Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erni Erfan
Abstrak :
Perdarahan merupakan gejala klinis yang ditakuti terjadi pada demam berdarah dengue (DBD). Jumlah trombosit dalam darah penderita DBD mengalami penurunan hingga kurang dari 105/mL. Transfusi trombosit kepada penderita pada masa akut tidak menghasilkan peningkatan jumlah trombosit secara signifikan. Biasanya jumlah trombosit penderita yang telah diobati dengan kortikosteroid akan meningkat dengan sendirinya sehingga tidak memerlukan lagi transfusi trombosit. Mekanisme yang menyebabkan fenomena ini belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian, fenomena ini menimbulkan dugaan akan adanya faktor imun, dalam hal ini otoimun terhadap trombosit penderita sendiri. Untuk mencari kemungkinan adanya otoantibodi anti trombosit pada penderita DBD dengan jumlah trombosit kurang dari 105/mL, serum DBD tersebut dicampur dengan lisat trombosit normal. Lisat didapat dengan cara freeze-thawing. Pelacakan dilakukan dengan menggunakan teknik ELISA dengan mengikat lisat trombosit pada rase padat, yaitu dinding sumur plastik mikroplat ELISA. Setelah penambahan serum DBD, yang disusul dengan pencucian, ditambahkan dengan antibodi kelinci anti protein serum manusia. Adanya kompleks imun dilacak dengan penambahan antibodi kambing anti IgG kelinci yang telah ditandai dengan peroksidase. Reaksi positif yang menunjukan adanya kompleks imun ditunjukan oleh terbentuknya senyawa yang berwarna jingga kekuning-kuningan pada penambahan substrast H202 dan kromogen odianisidine. Pembacaan dilakukan pada k 450 nm. Berdasarkan rata-rata nilai serapan basil ELISA melalui uji t telah terbukti bahwa perbedaan rata-rata nilai serapan optik hasil ELISA kelompok pasien berbeda secara sangat signifikan dari kelompok serum normal. Rata-rata nilai serapan optik kelompok pasien setelah dikoreksi dengan rata-rata nilai serapan optik blanko berkisar 0,103 sampai dengan 0,193 dengan rata-rata 0,145 ± 0,0340. Rata-rata nilai serapan optik kelompok normal setelah dikoreksi dengan rata-rata nilai serapan optik blanko berkisar antara 0,004 sampai dengan 0,089 dengan rata-rata 0,037 ± 0,0339. Kemudian juga dilakukan deteksi otoantibodi tersebut dengan menggunakan teknik Western Bloat. Ternyata protein dengan berat molekul sekitar (160-200) kDa, 97 kDa dan 50 kDa dapat dikenali dan diikat oleh serum yang berasal dari pasien. Hasil yang sama tidak ditemukan pada serum normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T 1699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwirini Retno Gunarti
Abstrak :
Fosfatase asam merupakan enzim yang dapat digunakan untuk teknik ELISA - untuk mengukur kadar suatu zat dalam cairan tubuh yang jumlahnya sangat kecil. Salah satu sumber enzim tersebut adalah air kelapa (Cocos nucifera Linn). Penelitian yang dilakukan oleh Sadavisan (1951), Wilson et al. (1952), Anna Istiqomah (1994) dan Emilia Aisjah (1996) menunjukkan adanya aktivitas enzim fosfatase dalam daging buah dan air kelapa. Penelitian ini adalah mengisolasi dan pemurnian enzim fosfatase asam dari air kelapa. Untuk pemurnian enzim digunakan kromatografi gel dengan Sephadex G-75 dan kromatografi afinitas dengan Gel immobilized p-aminobenzyl phosphonic acid sepharose. Kemurnian enzim diperiksa dengan elektroforesis gel poliakrilamid. Aktivitas enzim secara kuantitatif ditentukan dengan spektrofotometer, dan secara kualitatif dapat dilihat dengan pewarnaan substrat. Kadar protein diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Hasil.penelitian ini menunjukkan bahwa dalam air kelapa terdapat enzim fosfatase asam yang ditunjukan oleh satu pita pada elektroforesis gel poliakrilamid.
Isolation And Purification Of Acid Phosphatase From Coconut Water (Cocos nucifera Linn)Acid phosphatase was detected in coconut. More than fourty years ago, early investigators found this enzyme solely in coconut milk. It is not until recently that the enzyme was also found in coconut water. Recent studies also reported some characteristics of the enzyme from both sources. The purpose of this study is to isolate and to purity acid phosphatase from coconut water. Firstly, the enzyme was precipitated with etanol. After the dialysis in a cellophane bag, the precipitate was redissolved in 0,9% NaCl. The enzyme was separated with Sephadex 0-75, using 0,9% NaCl as eluent. Fractions of 5 mL were collected and each was analysed for the protein contents and for acid phosphatase activities. The fractions of high enzymes activity were pooled and purified, using an affinity chromatography technique with benzoyl phosphonic acid, a competitive inhibition, as a stationary immobilized ligand. Retained enzymes were eluted with 0,2 M NaHHPO4 and fractions of 2 mL were collected. During the study, protein contents were measured with A 280 technique and enzymes activities were assayed with p-nitrophenyl phosphate (p-NPP) as a substrate. In both steps, the purity of the pooled fractions were analysed with a polyacrylamide gel electrophoresis, stained with Coomassie Blue as well as p-NPP-ammonium sulfide, lead acetat for revealing the enzyme.It is found that acid phosphatase could be isolated and purified, as indicated by increasing specific activity and by PAGE analysis, from coconut water, by gel filtration and affinity chromatography technique.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Marliana
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Metilprednisolon (MPL) merupakan glukokortikoid yang berperan penting dalam respon imun spesifik yaitu efek supresi terhadap sel limfosit T, sehingga digunakan untuk mencegah rejeksi pada pasta transplantasi organ. Untuk pencegahan tersebut diperlukan metilprednisolon dosis tinggi untuk jangka pemberian cukup lama yang dapat menyebabkan efek samping obat yang berat yaitu efek imimosupresi yang kuat. Obat yang diinkorporasikan ke dalam liposom terbukti dapat memberikan efek yang lebih kuat dibandingkan obat babas tetapi MPL tidak terinkorporasi dengan baik dalam liposom sehingga disintesis MPLP. Metilprednisolon palmitat (MPLP) adalah senyawa yang berhasil diinkorporasikan ke dalam liposom membentuk liposom metilprednisolon palmitat (LMPLP). Metilprednisolon palmitat diharapkan dapat menurunkan efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek supresi liposom metilprednisolon palmitat terhadap proliferasi limfosit T subpopulasi CD4+ dan CDS+ yang distimulasi oleh concavalin A. Limfosit dipisahkan dari darah perifer manusia, kemudian dikultur dengan pemberian LMPLP pada konsentrasi 0,4 mM, 0,1 mM dan 0,025 mM dibandingkan MPL pada konsentrasi yang sama. Jumlah limfosit hasil kultur dihitung menggunakan kannar hitung improved Neubauer yang diwarnai dengan trypan blue 0,25 %. Selanjutnya limfosit T subpopulasi CD4+ dan CDS+ dihitung menggunakan antibodi monokional yang dilabel dengan zat warna fluorescein isothiocyanate dan phycoerythrin memakai low-cytometer. Hasil dan kesimpulan: Hasil kultur limfosit in vitro, pemberian LMPLP maupun MPL menyebabkan penurunan jumlah limfosit yang bermakna dibandingkan liposom atau kontrol RPMI, sedangkan pemberian LMPLP menunjukkan kecenderungan memberikan efek supresi terhadap proliferasi limfosit T yang lebih besar dibandingkan MPL walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Pemberian LMPLP maupun MPL pada konsentrasi 0,4 mM, 0,1 mM dan 0,025 mM tidak menunjukkan penurunan jumlah sel limfosit T subpopulasi CD4- maupun CD8+ yang berbeda bermakna (p > 0,05). Liposom metilprednisolon palmitat lebih menekan proliferasi sel CD84 dibandingkan CD4. Sedangkan lerhadap rasio jumlah sel limfosit T subpopulasi CD4+/CD8+ diperoleh dosis optimal pada pemberian LMPLP konsentrasi 0,1 mM.
Scope and methods: Methylprednisolone is a glucocorticoid which is very important in specific immune response, especially in suppression effect to T lymphocyte and it has been used to prevent the rejection of organ transplantation. For that purpose, a high dose of methyprednisolone was used and in long term therapy may have a side effect such strong immunosuppression. Drugs incorporating in liposome give more strong effect that free drugs, but methyprednisolone not good incorporating in liposome. So methylprednisolone palmitate (MPLP) was sinthetized for that purpose. Methylprednisolone palmitate was successfully incorporate in liposome as a liposome methylprednisolone palmitate (L-MPLP). Liposome methylprednisolone palmitate was expected has minimum side effect. The aim of this study is to explore to know the suppression effect of L-MPLP to the subpopulation of CD4+ and CDs+ T lymphocyte proliferation which have been stimulated by concanavalin A. Lymphocyte was isolated from human peripheral blood and cultured in L-MPLP and MPL at the dose of 0,4 mM, 0,1 mM and 0,025 mM. The number of lymphocyte was counted by improved Neubauer and stained with 0,5% tryphan blue. CD4+ and CDs subpopulation of lymphocyte was counted by monoclonal antibody labelled by fluorescein isothiocyanate and phycoerythrin using flow-cytometer. Result and summary: Lymphocyte culture in vitro after administration of L-MPLP or MPL decreased number of lymphocyte significantly compared to liposome or RPMI as control. Although the administration of MPLP showed tendency of the reduction of the presentation of more than MPL but statistically not significance (p > 0,05). The administration of L-MPLP or MPL at the dose of 0,4 mM, 0,1 mM and 0,025 mM not showed a significance decreased of CD4+ and CDs+ subpopulation of T lymphocyte. The has administration of L-MPLP or MPL was not changing CD4+ and CDs+ subpopulation T lymphocyte. Liposome methylprednisolone palmitate could be suppressed the proliferation of CDC more than CD4+ subpopulation T lymphocyte. The optimal dose of L-MPLP to decrease the ratio CD4+ and CDs+ subpopulation T lymphocyte was 0,1 mM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ernawati
Abstrak :
Salah satu masalah dalam pengobatan dan pencegahan kanker adalah kenyataan bahwa kanker hampir tidak pernah ditemukan pada keadaan dini. Kebanyakan diagnosis ditegakkan pada saat kanker sudah mencapai stadium yang cukup lanjut, sehingga pengobatan pun menjadi sukar. Dengan demikian peluang kesembuhan menjadi kecil. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya senyawa yang secara dini dapat memberi isyarat bahwa seseorang mungkin mulai dijangkiti kanker. Adanya suatu pertanda kanker yang dapat dideteksi kehadirannya sejak dini akan meningkatkan kewaspadaan, baik pada dokter yang memeriksa maupun pada penderita sendiri. Dengan demikian usaha pengobatan yang lebih terarah dapat dilakukan. Beberapa tahun terakhir ini para ahli telah melakukan banyak penelitian dalam usaha menemukan pertanda kanker. Pertanda kanker adalah senyawa-senyawa yang keberadaannya secara kualitatif atau kuantitatif, dapat menjadi pertanda adanya kanker dalam tubuh seseorang. Beberapa senyawa diperkirakan mempunyai potensi tersebut, salah satu di antaranya adalah asam sialat. Asam sialat merupakan senyawa karbohidrat yang banyak terdapat pada permukaan sel. Asam sialat tidak terdapat dalam bentuk bebas. Senyawa ini selalu terikat dalam posisi terminal sebagai glikosfingolipid atau glikoprotein. Sampai saat ini fungsi asam sialat yang pasti belum jelas. Namun, senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel diketahui mempunyai peran penting dalam interaksi antar sel dan interaksi antara sel dengan lingkungan abiotiknya. Pada transformasi neoplastik terjadi berbagai perubahan pada sel, antara lain yang menyangkut sifat sosial sel. Sehubungan dengan hal itu telah diungkapkan berbagai perubahan yang terjadi pada permukaan sel. Perubahan tersebut ditemukan antara lain pada senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang berada di permukaan sel yang mengalami transformasi neoplastik. Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa kadar asam sialat dalam serum penderita kanker umumnya lebih tinggi dari pada normal. Kenaikan tersebut dijumpai pada berbagai jenis kanker, antara lain melanoma ganas, kanker payudara, kanker ovarium, kanker mulut rahim, kanker saluran urogenital, kanker saluran pencernaan, kanker paru, kanker hati, kanker urea dan leukemia. Dari beberapa penelitian terungkap pula bahwa kenaikan kadar asam sialat serum sejalan dengan tingkat keparahan kanker dan besarnya tumor. Namun belum lagi diketahui apakah kenaikan kadar asam sialat dalam serum tersebut sudah terjadi sejak dini, yaitu pada stadium ketika neoplasma tersebut masih berukuran kecil dan belum melakukan invasi terhadap jaringan di sekitarnya, kalau dapat bahkan pada keadaan pra kanker. Kadar asam sialat yang tinggi pada serum penderita kanker dapat dimanfaatkan sebagai salah satu petunjuk akan adanya kanker pada seseorang. Akan tetapi kegunaannya akan lebih besar apabila kenaikan kadar tersebut sudah dapat diketahui pada tingkat yang dini. Dengan perkataan lain asam sialat akan menjadi lebih bermanfaat jika dapat berfungsi sebagai pertanda dini kanker. Yang dimaksud dengan pertanda dini kanker adalah pertanda kanker yang sudah muncul dan dapat dideteksi kehadirannya sejak dini. Dengan demikian pertanda dini kanker adalah senyawa-senyawa yang dapat menjadi isyarat bahwa dalam tubuh seseorang sudah mulai terjadi proses perubahan sel ke arah keganasan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T6724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Mulyaningsih
Abstrak :
Ruang lingkup dan metode penelitian : Ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh menimbulkan berbagai macam penyakit. 8-OHdG merupakan petanda adanya kerusakan oksidatif DNA. Oleh karena itu perlu diketahui adanya kerusakan tersebut dengan pengukuran 8-OHdG. Pengukuran 8-OHdG dapat dilakukan dengan berbagai macam metoda, seperti GC-MS, LC-MS, TLC, HPLC, RIA dan Comet assay. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metoda yang sederhana, murah, sensitif dan spesifik. Metoda yang digunakan adalah metoda ELISA, yang berdasarkan reaksi pembentukan kompleks antigen antibodi. Pembuatan antibodi poliklonal anti 8-OHdG dilakukan dengan cara menyuntikkan konjugat 8-OHdG-KLH pada kelinci. Antibodi yang diperoleh direaksikan dengan menambahkan 8-OHdG yang dilabel dengan avidin, disusul dengan penambahan biotin peroksidase dan akhimya 11202 - ortofenildiamin. Pengujian ini dilakukan pada berbagai pengenceran antibodi dan berbagai antibodi dan berbagai konsentrasi konjugat 8-OHdG - avidin. Hasil dan kesimpulan : Dengan menggunakan pengenceran antibodi antara 112.500 sampai 1120.000 (kelipatan 2) dan konjugat 0,375 µg/ml, pada panjang gelombang 490 nm, diperoleh hasil berupa garis lurus yang menurun dengan R2 = 0,9346. Dengan menggunakan pengenceran antibodi 1/2.500 dan penambahan konjupt antara 0,1 - 0,8 µg/ml, diperoleh hasil berupa garis lurus yang meningkat dengan R 0,9571. Disimpulkan : Antibodi yang dihasilkan mengikat 8-OHdG. Konjugat 8-OHdG-avidin dengan demikian dapat berikatan secara kuantitatif dengan antibodi.
Scope and the Method : Prolonged oxidative stress can produce various diseases. Oxidative stress may damage biomacromolecules. DNA, a very importance macromolecule, will be modified by an oxidative stress. 8-hydroxydeoxyguanosine (8-OHdG) will be produced and this compound can be used as an indicator of the oxidative DNA damage. Currently, 8-OHdG is assayed by HPLC, a very special technique that needs a special apparatus and a well trained personal. The objectives of this study are to explore the possibilities of 8-OHdG assays by immunochemical methods, i.e. ELISA. The antibody anti 8-OHdG was developing by injecting rabbits with 8-OHdG - key limpet hemocyanin (8-OHdG-KLH complex). Antibodies obtained were mixed with a 8-OHdG-avidin conjugate. The addition of peroxidase labeled biotin, followed by 1-1202-0rthophenylendiamine as a chromogenic substrate resulted in a coloured product, which indicated that the antibodies reacted with 8-OHdG. Results and conclusions : A serial dilution of the antibodies, started with 1/2500 to 1120000, reacted 0,375 µg 8-OHdG - avidin conjugate/ ml and read at 490 nm, resulted in a straight line with R2 = 0,9346. We conclude that (1) the antibodies could bind 8-OHdG; and (2) 8-OHdG-avidin could be bound quantitively by the antibodies.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismawati
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Proteasom adalah partikel subseluler yang berperan dalam degradasi protein intrasel. Dari kepustakaan diketahui bahwa konsentrasi proteasom serum pada penderita kanker meningkat dibandingkan individu normal. Belum diketahui apakah konsentrasi proteasom juga meningkat pada tahap prakanker. Telah dilakukan penelitian induksi karsinogenesis hati pada tikus Wistar dengan menggunakan N,2-Fluorenilasetamida (FAA) 40 lag. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati apakah terjadi perubahan konsentrasi proteasom dalam plasma dan jaringan hati pada tahap prakanker dan bagaimana efek pemberian tomat terhadap konsentrasi proteasom. Pada penelitian ini tikus dibagi menjadi 5 kelompok : kelompok kontrol 1(KKl) yaitu kelompok tikus yang hanya diberi akuabides, kelompok kontrol 2 (KK2) yaitu kelompok tikus yang diberi Pulvis Gum Arab (PGA) + minyak kelapa, kelompok kontrol 3 (KK3) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat, kelompok perlakuan 1 (KP1) yaitu kelompok tikus yang diinduksi FAA dan kelompok perlakuan 2 (KP2) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat dan diinduksi FAA. Pengamatan dilakukan dengan mengambil plasma dan jaringan hati setelah perlakuan selama 4 minggu dan 8 minggu. Dilakukan pengukuran konsentrasi proteasom dan pemeriksaan histopatologis jaringan hati untuk menilai derajat kerusakan hati. Pengukuran konsentrasi proteasom dilakukan dengan ELISA. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik Anava 1 arah, kecuali untuk konsentrasi proteasom plasma 4 minggu digunakan uji non parametrik Kruskal Wallis dengan batas kemaknaan p <0,05. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi proteasom plasma KP1 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 setelah 8 minggu, sedangkan konsentrasi proteasom jaringan hati KP1 telah berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 sejak perlakuan 4 minggu. Pengamatan secara histopatologis menunjukkan adanya perubahan pada tahap prakanker pada perlakuan 8 minggu pada KP1 dan tidak pada kelompok yang lain. Dengan demikian hasil pengamatan konsentrasi proteasom pada tikus menunjukkan, bahwa peningkatan konsentrasi proteasom plasma terjadi pada tahap prakanker sementara peningkatan konsentrasi proteasom hati terjadi lebih dahulu daripada plasma dan kelainan histopatologisnya. Dari penelitian ini ternyata tomat memiliki efek protektif terhadap terjadinya karsinogenesis hati.
Proteasome is subcellular particle, which have role in degradation of intracellular protein. It is known that concentration of proteasome in serum cancer patients is higher than normal subject, but whether proteasome concentration increased at precancer is still unknown. This study was conducted to investigate the alteration of proteasome concentration during hepatocarcinogenesis induced by N, 2-Fluorenilacetamide (FAA) and protective effect of tomato. This research use rats that divided randomly into 5 groups: control group I (KKI), which only received bidistilled water, control group 2 (KK2), received Pulvis Gummi Arabic (PGA) + palm oil, control group 3 (KK3), received tomato emulsion, group of treatment I (KPI), which induced by FAA and group of treatment 2 (KP 2), induced by FAA and received tomato emulsion. The rats were sacrificed in the forth and eights week after treatment. Some parts of the liver were taken for histological examination and the rest were homogenized. Concentration of proteasome was determined from liver homogenats and plasma by ELISA method. This study showed that proteasome concentration in plasma KP 1 is significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 8 weeks, while concentration of proteasome in liver KP 1 significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 4 weeks. Histological examinations showed signs of precancer only at KP 1 after 8 weeks treatment and not in other groups. This study suggested that proteasome concentration of rats? plasma were increased in precancer; elevation of liver proteasome were detected before alteration of liver cell occurred; and tomato emulsion has protective effect in liver carcinogenesis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Asam folat adalah salah satu kompleks vitamin B. Bentuk aktif asam folat berupa tetrahidrofolat (THF) yaitu suatu koenzim yang mempunyai peranan mentransfer gugus metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dan beberapa asam amino seperti metionin dan serin. Peranan asam folat lainnya adalah dapat mencegah anemia megaloblastik, menurunkan resiko kanker dan menurunkan konsentrasi homosistein plasma darah sehingga dapat mencegah gangguan pembuluh darah. Dengan peranan asam folat yang begitu penting, maka diperlukan kemampuan untuk mengukur kadar asam folat dalam serum. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengukuran kadar asam folat dalam serum dengan cara yang aman, mudah dan murah, yaitu suatu teknik analisa yang dianalogikan dengan teknik ELISA (enzyme-linked immuno-sorbent assay). Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah isolasi PIF dari susu sapi dengan teknik salting out, dilanjutkan purifikasi dengan teknik kromatografi dan menguji afinitas PIF yang didapat terhadap folat serum dengan teknik yang analog ELISA. Untuk teknik tersebut perlu dibuat suatu konjugat folat-avidin dengan jembatan glutaraldehid. Selanjutnya teknik yang didapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum. Hasil dan kesimpulan : Telah dapat diisolasi protein ikat folat (PIF) dari susu sapi dengan kadar 2,884 mg/mL. PIF yang didapat diuji kemampuannya untuk mengikat folat dengan berbagai pengenceran 11500000, 1150000, 115000, 11500, 1150, 115. Pengenceran yang menunjukkan afinitas tertinggi terhadap folat yaitu 1150. Kemudian dilakukan titrasi lagi dengan tujuan untuk penghematan PIF, yaitu 1150, 11140 dan 11200. Dari ketiga pengenceran yang mempunyai linieritas tertinggi pada pengenceran 11100. Kemudian dilakukan pengukuran folat serum yang dibandingkan dengan metoda lain dengan hasil 26,4; 55,4; 31,4 dan 86,4 ng/mL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PIF dari susu sapi dapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaely Mida Rachmawati
Abstrak :
Alergi adalah Suattl keadaan perubahan reaksi terhadap suatu antigen pada individu yang telah terpupar antigen terscbut sebelurnnya., sehingga menimbulkan keadaan patologik Manifestasi reaksi alergi bennacam-macam, mulai dari sekedar gatai-gatal hingga gejala yang mengancam kehidupan dalam waktu singkat sepeni renjatan anaiilalctik. Reaksi alergi melibatkan berbagai macam mediator dan yang terpenting diantaranya adalah histamm Histamin yang cliselcresi oleh sel mas( dan basotil akan terikat pada reseptor histamin dr berbagai sel. Alcibat ikatan tersebut dapat terjadi reaksi vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pernbnluh darah, kontraksi otot poles, dan sekresi mukus. Tidak semua orang dengan kadar Igli tinggi m unjukkan gejala-gejala alergi atopik, sepeni yang dijumpai pada individu terinfeksi parasit. Individu dengan IgE spesi5k yang tinggi terhadap suatu alergcn biasanya dihubungkan dengan adanya reaksi alergi atopik. Temyata tidak semua individu dengan keadaan tersebut menunjukkan gejala alergi atopik. Parrot dan Laborde (1961) membuktikan bahwa pada serum normal terdapat protein globulin yang menghambat kontraksi usus yang disebabkan oleh histamin. Micol, Rcnoux dan Meriden (1961) membuktikan bahwa protein serum normal dapat mengendapkan histamm yang diikatkan ke lateks-polistircn. Tetapi beium diketahui, apakah fenomena yang terungkap dalam dua penelitian tersebut manifestasi dari protein yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mempuriikasi protein yang dapat mengncat histamin dari sennn normal manusia, kemudian diuji alrtivitas biologilcnya dengan uji kerutan usus dan uji aglutinasi menggunakan lateks-polistiren. Isolasi darn purifikasi protein dilakukan dc-ngan cara salting out, teknik kromatograii iltrasi gel, kromatograii pcrtukaran ion dan kromatograii afmitas. Kemurnian dan berat molekul protein yang dihasiikan diketahui berdasarkan pola pita elektroforesis. Hasil dan Kesimpulanz Dari 3 puncak hasil kromatograii iiltrasi gel, hanya puncak 2 dan 3 yang menunjukkan daya histaminopeksi hingga tahap kromatograii afinitas. Berat molekul protein yang bcrasal dan puncak 2 (fraksi II,) adalah 47,04 kD dan dad puncak 3 (?ri?aksi l[I|) adalah 50,45 kD. Protcm pcngikat histamin yang masing-rnasing btrrasal dari puncak 2 dan 3 kemungkinnn beraaal dari protein yang sama. Kata kunci : Protein pengikat histarnin, daya histaminopeksi, histamiri, uji kerutan usus, uji aglutinasi lateks-polistiren
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T6414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Aljufri
Abstrak :
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Indonesia menunjukkan bahwa penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab utama kematian di Indonesia. Penyakit Kardiovaskuler menjadi penyebab utama dengan 31,9% termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%).1 Risiko penyakit meliputi makanan. Salah satu makanan yang dipercaya mempunyai hubungan dengan penyakit jantung dan strok adalah durian. Durian (Durio spp.) adalah salah satu buah tropis yang disenangi di regio Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Berita yang beredar dimasyarakat menyatakan bahwa konsumsi durian dalam jumlah besar pada waktu relatif singkat dapat menyebabkan yang efek tidak baik untuk kesehatan. Maka, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah konsumsi durian dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat berpengaruh terhadap kadar kolesterol plasma tikus. Dalam percobaan ini setiap grup yang terdiri dari grup kontrol maupun intervensi terdiri atas enam ekor tikus. Grup pertama mengkonsumsi durian selama satu minggu, grup kedua diberi intervensi durian selama dua minggu dan grup ketiga diberi intervensi durian selama tiga minggu. Durian yang diberikan dilarutkan dalam air dengan dosis yang sama dengan konsumsi lima buah durian/manusia/hari. Tikus lalu dikorbankan diakhir percobaan dan darahnya diambil untuk mengukur level dari kolesterol menggunakan kit (ST. Reagensia, Indonesia). Riset ini dilakukan dalam periode Juli 2012 sampai April 2013. Pada minggu pertama, level kolesterol dari enam tikus yang hidup adalah 68,617 + 21,676 mg/dL. Pada minggu kedua experimen, level kolesterol darah dari grup kedua yang terdiri dari tiga ekor adalah 58,534 + 7,528 mg/dL dan grup perlakuan tiga minggu memiliki nilai kolesterol 55,654 + 0,489 mg/dL dengan nilai kolesterol darah dari kontrol keseluruhan sebesar 75,497 + 15,486 mg/dL. Dari percobaan ini, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai kolesterol darah. Namun, secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna (p>0,5). Dapat dilihat bahwa kolesterol tidak meningkatkan level kolesterol darah. Dari survei literatur, ditemukan bahwa durian tidak mengandung substansi yang berbahaya. Di sisi lain, hasil percobaan menunjukkan tidak ada peningkatan level kolesterol darah bahkan sebaliknya. Studi literature menyatakan bahwa durian mengandung substansi antioxidan yang secara tidak langsung dapat mengurangi level kolesterol darah. ...... Since long time, Durian (Durio spp.) is appreciated and consumed widely in Southeast Asia countries. However, there is a rumor among people that consuming durian in a relatively great number and in relatively short time could cause dangerous effect such as increase in the blood cholesterol level, heart attack, abortion, or even stroke. Therefore, the aim of this investigation is to test whether the durian consumption in relatively long time could increase the blood cholesterol level. A number of rats were divided randomly into a group of 6 animals. The first group was fed with durian for 1 week, second group for 2 weeks, and the third group for 3 weeks. The durians were dissolved in water in a dose equivalent to five-durians/ human/day. The rats were sacrificed at the end of each period and blood was collected for cholesterol level, which is determined using a special kit (ST. Reagensia, Indonesia). The research was conducted from July 2012 to April 2013. At the first week, the blood cholesterol level of 6 survival rat was 68,617 + 21,676 mg/dL. After 2 weeks of experiment, the blood cholesterol level of the second group 3 of 9 was 58,534 + 7,528 mg/dL. Later on, in 3 weeks intervention the blood cholesterol level (3 rats) was 55,654 + 0,489 mg/dL. Compare to blood cholesterol level in control group (5 rats), which was 75,497+ 15,486 mg/dL In conclusion, it seems that there were a decrease in blood cholesterol level in durian fed rats. However, statistical analysis shows that the different is not significant. It appears that the durian consumption did not increase blood cholesterol level. From literature survey it is found that durian does not contain any harmful substance. Instead of increasing blood cholesterol level, durian contains antioxidant substance, which indirectly can reduce the blood cholesterol level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Pradikto
Abstrak :
Durian merupakan salah satu jenis buah yang terkenal dikalanagn masyarakat, termasuk di Indonesia. Banyak rumor yang berkembang dikalangan masyarakat bahwa konsumsi buah durian dapat meningkatkan level trigliserida dalam darah. Trigliserida sendiri adalah salah satu jenis lemak yang sangat penting badi tubuh dan berperan dalam berbagai sistem fisiologi dalam tubuh seperti pembentukan membrane sel, sumber energy, penyerapan vitamin A, D, E, K dan juga menjaga panas tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan rumor tersebut dan memberikan informasi kepada masyarakat tentag pengaruh konsumsi durian terhadap kadar trigliserida darah. Penelitian ini menggunaka metode experimental kepada tikus sebagai subjek. Data diambil pada bulan Juli 2012. Durian yang telah diencerkan diberikan kepada tikus melalui injeksi oral dengan 3 perlakuan berbeda, yaitu tikus diberi makan durian selama 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu, ditambah dengan sekelompok tikus yang diberi makan pelet biasa sebagai kontrol. Data diolah menggunakan SPSS . Hasil menunjukan pada kelompok tikus kontrol mean trigliserida darah sebesar 184,073. Pada kelompk tikus yang diberikan makan durian hasilnya menunjukan pada tikus mingu 1 memiliki mean kadar trigliserida darah sebesar 138,423, pada tikus minggu 2 memiliki mean trigliserida darah sebesar 126,962, dan pada tikus minggu 3 memiliki mean kadar trigliserida darah sebesar 633,447. Dari hasil analisis SPSS hasil menunjukan bahwa data tidak signifikan. Sebagai kesimpulan, terjadi penurunan kadar trigliserida darah pada tikus yang diberi makan hanya durian pada minggu 1 dan 2, sedangkan terjadi peningkatan kadar trigliserida darah pada tikus yang hanya diberi makan durian pada minngu 3, dengan korelasi positif. ...... Durian is one of popular fruits among people including in Indonesia. There is rumor spreading in societythat by consuming durian it can raise the blood triglyceride level. Triglyceride itself is a type of fat that very important which is very important for human body and has important roles in physiology system of our body like in cell membrane construction, energy sources, absorption of vitamin A, D, E, K and keep heat in our body. This research's purpose is to prove that rumor and give the information to society about the effect of durian consumption on the blood triglyceride level. This research uses experimental method with rats as subjects. These data was taken on July 2012. The diluted durian is given through oral injection to rats with 3 different variables, which are given durian for 1 week, 2 weeks, and 3 weeks, plus with a group of rats that was feed with ordinary rats food as a control group. The data is processed using SPSS. The results show that from the control group rats the mean of blood triglyceride level is 184,073. In a group of rats that was fed with durian for 1 week the mean of blood triglyceride level is 138,423, in group of rats which was fed with durian for 2 weeks the mean of blood triglyceride level is 126,962, while in group of rats fed with durian for three weeks the mean of blood triglyceride level is 633,447. From the analyzing process using SPSS it shows that the results data is not significant. In conclusion, there is a reduction of blood triglyceride level in groups of rats fed only by durian for 1 week and 2 weeks, while there is an elevation of blood triglyceride level of a group of rats fed only by durian for 3 weeks, with positive correlation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>