Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raisa Cecilia Sarita
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Fine Needle Aspiration Cytology FNAC adalah teknik yang cepat, murah, dengan komplikasi yang minimal untuk mendiagnosis tumor tulang. FNAC memiliki kapasitas untuk membedakan lesi jinak dan ganas. Namun FNAC memiliki keterbatasan di sisi teknik dan cara interpretasi.Tujuan : mengevaluasi akurasi FNAC sebagai salah satu prosedur preoperasi diagnosis tumor tulang. Metode : Sampel diambil dari arsip rekam medis pasien curiga tumor tulang yang diperiksa dengan FNAC dan histopatologi di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM dari tahun 2011 sampai 2014. Uji diagnostik dilakukan untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan akurasi dari FNAC. Hasil : Terdapat 78 pasien kasus curiga tumor tulang yang diperiksa dengan FNAC dan Histopatologi di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM pada tahun 2011 ndash; 2014. Empat puluh sembilan kasus dilaporkan tumor tulang ganas dengan 5 kasus diskrepansi subtipe ganas dan 20 kasus tumor tulang jinak dengan 1 kasus diskrepansi subtype jinak. Selain itu, terdapat 8 kasus negatif semu dan 1 kasus positif semu. Secara keseluruhan, hasil yang didapatkan adalah sensitivitas 86 , spesifisitas 95.2 , PPV 98 , NPV 71.4 , dan akurasi sebesar 88.5 .Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa FNAC memiliki kualitas yang baik untuk mendiagnosis tumor tulang, dibuktikan dengan tingginya angka sensitivitas dan spesifisitas 86 dan 95.2 .
ABSTRACT
Background Fine Needle Aspiration Cytology FNAC is a rapid, inexpensive, minimum invasive technique with less complication in diagnosing bone neoplasm. FNAC is able to differentiate between neoplasm and non neoplasm cases. However, there are limitations of FNAC technique and interpretation.Aim to evaluate the accuracy of FNAC as one of diagnostic approach in preoperative or diagnosing bone neoplasm.Method Samples were obtained from archives of medical records data of patients who clinically suspected of bone neoplasm and undergo FNAC Histopathology in Anatomical Pathology Department FKUI RSCM from 2011 to 2014. The diagnostic test will be conducted in order to obtain the sensitivity, specificity, PPV, NPV, and accuracy of FNAC.Results There are 78 patients of bone neoplasm were undergo Fine Needle Aspiration Cytology and Histopathology examination from the archives Anatomical Pathology Department in 2011 to 2014. Forty nine cases were reported as malignant bone neoplasm with 5 discrepancy type and 20 cases were benign with 1 discrepancy type. Furthermore, there were 8 false negative cases, and 1 false positive case. The sensitivity, specificity, positive predictive value PPV , negative predictive value NPV , accuracy were 86 . 95.2 . 98 , 71.4 , and 88.5 respectively.Conclusions FNAC shows a good quality as one of diagnostic approach in bone neoplasm as can be seen in a high sensitivity and specificity 86 and 95.2 in this study.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Albertina Wijaja
Abstrak :
Latar belakang: Keganasan pankreas merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas signifikan di dunia dengan 90% kasus adalah adenokarsinoma yang umumnya terdiagnosis stadium lanjut karena tidak memiliki gejala klinis spesifik dan keterbatasan dalam menegakkan diagnosis. Adenokarsinoma pankreas disebabkan oleh perubahan histologik dari neoplasma intraepitelial pankreas (PanIN) dan mutasi genetik antara lain aktivasi onkogen KRAS serta inaktivasi gen supresor tumor seperti CDKN2A/p16, p53, BRCA2 dan Small Mothers Against Decapentaplegic 4 (SMAD4) atau disebut juga Deleted in Pancreatic Cancer, locus 4 (DPC4). Mutasi DPC4 ditemukan pada 55% kasus dan relatif spesifik pada adenokarsinoma pankreas. Penelitian ini dilakukan untuk menilai ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma pankreas dengan sampel fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dengan tujuan meningkatkan akurasi diagnosis. Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel diambil dari data arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM terdiri atas kelompok data berpasangan dengan 9 kasus adenokarsinoma dan 5 kasus nonadenokarsinoma dari Januari 2012-Agustus 2018 serta kelompok data tidak berpasangan dengan 10 kasus adenokarsinoma dari Januari 2017-Agustus 2018. Dilakukan pulasan DPC4 pada sampel sitologi dan histopatologik. Penilaian mengunakan persentase cut off positif >50% sel tumor. Hasil: Ekspresi DPC4 negatif didapatkan pada 5 kasus adenokarsinoma dan 0 kasus nonadenokarsinoma data berpasangan, serta 5 kasus adenokarsinoma data tidak berpasangan. Uji Fisher s exact yang dilakukan mendapatkan hasil ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma dan nonadenokarsinoma data berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p>0.05. Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma dan nonadenokarsinoma. ......Background: Pancreatic malignancy is one of the causes of significant morbidity and mortality in the world with 90% of cases were adenocarcinomas which are generally diagnosed in advanced stages because there is no specific clinical symptom and limitation in making a diagnosis. Pancreatic adenocarcinoma is caused by histological changes of intraepithelial pancreatic neoplasms (PanIN) and genetic mutations including activation of KRAS oncogenes and inactivation of tumor suppressor genes such as CDKN2A/p16, p53, BRCA2 and Small Mothers Against Decapentaplegic 4 (SMAD4) or also called Deleted in Pancreatic Cancer, locus 4 (DPC4). DPC4 mutations is found in 55% of cases and relatively specific in pancreatic adenocarcinoma. This study was conducted to assess the expression of DPC4 in pancreatic adenocarcinoma using a fine-needle aspiration biopsy (FNAB) sample to increase diagnosis accuracy. Materials and methods: This was a cross-sectional study. Samples were taken from archival data of the Anatomical Pathology Department of FKUI/RSCM consisting of paired data group with 9 cases of adenocarcinoma and 5 cases of nonadenocarcinoma from January 2012 to August 2018 and unpaired data group with 10 cases of adenocarcinoma from January 2017 to August 2018. All cytology and histopathologic samples were stained with DPC4 antibody and evaluated using a positive cut-off> 50% of tumor cells. Results: Negative DPC4 expression was found in 5 cases of adenocarcinoma and 0 cases of nonadenocarcinoma in paired data group, and 5 cases of unpaired data group adenocarcinoma. The Fisher s exact showed no significant difference of DPC4 expression between adenocarcinoma and nonadenocarcinoma paired data group with p value> 0.05. Conclusion: There was no significant difference in the expression of DPC4 between adenocarcinoma and nonadenocarcinoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marleen
Abstrak :

Latar belakang: Karsinoma mukoepidermoid merupakan keganasan pada kelenjar liur yang paling sering ditemukan. Prognosis karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasannya. Cancer stem cell (CSC) diduga berperan dalam patogenesis karsinoma mukoepidermoid sehingga terjadi resisten terhadap berbagai terapi. CD44 merupakan salah satu penanda SC yang paling banyak pada kelenjar liur dan tampak meningkat pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, peran prognostik CD44 pada keganasan masih menjadi perdebatan.

Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 34 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2012 sampai 2017. Dilakukan pulasan CD44 dan perhitungan H-score dan presentasi setiap kasus. Hasil perhitungan dikelompokan menjadi ekspresi negatif/positif lemah dan positif kuat.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi CD44 berhubungan secara signifikan dengan derajat keganasan (p=0,006). Ekspresi positif kuat ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan rendah dan ekspresi negatif/positif lemah ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan tinggi.

Kesimpulan: Ekspresi CD44 pada karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasan.

 


 

Background: Mucoepidermoid carcinoma is the most common malignancy in salivary gland. The prognosis correlates with its histological grading. Cancer stem cell (CSC) is predicted to have a role in pathogenesis of mucoepidermoid carcinoma, thus it make resistent to various therapy. CD44 is one of stem cell (SC) marker that expressed in salivary gland and seemed to be increased in mucopidermoid carcinoma. However, prognostic role of CD44 in malignancy still controversy.

Method: This is a cross sectionsl study. Samples consist of 34 cases from Anatomical Pathology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Ciptomangunkusumo General Hospital in 2012 until 2017. CD44 staining was done and calculated wih H-score method. Then, the samples is catagorized into negative/weak expression and strong expresion.

Result: The result showed that CD44 expression associate significantly with histological grading (p=0,006). Strong expression is found more in low grade and negative/weak expresion is found more in high grade.

Conclusion: CD44 expression in mucoepidermoid carcinoma associates with histological grade.

Keyword: mucoepidermoid carcinoma, histological grade, cancer stem cell, CD44.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fili Sufangga
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Fundic gland polyp (FGP) merupakan salah satu polip gaster yang sering ditemukan pada saat endoskopi. Penggunaan proton pump inhibitor (PPI) jangka panjang dianggap berpengaruh terhadap perkembangan FGP. Hipergastrinemia/hiperplasia sel G dan hiperplasia sel ECL dapat terjadi pada penggunaan PPI jangka panjang. Efek trofik dari hiperplasia sel G ini yang kemudian menyebabkan proliferasi sel parietal hingga berkembang menjadi FGP, bahkan dapat menyebabkan terjadinya tumor karsinoid pada tikus. Untuk mengkonfirmasi adanya sel G dilakukan pulasan imunohistokimia gastrin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hiperplasia sel G ditinjau dari ekspresi gastrin pada mukosa antrum kasus-kasus FGP yang dihubungkan dengan riwayat penggunaan PPI. Bahan dan cara kerja: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 40 kasus FGP yang terbagi menjadi 25 kasus dengan riwayat penggunaan PPI jangka panjang dan 15 kasus dengan riwayat penggunaan PPI jangka pendek di RSCM dari tahun 2016-2017. Dilakukan pulasan gastrin untuk menilai sel G pada mukosa antrum. Kondisi hiperplasia sel G dinilai melalui ekspresi gastrin apabila terdapat lebih dari 40 sel terpulas positif dalam 10 kelenjar antrum. Hasil: Didapatkan 13 kasus dengan hiperplasia sel G dan 27 kasus tanpa hiperplasia. Sebelas dari 13 kasus dengan hiperplasia sel G memiliki riwayat penggunaan PPI jangka panjang, sedangkan 2 kasus dengan penggunaan PPI jangka pendek. Uji Fisher's exact menunjukkan perbedaan bermakna antara hiperplasia sel G pada penggunaan PPI jangka panjang dan pendek dengan nilai p<0,05. Simpulan: Secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara hiperplasia sel G pada FGP dengan riwayat penggunaan PPI jangka panjang dan pendek.
ABSTRACT
Background: Fundic gland polyps is one of gastric polyps often found at endoscopy. Long-term proton pump inhibitors (PPIs) use is considered to influence the development of FGP. Hypergastrinemia/G cell hyperplasia and ECL cell hyperplasia can occur in long-term PPI use. This trophic effect of G cell hyperplasia causes proliferation of parietal cells that then develop into FGP, and can even cause carcinoid tumors in mice. To confirm the presence of G cells, we can use gastrin immunohistochemistry. This study aims to determine the presence of G cell hyperplasia based on gastrin expression in mucosa of FGP associated with a history of PPI use. Method: This study uses a cross-sectional design. Samples consisted of 40 cases of FGP which were divided into 25 cases with long-term use of PPI and 15 cases with short-term use of PPI at RSCM from 2016-2017. We performed gastrin staining to assess G cells in the antrum mucosa. Hyperplasia of G cells is considered if there were more than 40 cells with positive staining to gastrin in 10 antrum glands. Result: There were 13 cases with G cell hyperplasia and 27 cases without hyperplasia. Eleven of 13 cases with G cell hyperplasia had a history of long-term PPI use, while 2 cases with short-term PPI use. The Fisher's exact test showed a significant difference between G cell hyperplasia in the use of short and long-term PPIs with p value <0.05. Conclusion: Statistically there are significant difference between G cell hyperplasia in FGP with a history of long and short term PPI use.
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Kencana
Abstrak :
Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit kronik dan relapsing yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Hingga saat ini penegakkan diagnosis IBD masih menjadi persoalan. Calprotectin merupakan biomarker yang dapat dideteksi di jaringan (intramukosal) dan dinilai memiliki potensi dalam membantu penegakkan diagnosis IBD. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi calprotectin intramukosal pada IBD, kolitis non-IBD dan kontrol. Penelitian bersifat retrospektif analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada sediaan biopsi kolorektal yang didiagnosis IBD, kolitis non-IBD, serta sediaan reseksi dengan bagian kolon tanpa kelainan patologik bermakna dari arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2017-2020. Dilakukan pulasan imunohistokimia untuk menilai ekspresi calprotectin (rerata jumlah sel/LPB) pada tiap kelompok. Dari 45 sampel IBD dan 45 sampel non-IBD, sebagian besar menunjukkan peradangan aktif, derajat keaktifan ringan. Ekspresi calprotectin intramukosal pada kelompok IBD dan non-IBD lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,001). Kasus dengan peradangan aktif memiliki ekspresi calprotectin yang lebih tinggi dibandingkan pada peradangan inaktif (p<0,001). Peningkatan ekspresi calprotectin memiliki hubungan bermakna dengan adanya peradangan namun belum dapat direkomendasikan untuk menjadi dasar penentuan etiologi IBD dan non-IBD. ......Inflammatory bowel disease is a chronic relapsing disease affecting patients’ quality of life. To date, IBD diagnosis remains a challenge. Calprotectin is a biomarker that can be detected in tissue (intramucosal) and is considered as a potential marker of IBD. This study aims to determine intramucosal calprotectin expression in IBD, non-IBD colitis and control. Analytic retrospective study including consecutively sampled colorectal biopsy specimens diagnosed as IBD, non-IBD colitis and resection specimens with normal colon mucosa recorded in archives of Anatomical Pathology Department, FKUI/RSCM in 2017-2020. Calprotectin expression (cell/HPF) was detected by immunostaining and evaluated for every group. Most of the samples from IBD and non-IBD group (45 samples each) showed mild active inflammation, with higher mucosal calprotectin expression than that of control group (p<0.001). Subjects with active inflammation showed higher calprotectin expression compared to those with inactive inflammation (p<0.001). The increase of calprotectin expression showed significant association with the presence of inflammation, with higher expression found in active inflammatory conditions. However, the use of calprotectin to determine inflammatory etiology (IBD vs non-IBD) has yet to be recommended.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nevita Oktamiya Bernanthos
Abstrak :
Latar belakang: Kanker esofagus dilaporkan sebagai penyebab kematian keenam dari seluruh jenis kanker yang ada di seluruh dunia. Salah satu faktor risiko terjadinya keganasan esofagus, terutama adenokarsinoma esofagus adalah gastroesophageal reflux disease (GERD). Diagnosis dini GERD sangat penting karena esofagitis refluks kronis merupakan faktor risiko utama terjadinya Barret esofagus, yang merupakan lesi prekursor terjadinya adenokarsinoma esofagus.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi p53 dan Ki67 pada esofagitis refluks derajat ringan, esofagitis refluks derajat berat dengan kriteria Esohisto dan Barret esofagus. Bahan dan cara: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang, dengan melakukan pulasan imunohistokimia p53 dan Ki67 pada 76 kasus sampel yang terbagi menjadi 30 kasus esofagitis refluks derajat ringan, 14 kasus esofagitis refluks derajat berat, dan 32 kasus Barret esofagus di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto mangunkusumo (FKUI/RSCM) tahun 2016-2018. Hasil: Ekspresi p53 positif pada 54 kasus sampel (71,1%), terbanyak pada Barret esofagus sebanyak 28 kasus (51,9%). Ekspresi Ki67 tinggi pada 46 kasus (60,5%), terbanyak pada esofagitis refluks derajat berat sebanyak 12 kasus (85,7%) Kesimpulan: Ekspresi p53 dan Ki67 pada esofagitis refluks derajat berrat dan Barret esofagus lebih tinggi dibanding dengan esofagitis refluks derajat ringan. ......Background: Esophageal cancer is reported as the sixth leading cause of death from all types of cancer worldwide. One of the risk factors for esophageal malignancy, especially esophageal adenocarcinoma is gastroesophageal reflux disease (GERD). Early diagnosis of GERD is very important because chronic reflux esophagitis is a major risk factor for Barrett esophagus, which is a precursor lesion to esophageal adenocarcinoma. The aim of this study was to determine p53 and Ki67 expression in mild reflux esophagitis, severe reflux esophagitis with the criteria of Esohisto and Barrett esophagus. Materials and methods: This study is a descriptive study with a cross-sectional design, by performing immunohistochemical results of p53 and Ki67 in 76 sample cases which were divided into 30 cases of mild reflux esophagitis, 14 cases of severe reflux esophagitis, and 32 cases of Barret esophagus in the Department Anatomical Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia / Cipto Mangunkusumo Hospital (FKUI / RSCM) 2016-2018. Results: P53 positive expression in 54 sample cases (71.1%), most in Barret esophagus as many as 28 cases (51.9%). Ki67 expression was high in 46 cases (60.5%), most in severe reflux esophagitis as many as 12 cases (85.7%) Conclusion: The expression of p53 and Ki67 in severe reflux esophagitis and Barrett esophagus was higher than in mild reflux esophagitis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Permata Warastridewi
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit Hirschsprung (PH) adalah kelainan kongenital tersering yang menyebabkan obstruksi saluran cerna pada bayi dan anak-anak. Keberhasilan operasi PH dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah adanya kelainan histopatologik pada bagian proksimal reseksi rektosigmoid PH. Calretinin merupakan calsium binding protein yang memainkan peran penting dalam organisasi dan fungsi sistem saraf. CD117 merupakan reseptor permukaan tirosin kinase Kit (c-Kit) yang berperan penting pada perkembangan interstitial cells of Cajal. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang sediaan reseksi PH di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM selama periode Januari 2015 hingga Desember 2019. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling dari kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan 14 kasus untuk masing-masing kelompok. Pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi calretinin dan CD117. Data imunoekspresi calretinin pada lamina propria dan CD117 pada lapisan submukosa, intramuskular dan intermuskular diperiksa dan dianalisis antara kelompok reoperasi dan non reoperasi. Hasil: Calretinin dan CD117 terekspresi pada sayatan proksimal reseksi PH. Tidak ditemukan ekspresi Calretinin pada lamina propria yang lebih tinggi pada kelompok non reoperasi dibandingkan kelompok reoperasi, dengan nilai p=0,339. Tidak ditemukan ekspresi CD117 pada lapisan submukosa, intramuskular dan intermuskular yang lebih tinggi pada kelompok non reoperasi dibandingkan kelompok reoperasi, dengan nilai p=0,246 pada lapisan submukosa, nilai p=0,910 pada lapisan intramuskular dan nilai p=0,541 pada lapisan intermuskular. Kesimpulan: Tidak terdapat ekspresi calretinin dan CD117 yang lebih tinggi pada kelompok non reoperasi dibandingkan reoperasi, kemungkinan dikarenakan pada kedua kelompok tersebut sudah ditemukan ganglion pada batas proksimal operasi. ......Background: Hirschsprung’s disease is the most common congenital disorder that causes gastrointestinal obstruction in infants and children. The success of Hirschsrung’s disease surgery is influenced by many factors, one of which is the presence of histopathological abnormalities in the proximal part of the Hirschsprung’s disease rectosigmoid resection. Calretinin is a calcium binding protein that plays an important role inthe organization and function of the nervous system. CD117 is a surface receptor tyrosine kinase (c-Kit) that plays an important role in the development of interstitial cell of Cajal. Methods: This study is an analytical study with cross sectional design on Hirschsprung’s disease resection at the Department of Anatomic Pathology FKUI/RSCM during the period January 2015 to December 2019. Sampling was carried out by consecutive sampling from cases that met the inclusion and exclusion criteria, obtained 14 cases for each group. Immunohistochemical examination using calretinin and CD117 antibodies. Data on calretinin immunoexpression in the lamina propria and CD117 immunoexpression in the submucosa, intramuscular and intermuscular layers were examined and analyzed between reoperation and non reoperation group. Result: Calretinin and CD117 were expressed in the PH resection proximal incision. There was no higher calretinin expression in the lamina propria in the non-reoperation group than in the reoperation group, with p value = 0.339. There was no higher expression of CD117 in the submucosal, intramuscular and intermuscular layers in the non-reoperation group than in the reoperation group, with p value = 0.246 in the submucosal layer, p = 0.910 in the intramuscular layer and p = 0.541 in the intermuscular layer. Conclusion : There was no higher expression of calretinin and CD117 in the non-reoperative group than the reoperative group, probably because both groups had ganglion found at the proximal margin of the operation.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignasia Andhini Retnowulan
Abstrak :
Latar belakang: Karsinoma sel hati (KSH) merupakan jenis keganasan primer hati tersering dengan gambaran histologik menunjukkan diferensiasi sel hepatoselular. Selain insiden yang tinggi, beban yang berat dari keganasan ini adalah prognosis yang sangat buruk dengan angka rekurensi yang tinggi. Terdapat banyak faktor resiko secara klinikopatologik yang telah diketahui mempengaruhi prognosis KSH, seperti kadar alfa fetoprotein, derajat diferensiasi, dan invasi mikrovaskular. Secara molekular, mutasi p53 dan β-catenin merupakan dua mutasi tersering dalam KSH. β-catenin merupakan protein multifungsi yang dikode oleh gen CTNNB1 yang dapat ditemukan pada 3 kompartemen sel, yaitu di membran sel, sitoplasma dan inti. Jalur Wnt/β-catenin meregulasi proses seluler yang terkait inisiasi, pertumbuhan, survival, migrasi, diferensiasi, dan apoptosis. Meski sudah banyak diketahui beberapa jalur patofisiologi molekular hepatokarsinogenesis, hubungan dengan aplikasi klinik membutuhkan pemahaman lebih mengenai hubungan sifat molekuler dan sifat fenotip tumor, terutama dalam penentuan faktor prognosis dan pengembangan terapi target. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi β-catenin pada KSH dan hubungannya dengan berbagai faktor prognosis yaitu AFP, derajat diferensiasi dan invasi mikrovaskular. Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 35 kasus KSH yang sudah ditegakkan diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan histopatologik dan/atau imunohistokimia di RSCM dari Januari 2013 sampai September 2019. Dilakukan pulasan β-catenin dan analisis statistik dengan uji komparatif terhadap berbagai karakteristik klinikopatologik dan faktor resiko berupa AFP, derajat diferensiasi dan invasi mikrovaskular. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP (p=0,037) dan derajat diferensiasi (p=0,043) pada KSH. Ekspresi β-catenin pada inti dengan/tanpa sitoplasma lebih sering ditemukan pada kasus KSH dengan kadar AFP rendah dan derajat diferensiasi baik-sedang. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap invasi mikrovaskular pada KSH (p=1,000). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP dan derajat diferensiasi pada KSH.
Background: Hepatocellular carcinoma (HCC) is the most common primary liver cancer, displaying histologically hepatocellular differentiation. In addition to its high incidence, the disease burden of HCC is due to its poor prognosis with high recurrence rate. Some of the previously known clinicopathologic prognostic factors of HCC include alpha-fetoprotein (AFP) level, tumor grade and microvascular invasion. At molecular level, p53 and β-catenin are the two most common driver mutations in HCC that are mutually exclusive. β-catenin is a multifunction protein that is encoded by CTNNB1 gen. It is found in 3 compartments of cells, which are membrane cell, cytoplasm and nucleus. Wnt/ β-catenin pathway regulates cellular process which is related to initiation, growth, survival, migration, differentiation and apoptosis. Although molecular pathogenesis pathways of hepatocarcinogenesis are known, clinical application warrants more understanding in terms of molecular characteristic and tumor phenotype, especially in determining prognosis and target therapy development. This current study aims to analyze the expression of β-catenin and its association with prognostic factors, such as AFP, tumor grade and microvascular invasion. Material and method: A cross-sectional study was conducted comprising 35 samples of surgically resected HCCs between January 2013 to September 2019 in Cipto Mangunkusumo General Hospital. The cases were diagnosed based on histopathological and immunohistochemical findings and was then performed β-catenin staining. β-catenin expression was analyzed with statistical tests to determine expression difference between AFP level, tumor grade and microvascular invasion. Result: There were statistically significant difference of β-catenin expression in AFP level and tumor grade (p=0.037 and 0.043, respectively). Nuclear with/without cytoplasmic expression of β-catenin was more frequently found in HCC with low AFP level and well-to-moderately differentiated tumors. No significant difference was observed in β-catenin expression between HCC with and without microvascular invasion (p=1.000). Conclusion: β-catenin expression was significantly different in AFP level and tumor grade.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library