Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathia Budi Asmara
Abstrak :
Latar Belakang: Kasus keganasan pada regio abdominopelvis memerlukan tatalaksana radiasi. Alat imobilisasi membantu untuk meminimalisasi pergeseran lapangan radiasi yang terdiri dari systematic error dan random error. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan alat imobilisasi penyangga lutut dan masker pelvis termoplastik. Tujuan: Mengetahui adakah perbedaan tingkat akurasi radiasi kedua imobilisasi yang akan menentukan margin PTV terbaik. Metode: Penelitian prospective randomized control trial pada pasien dengan keganasan regio abdominopelvis yang menjalani radiasi April­–Juli 2024. Systematic dan random error didapatkan dari data Treatment Planning System (TPS). Margin PTV dihitung menggunakan rumus van herk. Hasil: Didapatkan 31 pasien yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi terdiri dari 15 sampel dengan imobilisasi termoplastik dan 16 sampel dengan penyangga lutut. Margin PTV yang direkomendasikan untuk masker pelvis termoplastik 6.24 mm pada sumbu x (LL), 14,31 mm pada y(CC), dan 3,28 mm pada z(AP). Sedangkan pada penyangga lutut 7.72 mm sumbu x, 11.76 mm sumbu y, dan 5.16 mm sumbu z. Kesimpulan: Pergeseran AP termoplastik lebih baik dibandingkan penyangga lutut sesuai dengan rekomendasi internasional toleransi £ 3mm. Sedangkan untuk CC dan LL tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik. ......Background: The immobilization tool helps to minimize radiation field shifts which consist of systematic errors and random errors. In this study, a comparison of knee wedge immobilization devices and thermoplastic pelvic masks was carried out on the level of accuracy of radiation delivery. Objective: To determine whether there is a difference in the level of radiation accuracy for both immobilizations which will determine the best PTV margin. Methods: Prospective randomized control trial study in patients with malignancies in the abdominopelvic region who underwent radiation April–July 2024. Systematic and random errors were obtained from Treatment Planning System (TPS) data. PTV margin is calculated using the Van Herk formula. Results: There were 31 patients who met the inclusion and exclusion criteria consisting of 15 samples with thermoplastic and 16 samples with knee wedge. The recommended PTV margins for thermoplastic pelvic masks are 6.24 mm in the x-axis (LL), 14.31 mm in y(CC), and 3.28 mm in z(AP). Meanwhile, the knee wedge is 7.72 mm x-axis, 11.76 mm y-axis, and 5.16 mm z-axis. Conclusion: Thermoplastic AP displacement is better than the knee wedge according to international standard tolerance of £ 3mm. Meanwhile, for CC and LL, no statistically significant differences were found.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Candrawati Musa
Abstrak :
Kadar CRP serum dapat digunakan sebagai prediktor penurunan berat badan dan indikator prognostik inflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kadar CRP serum dengan penurunan berat badan dan mukositis oral pada pasien kanker kepala leher yang menjalani radioterapi. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang pada pasien kanker kepala leher yang telah menjalani terapi radiasi minimal 25 kali di Departeman Radioterapi RSUPNCM Jakarta dengan usia ge;18 ndash;65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek 71,2 memiliki kadar CRP serum normal, mengalami penurunan berat badan ge;5 dalam waktu sebulan 76,9 dengan rerata penurunan berat badan -9,42 7,76 , dan juga mengalami mukositis oral 65,4 dengan persentase terbanyak yaitu derajat 1 59,6 . Tidak terdapat mukositis oral derajat 3 dan 4. Tidak terdapat korelasi antara kadar CRP serum dengan penurunan berat r=0,166; p=0,239 , dan mukositis oral r=0,137; p=0,331 . Kesimpulan adalah kadar CRP serum saat radioterapi tidak memengaruhi penurunan berat badan dan mukositis oral. Sebagian besar subyek tetap mengalami penurunan berat badan selama menjalani radioterapi sehingga pemasangan NGT yang lebih awal yaitu sebelum terapi radiasi dimulai NGT profilaksis perlu dilakukan, namun hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. ......Serum CRP levels can be used as a predictor of weight loss and prognostic indicator of inflammation. This study was conducted to determine the correlation of serum CRP levels with weight loss and oral mucositis in patients with head and neck cancer undergoing radiotherapy. This study was an observational study in the head and neck cancer patients who have undergone radiation therapy at least 25 times at the Department of Radiotherapy RSUPNCM Jakarta with aged ge 18 ndash 65 years old. Our study results showed that most of the subjects 71,2 had normal serum CRP levels, weight loss of ge 5 in one month 76,9 , and also experienced oral mucositis 65,4 . Mostly had grade 1 oral mucositis 59,6 . There were no grade 3 and 4 oral mucositis.There were no correlation between serum CRP levels with weight loss r 0,166 p 0,239 , and oral mucositis r 0,137 p 0.331 . In conclusion, serum CRP levels did not influence weight loss and oral mucositis in patients with head and neck cancer undergoing radiotherapy. Most of the subjects still experienced weight loss during radiotherapy. Therefore, NGT prophylaxis is needed, but this requires further study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Meidania
Abstrak :
Kanker nasofaring KNF masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Kanker nasofaring merupakan salah satu kanker terbanyak di Indonesia, dengan estimasi insidens 6,2/100.000 populasi atau 12.000 kasus baru per tahun. Sayangnya masih banyak kasus yang tidak tercatat karena banyak faktor, salah satunya adalah belum adanya sistem registrasi kanker nasional. Pada kebanyakan negara berkembang, registrasi kanker berawal dari rumah sakit. Sistem registrasi kanker berbasis rumah sakit atau Hospital Based Cancer Registry HBCR merupakan sumber data penting untuk registrasi kanker berbasis populasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil pasien dan tatalaksana pasien KNF di RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM berdasarkan data HBCR. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif terhadap seluruh pasien KNF periode Januari-Desember 2013 yang teregistrasi di HBCR RSCM. Didapatkan 299 pasien KNF, dengan rasio laki-laki dibandingkan wanita 2,4:1. Median usia adalah 47 tahun, dengan mayoritas pasien berusia 41-50 tahun 27,4. Karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi merupakan jenis histopatologi terbanyak 85. Mayoritas pasien terdiagnosa sebagai stadium lokal lanjut, terbanyak stadium IVA 33,9. Kemoradiasi masih menjadi terapi utama untuk stadium lokal lanjut 84,1, dan kemoterapi untuk stadium lanjut 83,9. Secara umum, karakteristik pasien pada penelitian ini selaras dengan penelitian-penelitian KNF terdahulu di Indonesia. ......Nasopharyngeal cancer NPC remains as part of Indonesia health burden. It is one of most common cancers in Indonesia, with an overall incidence estimated at 6,2 100.000 or 12.000 new cases per year. Unfortunately, many of these cases are unregistered due to several factors, such as lack of national cancer registry. In most developing countries, cancer registration often begin in hospitals. Hospital Based Cancer Registry HBCR provides the initial and major source of information on patients that leads to the set up of a population based registry. This study was conducted to determine NPC patient and treatment profile in Cipto Mangunkusumo Hosiptal, based on HBCR data. This was a descriptive retrospective study of all registered NPC patient in HBCR, from January December 2013. In this study, there were 299 NPC patients, with a male to female ratio of 2,4 1. Median age was 47 years old, with majority of age between 40 49 years old 27,4. Most common type of histology was undifferentiated NPC 85. Most patients presented with locally advanced disease, with majority of stage IVA 33,9. Chemoradiation remains as standard treatment for locally advanced NPC 84,1 and chemotherapy for metastatic NPC 83,9. This study showed that overall NPC patients characteristics in Cipto Mangunkusumo were similar with NPC patients profile in prior Indonesia NPC studies.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Elis Khumaesa
Abstrak :
Latar Belakang: Pemberian radiasi pada kantong darah transfusi adalah sebuah tindakan profilaksis terjadinya transfusion-associated graft-versus-host disease (TA-GvHD) atau komplikasi yang dapat timbul pada saat transfusi darah dari donor kepada host atau resipien. Pemberian radiasi biasanya menggunakan alat Blood Irradiator, namun jika pada suau institusi tidak memiliki alat tersebut dapat menggunakan pesawat radiasi LINAC. Tujuan: Menilai efektivitas dari pesawat LINAC sebagai alternatif jika tidak memiliki alat Blood Irradiator dalam meradiasi kantong darah PRC untuk mencegah terjadinya komplikasi TA-GvHD. Metode: Penelitian berupa penelitian eksperimen dengan menggunakan 5 kantong darah PRC biasa yang diberikan radiasi dengan dosis 25 Gy menggunakan alat LINAC. Dilakukan pemeriksaan jumlah limfosit T helper, kadar kalium dan LDH untuk luaran dari penelitian tersebut.Hasil: Terdapat penurunan jumlah leukosit CD45+ serta limfosit T Helper (CD3+dan CD4+) 5 jam pasca radiasi serta adanya peningkatan bermakna nilai median pada kadar kalium dan LDH pasca radiasi, hari ke 8 hingga 14 penyimpanan dibandingkan pre radiasi setelah dilakukan radiasi dengan LINAC dosis 25 Gy dan energi 6MV.Kesimpulan: Terdapat penurunan jumlah leukosit CD45+ serta limfosit T Helper (CD3+dan CD4+) 5 jam pasca radiasi dan terdapat peningkatkan yang bermakna pada kadar kalium serta LDH yang progresif pasca radiasi. ......Background: Blood irradiation is prophylactic for transfusion-associated graft-versus-host disease (TA-GvHD) or complications that can arise during blood transfusions from donors to recipients. Giving radiation usually uses blood irradiator device, but if an institution does not have this device, can use LINAC. Objectives: Assessing the effectiveness of LINAC as alternative if it does not have blood irradiator for irradiating PRC blood bags to prevent TA-GvHD complications. Methods: This is experimental research using 5 bags of PRC, which were given radiation at dose 25 Gy using LINAC. The number of T helper lymphocytes, potassium and LDH levels were examined for the results of the study. Results: There was a decrease in the number of CD45+ leukocytes and T helper lymphocytes (CD3+ and CD4+) 5 hours after radiation, as well as a significant increase in the median value of potassium and LDH levels post-radiation, days 8 to 14 of storage, compared to pre-radiation after radiation with a LINAC dose of 25 Gy and 6MV energy. Conclusion: There was a decrease in the number of CD45+ leukocytes and T helper lymphocytes (CD3+ and CD4+) 5 hours after radiation, and there was a significant increase in potassium and LDH levels, which was progressive after radiation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Puspita Ayuningtyas
Abstrak :
Pasien kanker membutuhkan perawatan paliatif untuk menangani gejala dan meningkatkan kualitas hidupnya. Pasien seharusnya dirujuk kembali ke layanan primer untuk mendapatkan perawatan paliatif. Di Indonesia, rujuk balik kasus kanker belum berjalan dengan baik, karena dalam cakupan program rujuk balik BPJS, kanker belum termasuk didalamnya. Penelitian bertujuan untuk menilai situasi terkini terkait rujuk balik kanker di Indonesia dan menganalisis kesenjangan yang ada. Penelitian merupakan studi deskriptif analisis kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapatkan dari kuesioner yang disebarkan secara daring ke 1209 Puskesmas di Indonesia. Data kualitatif didapatkan berdasarkan hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Didapatkan 1124 puskesmas yang mengisi kuesioner, 82.4% puskesmas yang mendapatkan rujukan balik kasus paliatif dari Rumah Sakit, dengan hanya 25.7% diantaranya mendapatkan rujuk balik paliatif kasus kanker. Berdasarkan data kualitatif dari wawancara dan diskusi kelompok terarah didapatkan faktor yang mempengaruhi kesenjangan implementasi pelaksanaan rujuk balik paliatif kanker di Indonesia, yaitu faktor regulasi, pembiayaan, kompetensi, akses, komunikasi, pengetahuan pasien, integrasi layanan kesehatan, dan kolaborasi rumah sakit dengan puskesmas serta kerjasama lintas sektor. Implementasi rujuk balik kanker di Puskesmas Indonesia saat ini belum berjalan dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi implementasi rujuk balik kanker. Dibutuhkan upaya mulai dari pemangku kebijakan hingga pelaksana untuk meningkatkan implementasi rujuk balik kanker. ...... Cancer patients need palliative care to manage their symptoms and improve their quality of life. Patients should be referred back to primary care for palliative care. In Indonesia, cancer referral has not gone well, because in the scope of the BPJS referral program, cancer is not included. This research aims to assess the current situation regarding cancer referral back in Indonesia and analyze the existing gaps. This research is a descriptive study of quantitative and qualitative analysis. Quantitative data was obtained from questionnaires distributed online to 1209 Community Health Centers (CHC) in Indonesia. Qualitative data was obtained based on the results of in-depth interviews and focus group discussions. There were 1124 CHC that filled out the questionnaire, 82.4% received palliative case referrals from the hospital, and only 25.7% of them received palliative cancer case referrals. Based on qualitative data from interviews and focus group discussions, it was found that the factors influencing the gap in the implementation of cancer palliative referral back in Indonesia were regulation, financing, competency, access, communication, patient knowledge, integration of health services, and collaboration between hospitals and CHC as well as multisectoral cooperation. The implementation of cancer referral at the Indonesian CHC is currently not going well. Many factors influence the implementation of cancer back referral. Efforts from policy makers to health workers are needed to improve the implementation of cancer referral.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahesa Auzan
Abstrak :
Latar belakang: Pada kanker nasofaring, tingginya angka kegagalan metastasis jauh paska terapi masih menimbulkan masalah. Sehingga, penelitian mengenai penggunaan terapi sistemik novel pada kanker nasofaring seperti imunoterapi perlu dilakukan. Terdapat beberapa biomarker yang dapat diperiksa untuk dapat memprediksi respon dari pemberian imunoterapi, salah satunya adalah microsatellite instability (MSI). Mikrosatelit merupakan area pada DNA yang memiliki banyak pengulangan kodon, sehingga rentan terjadi gangguan coding dan mengakibatkan akumulasi mutasi. Pada keadaan normal, kerusakan ini akan diperbaiki dengan sistem mismatch repair. Namun, jika terdapat gangguan atau mutasi terkait sistem ini, atau yang disebut dengan deficient mismatch repair (dMMR), akan menghasilkan fenotipe MSI. Pada kanker kolorektal dan endometrium. Namun sampai saat ini, hanya terdapat 3 penelitian yang melakukan pemeriksaan status MSI pada kanker nasofaring. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambara status MSI pada pasien kanker nasofaring pada pasien di RSCM, Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan 36 subjek penelitian. Dilakukan pemeriksaan status instabilitas mikrosatelit menggunakan pemeriksaan berbasis polymerase chain reaction (PCR) Idylla MSI. Dilakukan pula pemeriksaan MMR menggunakan pemeriksaan berbasis imunohistokimia (IHK) menggunakan 4 antibodi untuk mendapatkan keselerasan antara pemeriksaan MSI dan MMR pada pasien kanker nasofaring di RSCM. Hasil : Menggunakan pemeriksaan Idylla MSI, ditemukan MSI pada 2 dari 36 pasien (5,6%) dan dMMR menggunakan pemeriksaan IHK pada 3 dari 36 pasien (8,34%). Hasil yang konsisten ditemukan pada 2 metode pemeriksaan sebesar 96,97%. Kesimpulan: Pada kanker nasofaring ditemukan frekuensi MSI yang rendah baik menggunakan pemeriksaan IHK dan Idylla MSI. Ditemukan keselerasan yang tinggi antara pemeriksaan berbasis IHK dan pemeriksaan berbasis PCR Idylla MSI. ......Background: Despite high probability of local control after treatment, high rate of distant metastases-failure still pose as problem in the management of locally advanced nasopharyngeal carcinoma. Thus, research for novel systemic therapies for nasopharyngeal cancer, such as immunotherapy, needs to be done. There are several biomarkers that may predict the response to immunotherapy, one of which is microsatellite instability (MSI) phenotype. Microsatellites defined by areas in DNA that are prone to mutations due to repetition of 1-3 nitrogen base. However, under normal circumstances, there are repair systems that can identify and correctly repairs DNA mutations in microsatellite area, a system called mismatch repair (MMR) system. Microsatellite instability is a condition of accumulating mutations in microsatellite area due to defect in MMR system. In colorectal and endometrial cancer, MSI are known as one of prognostic and predictive markers, especially with the usage of immunotherapy immune checkpoint blockade PD-1/PD-L1. To this date, only 3 studies are available in exploring the role of MSI in nasopharyngeal cancer, and no study was done in Indonesia. We conduct this study to assess the MSI status of Indonesia's nasopharyngeal cancer patients in Ciptomangunkusumo Hospital. Methods: This is the first explorative study in exploring the role of MSI in Indonesia's nasopharyngeal cancer patients. A total of 36 subjects were recruited, and both MSI assessment using immunohistochemistry (IHC) and polymerase chain reaction (PCR) Idylla MSI was done on all study subjects. Results: MSI was found in 2 patients (5,6%) using PCR based Idylla MSI, and dMMR was found in 3 patients (8,34%). Consistent results between IHC and PCR based MSI assessment was found in 32 patients (96,97%). Conclusion: MSI was a rare event in Indonesia's nasopharyngeal cancer patients. High concordance was found between IHC and PCR MSI assessment in nasopharyngeal cancer.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library