivary concentration differences in two intervention groups. The median values in the two intervention groups were 0,0005 and 0,0010 μg/mL. The stress levels measured by salivary cortisol levels showed that both Visual Pedagogy Module and Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ proven to be effective in decreasing the level of stress among the children with autism. No significant statistical difference in the delta values was observed between the two groups (p >.050). Both Visual Pedagogy Module and Video Modeling ‘Berkunjung ke Dokter Gigi’ are equally effective in reducing stress levels in children with autism measured by salivary cortisol levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edlyn Dwiputri
Abstrak :
Dental black stain adalah diskolorasi eksternal oleh suatu substansi eksogen berpigmentasi gelap dalam bentuk garis atau titik-titik hitam yang sejajar dengan tepi gingiva dan melekat erat pada 1/3 servikal mahkota gigi permukaan labial/bukal, lingual/palatal dan menyebar ke proksimal. Perilaku ibu yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai kesehatan gigi dicurigai mempengaruhi tingkat keparahan dental black stain. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dengan tingkat keparahan dental black stain. Subjek penelitian adalah 21 anak dengan dental black stain berusia 4-8 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu dengan tingkat keparahan dental black stain memiliki hubungan tidak bermakna. ......Dental black stain is an external discoloration caused by an exogenous substance dark pigmented in the form of a black line or dots and firmly attached on cervical third of crown teeth on labial/buccal, lingual/palatal and spread into proximal. Mother's dental health behaviour that is consist mother's knowledge, attitudes and actions suspected of affecting the severity of dental black stain in children. The aim of this study is to determine the relationship of Mother's dental health behavior with the severity of dental black stain in children's age 4-8 years. Subjects are 21 children aged 4-8 years old with dental black stain. The results showed that there were no significant relation between mother's dental health behavior and the severity of dental black stain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Natalia Hardjakusumah
Abstrak :
Kunjungan ke dokter gigi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menjadi sumber rasa cemas atau takut pada semua tingkat usia khususnya pada anak. Salah satu cara untuk menurunkan kecemasan tersebut adalah dengan memberikan video training mengenai perawatan gigi yang merupakan modifikasi manajemen perilaku modeling. Indikator dalam mengukur kecemasan anak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kadar alpha amylase dan kalsium saliva. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan video training 'Berkunjung ke Dokter Gigi' dan tingkat kecemasan anak usia 7 tahun. Desain penelitian ini adalah analitik cross-sectional. Sebanyak 23 anak usia 7 tahun diberikan video training 'Berkunjung ke Dokter Gigi' dan dinilai tingkat kecemasan sebelum dan sesudah video training menggunakan indikator kadar alpha amylase dan kalsium saliva. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan video training 'Berkunjung ke Dokter Gigi' dan penurunan tingkat kecemasan anak usia 7 tahun berdasarkan kadar alpha amylase dan kalsium saliva. (p=0,001). ......A visit to the dentist can cause discomfort. This can be a source of anxiety or fear at all age levels, especially in children. One way to reduce the anxiety in dental care is to provide video training, which is a modification of modeling behavior management. Indicators in measuring anxiety in this study are the level of salivary alpha amylase and salivary calcium. The purpose is to analyze the correlations of video training 'Visit to the Dentist' and level of anxiety in children aged 7 years old. The study design is analytic cross-sectional. A total of 23 children aged 7 years old given video training "Visit to the Dentist" and assessed the level of anxiety before and after watching the video training using indicators of levels of salivary alpha amylase and salivary calcium. The result is that there is a correlations of video training 'Visit to the Dentist' and reduced level of anxiety in children aged 7 years old based on the levels of salivary alpha amylase and salivary calcium (p=0,001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Resmi Listya Nur Amalia
Abstrak :

Latar Belakang : KKD terhadap tindakan injeksi intraoral merupakan hal yang sering dialami pada kelompok anak-anak dan dapat dikaitkan dengan pengalaman yang traumatis. Adanya KKD dapat menyebabkan anak cenderung menghindari perawatan dental. Metode pendekatan perilaku Terapi Perilaku Kognitif (TPK) merupakan terapi intervensi psikologis yang menggabungkan terapi kognitif dengan perilaku dan terbukti efektif untuk mengatasi KKD terhadap tindakan injeksi intraoral. Metode TPK terdiri atas beberapa prinsip, yaitu psikoedukasi, restrukturisasi kogntif, paparan dan teknik relaksasi.Tujuan : Untuk menganalisis perbedaan tingkat KKD terhadap tindakan injeksi intraoral pada anak usia 8-12 tahun sebelum dan setelah penggunaan aplikasi bantu diri “Siap ke Dokter Gigi” yang menerapkan prinsip TPK. Metode penelitian : Penelitian eksperimental klinis dengan desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian diukur tingkat KKD terhadap tindakan injeksi intraoral sebelum penggunaan aplikasi “Siap ke Dokter Gigi”, lalu diberikan aplikasi “Siap ke Dokter Gigi” saat akan dilakukan tindakan injeksi intraoral. Tingkat KKD diukur kembali setelah pemberian aplikasi “Siap ke Dokter Gigi”, setelah tindakan injeksi intraoral pada kunjungan berikutnya. Hasil : Hasil uji analisis Wilcoxon berbeda bermakna bermakna secara statistik (Wilcoxon, p < 0,05) terhadap tindakan injeksi intraoral sebelum dan setelah pemberian aplikasi bantu diri “Siap ke Dokter Gigi” pada anak usia 8-12 tahun. Kesimpulan : Penerapan prinsip TPK dalam aplikasi bantu diri “Siap ke Dokter Gigi” berpotensi untuk menurunkan tingkat KKD anak usia 8-12 tahun terhadap tindakan injeksi intraoral. ......Backgrounds: Dental fear and anxiety (DFA), especially in intraoral injection, are common problems in children and are associated with traumatic experiences; thus, they may act as a barrier for children to access dental treatment. The efficacy of Cognitive Behavioral Therapy (CBT) in alleviating dental fear and anxiety on intraoral injections has been studied previously. The CBT principle consists of psychoeducation, cognitive restructuring, exposure and relaxation techniques, which can be delivered using a self-help module to reduce chair time. Aims: To analyze the differences in dental fear and anxiety on intraoral injections before and after intervention with CBT principles as a self-help mobile application for children aged 8-12. Methods: A clinical experimental study was performed with a one-group pre-test and post-test design. The dental fear and anxiety levels in intraoral injection were measured in subjects who attended FKG UI Dental Hospital during their first visit (pre-test) and met the inclusion subject criteria for the current study. Afterwards, the self-help CBT mobile application “Siap ke Dokter Gigi” was given to the participants. The final measurement of dental fear and anxiety levels were determined after the intraoral injection in the subsequent visit (post-test). Results: Dental fear and anxiety levels of intraoral injection decreased significantly after the intervention using the self-help CBT mobile application “Siap ke Dokter Gigi” (Wilcoxon Test, p < 0,05) in child patients aged 8-12. Conclusion: The self-help CBT mobile application “Siap ke Dokter Gigi” could potentially reduce dental fear and anxiety in children aged 8-12 who were worried about getting intraoral injections during their dental visits.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Cecilia Morinta
Abstrak :
ABSTRACT
Latar Belakang: Ukuran mahkota gigi sulung penting dalam keberhasilan perawatan restorasi dengan mahkota logam dan keberhasilan perawatan ortodonsi preventif. Perbedaan ukuran mahkota gigi sulung anak laki-laki dan perempuan ditunjukkan dalam diferensiasi seksual pada ukuran mahkota gigi dan bentuk gigi. Terdapat keterbatasan data mengenai ukuran mahkota gigi sulung anterior pada anak laki-laki dan anak perempuan dalam populasi Indonesia. Tujuan Penelitian: Mengetahui ukuran mahkota gigi sulung anterior pada kelompok anak laki- laki dan kelompok anak perempuan, dan mengetahui perbedaan diameter mesiodistal, labiopalatal/ labiolingual antara kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan di Klinik Gigi Anak RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian studi deskriptif-analitik menggunakan model studi pasien anak pada periode gigi sulung. 34 pasang model gigi dengan rincian 17 pasang model gigi laki-laki dan 17 pasang model gigi perempuan untuk menguji perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan. 99 pasang model gigi dengan rincian 35 pasang model gigi laki-laki dan 64 pasang model gigi perempuan untuk menguji perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara laki-laki dan perempuan. Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara pengukuran mahkota gigi sulung dengan jangka sorong dan software ImageJ (p≥0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak laki-laki (p≥>0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak perempuan (p≥0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada diameter mesiodistal antara laki-laki dan perempuan (p≥0.05), kecuali pada gigi dc RB (p0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada diameter labiopalatal/ labiolingual antara laki-laki dan perempuan (p≥0.05). Data nilai persentil dari diameter mesiodistal dan diameter labiopalatal/ labiolingual gigi anak laki-laki dan perempuan di Klinik Gigi Anak RSKGM FKG UI. Tidak terdapat perbedaan antara sisi kanan dan kiri gigi sulung. Tidak terdapat perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara laki-laki dan perempuan, kecuali pada diameter mesiodistal gigi kaninus bawah. Data persentil 50 ukuran mahkota gigi sulung anak pada penelitian ini dapat menjadi data referensi dalam pembuatan mahkota logam bagi anak dengan kerusakan mahkota parah di Indonesia.
ABSTRACT
Background: Primary crown size are important to achieve successful stainless steel crown restoration and orthodontic preventive. Teeth are part of the human body that showing the marks of sexual dimorphism. The size of primary teeth in the recent Indonesian population has not been studied: The aim of this study to measure primary anterior crown size of male and female patients and to differ mesiodistal, labiopalatal/ labiolingual diameter between male and female from Paediatric Health Care, RSKGM FKG UI. Method: Thirty four pairs model study (17 males, 17 females) used to test different size between right and left side on sexes group. Ninety nine pairs model study (35 males, 64 females) used to test different size between male and female. Result: Theres no significant difference of measurement between digital caliper and software ImageJ (p≥0.05)
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almaulidah Ikaputri Septahapsari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Trauma gigi adalah masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi. Data epidemiologi trauma gigi di Indonesia belum ditemukan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak sekolah dasar. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 500 anak usia 8-12 tahun. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa trauma gigi terjadi dua kali lebih sering pada anak laki-laki usia 9 tahun yang melibatkan gigi permanen insisif sentral maksila kanan dan biasanya terjadi di lingkungan rumah akibat aktivitas fisik.
ABSTRACT
Background: Dental trauma is health problems that have to be solved. Epidemiology data of dental trauma in Indonesia has not been determined. Aim: The aim of this reseach was to determine the distribution frequency of traumatic permanent anterior teeth on elementary school student. Method: The method of this research was descriptive with cross sectional design, which has been done on 500 children aged 8- 12 years old. Result: Result showed that dental trauma in children is two times more common in boys aged 9 years, involving the permanent maxillary right central incisor and usually caused of physical activity around the house.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Tandean
Abstrak :
Kecemasan anak terhadap perawatan gigi dapat diatasi dengan teknik manajemen perilaku, seperti Tell-Show-Do dan modelling. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat kecemasan anak berdasarkan status sosial ekonomi setelah diberikan penayangan video ekstraksi. Penelitian ini dilakukan pada 142 anak berusia 6-9 tahun dengan menggunakan kuesioner MCDAS f yang telah dimodifikasi. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi dan rendah sebelum dan setelah diberikan penayangan video ekstraksi, namun pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi, perbedaan tersebut tidak bermakna. Selain itu, tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi antara anak dengan status sosial ekonomi tinggi dan rendah sebelum dan setelah diberikan penayangan video ekstraksi. ......Child dental anxiety can be managed by using behaviour management techniques, such as Tell Show Do and modelling. The purpose of this study was to determine the differences of child dental anxiety level based on social economic status after watching tooth extraction video. This study was conducted on 142 children aged 6 9 years using modified MCDAS f questionnaire. Statistical analysis was performed using Wilcoxon test. The results showed that there are different dental anxiety levels in children with upper and lower social economic status before and after watching tooth extraction video, but in children with high social economic status, that difference is insignificant. In addition, there are no significant differences in dental anxiety level changes between children with higher and lower social economic status before and after watching tooth extraction video.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Sere Yulia Maulita
Abstrak :
Metode manajemen perilaku modelling dan Tell-Show-Do dapat difasilitasi media,salah satu media yang efektif adalah video. Penelitian ini bertujuan mengetahuiperbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah penayangan video restorasigigi pada anak usia 7-8 tahun. Tahapan penelitian berupa uji kualitas video dankuesioner FIS yang dimodifikasi dan uji kuantitatif terhadap perbedaan tingkatkecemasan dengan prosedur berupa pengisian kuesioner FIS yang dimodifikasisebelum dan sesudah penayangan video pada 57 anak. Analisis statistikmenggunakan uji Wilcoxon dengan batas kemaknaan 0,05. Terdapat perbedaantingkat kecemasan sebelum dan sesudah penayangan video restorasi gigi padaanak usia 7-8 tahun, namun perbedaan tersebut tidak bermakna. ......Modelling and Tell Show Do can be facilitated by media, one of effective mediais video. This study aimed to determine difference in anxiety level before andafter dental restoration video view in children aged 7 8 years. Research procedures were video and modified FIS questionnaire quality test and quantitative test of anxiety level difference by filling modified FIS questionnaire before and after video view by 57 children. Statistical analysis was done using Wilcoxon test with a significance limit of 0.05. There is difference in anxiety level before and after dental restoration video view, but the difference is not significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfistya Tri Noviany
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu tindakan perawatan gigi yang dapat menimbulkan kecemasan pada anak adalah tindakan ekstraksi gigi. Menurut beberapa penelitian, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Kecemasan anak terhadap perawatan gigi dapat diatasi dengan manajemen perilaku anak seperti Tell-Show-Do. Metode ini dapat dilakukan dengan bantuan media, salah satunya adalah video. Tujuan: Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan anak terhadap perawatan gigi berdasarkan jenis kelamin setelah diberikan penayangan video ekstraksi gigi. Metode: Kecemasan diukur menggunakan kuesioner MCDAS f yang telah dimodifikasi pada anak usia 6-9 tahun sejumlah 142 anak. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon ? = 0,05 dan Mann Whitney U ? = 0,05. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada tingkat kecemasan anak laki-laki sebelum dan setelah penayangan video ekstraksi, tetapi pada anak perempuan, perbedaan tersebut tidak bermakna. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan tingkat kecemasan anak laki-laki dan perempuan. Kesimpulan: Video animasi perawatan ekstraksi gigi dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan anak terhadap perawatan gigi baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Diharapkan video ini dapat digunakan sebagai alternatif penanganan kecemasan anak terhadap perawatan gigi. ......Background: Tooth extraction is one of dental treatments that can cause children's anxiety. According to some studies, females have higher anxiety level than males. Children's dental anxiety can be managed with behavior management techniques such as Tell Show Do. This method can be done with help of media, such as video. Aims: To see the difference of children's dental anxiety level based on their gender after watching tooth extraction video. Methods: The dental anxiety is measured by using modified MCDAS f questionnaire on 142 children aged 6 9 years old. Statistical analysis is performed using Wilcoxon and Mann Whitney U test 0,05. Results: There are differences on children's dental anxiety level before and after watching the video, but on female children, it is not significant. Also, there is no significant difference on changes of children's dental anxiety between male and female children. Conclusion: The tooth extraction video can help to decrease the dental anxiety levels of both male and female children. This video is suggested as an alternative treatment towards children 39 s dental anxiety.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>