Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bryanna Infinita Laviashna Saputro
"

Latar Belakang

Brain Arteriovenous Malformation (BAVM) merupakan salah satu anomali vaskular pada otak yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Baku emas untuk mendeteksi BAVM adalah dengan digital subtraction angiography (DSA), namun modalitas ini tidak tersedia secara luas di Indonesia. Penelitian ini disusun untuk memberikan gambaran profil karakteristik klinis dan temuan dari DSA, CT-Angiography (CTA), dan MR-Angiography (MRA) dalam sesuai penilaian Grade Spezler-Martin.

Metode

Data rekam medis dan hasil pencitraan kasus BAVM dengan DSA disertai atau tidak pemeriksaan MRA atau CTA didapat dari Departemen Bedah Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada periode 2018-2022. Kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi disertakan penelitian deskriptif obserasional ini.

Hasil

Terdapat total 37 subjek pada penelitian ini. Kasus BAVM didominasi oleh laki-laki (62,2%) dan lebih banyak pada pasien dewasa berusia >18 tahun (75,7%). Hampir seluruh pasien menggunakan jaminan kesehatan BPJS (94,6%) dan asal rujukan terbanyak adalah dari Jabodetabek (54,1%). Gejala terbanyak pada pasien adalah nyeri kepala 59,4%), diikuti dengan kesadaran terganggu (37,8%) dan kejang (35,1%). Temuan DSA tidak berbeda jauh dengan temuan MRA dan CTA. Hampir seluruh pasien memiliki feeding artery [DSA (97,3%); CTA dan MRA (100%)], mayoritas terdapat lokasi eloquent [DSA (67,6%); MRA (71,4%); CTA (80%)], berukuran sedang (3-6 cm) [DSA (59,5%); MRA (71,4%); CTA (40%)], dan memiliki drainase vena superficial [DSA (59,5%); MRA (71,4%); CTA (40%)]. Presentase grade SM terbanyak adalah grade III (31,6%), diikuti oleh grade IV (28,9%) dan grade II (21,1%).

Kesimpulan

Pengetahuan akan profil karakteristik klinis dan profil temuan pencitraan dapat memberikan pengetahuan lebih untuk membantu dokter menunjang diagnosis BAVM.


Background

Brain Arteriovenous Malformation (BAVM) is a vascular anomaly in the brain that can cause various complications. The gold standard for detecting BAVM is digital subtraction angiography (DSA), but this modality is not widely available in Indonesia. This study was designed to provide an overview of the profile of clinical characteristics and findings from DSA, CT-Angiography (CTA), and MR-Angiography (MRA) in accordance with the Spezler-Martin Grade assessment.

Method

Medical record data and imaging results of BAVM cases with DSA accompanied/not by MRA or CTA examination were obtained from the Department of Neurosurgery, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) in the 2018-2022 period. Cases that met the inclusion and exclusion criteria were included in this observational descriptive study.

Results

There was a total of 37 subjects in this study. BAVM cases are dominated by men (62.2%) and are more common in adult patients aged >18 years (75.7%). Almost all patients use BPJS health insurance (94.6%) and the highest number of referrals is from Jabodetabek (54.1%). The most common symptom in patients was headache, 59.4%), followed by impaired consciousness (37.8%) and seizures (35.1%). DSA findings do not differ much from MRA and CTA findings. Almost all patients had a feeding artery [DSA (97.3%); CTA and MRA (100%)], the majority had eloquent locations [DSA (67.6%); MRA (71.4%); CTA (80%)], medium-sized (3-6 cm) [DSA (59.5%); MRA (71.4%); CTA  (40%)], and had superficial venous drainage [DSA (59.5%); MRA (71.4%); CTAs (40%)].  The highest percentage of SM grade was grade III (31.6%), followed by grade IV (28.9%) and grade II (21.1%).

Conclusion

Knowledge of the profile of clinical characteristics and profile of imaging findings can  provide more knowledge to help doctors support the diagnosis of BAVM.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Khairan Wibowo
"Latar Belakang Kelainan bawaan bertanggung jawab atas 11,3% kematian bayi di dunia. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, neural tube defect merupakan jenis kelainan bawaan yang berperan penting dalam kecacatan dan kematian neonatus, yaitu sekitar 17% hingga 70% dari seluruh kematian akibat kelainan bawaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil karakteristik klinis dan tata laksana anak dengan neural tube defect di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM pada tahun 2018–2022. Metode Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan metode penelitian potong lintang. Hasil Jenis kelamin yang paling banyak ditemukan adalah perempuan (51,7%). Jaminan kesehatan yang paling banyak digunakan adalah BPJS (94,8%) dengan rujukan paling banyak berasal dari fasilitas kesehatan di wilayah Jabodetabek (65,5%). Jenis NTD yang paling banyak ditemukan adalah myelomeningocele (25,9%), lipomyelomeningocele (24,1%), dan encephalocele occipital (20,7%). Faktor risiko maternal yang teridentifikasi adalah usia maternal > 35 tahun (12,1%). Proporsi ibu yang rutin mengonsumsi vitamin hamil sejak prekonsepsi sangat rendah (1,7%). Riwayat infeksi saat hamil ditemukan pada sebagian kecil kasus (3,4%) sedangkan riwayat kontak ibu dengan unggas atau hewan peliharaan cukup banyak ditemukan (22,4%). Waktu tahu hamil paling banyak saat usia kehamilan < 5 minggu (55,2%). Riwayat keluarga dengan NTD, riwayat diabetes pregestasional, dan riwayat konsumsi obat antiepilepsi maternal tidak ditemukan. Jenis operasi yang paling banyak dilakukan adalah rekonstruksi tutup defek. Sebagian besar operasi untuk NTD bersifat elektif (89,7%). Kesimpulan Jenis NTD yang paling banyak ditemukan adalah myelomeningocele, lipomyelomeningocele, dan encephalocele occipital dengan jenis operasi tersering berupa rekonstruksi tutup defek.

Introduction Birth defects are responsible for 11.3% of infant deaths worldwide. In low- and middle-income countries, neural tube defect are a type of birth defect that plays an important role in neonatal disability and death, accounting for around 17% to 70% of all deaths due to birth defect. This study aims to determine the clinical and therapeutic profile of children with neural tube defects in the Department of Neurosurgery at Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia, period 2018–2022. Method The design used in this research is descriptive observational with cross-sectional research method. Results The most common gender found was female (51.7%). The most widely used health insurance was BPJS (94.8%) with most referrals coming from health facilities in the Jabodetabek area (65.5%). The most common types of NTD were myelomeningocele (25.9%), lipomyelomeningocele (24.1%), and occipital encephalocele (20.7%). The maternal risk factor identified was maternal age > 35 years (12.1%). The proportion of mothers who regularly take pregnancy vitamins since preconception was very low (1.7%). A history of infection during pregnancy was found in a small number of cases (3.4%) while a history of maternal contact with poultry or pets was quite common (22.4%). The most common time the mothers knew that they’re pregnant was when the gestational age was < 5 weeks (55.2%). Family history of NTDs, history of pregestational diabetes, and history of maternal antiepileptic drug consumption were not found. The most common type of surgery performed was repair of the defect. Most operations for NTDs were elective (89.7%). Conclusion The most common types of NTD found were myelomeningocele, lipomyelomeningocele, and occipital encephalocele while the type of surgery most frequently performed was repair of the defect."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starleen Ellexia
"Latar Belakang
Tumor otak adalah neoplasma intrakranial di dalam otak atau di kanal tulang belakang pusat. Tumor otak ganas primer mempengaruhi sekitar 200.000 orang di seluruh dunia setiap tahun. Tumor otak disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal dan tidak terkontrol. Penanganan tumor otak di Indonesia masih belum terintegrasi baik dari segi promotif, preventif, maupun kuratif. Tumor otak sendiri dapat menyebabkan berbagai komplikasi sampai kematian. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan studi mengenai keterkaitan jenis, letak, dan ukuran tumor dengan skor fungsional berupa skor KPS yang didapatkan pasien pre dan post tindakan serta hubungannya dengan tingkat resektabilitas tumor pasien saat dilakukan operasi. Skor KPS dapat berfungsi sebagai salah satu faktor prognosis kualitas hidup pasien.
Metode
Penelitian ini akan menggunakan metode kohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien tumor otak dari tahun 2021 sampai 2022 yang ditatalaksana di RSCM. Rekam medis akan diambil secara consecutive sampling.
Hasil
Terdapat hubungan antara jenis tumor dengan skor KPS pre operasi dimana nilai median untuk semua jenis adalah 80 namun, adenoma mendapatkan mean skor KPS tertinggi (84,59) dan jenis tumor lain mendapatkan mean skor KPS terendah (73,73). Ukuran tumor dan skor KPS pre operasi tidak didapatkan hubungan korelasi yang kuat yaitu hanya sebesar -0,194 (CI 95% -0,313 - -0,069). Letak tumor dengan skor KPS pre operasi didapatkan ada hubungannya dengan hasil tumor supratentorium memiliki median skor KPS pre operasi lebih tinggi dibandingkan tumor infratentorium. Hasil ini berbeda dengan studi-studi lainnya sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Demikian juga dengan tingkat resektabilitas dengan skor KPS post operasi dimana didapatkan hasil signifikansi sebesar p=0,107 sehingga hubungannya tidak signifikan. Namun jika dilihat mediannya, (Gross Total Resection) GTR memiliki skor KPS post operasi yang lebih baik dibandingkan dengan (SubTotal Resection) STR yaitu 85 dan 80 secara berurut.
Kesimpulan
Perbedaan jenis tumor mempengaruhi skor KPS pre operasi. Semakin besar ukuran tumor yang dialami pasien, maka semakin rendah skor KPS pre operasi yang didapatkan. Selain itu, skor KPS pre operasi juga berhubungan dengan letak tumor yang dialami pasien. Sedangkan, skor KPS post operasi pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tingkat resektabilitas tumor pada pasien yang dioperasi.

Introduction
Brain tumors are intracranial neoplasms within the brain or in the central spinal canal. Primary malignant brain tumors affect around 200,000 people worldwide each year. Brain tumors are caused by abnormal and uncontrolled cell division. Management of brain tumors in Indonesia is still not integrated in terms of promotive, preventive and curative. Brain tumors themselves can cause various complications up to death. Therefore, In this study, an investigation was carried out to explore the correlation between the type, location, and size of the tumor and its impact on the functional score, measured by the KPS score, obtained from patients before and after surgery. Additionally, the study examined the association between the level of resectability and the type of tumor. KPS score can be used as one prognostic factor for patient quality of life.
Method
This study will use a retrospective cohort method by looking at the medical records of brain tumor patients from 2021 to 2022 who were treated at RSCM. Medical records will be taken by consecutive sampling.
Results
A correlation exists between tumor types and preoperative KPS scores, with a median value of 80 for all types. Adenomas achieve the highest mean KPS score (84.59), while other tumor types have the lowest mean KPS score (73.73). A weak correlation is observed between tumor size and preoperative KPS scores, with a coefficient of only - 0.194 (95% CI -0.313 to -0.069). There is a relationship between tumor location and preoperative KPS scores, as supratentorial tumors have a higher median preoperative KPS score compared to infratentorial tumors. These findings differ from other studies, suggesting the need for further research. Similarly, the level of resectability and postoperative KPS scores show a non-significant relationship with a p-value of 0.107. However, when looking at the medians, Gross Total Resection (GTR) is associated with a higher postoperative KPS score compared to Subtotal Resection (STR), namely 85 and 80, respectively.
Conclusion
The type of tumor affects preoperative KPS scores. The larger the tumor size, the lower the preoperative KPS score. Additionally, preoperative KPS scores are also associated with tumor location. However, postoperative KPS scores in this study do not show a significant relationship with the resectability of tumors in operated patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinhart Greglorio
"Puasa Ramadan dapat menyebabkan perubahan pola tidur dan makan yang memengaruhi pasien dengan penyakit neurologis kronis. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas tidur pasien selama puasa Ramadan. Studi potong lintang ini melibatkan 40 pasien dengan penyakit neurologis kronis di Poliklinik Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Februari hingga Juni 2023. Kualitas tidur diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity Index (ISI), Epworth Sleepiness Scale (ESS), dan STOP-BANG. Hasil menunjukkan 77,5% subjek mengalami gangguan tidur setelah puasa, dengan perubahan signifikan pada tingkat insomnia (ISI) dan risiko obstructive sleep apnea (OSA). Namun, tidak terdapat perubahan signifikan pada kualitas tidur menurut ESS dan PSQI. Mayoritas subjek (75%) adalah perempuan dengan usia rata-rata 40,25 tahun. Kesimpulannya, meskipun puasa dapat memicu gangguan tidur, manajemen yang tepat memungkinkan pasien menjalankan puasa tanpa dampak buruk yang signifikan terhadap kualitas tidur. Hal ini memberikan harapan bagi pasien dengan penyakit neurologis kronis untuk tetap menjalankan puasa secara aman.

Ramadan fasting can lead to changes in eating and sleeping patterns that affect patients with chronic neurological diseases. This study aimed to evaluate the sleep quality of patients during Ramadan fasting. A cross-sectional study was conducted involving 40 patients with chronic neurological diseases at the Neurology Clinic of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from February to June 2023. Sleep quality was measured using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity Index (ISI), Epworth Sleepiness Scale (ESS), and STOP-BANG. The results showed that 77.5% of the subjects experienced sleep disturbances after fasting, with significant changes in insomnia severity (ISI) and the risk of obstructive sleep apnea (OSA). However, there were no significant changes in sleep quality as measured by ESS and PSQI. The majority of subjects (75%) were female, with an average age of 40.25 years. In conclusion, while fasting may trigger sleep disturbances, proper management enables patients to fast without significant adverse effects on sleep quality. This finding provides hope for patients with chronic neurological diseases to safely observe Ramadan fasting."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valentine Nathania
"Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab disabilitas nomor satu di dunia dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Stroke juga menjadi penyebab kematian kesembilan di rumah sakit di Depok. Keterlambatan pra-rumah sakit memberi kontribusi besar terhadap penanganan stroke yang buruk. Karena itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Depok terhadap stroke perlu dinilai untuk mengetahui penyebab dari keterlambatan pra-rumah sakit tersebut.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan komponen pengetahuan, 4 pertanyaan komponen sikap, dan 3 pertanyaan komponen perilaku.
Hasil
Dari 400 responden yang mewakili masyarakat Depok, terdapat sebanyak 82,5% dari masyarakat Depok kurang mengetahui tentang stroke. Sejumlah 60,75% dari masyarakat Depok bersikap kurang baik terhadap stroke dan sebanyak 56,25% dari masyarakat Depok memiliki perilaku yang kurang baik terhadap stroke.
Kesimpulan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Depok memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap stroke yang kurang baik.

Introduction
Stroke is the number one cause of disability in the world and the number two cause of death in the world. Stroke is also the ninth cause of death in hospitals in Depok. Prehospital delays contribute greatly to poor stroke management. Therefore, the knowledge, attitudes and behavior of the Depok community towards stroke need to be assessed to find out the causes of pre-hospital delays.
Method
This research uses a descriptive design with a cross-sectional approach. The sampling technique used consecutive sampling technique. Data was obtained using a questionnaire consisting of 12 knowledge component questions, 4 attitude component questions, and 3 behavior component questions.
Results
Of the 400 respondents representing the people of Depok, 82.5% have poor knowledge about stroke. A total of 60.75% of the people of Depok have a poor attitude toward stroke, and 56.25% of the people of Depok exhibit poor behavior towards stroke.
Conclusion
The result shows that the majority of the people of Depok have inadequate knowledge, attitudes, and behaviors regarding stroke.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisya Salikha Putri Irawan
"Latar Belakang
Gangguan dismorfik tubuh digambarkan sebagai perilaku yang dilakukan secara berulang dan menyita waktu yang cukup banyak terhadap bagian tubuh yang dirasa kurang sempurna. Untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan dismorfik tubuh, diciptakanlah suatu instrumen yang dikenal sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS-P) guna mengidentifikasi individu yang lebih fokus pada kekhawatirannya terhadap penis. Instrumen ini berbahasa Inggris dan belum ada yang melakukan translasi ke Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan translasi dan adaptasi kultural kuesioner COPS-P dalam Bahasa Indonesia sekaligus pengujian validasi dari kuesioner yang telah ditranslasikan tersebut.
Metode
Studi ini akan menggunakan data primer hasil kuesioner dengan desain penelitian cross- sectional yang dilakukan pada tahun 2024 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Selanjutnya akan dilakukan uji validasi dengan menilai validitas dan reliabilitas dari kuesioner.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 7 responden dalam proses cognitive debriefing dan 94 responden dalam proses field testing. Penelitian ini memberikan hasil cronbach’s alpha sebesar 0.784 dan nilai r-hitung yang lebih besar daripada r-tabel yang telah ditentukan. Kesimpulan
Kuesioner COPS-P versi Bahasa Indonesia telah valid dan dapat digunakan untuk keperluan pelayanan Kesehatan.

Introduction
Body dysmorphic disorder is described as a behavior that is done repeatedly and takes a lot of time towards body parts that are considered imperfect. To identify individuals with body dysmorphic disorder, an instrument known as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) was created, which was later developed and modified as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS- P) to identify individuals who are more focused on their concerns about the penis. This instrument is in English and has not been translated into Indonesian. Therefore, this study will carry out a translation and cultural adaptation of the COPS-P questionnaire in Indonesian as well as a validation test of the translated questionnaire.
Method
This study will use primary data from a questionnaire with a cross-sectional research design conducted in 2024 according to the inclusion and exclusion criteria. Furthermore, a validation test will be carried out by assessing the validity and reliability of the questionnaire.
Results
This study involved 7 respondents in the cognitive debriefing process and 94 respondents in the field testing process. This study provided a Cronbach's alpha result of 0.784 and an r-count that was greater than the specified r-table.
Conclusion
The Indonesian version of the COPS-P questionnaire has been validated and can be used for health service purposes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisya Salikha Putri Irawan
"Latar Belakang
Gangguan dismorfik tubuh digambarkan sebagai perilaku yang dilakukan secara berulang dan menyita waktu yang cukup banyak terhadap bagian tubuh yang dirasa kurang sempurna. Untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan dismorfik tubuh, diciptakanlah suatu instrumen yang dikenal sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi sebagai Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS-P) guna mengidentifikasi individu yang lebih fokus pada kekhawatirannya terhadap penis. Instrumen ini berbahasa Inggris dan belum ada yang melakukan translasi ke Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan translasi dan adaptasi kultural kuesioner COPS-P dalam Bahasa Indonesia sekaligus pengujian validasi dari kuesioner yang telah ditranslasikan tersebut.
Metode
Studi ini akan menggunakan data primer hasil kuesioner dengan desain penelitian cross- sectional yang dilakukan pada tahun 2024 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Selanjutnya akan dilakukan uji validasi dengan menilai validitas dan reliabilitas dari kuesioner.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 7 responden dalam proses cognitive debriefing dan 94 responden dalam proses field testing. Penelitian ini memberikan hasil cronbach’s alpha sebesar 0.784 dan nilai r-hitung yang lebih besar daripada r-tabel yang telah ditentukan. Kesimpulan
Kuesioner COPS-P versi Bahasa Indonesia telah valid dan dapat digunakan untuk keperluan pelayanan Kesehatan.

Introduction
Body dysmorphic disorder is described as a behavior that is done repeatedly and takes a lot of time towards body parts that are considered imperfect. To identify individuals with body dysmorphic disorder, an instrument known as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire (COPS) was created, which was later developed and modified as the Cosmetic Procedure Screening Questionnaire for Penile Dysmorphic Disorder (COPS- P) to identify individuals who are more focused on their concerns about the penis. This instrument is in English and has not been translated into Indonesian. Therefore, this study will carry out a translation and cultural adaptation of the COPS-P questionnaire in Indonesian as well as a validation test of the translated questionnaire.
Method
This study will use primary data from a questionnaire with a cross-sectional research design conducted in 2024 according to the inclusion and exclusion criteria. Furthermore, a validation test will be carried out by assessing the validity and reliability of the questionnaire.
Results
This study involved 7 respondents in the cognitive debriefing process and 94 respondents in the field testing process. This study provided a Cronbach's alpha result of 0.784 and an r-count that was greater than the specified r-table.
Conclusion
The Indonesian version of the COPS-P questionnaire has been validated and can be used for health service purposes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kayla Talitha Hamzah
"Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia. Penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk mengurangi dampak negatif stroke. Aplikasi digital pre-hospital notifikasi dianggap dapat meningkatkan awareness masyarakat terhadap stroke serta mendukung respon cepat dalam penanganannya. Namun, tingkat adopsi aplikasi ini masih rendah di Indonesia.
Metode
Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross-sectional yang melibatkan 111 responden berusia 18-65 tahun. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online untuk mengevaluasi pengetahuan masyarakat tentang stroke, sumber informasi yang digunakan, serta penggunaan dan efektivitas aplikasi digital pre-hospital notifikasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan distribusi frekuensi.
Hasil
Sebanyak 91,0% responden pernah mendengar tentang stroke, dan 96,4% mengenal seseorang yang pernah mengalami stroke. Sumber informasi utama yang digunakan adalah internet (37,1%) dan dari tenaga medis (20,1%). Namun, hanya 25,2% responden yang pernah menggunakan aplikasi pre-hospital notifikasi. Meskipun demikian, 71,2% responden percaya bahwa aplikasi ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang stroke, dan 79,3% percaya bahwa aplikasi ini mampu mengubah perilaku terkait penanganan stroke.
Kesimpulan
Masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang stroke, tetapi penggunaan aplikasi pre-hospital notifikasi masih rendah. Aplikasi ini dinilai efektif dalam meningkatkan kesadaran dan perilaku terkait penanganan stroke. Kampanye yang lebih luas diperlukan untuk meningkatkan adopsi aplikasi ini di masyarakat.

Introduction
Stroke is one of the leading causes of death and disability in Indonesia. Fast and appropriate treatment is essential to reduce the negative impact of stroke. The digital pre-hospital notification application is considered to be able to increase public awareness of stroke and support rapid response in handling it. However, the adoption rate of this application is still low in Indonesia.
Method
This study is a cross-sectional descriptive study involving 111 respondents aged 18-65 years. Data collection was conducted through an online questionnaire to evaluate public knowledge about stroke, sources of information used, and the use and effectiveness of digital pre-hospital notification applications. Data analysis was conducted descriptively using frequency distribution.
Results
A total of 91.0% of respondents had heard of stroke, and 96.4% knew someone who had experienced a stroke. The main sources of information used were the internet (37.1%) and from medical personnel (20.1%). However, only 25.2% of respondents had used the pre-hospital notification application. However, 71.2% of respondents believed that this application could increase public awareness of stroke, and 79.3% believed that this application could change behavior related to stroke management.
Conclusion
The community has quite good knowledge about stroke, but the use of pre-hospital notification applications is still low. This application is considered effective in increasing awareness and behavior related to stroke management. A wider campaign is needed to increase the adoption of this application in the community.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najma Ali
"Latar Belakang
Alat genital perempuan merupakan komponen penting dalam sistem reproduksi yang sering diabaikan dalam penelitian. Studi terdahulu menunjukkan rendahnya pemahaman tentang anatomi genitalia perempuan, baik di kalangan masyarakat umum maupun profesional medis. Kurangnya pemahaman ini berdampak pada perilaku kesehatan, pengambilan keputusan medis, dan persepsi diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan perempuan Indonesia terhadap anatomi genital mereka. Metode
Data penelitian ini diambil pada Oktober 2024 melalui kuesioner yang disebarkan secara daring ke perempuan di seluruh Indonesia. Hasil kuesioner dianalisis dengan deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan, pengaruh sosial media, dan citra diri perempuan di Indonesia terhadap genitalia mereka.
Hasil
Dari 166 perempuan di Indonesia yang mengisi kuesioner, didominasi usia 18-25 tahun sebesar 67,5%, serta dominasi tingkat pendidikan lulusan SMA (47,6%) dan lulusan S1 (45,8%). Persebaran daerah jika dilihat dari domisili 37 provinsi di Indonesia, kecuali Sumatera Selatan. Cakupan daerah tinggal mencakup 89 kota/kabupaten dan 57 suku di Indonesia. Pada pengetahuan jumlah lubang genitalia eksternal tidak ada yang menjawab 0 dan 49,4% menjawab dengan benar (3 lubang). Pada pengetahuan anatomi genitalia eksternal, 57,2% responden mendapatkan skor 7 (semua benar). Ditemukan bahwa pengetahuan anatomi genitali 70,5% perempuan di Indonesia dipengaruhi sosial media. Citra diri terhadap genitalia perempuan di Indonesia tinggi pada 97,6%, sisanya berada pada kategori rendah dengan skor 12/14 dari 28.
Kesimpulan
Pengetahuan anatomi genitalia pada perempuan Indonesia masih kurang optimal, dengan 50,6% responden salah mengidentifikasi jumlah lubang, meski 57,2% menunjukkan pemahaman anatomi yang baik secara umum. Media sosial berperan besar (70,5%) dalam pengetahuan anatomi, dan mayoritas (97,6%) memiliki citra diri positif. Usia dan pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan maupun citra diri secara signifikan.

Introduction
Female genitalia are essential components of the reproductive system often overlooked in research. Previous studies indicate poor understanding of female genital anatomy, both among the general public and medical professionals. This lack of understanding impacts health behaviors, medical decision-making, and self-perception. This study aims to assess Indonesian women's knowledge of their genital anatomy.
Method
Data was collected in October 2024 through an online questionnaire distributed to women across Indonesia. The questionnaire results were analyzed descriptively to determine knowledge levels, social media influence, and Indonesian women's self-image regarding their genitalia.
Results
Of 166 Indonesian women respondents, 67.5% were aged 18-25 years, with educational backgrounds predominantly high school graduates (47.6%) and bachelor's degree holders (45.8%). Geographic distribution covered 37 provinces in Indonesia, except South Sumatra, spanning 89 cities/districts and 57 ethnic groups. Regarding external genitalia openings knowledge, none answered zero, and 49.4% correctly identified three openings. For external genital anatomy knowledge, 57.2% of respondents scored perfectly (7/7). Social media influenced 70.5% of Indonesian women's genital anatomy knowledge. Self-image regarding genitalia was high in 97.6% of respondents, with others scoring 12/14 dari 28 in the low category.
Conclusion
Knowledge of genital anatomy among Indonesian women remains suboptimal, with 50.6% incorrectly identifying the number of openings, although 57.2% demonstrated good general anatomical understanding. Social media plays a significant role (70.5%) in anatomical knowledge, and the majority (97.6%) maintain positive self-image. Age and education did not significantly influence knowledge levels or self-image.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakean Ahmad Kiansantang
"Latar Belakang
Cedera otak traumatis atau traumatic brain injury (TBI) merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang umum terjadi pada anak-anak, orang dewasa hingga umur 24 tahun, dan lansia dengan umur >75 tahun.1–3 Di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,87 juta kasus pasien cedera otak traumatis, dimana 2,5 juta pasien masuk ke Instalasi Gawat Darurat, termasuk lebih dari 812.000 pasien anak-anak. Di Indonesia sendiri, menurut Riskesdas 2018, prevalensi kejadian cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9%.2 Pada penelitian ini, akan dilakukan pengumpulan serta pengolahan data terkait profil diagnosis cedera kepala yang dioperasi. Data yang terkumpul dapat digunakan oleh pihak terkait untuk menilai resiko, prevalensi, diagnosis, dan tatalaksana operatif cedera kepala.
Metode
Metode penelitian melibatkan data retrospektif terhadap pasien yang menjalani tatalaksana operatif akibat cedera kepala di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2016 hingga 2020. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional dengan metode consecutive sampling.
Hasil
Populasi yang masuk dalam kriteri studi berjumlah 219 pasien. Terdiri dari, 176 pria (80,37%) dan 43 wanita (19,63%) dengan rata-rata umur 28,66. Kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur remaja akhir (17-25 tahun) (Tabel 1 & 2). Diagnosis tersering yang ditemukan adalah epidural hematoma sebesar 54,34% (n = 119). Jenis tatalaksana tersering adalah kraniotomi (54,74%; n = 120). Dari 219 mengenai GCS dan penyebab trauma tersedia untuk 80 pasien. GCS 14-15 atau mild TBI adalah pasien terbanyak (43,59%; n = 34), dengan penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas (63,75%; n = 51)
Kesimpulan
Pasien cedera kepala yang dioperasi di RSCM pada tahun 2016-2020, umumnya mengalami mild TBI (GCS 14-15). Peneybab tersering adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Jumlah pasien laki-laki dibandingkan perempuan adalah 4 : 1. Rata-rata umur pasien adalah 28,66. Kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 17-25 tahun. Epidural hematoma adalah diagnosis yang tersering yang ditemukan pada populasi studi. Kemudian jenis tatalaksana yang tersering adalah kraniotomi.

Background
Traumatic brain injury (TBI) is a common cause of death and disability in children, adults up to 24 years of age, and elderly people aged >75 years. 1–3 In the United States there are approximately 2, 87 million cases of traumatic brain injury patients, of which 2.5 million patients were admitted to the Emergency Department, including more than 812,000 pediatric patients. In Indonesia itself, according to Riskesdas 2018, the prevalence of head injuries in Indonesia is 11.9%.2 In this research, data will be collected and processed regarding the diagnosis profile of head injuries that are operated on. The collected data can be used by related parties to assess the risk, prevalence, diagnosis and operative management of head injuries.
Methods
The research method involved retrospective data on patients who underwent operative treatment for head injuries at Cipto Mangunkusumo Hospital from 2016 to 2020. This research design used an observational descriptive design with a consecutive sampling method.
Results
The population included in the study criteria was 219 patients. Consisting of 176 men (80.37%) and 43 women (19.63%) with an average age of 28.66. The largest age group is the late teenage age group (17-25 years) (Table 1 & 2). The most common diagnosis found was epidural hematoma at 54.34% (n = 119). The most common type of treatment was craniotomy (54.74%; n = 120). Of the 219 questions regarding GCS and causes of trauma were available for 80 patients. GCS 14-15 or mild TBI was the most common patient (43.59%; n = 34), with the most common cause being traffic accidents (63.75%; n = 51).
Conclusion
Head injury patients operated on at RSCM in 2016-2020 generally experienced mild TBI (GCS 14-15). The most common cause is a traffic accident. The number of male patients compared to female is 4: 1. The average age of patients is 28.66. The largest age group is the 17-25 year age group. Epidural hematoma was the most common diagnosis encountered in the study population. Then the most common type of treatment is craniotomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>