Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Kurniawan
Abstrak :
Mekanisme hubungan kerja antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Poiri dalam proses penyidikan tindak pidana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Hubungan kerja tersebut meliputi pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberian petunjuk, bantuan penyidikan (berupa bantuan teknis, bantuan taktis atau bantuan upaya paksa), penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti, penghentian penyidikan, serta pelimpahan proses penyidikan tindak pidana. Dalam praktek di lapangan, hubungan kerja tersebut seringkali tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menjadi penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana. Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan aplikasi hubungan kerja penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Polri dalam proses penyidikan tindak pidana yang terjadi selama ini. Fokus tesis ini adalah hubungan kerja dalam bentuk koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh penyidik Polri pada Seksi Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan menerapkan beberapa teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan kajian dokumen. Metode tersebut dipilih karena sifat dari masalah penelitian ini memerlukan pendalaman di mana peneliti harus memusatkan perhatiannya pada konteks yang dapat membentuk pemahaman mengenai fenomena yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kerja dalam bentuk koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh penyidik Polri dalam proses penyidikan tindak pidana belum seluruhnya berjalan dan bahkan ada yang tidak berjalan sama sekali, sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa aplikasi hubungan kerja tersebut telah menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang ada. Hal ini disebabkan adanya perbedaan batas-batas kewenangan yurisdiksi dari masing-masing aparat penegak hukum, tidak efisiennya koordinasi dan pengawasan yang dilakukan penyidik Poiri terhadap penyidik pegawai negeri sipil, adanya perbedaan persepsi-dari instansi lain terhadap penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik Polri, dan tidak adanya ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap penyimpangan hubungan kerja yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut. Implikasi dari tesis ini adalah perlunya perubahan terhadap ketentuanketentuan yang mengatur tentang mekanisme hubungan kerja antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Polri agar tidak menghambat proses penyidikan tindak pidana dan tidak menyimpang dari ketentuan perundangundangan. Daftar Kepustakaan : 22 buku + 18 perundang-undangan + 3 bacaan dari internet + lampiran-lampiran.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyo Sigit Prabowo
Abstrak :
Konflik Etnis di Kalijodo, Jakarta. Perhatian utama tesis ini adalah pada penggunaan resolusi konflik mediasi dalam penanganan konflik etnis di Kalijodo oleh kepolisian. Dalam kajian tesis ini, penanganan konflik etnis dilihat dari perspektif kegiatan kepolisian sebagai mediator. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara mengamati setiap gejala yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari dari obyek penelitian atau anggota kepolisian maupun masyarakat etnis di Kalijodo. Tujuan dalam tesis ini adalah untuk mengetahui dan memahami penyebab/faktor-faktor yang mengakibatkan penggunaan resolusi konflik mediasi, tidak menjadi efektif dalam menangani konflik etnis di Kalijodo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mediasi yang dilakukan oleh kepolisian maupun pihak ketiga belum efektif untuk meredam konflik, hal ini terlihat masih terjadinya konflik pasca mediasi dilakukan. Selain menekankan pada tindakan mediasi, kepolisian juga menerapkan penegakan hukum represif yaitu melakukan penyidikan terhadap pelaku yang terlibat pidana dalam konflik tersebut. Beberapa faktor penyebab tidak efektifnya pelaksanaan mediasi dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) faktor eksternal, terkait dengan situasi dan kondisi yang berada di luar kemampuan dan penanganan pihak kepolisian dan (2) faktor internal, terkait dengan kemampuan anggota kepolisian. Faktor eksternal meliputi: (a) keinginan untuk menonjolkan jati diri kelompok, (b) budaya kehidupan etnis yang keras, (c) perebutan sumber daya ekonomi dan adanya kecemburuan sosial, (d) adanya anggapan keberpihakan polri terhadap salah satu kelompok, sedangkan faktor internal meliputi: (a) mediator belum diterima sepenuhnya oleh pihak yang berkonflik, (b) mediator tidak cukup menguasai akar permasalahan konflik, (c) mediator belum mempunyai kualfikasi yang cukup untuk memediasi, (d) tahapan pelaksanaan mediasi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, dan (e) keberpihakan Polri terhadap salah satu etnis. Rekomendasi dari tesis ini adalah upaya untuk mencegah terjadinya konflik melalui optimalisasi fungsi intelejen dalam deteksi dini terhadap potensi-potensi konflik, selain itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan anggota Polri sebagai mediator.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arminsyah
Abstrak :
Perlindungan hak cipla di Indonesia sudah ada sejak lahun 1911 dengan diberlakukannya Oclrooi Wel no. 136. Setelah Indonesia merdeka, kriminalisasi pelanggaran hak cipta dirumuskan dengan UU no. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian diubah dengan UU no. 7 lahun 1987 dan UU no. 12 lahun 1997. Tetapi, dalam implementasi, lidak dapat berjalan sesuai yang dirumuskan. Di antaranya adalah, kekurangmampuan polisi dan PPNS menghadapi maraknya peredaran vcd bajakan film-musik di seluruh Indonesia dan khususnya di Glodok sebagai pasar besar dan sumber peredaran vcd bajakan. Alas dasar alasan tersebul dilakukan penelitian mengenai inkonsislensi implementasi kebijakan hak cipta khususnya vcd bajakan. Tesis ini selanjutnya menjawab pertanyaan lenlang bagaimana benluk dan pola inkonsislensi implemenlasi kebijakan kriminal hak cipla khususnya vcd bajakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi implemenlasi kebijakan kriminal hak cipta lerhadap lerjadinya inkonsistensi, dengan pengumpulan dala dan informasi perpustakaan, wawancara dan observasi/pengamatan. Kriminalisasi pelanggaran hak cipla sebagaimana dirumuskan dalam UU HC teiah memenuhi tujuh kriteria kriminalisasi perbuatan yang syaratkan George F Cole yaitu memenuhi unsur legality, aclus reus, causation, harm, concurrance, mens rea dan punishment. Dalam implementasi UU HC masih terdapat hal yang tidak dibuat oleh pemerinlah, diantaranya Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pendaftar lisensi, sehingga menyulitkan untuk mengelahui siapa pemegang hak atas suatu ciptaan lebih-lebih untuk film dari luar negeri. Kekurangmampuan polisi dan PPNS dalam menindak peredaran vcd bajakan khususnya di Glodok, sesuai dengan teori Turk. (1) Karena resister terorganisir dan canggih, (2) Kekuatan massa pedagang vcd bajakan, (3) Kejahatan vcd bajakan pada kenyataannya tidak dirasakan sebagai kejahalan disebabkan korbannya orang kaya atau perusahaan besar. Bahwa kasus vcd bajakan ternyata, (a) Sebagian besar berdampingan dengan fcasus vcd porno yang dikelahui mudah pembuktiannya dan lebih mendapat dukungan masyarakal dalam penindakannya, (b) Kasus vcd bajakan kurang dirasakan efek neggtfftiya sebagai kejahalan, (c) Terdapal prosedur pembuklian yang sulil dan birokrasi yang rumit menurul kalangan polisi dan jaksa.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patria Novary
Abstrak :
Advokat itu merupakan suatu profesi yang terhormat atau officium nobile. Advokat ini juga merupakan suatu profesi yang memiliki peran cukup penting dalam menegakkan keadilan. Namun, hal tersebut ternodai oleh adanya oknum-oknum advokat yang melakukan pelanggaran Kode Etik Advokat khususnya penyuapan. Kenyataan ini menarik bagi peneliti untuk mengetahui mengapa ada oknum advokat yang melakukan penyuapan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dengan meneliti beberapa kasus penyuapan yang dilakukan advokat. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan lapangan. Studi lapangan dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan dan narasumber. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa advokat itu melakukan penyuapan karena perbuatan itu menguntungkan dirinya, kliennya dan kasusnya. Semua itu memiliki satu tujuan pokok yaitu untuk menambah 'jam terbang'nya. Sebab, sebagaimana diketahui, yang menentukan fee advokat itu adalah `jam terbang' advokat. Maksud dari `jam terbang' ini adalah pengalaman advokat memenangkan perkara atau melakukan perbuatan yang menguntungkan kasus kliennya. Praktik penyuapan ini juga tergantung pada situasi dan kondisi kliennya; permintaan aparat; tindakan organisasi; sanksi profesi. Semua itu didukung oleh kenyataan sulitnya penyuapan itu dibuktikan; adanya kemampuan advokat untuk berkelit dari penyuapan yang dilakukannya serta karena adanya motivasi-motivasi khusus. Tindakan yang diberikan oleh organisasi profesi terhadap anggota yang melakukan penyuapan temyata dapat berupa melindungi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Sujandi
Abstrak :
Prasangka in group-out group eksis dalam perilaku berkelompok. Terbentuknya sikap prasangka diawali oleh proses kognisi, yaitu penerimaan informasi yang menjadi penilaian negatif oleh satu kelompok tentang kelompok lain yang disebabkan karena hal-hal yang bersifat subyektif dan tidak berdasarkan fakta. Dalam situasi hubungan antar kelompok yang saling berkompetisi secara tidak sehat maka prasangka menyebabkan suasana hubungan antar kelompok menjadi tegang sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar kelompok. Prasangka in group-out group adalah fenomena sikap yang bersifat laten sehingga tidak mudah untuk diketahui. Penilaian dan sikap kelompok sangat terkait dengan proses dinamika kelompok, dimana penilaian dan sikap kelompok dipengaruhi oleh sikap-sikap individu anggota kelompok. Demikian sebaliknya, penilaian dan sikap individu anggota kelompok juga sangat dipengaruhi sikap kelompok. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh individu-individu sebagai anggota kelompok dalam membentuk sikap kelompok, dan kuatnya pengaruh sikap kelompok dalam membentuk sikap anggota kelompok. Sikap kelompok dianggap menjadi sesuatu yang bersifat konformitas. Penguatan sikap prasangka oleh satu kelompok kepada kelompok lain juga dipengaruhi oleh proses identitifikasi kelompok. Identifikasi kelompok yang menjadi diterminasi anggota kelompok untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok lain, telah melahirkan ego kelompok yang berlebihan sehingga kelompoknya dianggap mempunyai status lebih tinggi dari kelompok lain. Sesuatu yang berasal dari kelompoknya dianggap paling benar. Demikian sebaliknya, sesuatu yang berasal dari luar kelompoknya dianggap tidak benar. Hal inilah yang memunculkan penilaian yang subyektif oleh satu kelompok terhadap kelompok lain. Penilaian yang subyektif dan tidak berdasarkan fakta merupakan bukti adanya proses pemberian informasi yang tidak benar. Untuk merubahnya diperlukan proses komunikasi yang terarah dan berimbang. Terarah berarti, dialog dua kelompok dilakukan untuk tercapainyan tujuan yaitu tukar-menukar informasi untuk menumbuhkan sikap saling memahami. Berimbang berarti, kedua kelompok didudukkan dalam status yang sama sehingga akan saling menghargai. Untuk melakukan komunikasi antar kelompok sebagai sarana kontak sosial antar kelompok, maka perlu dilakukan modifikasi format dan agenda pertemuan. Pertemuan antar kelompok preskriptif dipilih menjadi program intervensi dalam rangka mengurangi prasangka in group-out group karena merupakan proses komunikasi yang memodifikasi format dan agenda pertemuan. Pertemuan perwakilan kelompok yang menjadi format pertemuan diarahkan tidak saja untuk saling tukar informasi tetapi juga diagendakan kegiatan bersama.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudjiono Gunawan
Abstrak :
Lembaga Pemasyarakatan, di samping sebagai tempat bagi orang yang menjalani pidana akibat dari perilakunya yang melanggar hukum, juga sebagai tempat untuk memberikan pembinaan agar individu pelanggar hukum tersebut dapat menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak rnengulangi kembali perbuatannya. Secara yuridis hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 namun pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, masih diwarnai dengan perlakuan agresif petugas, layaknya pada saat masa "Kepenjaraan". Petugas pengamanan selaku pembina narapidana, dituntut untuk mampu berperilaku asertif, baik terhadap narapidana maupun kepada pimpinan yang ada di lapas. Sehingga bukan melalui perilaku agresif terhadap narapidana sebagai akibat dari adanya faktor pemicu yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Atau perilaku agresif itu sebagai media untuk melampiaskan perasaan ketidakpuasan akibat tidak mampu untuk berperilaku asertif kepada pimpinan. Dari uraian latar belakang masalah dan permasalahan tersebut maka rumusan masalah yang diangkat adalah: "Bagaimana upaya mengurangi perilaku agresif petugas pengamanan terhadap narapidana ?" Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka disusunlah suatu program : "Pelatihan asertivitas sebagai upaya mengurangi perilaku agresif petugas pengamanan terhadap narapidana di Lapas Cipinang". Untuk memahami batasan tentang tingkah laku yang dapat dikatakan sebagai "agresif", menurut Myers (1996) menyatakan bahwa, "perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang sengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merupikan orang lain". Pengertian asertif menunjuk pada suatu bentuk tingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Willis dan Daisley (1995), bahwa asertif merupakan suatu bentuk tingkah laku dan bukan merupakan sifat dari kepribadian (personality trait). Winship dan Kelley (dalam Solomon & Rothblum, 1985) menggambarkan tingkah laku asertif sebagai pengekspresian diri secara jujur namun tanpa melanggar hak orang lain. Bloom dick (1975) menyatakan bahwa pelatihan asertif atau Assertive Training berdasarkan pada teori bahwa tingkah laku sosial dapat dipelajari dan karenanya dapat dihilangkan dan diganti dengan tingkah laku baru yang lebih menguntungkan atau merniliki dampak positif. Penulis akan merujuk pada teori-teori yang berkenaan dengan agresi yang dapat terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu kelompok teori Bawaan atau Bakat, teori Environmentalis atau teori Lingkungan, dan teori Kognitif. Sarwono (2002) menyatakan ada beberapa faktor penyebab yang dapat mempengaruhi terhadap agresi, antara lain : a. Kondisi lingkungan b. Pengaruh kelompok c. Pengaruh Kepribadian dan kondisi fisik Rancangan pelatihan asertif ini akan diuraikan dalam tahapan sesuai dengan ketentuan penyusunan suatu program pelatihan. Menurut Porteus (1997), tahapan pelatihan adalah meliputi : a. Analisis kebutuhan pelatihan (training needs analysis) b. Desain pelatihan c. Evaluasi Secara umum, gambaran program pelatihan asertif akan dilaksanakan dengan pendekatan kognitif - tingkah laku, sesuai dengan yang dikehendaki Lange dan Jakubowski (1976). Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan asertivitas, adalah sebagai berikut : a. Hendaknya program pelatihan ini dimasukkan menjadi kalender pendidikan yang baku atau tetap bagi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I (Pusdiklat), serta diwajibkan bagi petugas yang baru diangkat (calon pegawai) khususnya maupun kepada petugas yang sudah lama bertugas. b. Selain diadakannya pelatihan asertivitas, untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan untuk mengurangi adanya jarak antara petugas adminstratif dan petugas pengamanan, dianggap perlu pula mengadakan pelatihan learn building, pengenalan diri, hubungan antara atasan dan bawahan, dan pelatihan-pelatihan lainnya yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan Sistem Pemasyarakatan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan Prasetyo
Abstrak :
Rumah Tahanan sebagai tempat perawatan, pelayanan dan perlindungan terhadap tahanan selama menjalani proses sidang dituntut untuk selalu dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. Untuk terlaksananya perawatan, pelayanan dan perlindungan tersebut yang terpenting tentunya juga harus didukung oleh stabilitas keamanan yang kondusif didalamnya. Oleh karenanya stabilitas keamanan di Rutan menjadi sesuatu hal yang mutlak sifatnya dan harus selalu terjaga setiap saat. Namun, bukan penjara namanya kalau kondisinya selalu aman. Mungkin inilah istilah yang paling tepat diberikan kepada institusi Rutan dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia saat ini. Dimana banyak sekali permasalahan yang muncul yang pada akhirnya menimbulkan gangguan stabilitas keamanan. Tidak terkecuali dengan keadaan keamanan di Rutan Salemba saat ini. Permasalahan yang ada di Rutan Salemba sekarang ini muncul dari berbagai penyebab, baik dari inter rutan maupun extern sistem hukum yang lebih luas sifatnya. Salah satu penyebab gangguan keamanan yang muncul di Rutan Salemba saat ini adalah sering terjadinya perilaku kekerasan dikalangan penghuni akibat munculnya persepsi dikalangan penghuni terhadap tempat tinggal mereka yang sempit, kelebihan penghuni diatas kapasitas dan dengan kondisi Iingkungan tempat tinggal (blok dan sel) yang kotor dan fasilitas yang kurang memadai. Kondisi permasalahan tersebutlah yang menurut teori yang ada disebut kondisi over crowding. Oleh karenanya perlu adanya langkah-langkah rekomendasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang muncul akibat kondisi over crowding tersebut. Diantaranya yaitu melalui pendekatan lingkungan dengan cara mengubah lingkungan tempat hunian baru yang sesuai dengan kondisi dan keadaan Rutan saat ini. Dengan perubahan lingkungan tersebut nantinya diharapkan dapat memanipulasi persepsi penghuni Rutan agar tetap merasa nyaman walaupun dalam kondisi over crowding. Dengan rekomendasi yang ada tersebut nantinya diharapkan dapat menghilangkan gangguan yang muncuI di Rutan akibat kondisi over crowding tersebut atau minimal menguranginya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Husen
Abstrak :
Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba (narkotika psikotropika bahan adiktif lain) menuntut perhatian khusus dari semua kalangan untuk bersama-sama melakukan upaya pemberantasan dan penanggulangan. Hal ini disebabkan seriusnya dampak negatif yang ditimbulkannya. Penelitian menganai efektifikas implementasi program TC yang dilakukan di Lapan Klass IIA Narkotika Jakarta menunjukkan bahwa TC yang dijalankan masih belum efektif. Hal ini dikarenakan adanya berbagai keterbatasan seperti belum adanya program yang terencana dan terintegrasi dengan baik; kurangnya dukungan dari lingkungan; kurangkan sarana dan prasarana yang mendukung; kurangkan sumber darya manusia yang mendukung serta belum adanya penangganan after care.
The increase of drug abuse and circulation (narcotic, psychotropic drugs, and other addictive materials) was an extremely sensitive issue that needs special attention from all of us and to find an eradication effort to prevent them. This urgent matter is caused by it serious negative impact. In order to prevent the overcoming various illicit drug use cases, a broad h arm reduction approach either by law or social is urgently needed, among of them is establishment of Narcotic Correctional institution as an incarcerated place and to rehabilitate the drug users. Various researches conducted in other countries have indicated that the Therapeutic Community methods (TC) considered being a useful treatment for convicted drug user, as the convict that experiencing the program shows more positive behavior. The research regarding the effectively of TC program which conducted in Jakarta 1varcotic Correctional Institution has reported useful of the therapeutic program but yet still show the ineffectively, due to the existence of various limitation such as: no well planned and integrated program; the lack public support; the lack of facilities and basic facilities support the lack human resources and there is no aftercare handling.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ridho Ficardo
Abstrak :
The present study set out from the condition that Indonesia has many counter-terror units each of which executes order from different institutions. Therefore, there are many questions about effectiveness and efficiency of the current counter terrorism management system. In the operational level, it creates some problems on response, and also problem on ruling, preventing, and problem on policy coordination. In terms of research methodology, the present study is planned to pattern the case-study research strategy and collects data from interview, observation, and document searching. On the other hand, research is conducted in three stages: planning, actuating, and reporting. Using modeling approach, the present study analyzes current Indonesian Counter-Terrorism System whether it uses convergence and divergence approach in order to improve counter-terror system in Indonesia. Convergence approach consists of clustering model and integration model. Meanwhile divergence approach consists of coordination model and networking model. The organizational structure of counter-terror system, which is formed pooled interdependence model. is marked by internal dynamics which, among others, are reflected both in fractionalization and disappointed expectations and which manifest themselves in differences of the traditional war /whims as well as differences of perception and evaluation among military leadership. This present study proposes alternative by using Convergence Model in the organizational structure of Counter-Terror Management System. Building preventive culture is also recommended.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suranto
Abstrak :
The crime of drugs abuse has resulted in a new phenomenon in the illegal underworld of indonesia. The significant rise of drugs-related crimes can be seen in the large numbers of people detained in correctional institutions and detention facilities in Indonesia. This condition obviously affects the attempts to guide these offenders, which is one of the objectives of a criminal justice system. Without serious, thorough and continuous attempts to tackle the problem, the whole correctional system will be affected for the worse. This study intends to describe how routine activities of the ofncers and their contacts with inmates do not result in involvement with distribution of drugs in correctional institutions. The method of data collection used was by depth-interviewing informants. The number of informants was four officers of Tangerang Juvenile Correctional Institution. informants are selected purposively to portray various characteristics and routine activities, contact and noninvolvement in drugs distribution in the correctional institution. To find out whether there were any involvement in such abuse; data analysis was done by coding the obtained data to create a working hypothesis and analyzing it, resulting in the conclusions of the study. Based on the findings of the study, it can be deduced that routine activities, such as those described by Cohen and Felson, did not always result in abuses of power in the form of involvement of officers in drugs distribution, although there were contacts at the same place and time between officers and drugs-related inmates. The interaction and learning processes, according to the differential association theory, did not result in involvement of officers due to the definition and rationale of the officers that involvement in drugs distribution in the correctional institution is in violation of the law, resulting in adverse consequences. This understanding prevents distribution of drugs, as value systems of officers affect them not to be involved in distribution of drugs.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>