Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Warsono
Abstrak :
Perubahan lingkungan hidup buatan yang dialami oleh migran Madura dari lingkungan hidup buatan Madura ke lingkungan hidup buatan Surabaya menuntut migran untuk mengembangkan suatu strategi adaptif terhadap kondisi lingkungan hidup yang baru. Agar bisa survive migran Madura harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidup di Surabaya dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di Surabaya. Penelitian ini dilakukan di empat Kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan, (2) Kelurahan Gading Kecamatan Tambaksari, (3) Kelurahan Penggirikan Kecamatan Semampir, dan (4) Kelurahan Kalikedinding Kecamatan Kenjeran semua di wilayah Surabaya Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi adaptif yang dikembangkan migran Madura dalam upaya menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidup buatan di Surabaya dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kegiatan ekonomi, interaksi sosial, pola penyebaran dan pemukiman serta nilai-nilai yang mendasari perilaku masyarakat migran Madura di Surabaya. Penelitian ini bersifat explanatory research yang akan menjelaskan hubungan antara lingkungan dengan kebudayaan serta pola-pola yang dikembangkan migran Madura di Surabaya. Untuk memperoleh data digunakan angket dan wawancara secara mendalam. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan uji statistik deskriptif, Chi Kuadrat, Rank-Order Spearman. Sedangkan data yang bersifatkualitatif dianalisis .dengan menggunakan metode interpretasi dan pemahaman (verstehen). Dari analisis data diperoleh beberapa temuan bahwa: (1) masyarakat Madura mempunyai etos kerja dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama orang Madura, (2) migran Madura pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan (3) dinamika diferensiasi kerja rendah, begitu juga teknologi yang mereka gunakan dalam kegiatan ekonomi, akibatnya (4) pendapatan mereka juga rendah. Rendahnya adaptasi migran Madura dalam kegiatan ekonomi ditunjukkan dengan tidak adanya hubungan antara lama tinggal dengan jenis pekerjaan serta tidak adanya hubungan antara lama tinggal dengan pendapatan. Masyarakat migran Madura cenderung mempertahankan budayanya. Di perantauan pun mereka tetap mempertahankan nilai-nilai budaya daerahnya. Mereka merasa lebih aman dalan lingkungan budaya asalnya, sehingga cenderung bersifat eksklusif dan terkesan kurang ramah. Migran Madura cenderung untuk hidup secara mengelompok, namun pengelompokan ini tidak ada hubungannya dengan daerah asal mereka. Mereka menyebar secara merata hanpir di seluruh wilayah Kotamadya Surabaya. Pengelonpokan ini ada hubungannya dengan pekerjaan mereka. Mereka lebih memilih bertenpat tiggal di tenpat-tempat yang dekat dengan kegiatan ekonomi seperti pasar. Mereka juga mempertahankan solidaritas bersama, termasuk dalam kegiatan ekonomi. Solidaritas dalam kegiatan ekonomi ini menjadi kekuatan mereka dalam beradaptasi dan mengatasi masalah di Surabaya. Selain solidaritas, nilai yang adaptif dalam budaya Madura adalah sikapnya yang mau bekerja keras, menghargai setiap jenis pekerjaan, ulet dan realistis.
The man-made environmental changes experienced Madurese migrants from Madurese to Surabaya environment require them, to develop an adaptive strategy to a new environmental condition. In order to survive they have to adapt themselves to the new condition and solve their problems that they face in Surabaya. This research was conducted in four villages i.e (1) Kemayoran, K rembangan subdistrict, (2) Gading, Tambaksari sub-district, (3) Penggirikan, Semampir subdistrict, and (4) Kalikedinding, Kenjeran subdistrict. All of then are located in the northern Surabaya. This research tries to know the adaptive strategy of Madurese migrants in the new condition in Surabaya and how they face their problems in these new areas, especially to know the economic business system, the social interaction, the pattern of the spreading and the settlement and the values as the basis of their behavior in Surabaya. This research is an explanatory research, which tries to explain the relation between the environment with the culture and the patterns developed by the Madurese migrants in Surabaya. Questionnaires and deep interviews are used to collect the data. The quantitative data are analyzed by using the descriptive statistics; Chi-Square and Rank-Order Spearman. The qualitative data are analyzed by using -the interpretative an comprehension method. From the data analysis some findings are obtained: i.e. (1) Madurese community have high work ethic and solidarity to the fellow Madurese, (2) Generally Madurese migrants have low education. Because of this (3) the dynamics of work differentiation is low, so is the technology in economic business, the effect is that (4) their income is low. The low adaptation of Madurese migrants in economic business is shown by the fact that there is no correlation between the types of their work and the length of their living time and between the length of their living time and their income. Madurese migrant community tends to maintain their culture. In their foreign regions they practice their native values. They feel more secure in their native culture, so that they become exclusive and unfriendly. Madureses migrants have a tendency to live in groups, but this grouping does not have any relationship with their native regions. They spread evenly in Surabaya municipatility. This grouping has a relationship with their work. They tend to choose their place of residence near to their work. They tend to live in the places near the economic activities such as markets. Solidarity in economic activities is their power to adapt and solve their problems in Surabaya. Be-sides, the adaptive values in Madurese culture are their attitudes to work hard, to appreciate any type of work, to persevere and to be realistic.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Widodo
Abstrak :
Ringkasan Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranserta masyarakat dalam Pelaksanaan Program Kebersihan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian adalah identifikasi tingkat peranserta masyarakat terhadap pelaksanaan program Kebersihan dan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta itu, adanya perbedaan tingkat peranserta antara warga masyarakat di lingkungan wilayah Kotamadya Surakarta. Peranserta masyarakat dalam Pelaksanaan Program Kebersihan kegiatan-kegiatan kebersihan. Untuk mengukur tingkat peranserta masyarakat terhadap program kebersihan ditetapkan indikator-indikator berikut menghadiri rapat/pertemuan, memberikan gagasan, memberikan dukungan, memberikan sumbangan barang, uang, melaksanakan pengangkutan sampah, melaksanakan perbaikan saluran air dan melaksanakan instruksi Walikotamadya. Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi peranserta adalah bantuan fasilitas kerja, bimbingan/penyuluhan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, serta pandangan dan sikap masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada 10 kelurahan, dipilih secara acak di lima wilayah kecamatan di Kotamadya Dati II Surakarta Jawa Tengah. Dari masing-masing kecamatan diambil 15 responden sehingga keseluruhan responden ada 75 orang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 65,33 persen tingkat peranserta masyarakat tinggi, sedang 34,6 persen lainnya rendah/sangat rendah. Hal ini tentunya ada hubungannya dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berperanserta. Penelitian ini diarahkan untuk mendeteksi sejumlah faktor yang memberi peluang bagi terciptanya kesempatan, kemampuan serta kemauan masyarakat untuk berperanserta. Faktor yang ada hubungannya dengan kesempatan masyarakat untuk berperanserta adalah bantuan fasilitas kerja, sedangkan faktor-faktor kemampuan adalah bimbingan/penyuluhan, pendidikan dan pendapatan. Adapun faktor-faktor yang ada hubungannya dengan kemauan masyarakat untuk berperanserta adalah keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, pandangan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan. Faktor yang ada hubungan dengan kesempatan masyarakat untuk berperanserta, seperti Bantuan fasilitas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara yang mendapat bantuan fasilitas kerja, banyak sekali, banyak, kurang dan kurang sekali terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam program kebersihan. Hal ini mungkin disebabkan karena warga masyarakat yang kurang/kurang sekali mendapat bantuan fasilitas kerja tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan warga masyarakat yang banyak mendapat bantuan fasilitas kerja dalam mengikuti kegiatan kebersihan terutama kegiatan yang membutuhkan fasilitas kerja yang dibebankan kepada warga masyarakat. Ada tiga faktor yang diteliti dalam hubungannya dengan kemampuan masyarakat yaitu Bimbingan/penyuluhan, pendidikan dan pendapatan. Terdapat korelasi positip antara warga masyarakat yang memperoleh bimbingan/penyuluhan sangat intensif, intensif dan kurang intensif terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam kegiatan kebersihan. Adanya pemahaman akan manfaat program kebersihan mengakibatkan peranserta yang tinggi, sebaliknya kurang intensifnya bimbingan/penyuluhan akan sulit bagi warga masyarakat memahami dan menganalisa tujuan kegiatan kebersihan, sehingga ia akan bertindak ragu-ragu dalam berperanserta terhadap kegiatan kebersihan. Faktor Pendidikan dan pendapatan tidak nyata pengaruhnya terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam uji statistik korelasi Spearman. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kesamaan latar belakang sosial budaya, sehingga power atau kekuasaan resmi yang berasal dari pemerintah akan sangat berpengaruh sekali terhadap setiap warganya. Faktor yang mempengaruhi kemauan masyarakat berperanserta adalah keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, tanggapan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan. Keadaan lingkungan pemukiman yang diduga berpengaruh terhadap tingkat peranserta masyarakat, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara keadaan lingkungan pemukiman baik, cukup, kurang. Hal ini mungkin disebabkan warga masyarakat berorientasi pada kepentingan pribadi dan status seseorang yang pada kenyataan mereka ini kurang berperanan dalam kegiatan kebersihan. Terdapat korelasi positif antara koordinasi pemerintah daerah dengan tingkat peranserta masyarakat dalam program kebersihan, hal ini dikarenakan power atau kekuasaan resmi yang berasal dari pemerintah akan sangat berpengaruh sekali terhadap kegiatan masyarakat, nilai hormat dan rukun dalam kehidupan sehari-hari yang memungkinkan mereka mau bertenggang rasa terhadap pendapat, anjuran maupun ajakan pemerintah Daerah untuk melaksanakan kegiatan kebersihan. Demikian juga pada pandangan dan sikap masyarakat terdapat hubungan yang positif dengan tingkat peranserta masyarakat. Terdapat perbedaan yang nyata antara warga masyarakat yang bersikap sangat membantu, membantu dan acuh tak acuh terhadap peranserta dalam program kebersihan. Tingkat peranserta masyarakat dalam kegiatan kebersihan dipengaruhi secara nyata oleh faktor-faktor Bantuan fasilitas kerja yang diberikan oleh pemerintah, koordinasi dari pemerintah daerah, pandangan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan dan bimbingan/penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah terutama oleh pejabat dan petugas yang berhubungan langsung dengan pengelolaan kebersihan, sedangkan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan keadaan lingkungan pemukiman tidak terdapat hubungan dengan tingkat peranserta masyarakat terhadap pelaksanaan program kebersihan, namun masih banyak faktor-faktor lain diluar tingkat peranserta yang berpengaruh terhadap keberhasilan program kebersihan di Kotamadya Surakarta.
Summary This thesis is a result of research about community participation in the implementation of cleanliness program and factors that affect it. The objectives of this research are to identify level of community participation in the implementation of the cleanliness program and to identify factors that affect level of that participation and difference of participation level among community in the Regency of Surakarta. Community participation in the implementation of cleanliness program means community involvement in 'the cleanliness activity. These are indicators used to measure level of participation among the members of community in the implementation of the cleanliness program: giving ideas, giving supports, giving material and financial supports, doing sanitary renovation, and obeying the government's instructions. Factors that affect participation are support for working facilities, coordination?s among the government's organ, perception and attitude of members of community, guidance / counseling, level of income, level of education and human settlement environment. This research is conducted in 10 kelurahan (villages); samples are collected by randomness in five districts (kecamatan) in the Surakarta Regency, Central Java. There is ten villages (kelurahan) chosen among five districts (kecamatan). Fifteen samples are put in each district. Totally, there are 75 samples. The result of the research shows that 65,33 percent of the respondents have high level of participation, while 34,6 percent of them shows law level of participation. This is certainly related to opportunity, ability, and the will of the community to participate. This research is intended to identity factors that give probability for creating opportunity, ability and also the will of the members of the community to participate. Factor related to opportunity for participation is supports for work facilities, while the factors related to ability are guidance / counseling, education and income. The factors that have relation to the will of community to participate are the settlement environment, coordination among the organs of the government, the perception and attitude of community of, and toward, the cleanliness program. Factor that has relation to people's opportunity to participate, like supports for work facilities shows that there are significant differences among the people in getting work facilities. The greater the facilities they get, the higher the level of participation they have in the cleanliness program. There are three factors studied here that are related to community ability, namely guidance / counseling, education and income. There is a positive correlation between the people who get very intensive, intensive and less intensive in guidance / counseling to level of community participation in the cleanliness program activities. Understanding of cleanliness program utilities causes high participation, on the other hand the lack of guidance / counseling causes to the difficulty in understanding and in analyzing the aims of the cleanliness activity, so they will act doubly in participating in the cleanliness activity. Education and income factors don't have significant effect on level of community participation, according to statistical evaluation in Spearman Correlation. This is, maybe, caused by the similarity in socio-cultural backgrounds, 50 the power or legal authority of the government will have very significant affect on every people. The factors that affect the will of the community to participate are human settlement environment, coordination among the government's organs, perception and attitude of community of, and toward, the cleanliness program. Human settlement environment which is predicted has an effect on level of community participation doesn't show a significant effect between good, enough and less in human settlement environments. Probably this is caused by orientation among individuals in the community to their own interests and statuses. Accordingly, they show less attention to the cleanliness program. There is a positive correlation between coordination among the government's organs and the level of community participation in cleanliness program. Consequently, the power or legal authority of the government has very significant effect on community activity, appreciation to values and friendship in daily life style, which enable them to be ready to appreciate public opinions, advice and instructions from the Regency government to do cleanliness activity. Similarly, there is positive correlation between perception and attitude of the community of, and toward, cleanliness and their level of participation. In other words, those with positive perception and attitude show more participation in the cleanliness program. Level of community participation in the cleanliness activity is significantly affected by such factors as supports for working facilities, which are given by the government, and coordination among the government?s organs, perception and attitude of community to the cleanliness program, and guidance / counseling which are given by the government, especially by bureaucrats and officials who have direct relation with cleanliness management. On the other hand, level of income, level of education and human settlement environment don't have relation to level of community participation in the implementation of the cleanliness program, but there are still other factors out of level of participation that influence the success of the cleanliness program in the Surakarta Regency.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Witoelar
Abstrak :
Ringkasan
Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi manusia semakin banyak, Iuas, dan kompleks, karenanya semakin mendesak pula peningkatan partisipasi semua orang dalam pemecahan masalahnya. Solusi Iingkungan tidak saja harus Iebih holistik, juga perlu ditangani secara Iintas wilayah/negara, lintas sektoral, Iintas disiplin llmu, dan oleh seluruh Iapisan masyarakat. Tanggung jawab lingkungan tidak saja global, nasional, lokal dan komunal, melainkan juga sudah harus disertai tanggung jawab perorangan.

Konsumerisme hijau adalah suatu fenomena sosial yang tumbuh dengan pesat pada dekade 1980an sebagai artikulasi tanggung iawab perorangan tersebut. Dalam fungsinya sebagai konsumen, semua orang mempunyai hak atas Iingkungan hidup yang bersih dan sehat. Selain itu semua konsumen juga mempunyai tanggung jawab akan dampak konsumsinya terhadap kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan.

Tanggung jawab konsumen ini dapat diartikulasikannya dalam kegiatan yang secara populer disebut 4R, yaitu reuse (penggunaan kembali), recycle (daur ulang), reduce (pengurangan konsumsi) dan replace (mengganti konsumsi dengan yang lebih ramah lingkungan). Dilaksanakan oleh banyak orang, 4R dapat mendorong peningkatan tanggung jawab lingkungan para produsen.

Di Indonesia, proses daur ulang limbah secara tradisional telah berlangsung cukup Iama. Program PEDULl 92 yang diprakarsai Dana Mitra Lingkungan di Jakarta mencoba melalui berbagai intervensi meningkatkan kondisi dan kemampuan para pelapak (penampung limbah dari pemulung) dan bandar (penampung dari pekapak) untuk mengelola limbah daur ulang lebih baik.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan intervensi seperti Program PEDULI 92 dapat ditingkatkan kuantitas dan kualitas Iimbah yang didaur ulang. lngin diketahui apakah dalam jangka panjang adanya intervensi semacam ini ini beban lingkungan dapat dikurangi, penghasilan pemulung dapat ditingkatkan sebagai upaya mengangkat kemiskinan, dan daur ulang limbah dapat menjadi titik masuk pengembangan konsumerisme hijau di Indonesia.

Penelitian dilakukan terhadap 109 responden pelapak dengan sampling secara acak dan proporsional berdasarkan distribusi populasi di 5 wilayah DKI Jakarta. Penelitian berbentuk wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung. Juga diadakan penelitian retrospektif dengan menelaah dokumen-dokumen yang ada serta studi literatur mengenai konsumerisme hijau dan daur ulang di berbagai negara.
Abstract
Environmental problems facing humankind have become more diverse and complicated, demanding increased popular participation in implementing solutions. The solutions should be approached not only holistically, but also : cross-sectoral, transending national boundaries as well as scientific disciplines and at all levels of community. There should be individual responsibility as well as global, national, local, and communal concerns to deal with the issues.

Green consumerism is a social phenomena that emerged rapidly in the 80s as articulation of this individual responsibility. As consumers, everybody has the right to a clean and healthy environment. At the same time everybody has responsibility for the impacts of consumption that could lead to the deterioration of environmental quality.

The consumers' responsibility can be articulated into their daily activities, which is popularly known as 4R (reuse, recycle, reduce, and replace). If implemented by a substantial numbers of people, 4R can certainly push environmental responsibility of producers.

ln Indonesia, traditional waste recycling processes has been present for a long time. PEDULI 92 Program which was initiated by Dana Mitra Lingkungan in Jakarta, through various means endeavours to improve conditions and capabilities of the pelapak (a person who collects waste from scavengers) and bandar (a person who collects waste from pelapaksl in managing waste recycling).

The main objective of this research is to observe whether the intervention of a program such as PEDULI 92 in traditional waste recycling processes can increase the quality and quantity of waste to be recycled. lt is also to ascertain whether in the long run this intervention can reduce environmental burden & increase scavengers' income to improve their quality of life; and whether waste recycling can become the entry point of green consumerism in Indonesia.

This research involved 109 pelapaks using purposive proportional size sampling, based on scavengers' population distribution in 5 municipalities of Jakarta.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mazzia Luth
Abstrak :
ABSTRAK
Adapun yang nienjadi pokok permasalahan dalam peneli tian ini adalah sampai seberapa jauh perubahan yang ter jadi dalam pola?pola pengolahan. Lahan pertanian dan kese imbangan lingkungan sebagai akibat mirasi selektis. Di samping itu akan dipermasalahkan pula apakah benar keter libatan masyarakat Mìnangkabau dalam ekonomi pasar meng ganggu keseimbangan lingkungan ?

hipotesis yang diajukan (dalam arti asumsi) adalah :

1. Jika efisiensi pengolahan lahan pertanian ditingkatkan maka keseimbangan lingkungan dapat dicapai.

2. Migrasi selektif merupakan salah satu mekanisme sosial dalam membina keseimbangan lingkungan. Jika migrasi tinggi intensitasnya, maka tekanan penduduk menjadi kecil.

Dalam studi kasus desa Koto Tuo tidak terdapat tanah terlantar. Hal ini disebabkan oleh karena sawah masih di anggap sebagai lambang keberhasilan. Menurut sistem ni lai budaya dalam masyarakat setempat, kualitas lebih uta ma dari kuantitas. Oleh sebab itu sawah tetap saja dita nami, walaupun tidak secara gotong royong lagi, melainkan secara mengupah.

Adanya migrasi tidak banyak mempengaruhi pola - pola pengolahan lahan pertanian scara tradisional, tiada usa ha peningkatan efisiensi dan karenanya produktifitas ti dak dapat ditingkatkan. Namun demikian keseimbangan ling kungan masih dapat dipertahankan.

Sebagai kesimpulan dan penelitian ini adalah bahwa migrasi selektif tidak rnenimbulkan perubahan pada pola? pola pengolahan lahan pertanian. migrasi mem punyai dampak positif terhadap lingkungan alam. Pendorong utama terjadiya gerakan penduduk adalah suatu penghidup an yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi. Hal itu terutama disebabkan oleh karena daya dukung lingkung an sudah berada di ambang batas. Persepsi petani terhadap Profesinya tidak memberikan gambaran yang cerah. prospekna di masa depan tidak memberikan harapan yang lebih baik. Walaupun mereka hidup di atas garis kemiskinan, tetapi merasa miskin. Migrasi tampaknya salah satu strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi permasalah an hidup yang ditimbulkan oleh perubahan linkungan.
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suady Husin
Abstrak :
ABSTRAK
Nias, adalah nama pulau atau daerah yang terletak disebelah barat pulau Sumatera. Daerah ini merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam propinsi sumatera Utara. Masyarakat di daerah itu sebagian besar hidup sebagai petani.

Daerah Nias, mulanya merupakan daerah yang banyak menghasilkan dan mengeksport kopra. Karet. Beras, biji pala, kopi dan babi ke luar daerah. Ajab tetapi menjelang tahun 1960 an dan sampai sekarang, hasil-hasil itu terus mengalami penurunan. Bahkan beras yang merupakan kebutuhan pokok penduduk, sebagian harus dibantu dengan didatangkan dari luar daerah. Keadaan ini selalu ditimpahkan kesalahan pada sistem kehidupan sosial masyarakatnya, dianggap statis, tidak berkembang, tidak dapat menyesuaikan diri, kolot dan sebagainya.

Akan tetapi mereka sering tidak memahami bahwa perubahan kehidupan sosial masyarakat, juga dapat menjadi penyebab menurnnya hasil produksi pertanian. Misalnya meningkatnya tuntutan terhadap kesejahteraan sosial masyarakat dapat mempengaruhi pola tingkah laku dalam menggunakan sumberdaya alam. Timbulnya upaya dengan maksud menaikkan daya dukung lingkungan, tetapi sering terjadi sebaliknya yakni menurunnya daya dukung lingkungan. Yang pada gilirannya membawa dampak pada sistem lain, dan diantaranya menurunnya hasil produksi pertanian.

Bertitik tolak dari pemikiran itu kami mencoba mengadakan penelitian pada dinamika kehidupan sosial masyarakat Nias dalam kaitannya dengan keserasian ekosistem. Yang meniadi masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Sejauh mana dan faktor apa yang mendorong terjadinya perkembangan/Perubahan pada sistem kehidupan sosial masyarakat ; (2) bagaimana fungsi perubahan terhadap ekosistem.

Penelitian bertujuan : (a) untuk dapat mengidentifikasi dipertimbangkan untuk mengadakan proyeksi terhadap pola-pola kehidupan masa mendatang serta (b) dapat mengetahui kemungkinan kebijaksanaan dan mekanisme pengendalian sosial untuk membatasi gangguan terhadap ekosistem yang sebaik? baiknya.

Adapun vaniabel yang diteliti yaitu perkembangan sistem pencaharian hidup, mulai dari stadium antropòsere I sampai dengan stadium antroposere V. Dengan indikator : faktor yang mendorong mereka melakukan dan tidak melakukan sistem pencaharian itu ; bagaimana dampak sistem pencaharian itu terhadap unsur ekosistem ( lingkungan alam ); bagaimana keadaan hasil yang diperoleh dengan keadaan lìngkungan itu ? Penelitian ini dilakukan di daerah Nias, dengan ernpat kecamatan sebagai sampel lokasi, setiap kecamatan itu ditetapkan empatdesa/kelurahan yang menjadi sampel lokasi. Sampel lokasi ditentukan secara stratifeld sampling berdasarkan purposive sample. Setiap desa/kelurahan sampel lokasi ditetapkan dua orang informan puposive sample. Sedangkan responder, ditetapkan sebanyak 100 orang yang diambil dari setiap sampel lokasi yang jumlahnya didasarkan Pada Perentase. jumlah rumah tangga yang terdapat pada Masing-masing kecamatan dan desa/kelurahan sampel lokasi itu.

Data diperoleh dengan cara ; Wawancara dengan para informan angket utuk dijawab oleh para responden, pengamatan lapangan dan menelaah bahan?bahan bacaan yang berkaitan dengan penelitian.

Adapun hasil penelitian dapat disimpulkan secara ringkas sebagai berikut :

(1) Dinamika yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial masyarakat Nias dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, pada saat ini telah berada dan beradaptasi dengan semakin terkosentrasi pada sitem pencaharian agraris ( tingkat kehidupan manusia pada stadium antroposere IV ).

(2) Adaptasi yang dilakukan pada setiap tahap stadium kehidupan itu ( stadiurn antroposere I, II dan III ), walaupun telah berada pada sistem pencaharian agraris, selalu meniadi penyebab dan menyebabkan rnenurunnya kualitas lìngkungan hidup alam. Seperti menjadi langkanya berbagai jenis Flora dan fauna, menyempitnya areal hutan, rusaknya ekosistem pantai dan sebagainya.

(3) Si Dinamika kehidupan sosial masyarakat Nias yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup alam Terutama seperti semakin tingginya pertumbuhan penduduk, semakin menyebarnya kemiskinan dan ketidak tahuan, integrasi budaya dan luar. Sehingga hal ini mempengaruhi sistem interaksi masyarakat itu terhadap lingkungan hidup alam. Misalnya sikap penggunaan sumberdaya alam yang tak bijaksana, intensif dan ekstensifnya penggunaan sumberdaya alam dan sebagainya. Keadaan ini membawa dampak pada sistem lain, diantaranya menurunnya hasi produksi pertanian.


ABSTRACT
Nias is an island in the area of west Sumatera. This districts is part of the province of north Sumatera. Most of it population are farmers and fisherman. Initially, Nias products and exports are copra, rubber, rice, nutmeg, coffee and pigs. As of 1960, results of said products decrease. Rice, as a primary need, must be imported.

Thus may be caused by the system of its social life which is not developing and unable to cope with the present situation. Thus resulting in the decrease of the agricultural product. Based On this reality, we are trying to make a re.1m12 reserach on the social life of the Nias community, connected to the dynamics of the adapted interrelated ecosystem. The question in this research are : (1) What factors are connected to development of the social life of the community? (2) what is the impact of the development on the ecosystem? the purpose of this research are : (a) to identyfy the social life of the Nias community ; factors that must be considered for the projections of its life design and (b) the possibility of common social mechanisme to overcame disturbances on the ecosystem.

The variable to research is the system of their means of living, starting from stadium antroposere I till stadium antroposere V. An indicator : system to perform the means of living ; how the impact works regarding the ecosystem ( natural environment ) ; and what is the result of the persent natural enveronment ?

A reserach was made in the Nias area, with fours districts ( kecamatan ) as an example, and each district was chosen as four country/district ( desa/kelurahan ) as location example. Then the location was each village/village head was drawn up by two infromants. While a respondent was drawn up 100 persons based on its total percentage of hauses at each district and village.

Data werw gathered from ; interviews with informants, circulation of questionnaires, observation on the spot an recing materials connected to this research.

Conclution of this research :

(1) The dynamics accured on the system of the social life of Nias community in fulfilling the needs of life adapted to agriculture ( human life on stadium antroposere IV ).

(2) Adapted at each stadium of living ( stadium antroposere I, II, and III ). Although a system on agriculture was reached always causing a decrease in the quality of natural environment. For instances flora and fauna, forest, sea coastr, etc.

(3) Social life of Nias community which its decrease in the quality of the environment of nature. Mostly, the increase of its population, poverty and ignorance of cultural integration from outside. Such effecting the interaction system on the people towartds the natural environment. Such as benefinting from natural sources, and the like, also an un avourable impact on other systems, like the decrease in the result of agriculture.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prapti Sri Margiasih
Abstrak :
ABSTRAK
Perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi tempat pemukiman ternyata banyak menimbulkan masalah. Lahan pertanian sekarang ini terutama yang berada disekitar perkotaan banyak yang dirubah menjadi tempat tinggal. Salah satu masalah yang ditimbulkan dengan adanya perobahan ini terutama masalah air bersih.

Pondok Ungu adalah daerah perumahan yang baru, sebagai sumber air bersih ternyata masyarakat Pondok Ungu menggunakan air tanah. penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih terutama di daerah pertanian ternyata kurang baik. Air tanah didaerah pondok Ungu ini ternyata banyak mengandung senyawa-senyawa nitrogen seperti amonia, flitrit, dan nitrat.

Amonia adalah salah satu senyawa yang menurut persyaratan air bersih tidak diperkenakan ada. Adanya amonia dalam air menunjukan bahwa dalam air tersebut masih terjadi proses peruraian.

Untuk menghilangkan amonia dan dalam air dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan melakukan penyaringan. Penyaringan air yang dilakukan dengan menggunakan suatu model saringan yang dibuat dengan mengkombinasikan pasir dan kerikil. Penggunaan kerikil bertujuan agar terjadi proses aerasi pada waktu dilakukan proses penyaringan.

Ketebalan lapisan kerikil yang dipergunakan diperoleh dengan cara percobaan yang berulang-ulang. Dari hasil percobaan yang dilakukan ternyata diperoleh ketebalan setinggi 32,57 cm dengan diameter antara 15-20 min adalah merupakan ukuran yang paling efektif dalam menurunkan amonia dari dalam air.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin, editor
Abstrak :
ABSTRAK
Rumah adalah kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisik. Seperti kebutuhan dasar lainnya, kuantitas minimum sukar dikurangi, tanpa berakibat buruk kepada kesehatan (fisik dan jiwa), maupun mutu manusianya. Hanya kualitas yang bisa disesuaikan dengan kondisi Lingkungan alam, kemampuan dan tingkat budaya manusia pendukungnya, termasuk arsitektur. Oleh karena itu, tidak satu negara pun di dunia dimana tidak terdapat masalah perumahan bagi masyarakatnya, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah

Pemerintah Indonesia telah melaksanakan perumahan dalam skala besar, terutama untuk masyarakat golongan menengah ke bawah sejak Pelita II. Tetapi laju pembangunan masih di bawah laju kebutuhan. Sebagian besar pendanaan rumah?rumah tersebut di Indonesia didukung melalui Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Ngara (KPR?BTN ). Dalam Repelita V, target pembangunan sebanyak 40.000 unit rumah ter paksa diturunkan menjadi 350.000 unit, karena pemerintah kekurangan dana. Oleh sebab itu, masalah perumahan di Indonesia makin membesar. Di samping itu, ternyata dari rumah?rumah tersebut setelah di huni, banyak yang diubah, baik luasnya maupun bahan bangunannya. Pada hal angsuran KPR sebesar 1/3 peng hasilan keluarga sudah melebihi kemampuan masyarakat pekerjia Indonesia untuk perumahan yang hanya 1/5 penghasilan keluarga. Ini suatu beban berat bagi masyarakat yang kondisi ekonominya sudah sulit itu. Bagi lingkungan, ini merupakai pemborosan sumberdaya dan meningkatnya Iimbah. Perluasan rumah yang ter paksa melanggar peraturan bangunan, karena terbatas nya luas tanah kapling, akan menurunkan mutu ling kungan fisik rumah tarsebut. Akibatnya, kanyamanan rumah berkurang. Bila diatasi dengan kemajuan tekno logi, akan membutuhkan tambahan biaya lagi untuk membeli peralatan dan pembayaran rekening listrik. Hal ini karena masalah karakteristik keluarga calon penghuni belum dipertimbangkan dalam pembangunan rumah secara massal tersebut. Yang dipertimbangkan baru besar penghasilan keluarga, agar angsuran kreditnya tidak macet.

Maksud penelitian ini adalah untuk menemukan faktor? faktor karakteristik keluarga yang ada hubungan dan pengaruhnya terhadap perluasan lantai rumah, berapa luas lantai rumah rata?rata yang dibutuhkan, bahan bangunan apa yang mereka pakai, hubungan karakteris tik keluarga tersebut dengan penurunan rnutu lingkung an fisik rumah, serta persepsi keluarga penghuni terhadap rumahnya sebelum dan sesudah diubah.

Lokasi penelitian adalah di perumahan PERUMNAS Klen der, ecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan pada rumah?rumah tipe D.45 dengan sampel sebanyak 100 keluarga dan rumahnya. Teknik pengumpul an data yang digunakan adalah kuisioner, wawancara, observasi, pengukuran, penggambaran, dan dokumenter. Analisa data yang digunakan adalah analisis kuantita tif (distribusi frekuensi, deskriptif, kai?kuadrat dan regresi linier), dan analisis kualitatif.

Secara singkat, hasil penelitian sebagai berikut:

1. Lingkungan makro kompleks perumahan PERUMNAS Klender cukup baik dalam hal keanekaragaman dan penyebaran penghuni, sistem jaringan Jalan, trans portasi dan drainase, kecuali suplai air minum dan PAM DKI Jakarta. Untuk memecahkan masalah air ini, penduduk memompa air ber-sih, dan air tanah dangkal dengan pompa (listrik atau tangan). Keseimbangan lingkungan meningkat terus dengan semakin lengkap nya fasilitas sosial, sehingga mempengaruhi per kembangan wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, para penghuni betah tinggal di sana, tidak ingin pindah ke tempat lain, walaupun mereka belum puas dan masih ingin mengubah bahan bangunan dan luas rumah mereka lagi.

2 Rata?rata luas lantai rumah sudah berkembang dari 45 M2 menjadi 76 M2 dengan luas tanah kapling rata? rata 108 M2.

3 Tingkat pendidikan Kepala?keluarga, jumlah anggata keluarga penghuni, dan luas tanah kapling, berkore lasi positif dalam taraf nyata berarti, dan sangat berarti, dengan perluasan lantai rumah.

4 Hubungan tingkat pendidikan Anak tertinggi, jumlah penghasilan keluarga, daerah asal. Kepala?keluarga dengan perluasan lantai rumah, tidak berarti. Diduga para penghuni menggunakan dana di luar peng hasilan mereka untuk mengubah rumahnya.

5. Dampak dari perubahan rumah?rumah tersebut, adalah menurunnya mutu kelancaran sirkulasi udara dan mutu pemanfaatan terang hari ke dalam rumah. Sekarang, 74% rumah?tangga, luas halaman yang tidak diperke ras sudah di bawah 10% dan luas tanah kaplingnya.

6. Hubungan tingkat pendidikan (Kepala?keluarga dan Anak tertinggi), tingkat penghasilan, daerah asal Kepala?keluarga, dan luas tanah kapling, dengan penurunan mutu lingkungan fisik rumah-rumah tersebut, tidak berarti.

7 Jumlah anggota keluarga penghuni rumah, ada hubung annya dalam taraf nyata berarti dengan mutu pe manfaatan terang hari ke dalam rumah.

8 Walaupun dalam taraf nyata tidak berarti, terdapat derajat hubungan sedang antara daerah asal Kepala? keluarga dengan mutu pemanfaatan terang hari dan luas tanah kapling yang tidak diperkeras. Pada rumah?rumah yang Kepala?keluarganya berasal dari Sumatera, relatif lebih baik daripada rumah?rumah yang Kepala?keluarganya berasal dari Jawa.

9 Rumah?rumah tersebut sekarang, 14% sudah ber tingkat, 11% jemuran sudah di atas atap, 32% sudah melanggar garis sempadan bangunan dan setengah dan responden menyatakan, mengubah rumahnya tanpa izin.


ABSTRACT
House is a physical basic need for human. Like other basic needs, minimum quantity is difficult to be mi nimized without having bad impact, to health (psyche and physical), and to human quality. It is only the quality which is able to be adapted with natural en vironment condition, the capability and cultural le vel of its supporter human including the architec ture. Therefore, we can always find housing problems among the citizen over the countries around the world, mainly in the middle and low class citizen.

Indonesian Government has executed housing develop ment in large scale, mainly for low and middle class community since Pelita II. Nevertheless the rate of housing necesity is still above the rate of housing development rate.

Most of housing fund in Indonesia is supported by the house owning credit from Bank Tabungan Negara (KPR?BTN). In Repelita V, development target as much as 450,000 houses unit is compulsory decreased the 350,000 unit because of the shortage of housing fund of Indonesian government. In that case, housing problem in Indonesia is still even bigger. In reality, most of occupied houses are changed by them, either the area of the house and the material of the house. Whereas, amount of KPR installment as much as 1/3 family income has exceeded the capability of housing income separation that reach 1/5 family incarne cl Indonesian worker community. It is actually become a burden for the community whose hard enough economic condition. For environ ment, it represent a waste of resources and the escalation of rubbish. House expansion that is com pulsary violating house establishment regulation because of the limited kavling land area wìIl reduce the physical environment quality of the house. In addition, the house convenience also reduce. If it is excelled by technology achievement, the techno logy itself will require extra cost for purchasing tools arid the amount of electrical bill. The case due to family characteristic of prospective occupant has not yet been considered in housing develoPment at large scale. The consideration is always the family income that is big enough to afford credit installment to avoid credit breakdown.

The purposes of the research are to find: family characteristic factors that have relationship and correlation to house floor expansion, the average of house floor needed, what materials are used, family charateristic relationship with the reduction of physical environment quality of the house, and also the occupant families perception to their house before and after the changing.

Research location is applied to PERUMNAS Klender Housing, Duren Sawit District, East Jakarta. The research is conducted on type D.45 houses with sam ples as much as 100 families and their houses. The data collecting technic that used are: questionaire, interview, observation, measurement, drawing and documentary. The data analysis, cover the quantita tive analisis (frequency distribution, descriptive, chi?square and linier regression), and qualitative analysis.

In short, this research has proceeded as follows:

1. Macro environment of housing at the PERUMNAS Kiender Housing is good enough in diversity and dispersion resident, read net system, trans portation, drainage, except, the fact that drinking water supply from PAM DKI jakarta is bad. In order to solve water problem, the residents pump clean water from shallow land water either electrically and manually.

Environment homeostatic increase properly keeping up with the completion of social facility, that influence its surronding growth. Therefore, the occupants is living comfortably, They will not move to another place, although they are not satisfy enough that they will still want to change the materials and ecpand their house again.

2 The average of floor area had been expanded, from 45 m2 to 76 m2 with the average of land kavling area is 108 m2.

3 Education Level of family head, number of family occupant member, and kavUng land area has a positive correlation within significant at the 0,05 and 0,01 level with house floor enlargement.

4 The relationship of the children highest education level, amount of family income, origin region of family head, with house floor enlargement is not significant. It is presume the occupants use their extra income to afford the changing of their houses.

5 Impact of the house changing: the air circulation quality and the utilization of indoor day light are reducing. There are 74 % of houses whose not hardened yard is below the number of 10 % from kaviing land area.

6 The relationship of the highest education level (of family head and his children), income level, origin region of family head, kaviing land area, with the decrease of physical environment quality of the houses, are not significant.

7. The number of family member of house occupant, has a relationship significant at the 0,05 level, with the utilization of day light.

8 Although there is an insignificant, there exist a middle degree of association among origin region of family head with quality of daylight utiliza tion, and not hardened kaviing land area. Such degree of association of the houses, whose family head coming from Sumatera, its appearance is to be relatively better than the houses whose family head coming from Java.

9 Nowadays from houses, there are 14 7. storied houses, 11% of bleachfield is upstair, 32% violated building border line, and half of the samples claim that they had changed the houses without pemission.
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Istiqomah Wibowo
Abstrak :
ABSTRAK
Pendekatan psikologi lingkungan muncul sebagai protes terhadap pendekatan yang hanya memperhatikan faktor-faktor individual sebagai penyebab dari munculnya masalah-masalah sosiat Selama tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kontekstualisme makin diperhatikan di beberapa area penelitian psikoIogi. Para psikolog di semua bidang pemusatan utama psikologi melihat adanya kelemahan dan penelitian-penelitian yang tidak memperhatikan konteks, dan menyemkan perlunya penelitian penlaku yang tebih menggunakan pendekatan yang holistik dan memakai dasar ekologis (Stokols, 1987 dalam Stokols & Altman 1987).

Studi tentang penanggulangan sampah di perkotaan ini dilakukan untuk mencari solusi pelsoalan masyarakat dalam menghadapi masalah sampah yang dihasilkan mereka. Psikologi Iingkungan menyediakan peluang untuk meninjau masalah tersebut Iebih mendalam, karena dalam psikologi Iingkungan hubungan perilaku dan Iingkungan dibahas sebagai suatu unit yang saling terkait bukan berdiri sendiri-sendiri.

Asumsi dasar mengenai studi setting perilaku adalah bahwa perilaku manusia tak dapat dipahami secara memadai tanpa mempelajari konteks di mana perilaku tersebut berlangsung. Konsep sering perilaku memberi jawaban terhadap kelemahan-kelemahan dari studi-studi perilaku yang tidak memperhatikan konteks. Studi setting perilaku mengubah analisis yang tadinya bersifat satu arah dan mekanistik menjadi model yang transaksional dan berorientasi konteks.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menemukan pola perilaku masyarakat yang menentukan tingkat kebersihan Iingkungan perkotaan di mana mereka hidup. Untuk itu dilakukan penelitian dalam kehidupan keseharian penghuni di wilayah dengan kondisi kotor dan bersih.

Peneliti bertindak sebagai primary instrument, mengamati dan mengawasi langsung peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi secara alamiah di perkotaan dengan hidup dan melibatkan diri di antara mereka (Participatory Approach). Melalui pembandingan konstan dan analisis data-data yang muncul pada kondisi lingkungan bersih dan kotor di perkotaan ditemukan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan yang relevan sehubungan dengan komponen yang membentuk kondisi kebersihan di Iingkungan perkotaan tersebut. Kejelasan mengenai dinamika perilaku kebersihan diperoleh melalui analisis yang mengarah pada 2 proses yang berlangsung secara simultan. Analisis pertama dilakukan pada kejadian-kejadian yang berlangsung sehari-hari yaitu proses interaksi antarorang-orang serta benda-benda di dalam setting (dinamika internal). dan analisis ke-2 mengarah pada proses interaksi antarsistem sosiai yang terkait dengan setting (jaringan kerja).

Melalui Studi ini disimpulkan bahwa pola perilaku kebersihan adalah tindakan kolektif terhadap sampah yang ditampilkan terus-menems oleh orang-orang penghuni yang berada di suatu wilayah. Ada dua bentuk pola perilaku kebersihan (PPK), yaitu PPK X dan PPK Y. PPK X adalah pola perilaku kebersaman yang berdampak lingkungan kotor, sedangkan PPK Y mempakan pola perilaku kebersihan yang berdampak Iingkungan bersih.

Pola perilaku Y mampu bertahan dan berkelanjutan karena di wilayah tersebut terdapat orang-orang yang mampu memimpin dan menggerakkan atau mempengaruhi penghuni lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tujuan bersama yaitu menciptakan dan memelihara kebersihan lingkungan. Di Iingkungan bersih terdapat kerja sama yang sinergi antara masyarakat dan institusi-institusi yang menangani kebersihan Kota. Lain halnya di lingkungan kotor, hampir tidak ada orang yang memimpin dan mengkoordinir penghuni untuk aktif terlibat dalam memelihara kebersihan lingkungan.

Saran yang dapat disumbangkan dari studi ini sebagai berikut: (1) Pendidikan yang berorientasi pada lingkungan (proenvironmental behavior) perlu diajarkan dilatih sejak dini. (2) Untuk mengembangkan program kebersihan di suatu wilayah diperlukan kepemimpinan. Perlu ada orang-orang yang mau melaksanakan, mengaiak, menggiatkan warga untuk bersama-sama berperilaku bersih. (3) Sampah sebagai limbah perlu dikelola secara bijak untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan ekosistem (4) Pengelolaan sampah perkotaan harus menggunakan teknologi tepat guna (5) Kebersihan Lingkungan publik menuntut keterlibatan dan partisipasi aktif dari masyarakat penghuni di sekitarnya. (6) Mendukung organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan. (7) Dalam rangka menciptakan dan memelihara kebersihan kota, tugas dan kewajiban masyarakat dan berbagai institusi di bidang kebersihan kota, perlu dikoordinir dan dikontrol agar dalam pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan.
2004
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library