Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Novi Handayaning
Abstrak :
Latar belakang: Program Keluarga Berencana (KB) merupakan metode dalam menekan angka pertumbuhan penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar masih memiliki angka penggunaan kontrasepsi yang rendah. Pengetahuan mengenai kontrasepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan penggunaan kontrasepsi. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan kontrasepsi dan unmet need pada wanita usia subur di Indonesia. Metode: Penelitian analitik komparatif tidak berpasangan dengan metode potong lintang dilakukan pada data sekunder yang didapatkan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dan 2017. Subjek pada penelitian ini adalah semua wanita usia subur usia 15-49 tahun. Subjek dengan data tidak lengkap dieksklusi dari penelitian. Pengetahuan tentang kontrasepsi dinilai baik apabila subjek mengetahui minimal salah satu metode kontrasepsi modern. Unmet need didefinisikan sebagai wanita usia subur yang tidak menggunakan kontrasepsi tapi tidak menginginkan anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan. Dilakukan analisis chi-square pada data kategorik dan analisis Mann-Whitney U untuk data numerik. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dengan nomor surat lolos kaji etik KET-1252/UN2.F1/ETIK/PPM.00.02/2020. Hasil: Sebanyak 45.607 WUS pada data SDKI 2012 dan 29.627 WUS pada data SDKI 2017 diikutsertakan dalam penelitian. pada data SDKI 2012, faktor yang menjadi risiko kurangnya pengetahuan mengenai kontrasepsi adalah daerah tempat tinggal pedesaan (p = 0,004), pendidikan rendah (p < 0,0001), pendidikan suami rendah (p < 0,0001), tidak adanya kepemilikan listrik (p < 0,0001), dan ketidakmauan diskusi pubertas dengan anak perempuan (p = 0,001). Pada data SDKI 2017, faktor yang menjadi risiko kurangnya pengetahuan mengenai kontrasepsi adalah usia muda (p < 0,0001), daerah tempat tinggal pedesaan (p = 0,011), pendidikan rendah (p < 0,0001), pendidikan suami rendah (p < 0,0001), tidak memiliki pekerjaan (p < 0,0001), dan tidak memiliki radio, televisi, internet, handphone (p < 0,0001), dan internet (p = 0,002). Pada data SDKI 2012, faktor yang berpengaruh terhadap unmet need adalah usia (p = 0,023) dan paritas (p < 0,0001). Pada data SDKI 2017, faktor yang berpengaruh terhadap unmet need adalah daerah tempat tinggal (p = 0,003), pendidikan (p = 0,008), pendidikan suami (p < 0,0001), status pekerjaan (p = 0,03), kepemilikan listrik (p = 0,001), dan kepemilikan televisi (p = 0,01) Kesimpulan: Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai kontrasepsi adalah usia, daerah tempat tinggal, pendidikan, pendidikan suami, dan kepemilikan berbagai fasilitas. Faktor yang berpengaruh terhadap unmet need adalah usia, paritas, daerah tempat tinggal, pendidikan, pendidikan suami, status pekerjaan, kepemilikan televisi, dan kepemilikan listrik. ......ackground: The Family Planning Program is a method of controlling in population growth rates and also improving maternal and child health. Indonesia as one of the largest countries has abysmally low contraceptive coverage. Knowledge about contraception is an important factor in determining the use of contraception. This study aims to determine the factors that influence contraception and the unmet need of women of childbearing age in Indonesia. Method: An unpaired comparative analytic study with a cross-sectional method was conducted on secondary data obtained from 2012 and 2017 Indonesian Demographic and Health Surveys (IDHS). The subjects in this study were all women of childbearing age (15-49 years). Subjects with incomplete data were excluded from the study. Knowledge of contraception was defined as knowing at least one method of modern contraception. Unmet need was defined as childbearing age woman who did not use contraception but did not want any more children or wanted to space pregnancies. Chi-square analysis was performed on categorical data and Mann-Whitney U analysis on numerical data. Result: A total of 45,607 childbearing age women in the 2012 IDHS data and 29,627 childbearing age women in the 2017 IDHS data were included in the study. In the 2012 IDHS data, the risk factors for poor knowledge about contraception were rural areas (p = 0.004), low education (p <0.0001), low partner education (p <0.0001), lack of electricity ownership ( p <0.0001), and unwillingness to discuss puberty with daughter (p = 0.001). In the 2017 IDHS data, the risk factors for poor knowledge about contraception were young age (p <0.0001), rural areas (p = 0.011), low education (p <0.0001), low partner education (p < 0.0001) , did not have a job (p <0.0001), did not have radio, television, internet, mobile phones (p <0.0001), and internet (p = 0.002). In the 2012 IDHS data, factors influencing unmet needs were age (p = 0.023) and parity (p <0.0001). In the 2017 IDHS data, factors influencing unmet needs were the area of residence (p = 0.003), education (p = 0.008), partner education (p <0.0001), employment status (p = 0.03), electricity ownership (p = 0.001), and television ownership (p = 0.01) Conclusion: Factors affecting knowledge about contraception were age, area of residence, education, partner education, and ownership of various facilities. Factors that influence unmet needs are age, parity, area of residence, education, partner education, employment status, ownership of television, and ownership of electricity
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Salma Aulia
Abstrak :
Latar Belakang Semakin banyak orang yang memilih untuk menunda menikah, memiliki anak, dan menjadi orang tua. Simpan beku sel telur adalah teknik yang digunakan untuk mempertahankan kesuburan. Dalam beberapa tahun terakhir, simpan beku sel telur mengalami peningkataan dalam popularitas karena alasan sosial atau non-medis. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan persepsi mahasiswa kedokteran di Indonesia terhadap penyimpanan dan pembekuan sel telur untuk alasan sosial. Metode Ini adalah studi potong lintang berbasis survei terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2022 sampai dengan bulan Juli 2023. Total responden 102 mahasiswa. Tiga komponen kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data: pengetahuan, sikap, dan persepsi terhadap simpan beku tel telur untuk alasan sosial. Hasil Sebagian besar mahasiswa FKUI memahami mengenai topik kesuburan serta simpan beku sel telur (95%). Mayoritas mahasiswa adalah mahasiswa pre-klinik, dengan 75.6% diantaranya memiliki pengetahuan menengah. Siswa yang mengidentifikasi diri sebagai Muslim atau Katolik cenderung tidak mengeksplorasi mengenai simpan beku sel telur atau preservasi fungsi fertilitas secara umum. Persepsi mahasiswa tentang aksesibilitas dan keterbukaan teknik simpan beku sel telur terhadap alasan non-medis dipengaruhi oleh pertimbangan mereka untuk melakukan pembekuan oosit yang umumnya positif. Kesimpulan Secara umum, mahasiswa memiliki kesadaran terhadap masalah fertilitas dan simpan beku sel telur. Agama berkaitan dengan sikap, yang dapat mempengaruhi persepsi mahasiswa kedokteran di Indonesia terhadap simpan beku telur untuk alasan sosia. ......Introduction In today's society, there are more people who choose to put off getting married, having kids, and becoming parents. Cryopreservation of oocytes is a technique used to maintain fertility. Oocyte freezing has, nevertheless, gained popularity in recent years for social or non-medical reasons. This study aims to understand how medical students in Indonesia feel about oocyte freezing for social reasons. Method Between June and July 2023, a cross-sectional survey including 102 female students at the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, was carried out. Three components of a questionnaire were used to collect the data: knowledge, attitude, and perception of oocyte freezing for social reasons. Results Most of the students understood fertility issues as well as oocyte freezing (95%). The majority of students were pre-clinical students, with 75.6% of them having intermediate knowledge. Students who identify as Muslim or Catholic are less likely to explore oocyte freezing or fertility preservation in general. The students' perceptions about the accessibility and openness of oocyte freezing to non-medical reasons were influenced by their consideration to undertake oocyte freezing, which are primarily positive. Conclusion Students are mostly aware of fertility awareness and egg freezing. Religion is associated with attitude, in which can influence the perception of female medical students in Indonesia towards social egg freezing
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Nurindah
Abstrak :
Pendahuluan: Endometriosis merupakan penyakit yang secara klinis berhubungan dengan fertilitas dan memiliki beban ekonomi yang signifikan. Patogenesis endometriosis dan hubungannya dengan subfertilitas masih belum dipahami dengan jelas. Fertilisasi in Vitro (FIV) adalah terapi yang efektif untuk pasien dengan subfertilitas terkait endometriosis. Tingkat keberhasilan FIV di RSCM tidak dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologi. Tujuan: Mengetahui angka kehamilan FIV pada pasien endometriosis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Metode: Penelitian ini menggunakan metode desain cross sectional. Sebanyak 225 pasien endometriosis dan blok tuba sebagai kontrol yang menjalani FIV di Klinik Yasmin Rumah Sakit Umum Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada periode Januari 2013 – Agustus 2021 disertakan dalam penelitian ini. Infertilitas karena faktor laki-laki diekslusi. Data demografi, dosis hormon rekombinan, durasi stimulasi, tingkat pembuahan, dan tingkat kehamilan yang diperoleh dari penelitian ini. Hasil: Angka kehamilan dibagi menjadi 3 jenis: biokimia, klinis, dan kehamilan berkelanjutan. Angka kehamilan pada pasien endometriosis lebih rendah dari faktor tuba, kehamilan biokimia (47,3% vs 52,7%, nilai p 0,375), kehamilan klinis (43,1% vs 56,9%, nilai p 0,215), dan kehamilan berkelanjutan (45,5% vs 54,5%) , nilai p 0,511). Kesimpulan: Penelitian kami menunjukkan bahwa angka kehamilan IVF pada pasien endometriosis lebih rendah daripada pasien dengan blok tuba, tetapi secara statistik tidak signifikan. ......Introduction: Endometriosis is a disease that is clinically related to fertility and has a significant economic burden. The pathogenesis of endometriosis and its relationship to subfertility is still not clearly understood. IVF is an effective therapy for patients with endometriosis-associated subfertility. The success rate of IVF in RSCM can’t be estimated because there is no epidemiological study. Objective: Knowing the pregnancy rate of IVF in endometriosis patients at the Yasmin Clinic, RSCM and the factors that influence it. Methods: This study was using cross sectional design. A total of 225 patients with endometriosis and tubal block as control who undergoing IVF at the Yasmin Clinic Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta, in the period January 2013 – August 2021 were enrolled in this study.Infertility due to male factor were excluded. Demographic data, doses of recombinant hormone, duration of stimulation, fertilization rate, and pregnancy rate were obtained. Results: Pregnancy rate was divided into 3 types: biochemical, clinical, and ongoing pregnancy. Pregnancy rate in endometriosis patients were lower than tubal factor, biochemical pregnancy (47.3% vs 52.7%, p value 0.375), clinical pregnancy (43,1% vs 56.9%, p value 0.215), and ongoing pregnancy (45.5% vs 54.5%, p value 0.511). Conclusions: Our study demonstrated that pregnancy rate of IVF in endometriosis patient was lower than patient with tubal block, but statistically not significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Candrika Agyawisnu Yuwono
Abstrak :
Latar Belakang Selain implikasi medis, faktor sosial juga dapat menjadi dorongan bagi individu untuk melakukan prosedur simpan beku oosit (social freezing). Indonesia termasuk dalam jajaran negara yang belum memiliki regulasi terkait dengan implementasi social freezing. Di samping itu, diketahui bahwa sikap dan pemahaman masyarakat terhadap preservasi fungsi fertilitas juga terlihat semakin positif. Sebagai penyedia layanan kesehatan, perspektif dokter spesialis sangat berpengaruh terhadap pengembangan kebijakan ke depannya serta terhadap keputusan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran profil pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terhadap prosedur social freezing. Metode Penelitan dilakukan dengan metode cross sectional terhadap sejumlah 136 dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia dalam periode Agustus hingga September 2023. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner yang terdiri atas tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap social freezing. Hasil Mayoritas responden diketahui cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sikap positif terkait preservasi fertilitas dan social freezing (63,9% dan 91,2%). Namun, hanya sebagian kecil dari responden yang menunjukkan frekuensi tinggi terkait prosedur social freezing (28%). Analisis komparatif menemukan perbedaan pada perilaku terkait social freezing berdasarkan tingkatan spesialisasi (p = 0,003), sementara itu tidak ada perbedaan pada durasi praktik (p = 0,742). Selain itu, uji asosiasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tidak memengaruhi sikap (p = 1,000) dan perilaku responden (p = 0,142). Kesimpulan Profil pengetahuan dan sikap sebagian besar dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terkait social freezing cenderung positif. Namun, profil perilaku dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terhadap social freezing tergolong rendah. ......Introduction Apart from medical implications, social factors can also serve as driving factors for individuals to undergo oocyte cryopreservation. Indonesia is among the countries that currently lack regulations regarding implementation of social freezing. It is evident that societal attitudes and understanding of fertility preservation and age-related concerns are progressively taking on a more positive outlook. As healthcare providers, the perspectives of obstetricians and gynecologists may influence the development of future policies and patient decisions. The objective of this study is to delineate the knowledge profile, attitudes, and behaviors of obstetricians and gynecologists in Indonesia regarding the procedure of social egg freezing. Method The research was conducted using a cross-sectional methodology involving 136 Indonesian obstetrician and gynecologist. The study was carried out over the period from August to September 2023. Data were collected through the distribution of a questionnaire comprising 3 components: knowledge, attitudes, and behaviors related to social freezing. Results The majority of respondents exhibited a tendency towards a good level of knowledge and positive attitudes concerning fertility preservation and social freezing (63.9% and 91.2%, respectively). However, only a small proportion of respondents demonstrated a high frequency associated with the social egg freezing procedure (28%). Comparative analysis revealed significant differences in behaviors related to social egg freezing based on specialization level (p = .003), while no significant differences were identified based on practice duration (p = .742). Furthermore, association tests indicated that knowledge levels did not significantly influence attitudes (p = 1.000) or respondent behaviors (p = .142). Conclusion The majority of obstetricians and gynecologists in Indonesia exhibit predominantly positive knowledge and attitudes regarding social egg freezing. However, their behavioral engagements towards social egg freezing is notably low.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Saddang
Abstrak :
Pendahuluan : Adenomiosis adalah sebuah kelainan jinak ginekologi dengan insidensi diperkirakan 20%, dimana kondisi ini berkaitan dengan nyeri pelvis kronis serta infertilitas. Saat ini pilihan terapi adenomiosis terbatas pada meringankan gejala menggunakan antinyeri, manipulasi hormon, dan pembedahan dengan efek samping yang signifikan dan dikontraindikasikan pada wanita yang ingin hamil. Salah satu pilihan terapi yang sedang dikembangkan saat ini adalah microRNA. Telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat penurunan ekspresi E-Cadherin pada pasien adenomiosis, dimana salah satu yang meregulasi E-Cadherin adalah microRNA-10b. Selain itu diketahui microRNA-let-7a, yang mempengaruhi ekspresi gen KRAS, mengalami disregulasi pada berbagai kondisi dengan proliferasi abnormal, seperti pada kondisi keganasan. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara ekspresi microRNA let-7a terhadap KRAS dan microRNA-10b terhadap E-Cadherin pada jaringan endometrium adenomiosis dan jaringan endometrium non-adenomiosis. Desain : Studi potong lintang dengan analitik komparatif dan analitik korelasi. Material dan Metode : Sampel penelitian didapat dari total 31 wanita yang datang berobat ke poliklinik ginekologi atau klinik fertilitas RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dengan 17 subyek dimasukkan ke dalam kelompok adenomiosis, dan 15 subyek ke dalam kelompok non-adenomiosis. Sampel dari tiap subyek diambil melalui tindakan histeroskopi, laparoskopi, maupun laparotomi operatif, bergantung pada indikasi masing-masing subyek. Pada masing-masing sampel kemudian dilakukan pengukuran kadar ekspresi microRNA-10b, microRNA-let-7a, E-Cadherin, serta KRAS. Hasil : Terdapat perbedaan signifikan ekspresi E-Cadherin antara kelompok adenomiosis dan non-adenomiosis (P=0,001). Sementara itu tidak ditemukan perbedaan signifikan pada ekspresi microRNA-10b, microRNA-let-7a, dan KRAS antara kedua kelompok. Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-let-7a dengan KRAS pada kelompok non-adenomiosis (R=-0.287; P=0.3), namun tidak pada kelompok adenomiosis. Terdapat korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-10b dengan E-Cadherin pada kedua kelompok sampel. Kesimpulan : Terdapat perbedaan signifikan pada ekspresi E-Cadherin antara kelompok adenomiosis dan non-adenomiosis. Terdapat korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-let-7a dengan KRAS pada kelompok non-adenomiosis. ......Introduction : Adenomyosis is a benign gynecologic disorder with incidence estimation up to 20%. This condition is strongly associated with chronic pelvic pain and infertility. Until now, treatments of this disorder are limited to symptomatic relief using painkillers, hormonal therapy, and surgical procedure. But these treatments come with significant side effects and are contraindicated for women planning to conceive. One of the therapeutic options currently being developed is microRNA. It has been known previously that there is a decrease in the expression of E-Cadherin in adenomyosis patients. And one of the factors that regulates E-Cadherin is microRNA-10b. In addition, microRNA-let-7ahas been discovered to affect KRAS gene expression, and it is dysregulated in various conditions with abnormal proliferation, such as in conditions of malignancy. Purpose : The purpose of this study is to observe the correlation between expression of microRNA-10b and E-Cadherin, microRNA-let-7a and KRAS, in endometrial tissue of adenomyosis and non-adenomyosis patients. Design : Cross-sectional study using comparative and correlation analytic. Materials and Methods : Samples were collected from 31 women at gynecology and fertility clinic in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Subjects are categorized into two groups, adenomyosis group with 17 subjects, and non-adenomyosis group with 15 subjects. Samples were taken through hysteroscopy, laparoscopy, or laparotomy, depending on the procedure indications for each subject. The expression of microRNA-10b, microRNA-let-7a, E-Cadherin, and KRAS then analyzed from each sample. Result : A significant difference was found in E-Cadherin expression between adenomyosis and non-adenomyosis groups (P=0.001). No significant differences were found in the expression of microRNA-10b, microRNA-let-7a, and KRAS between the two groups. A weak negative correlation was found between the expression of microRNA-let-7a and KRAS in non-adenomyosis group (R=-0.287; P=0.3), but not in adenomyosis group. A weak negative correlation was found between the expression of microRNA-10b and E-Cadherin in both groups. Conclusion : In this study we observed significant difference in E-Cadherin expression between adenomyosis and non-adenomyosis groups; a weak negative correlation between the expression of microRNA-let-7a and KRAS in the non-adenomyosis group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Surya
Abstrak :
Latar belakang: Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu tata laksana utama dalam penanganan infertilitas. Penyuntikan human Chorionic Gonadotropin (hCG)eksogen merupakan salah satu tahapan penting dalam proses FIV untuk proses maturasi oosit. Walaupun sudah terdapat penelitian sebelumnya mengenai korelasi kedua hal tersebut, namun belum didapatkan suatu model prediksi maturitas oosit. Tujuan:Mengetahui korelasi kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan terhadap tingkat maturitas oosit pada FIV dan model prediksi maturitas oosit. Metode:Penelitian ini merupakan sebuah penelitian potong lintang yang dilakukan pada peserta program FIV di Klinik Yasmin, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia sejak Januari 2020 hingga Desember 2020. Pasien dengan riwayat prosedur pembedahan ovarium, kemoterapi, radioterapi, dan peserta poor responder dieksklusi dari penelitian. Dilakukan penyuntikan r-hCG 250 µg secara subkutan pada semua subjek. Kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan dan tingkat maturitas oosit setiap subjek dikumpulkan dan dianalisis. Hasil:Didapatkan sebanyak 28 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian. Didapatkan korelasi yang tidak bermakna antara kadar hCG 12 jam pascapenyuntikan dan tingkat maturitas oosit (r = 0,052, p = 0,788). Namun, didapatkan kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan yang lebih tinggi pada subjek dengan tingkat maturitas >75% (mean diff 34.78,p = 0.046). Didapatkan titik potong kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan sebesar 90.15 mIU/mL untuk memprediksi tingkat maturitas yang baik. (sensitivitas 68.2%, spesifisitas 83.3%). Prediksi tingkat maturitas oosit dapat dilakukan dengan mengetahui kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan dan indeks massa tubuh (IMT) subjek (sensitivitas 83.3%, spesifisitas 68.2%).Simpulan:Kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat maturitas oosit yang lebih baik pada peserta program FIV. Tingkat maturitas oosit dapat diprediksi melalui kadar serum hCG 12 jam pascapenyuntikan dan IMT. ......Background: In vitro fertilization (IVF) is one of the main treatments of infertility. Exogenous Human chorionic gonadotropin (hCG) injection is an important process of IVF and thought to be vital in determining oocyte maturation. This study aims to determine the relationship between 12 hours post-injection serum hCG and oocyte maturation rate on IVF participants. Method: This is a cross-sectional study on IVF participants on Yasmin Clinic, dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta, Indonesia, during the period of January 2020 to December 2020. Subjects with history of ovarian surgery, chemotherapy, radiotherapy, and poor responder subjects were excluded from the study. Subjects were injected with 250 µg of r-hCG subcutaneously. Twelve hours post-injection serum hCG level and oocyte maturation rate were collected and analyzed accordingly. Result: A total of 28 subjects were included in the study. It was found that higher 12 hours post-injection serum hCG was related with subjects with >75% oocyte maturation rate (mean diff 23.78, p = 0.046). The cut-off point of 12 hours post-injection serum hCG in order to predict better oocyte maturation rate was found to be 90.15 mIU/mL (sensitivity 68.2%, specificity 83.3%). Oocyte maturation rate predicted may be calculated using body mass index and 12 hours post-injection serum hCG. (sensitivity 83,3%, specificity 68,2%). Conclusion: Higher 12 hours post-injection serum hCG was associated with higher oocyte maturation rate on IVF subjects. Oocyte maturation rate may be predicted using body mass index and 12 hours post-injection serum hCG
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library