Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggian Peter Dolly
Abstrak :
Penulis dalam skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap nasabah pengguna Jasa Automated Teller Machine dalam kasus card traping antara Muhajidin Taher dengan Bank Mandiri. Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian normatif dengan melakukan penelitian studi kepustakaan. Dalam form pembukaan rekening pribadi nasabah, diketahui bahwa bank telah memasukkan klausul eksonerasi yang mengalihkan tanggung jawab bank kepada nasabah. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen seharusnya pelaku usaha dalam hal ini bank tidak boleh memasukkan klausul eksonerasi dalam perjanjian dengan nasabah. Namun nasabah telah melanggar kewajibannya yaitu untuk menjaga nomor PIN yang dimilikinya. ......In this thesis, the author adresses the protection against the customer that used Automatic Teller Machine in card traping cases between Muhajidin Taher with Bank Mandiri. In drafting this thesis, author use normative research metodology with the data gathered by literatur study. In application for opening individual account form, bank use the exoneration clauses to transfer its liability to the customer. Based on Article 18 Paragraph (1) Law No.8 Of 1999 on Consumer Protection bank should not exoneration clauses in any agreement with customer. However the customer has violate his obligation to keep secret his own pin.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldino Febrianto
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan khususnya di rumah sakit, tentunya melibatkan hubungan dokter dan perawat. Dokter atau tenaga medis tidak dapat bekerja tanpa bantuan perawat di suatu ?rumah sakit. Sebaliknya, perawat tanpa adanya instruksi dokter, tidak berwenang untuk bertindak secara mandiri kecuali dalam bidang tertentu yang sifatnya umum dan memang termasuk bidang asuhan perawat (nursing care). Hal tersebut juga berlaku pada tindakan yang dilakukan oleh dokter anestesi dan perawat anestesi. Permasalahan terkait pemberian dan perlindungan hukum bagi perawat dapat dilihat pada tindakan anestesi. Perawat anestesi tidak dapat semaunya melakukan tindakan pembiusan kepada pasien. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memuat sanksi pidana dan denda kepada siapapun yang menjalankan praktik kedokteran yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah merupakan dokter yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Selain itu, tuntutan masyarakat akan pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas, efektif dan efisien juga dibutuhkan. Ketentuan ini tentunya menimbulkan polemik mengingat nasib perawat anestesi yang berpraktik di daerah terpencil seperti Kabupaten Padang Panjang di Provinsi Sumatera Barat. Dimana pada daerah tersebut hanya terdapat beberapa tenaga medis yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Padang Panjang, Sumatera Barat.
ABSTRACT
In the implementation of healthcare especially in hospitals, naturally there will be an involvement in between doctors and nurses. Doctors or what we could called as paramedics will not be able to work without the help of the nurses in the ?hospitals?. Vice versa, the nurses without the Doctors supervision will not be able to act independently unless it is in a general action and part in the field of nursing care. This also applies to the action taken by the anesthesiologist. The problem related to the issue and a legal care towards the nurses can be shown during anesthesia. Anesthesist are not allowed giving anesthesia to the patients by their own will. In the Act No. 29 Year 2004 about Medical practice, it states a criminal sanction and fines to anyone who undertake an illegal medical action, which will later generate an impression as if it is a legal doctor who has an authorized registration letter and have the authority to take measure. Moreover, the demand for giving a good quality, effective and efficient healthcare to the society is also needed. This provision will certainly polemical considering the fate of the anesthesist that have their practice in a remote area like in Kabupaten Padang Panjang in the province of West Sumatera, where in that area there are only a few of paramedics which could fulfill the needs of the people.
2016
S63936
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Bahri
Abstrak :
Sejak menjalani kehamilan sampai persalinan, seorang ibu haruslah mendapatkan perawatan dan pemantauan kesehatan yang baik. Hal ini juga berlaku bagi janin yang dikandung. Namun tidak semua Ibu bisa mendapatkan pelayanan kesehatan ini. Dengan adanya TeleCTG dan aplikasi Bidan Sehati yang dikeluarkan oleh PT Zetta Sehati Nusantara, pelayanan kesehatan dan pemantauan perkembangan kehamilan dapat didapatkan semua Ibu dimana pun mereka berada. Dalam pelaksanaannya, TeleCTG melibatkan Bidan pengguna aplikasi dan Dokter Spesialis Kandungan yang bekerja sama dengan Aplikasi. Dengan adanya inovasi ini, terdapat permalasahan hukum mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan berbasis telemedicine ini, terlebih dengan adanya Permenkes mengenai penerapan telemedicine. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan pembahasan mengenai pertanggungjawaban hukum penyelenggaraan TeleCTG. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa. Penyedia Aplikasi bertanggung jawab atas tingkat mutu pelayanan aplikasi yang berpangku pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan Dokter Spesialis Kandungan dan Bidan bertanggung jawab melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat mereka bekerja, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019. Peraturan tersebut tidaklah secara langsung menyebutkan pertanggungjawaban tiap pihak dalam penyelenggaraan telemedicine. Sehingga, seharusnya terdapat Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur lebih rinci mengenai pertanggungjawaban, juga kedudukan Penyedia Aplikasi. ......From pregnancy to childbirth, a mother must get good health care and monitoring. This also applies to the child conceived. However, not all mothers can get this service. With the TeleCTG and Bidan Sehati application, made by PT Zetta Sehati Nusantara, health services and monitoring of pregnancy development can be obtained by all mothers wherever they are. In its implementation, TeleCTG involves Midwives, who use the application, and Obstetricians who cooperate with the Application. With this innovation, there are legal issues regarding who is responsible for telemedicine-based health services. The purposes of this study is to find the legal liability of the implementation of TeleCTG. The research uses normative-juridical method. The results of the study stated that the Application Provider is responsible for the level of quality of application services that is subject to the Information and Electronic Transaction Law. Gynecologists and Midwives are responsible through the Health Care Facilities where they work, based on Minister of Health Regulation No. 20 of 2019.  However, the regulation does not directly state the responsibility of each party in the telemedicine implementation. Therefore, there should be regulation regarding liability and responsibility more details, also legal standing of Application Provider.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library