Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Okky Fuadillah
"Pendahuluan: Pandemi COVID-19 memberikan dampak terhadap kesehatan mental pada tenaga kesehatan. Gangguan kecemasan merupakan fokus penting pada studi ini. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vaksinasi berhubungan dengan penurunan gangguan kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kecemasan dan perubahan kecemasan pasca vaksinasi Covid-19 pada Pekerja RS X Balikpapan. Metode: Penelitian ini follow-up study menggunakan metode cross-sectional pada pekerja RS X Balikpapan, pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Desember 2021 dengan hasil GAD-7 sebagai data primer serta data sekunder dari rumah sakit dan penelitian sebelumnya. Kami menilai perubahan kecemasan dan faktor risiko setelah vaksinasi menggunakan uji Chi-square dan Fisher's Exact. Hasil: Dari kuesioner GAD-7 170 pekerja, kami menemukan tidak memiliki gangguan kecemasan: 89,4%, gangguan kecemasan sedang: 1,8%, dan gangguan kecemasan ringan: 8,8%. Dari 26 orang dengan perubahan nilai GAD-7, pekerja dengan penurunan tingkat kecemasan 16 orang (61,5%) dan tingkat kecemasan meningkat 10 orang (38,5%). Sedangkan yang tidak mengalami perubahan tingkat kecemasan 144 orang (84,7%). Shiftwork memiliki signifikansi secara statistik menurunkan tingkat kecemasan dibandingkan non-shift dengan p-value (0,002). Kesimpulan: Wanita, usia kurang dari 36 tahun, lajang, tingkat pendidikan rendah, petugas kesehatan, dikarantina, bekerja kurang dari 12 tahun, bekerja dalam shift, bekerja di zona kuning-merah dan penyintas covid memberikan penurunan gangguan kecemasan yang lebih besar. Sementara kerja shift menjadi faktor risiko yang dikaitkan dengan penurunan gangguan kecemasan.

Background: The COVID-19 pandemic has affected the mental health of healthcare workers. Anxiety disorders are a significant concern in this field of study. Previous studies have shown that vaccination is associated with a reduction in anxiety disorders. This study aims to investigate the prevalence of anxiety disorders and the associated changes among healthcare workers in Hospital X Balikpapan following COVID-19 vaccination. Methods: This research used a cross-sectional method conducted on Balikpapan Hospital X workers. Data collection from June-December 2021, using GAD-7 questionnaire scores as primary data and hospital data, and previous research as secondary data. We assessed the changes in anxiety and its related factors after vaccination using Chi-square and Fisher’s Exact test. Results: From 170 workers’ GAD-7 questionnaire, we found those who do not have anxiety disorders: 89.4%, moderate anxiety disorders: 1.8%, and mild anxiety disorders 8.8%, in X Hospital workers. Of 26 people who were experiencing changes in GAD-7, decreasing anxiety levels were 16 people (61.5%) and increasing anxiety levels in 10 people (38.5%). Of those who did not experience changes in anxiety were 144 people (84.7%). Shiftwork statistical significance in reducing anxiety compared to non-shift with a p-value (0.002). Conclusion: Women, aged less than 36 years, single, lower educational level, health workers, being quarantined, working less than 12 years, working in shifts, working in the yellow-red zone and covid survivors gave a greater decrease in anxiety disorders, while shiftwork being risk factor that was associated with decreased anxiety disorders."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mova Aria
"Latar Belakang: Kelelahan kerja merupakan penyebab 80% kecelakaan kerja di industri minyak dan gas yang menerapkan sistem kerja shift secara berkesinambungan.
Tujuan: Untuk menilai perubahan tingkat kelelahan kerja selama onduty pada pekerja anjungan minyak dan gas lepas pantai di Indonesia.
Metode: Pekerja anjungan minyak dan gas lepas pantai di perusahaan X dilibatkan dalam penelitian longitudinal panel survey ini dengan metode consecutive sampling. Data yang diambil adalah data demografi (usia, job position, lama bekerja, riwayat hipertensi dan diabetes) dan kuesioner Occupational Fatigue Exhaustion Recovery 15 (OFER15) dengan 3 subscale; kelelahan akut, kelelahan kronis, dan waktu pemulihan. Pengambilan data dilakukan pada minggu ke 1, 2, 3, dan 4 pada akhir shift.
Hasil: Dari 67 responden didapatkan skor kelelahan akut dan kelelahan kronis pada minggu ke 2 tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan minggu pertama (P > 0.05), tetapi meningkat signifikan pada minggu 3 dan 4 (P < 0.05). Skor waktu pemulihan pada minggu ke 2, 3, dan 4 menurun signifikan dibandingkan minggu 1 (P < 0.05). Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan di antara ketiga subscale (P <0.05).
Kesimpulan: Pekerja anjungan minyak dan gas lepas pantai mengalami peningkatan skor kelelahan akut dan kronis mulai minggu ke 3 dan penurunan skor waktu pemulihan mulai minggu ke 2. Manajemen kelelahan sesuai target waktu dan penjadwalan kerja yang optimal diharapkan dapat mengurangi kelelahan kerja dan menurunkan risiko kecelakaan kerja.

Background: Work fatigue is responsible for 80% of work accident in oil and gas industry, which applies shift work system for approximately 4 weeks as their regular schedule.
Aims: To assess the change of work fatigue level during on-duty period in the workers of offshore oil and gas rig in Indonesia.
Methods: Workers of the offshore oil and gas rig in company X were involved in this longitudinal panel survey research with consecutive sampling methodology. The collected data were demographic data (age, job position, work period, history of hypertension and diabetes) and Occupational Fatigue Exhaustion Recovery 15 (OFER15) questionnaire with three sub-scales, namely acute fatigue, chronic fatigue, and inter-recovery time. Data were collected in weeks 1, 2, 3, and 4 at the end of shift period.
Results: From 67 respondents, the result shows that score of acute and chronic fatigue in week 2 did not significantly change, compared with first week (P > 0.05), but it significantly increased in weeks 3 and 4 (P < 0.05). Score of the inter-recovery time in weeks 2, 3, and 4 significantly decreased, compared with week 1 (P < 0.05). Correlation test shows relation among three sub-scales (P <0.05).
Conclusions: Workers in the offshore oil and gas rig had an increase of score in acute and chronic fatigue, starting from third week, as well as a decrease of score in inter-recovery time starting from second week. Fatigue management, based on time target and optimal work scheduling, is expected to reduce the work fatigue, and decrease the risk of work accident.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Tria Meirisa
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 telah mengubah pola kehidupan manusia menuju tatanan kehidupan yang baru, khususnya di lingkungan perkantoran. Himbauan, larangan, bahkan pembatasan sosial berskala besar dilakukan untuk menekan kasus. Untuk mengatasi penyebaran wabah yang cepat, warga harus meningkatkan kesadaran kesehatan dan mengurangi interaksi sosial mereka. Kesadaran kesehatan memerlukan penerapan protokol kesehatan. Memastikan tingkat kepatuhan yang tinggi dan beberapa faktor risiko pekerjaan yang dapat dimodifikasi di lingkungan kantor merupakan tantangan untuk mengelola pandemi secara efektif.
Metode: Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris, dengan mengambil pendekatan berbasis masalah menjadi pendekatan perilaku yaitu kesadaran kesehatan yang didukung oleh data primer yang bersumber dari sumber data. Data tersebut diperoleh pada bulan Oktober hingga November 2021.
Hasil: Secara keseluruhan, penerapan protokol kesehatan sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran COVID-19 relatif baik; hanya saja kendala tertentu harus dievaluasi. Skor kesadaran kesehatan tertinggi adalah tanggung jawab pribadi dan motivasi kesehatan. Sedangkan yang terendah adalah aspek psikologis/keadaan batin dan pencarian dan penggunaan informasi kesehatan. Terdapat korelasi positif antara dimensi kesadaran kesehatan dengan beberapa item PHBS Pencegahan COVID-19 di tempat kerja (r > 0,3). Kemudahan penerapan PHBS secara signifikan lebih baik untuk pekerja shift dibandingkan dengan pekerja non shift, yaitu pada beberapa item PHBS. Berdasarkan kelompok pola kerja (WFH < 20 jam, WFH 20-40 jam dan WFH > 40 jam, bergantian Work From Office (WFO)), tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemudahan penerapan PHBS Pencegahan COVID-19 di tempat kerja.
Kesimpulan: Hasil kami menunjukkan bahwa untuk mengelola pandemi secara efektif, kita harus memastikan bahwa kesadaran kesehatan terjaga dengan baik, terutama aspek pencarian dan penggunaan informasi kesehatan dan keadaan psikologis/batin.

Background: The COVID-19 pandemic has altered the pattern of human life toward a new life order, particularly in the office setting. Appeals, prohibitions, even large-scale social restrictions were implemented in order to decrease the cases. To cope with the rapid spread of the outbreak, citizens have to increase health consciousness and reduce their social interactions. The health consciousness require health protocols implementation. Ensuring high levels of compliance and several modifiable occupational risk factors in the office setting has been a challenge to manage the pandemic effectively.
Methods: The  research  method  used  in  this  study  is empirical  research,  by  taking  a  problem-based  approach  to  a  behavioral  approach namely health consciousness supported  by primary  data  sourced  from  data  sources. The data were obtained in October to November 2021.
Results: When taken as a whole, the implementation of health protocols as part of the effort to prevent the spread of COVID-19 was relatively good; it's just that certain obstacles must be evaluated. The highest health consciousness scores were personal responsibility and health motivation. While the lowest of it were the psychological/inner state aspect and the health information and seeking usage. There was a positive correlation between the dimensions of health consciousness and several items of COVID-19 PHL (r > 0.3). The ease of applying COVID-19 PHL was significantly better for shift workers compared to non-shift workers, namely to several items of PHL. Based on the work pattern groups (WFH < 20 hours, WFH 20-40 hours and WFH > 40 hours, alternate to Work From Office (WFO)), there were no significance difference in the ease of implementation COVID-19 Preventive Healthy Lifestyle.
Conclusion: Our results suggest that to effectively manage the pandemic, we should ensure that health consciousness is well-maintained, especially aspects of health information and seeking usage and psychological/inner state.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caesar Nurhadiono Raharjo
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor pekerjaan seperti jadwal kerja dan jabatan terhadap dimensi kelelahan pekerja di Perusahaan Panas Bumi “X” dengan menggunakan Swedish Occupational Fatigue Inventory (SOFI) versi Indonesia. Variabel laten dalam penelitian ini adalah dimensi kelelahan yaitu kehilangan energi, pengerahan tenaga fisik, ketidaknyamanan fisik, perasaan mengantuk dan kehilangan motivasi. Variabel yang diamati meliputi jenis jadwal kerja, posisi kerja, dan semua item SOFI. Tekknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dan didapatkan sebanyak 132 pekerja di Perusahaan Panas Bumi “X” yang bersedia menjadi responden penelitian. Untuk pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis pemodelan persamaan struktural (structural equation modeling [SEM]) dengan menguji model pengukuran dan model struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kelelahan yang umum dialami pekerja adalah kekurangan energi meskipun secara statistik tidak terbukti adanya pengaruh antara jadwal kerja dan jabatan terhadap dimensi kelelahan (p>0,05). Penelitian ini menjelaskan mengapa faktor pekerjaan tidak berpengaruh terhadap dimensi kelelahan pada populasi yang diteliti. Hal ini dimungkinkan karena fleksibilitas waktu kerja, sistem kerja yang sangat baik serta sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan oleh perusahaan (perlu studi dan/atau metode lain).

This study aims to examine the effects of occupational factors such as work schedule and work position on the fatigue dimensions among workers at Geothermal Company “X” using the Indonesian version of the Swedish Occupational Fatigue Inventory (SOFI). The latent variables in this study were the dimensions of fatigue, namely lack of energy, physical exertion, physical discomfort, sleepiness and lack of motivation. The observed variables include the type of work schedule, work positions, and all SOFI items. Total sampling was used on 132 workers at Geothermal Company "X" who agreed to be research participants. For a research hypothesis test, statistical analysis using structural equation modelling (SEM) by testing the measurement and structural model. The results showed that the common fatigue dimension experienced by workers was lack of energy although statistically it was not proven that there was an influence between work schedule and position on the fatigue dimension (p>0.05). This study explains why occupational factors at Geothermal Company "X" have no effect on fatigue dimensions in the studied population. This is possibly due to working time flexibility, excellent work system as well as the occupational health and safety system implemented by the company (another study and/or method are required)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marco Ariono
"Latar belakang: Gaya hidup sedenter menjadi topik yang penting karena telah terbukti bahwa terlalu lama duduk dapat menjadi faktor risiko berbagai penyakit. Tenaga Kesehatan memiliki prevalensi gaya hidup sedenter yang tinggi dan merupakan salah satu pekerja yang bekerja dengan sistem kerja gilir sehingga berisiko memiliki kualitas tidur yang buruk. Berjalan kaki memiliki manfaat kesehatan dan diduga dapat memperbaiki kualitas tidur. Jumlah langkah dapat diukur salah satunya dengan activity tracker. Diduga perlu ada edukasi penggunaan activity tracker agar dapat memperbaiki perilaku sedenter. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pengaruh edukasi penggunaan activity tracker terhadap jumlah langkah harian, kualitas tidur, dan health related fitness pada tenaga kesehatan kerja gilir Puskesmas Kecamatan X dengan gaya hidup sedenter dibandingkan dengan penggunaan activity tracker tanpa edukasi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental di dua Puskesmas Kecamatan di Jakarta selama 8 minggu. Lima puluh empat tenaga kesehatan kerja gilir dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan activity tracker serta edukasi mingguan sementara kelompok kontrol hanya diberikan activity tracker. Pada pemeriksaan data dasar dilakukan pemeriksaan jumlah langkah harian selama 1 minggu, kualitas tidur dengan kuesioner PSQI, komposisi tubuh (IMT, persen lemak total, lemak viseral), dan VO2max. Setelah 8 minggu intervensi, dilakukan pemeriksaan data akhir. Hasil: Terdapat peningkatan 1.295 langkah yang signifikan (p=0,004) pada kelompok intervensi bila dibandingkan pemeriksaan data dasar. Seiring dengan peningkatan jumlah langkah, terjadi perbaikan kualitas tidur yang signifikan (skor global PSQI -1,24 dengan p=0,041) pada kelompok intervensi dibandingkan data dasar. Namun, tidak terdapat perbedaan signifikan baik pada komposisi tubuh (IMT, persen lemak total, lemak viseral) maupun VO2max setelah 8 minggu. Kesimpulan: Edukasi penggunaan activity tracker dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan aktivitas fisik dan kualitas tidur pada tenaga kesehatan kerja gilir dengan gaya hidup sedenter.

Background: A sedentary lifestyle is an important topic because it has been proven that sitting too long can be a risk factor for various diseases. Healthcare workers have a high prevalence of a sedentary lifestyle and they are one of the workers who work with a shift work system so they are at risk of having poor sleep quality. Walking has health benefits and is thought to improve sleep quality. Walking steps can be measured with an activity tracker. It is suspected that there needs to be education on the use of activity trackers in order to reduce sedentary behavior. Objective: To determine the effect of education on the use of an activity tracker on the number of daily steps, sleep quality, and health related fitness in shift work health workers at the Public Health Centers with a sedentary lifestyle compared to the use of an activity tracker without any education. Methods: This study used a quasi-experimental design in two Public Health Centers in Jakarta for 8 weeks. Fifty-four shift work health workers were randomized into two groups: the intervention group and the control group. The intervention group was given an activity tracker and weekly education while the control group was only given an activity tracker. The baseline data examined the number of daily steps for 1 week, sleep quality using the PSQI questionnaire, body composition (BMI, percent total fat, visceral fat), and VO2max. After 8 weeks of intervention, final data were examined. Results: There was a significant increase 1.295 steps (p=0.004) in the intervention group compared to baseline data. As the number of steps increased, there was a significant improvement in sleep quality (PSQI global score -1.24 with p=0.041) in the intervention group compared to baseline data. However, there were no differences in body composition (BMI, percent total fat, visceral fat) and VO2max after 8 weeks. Conclusion: Education on the use of activity trackers can be an alternative to increase physical activity and sleep quality for shift work health workers with a sedentary lifestyle."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Wicaksono Sulistomo
"Pendahuluan : Saat pandemi COVID-19 berlangsung secara global, petugas kesehatan menunjukkan tingkat prevalensi gangguan cemas yang lebih tinggi dibandingkan petugas non-kesehatan. Gangguan cemas yang menetap dapat menjadi gangguan cemas menyeluruh, dan yang mengalami gangguan cemas menyeluruh memiliki potensi sebesar 25% untuk menjadi gangguan depresi berat.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi gangguan cemas serta faktor risiko yang berhubungan pada pekerja di Rumah Sakit X Balikpapan selama pandemi COVID-19 berlangsung.
Metode : Desain penelitian merupakan studi analisis deskriptif analitik dengan menggunakan desain potong lintang yang melibatkan 279 responden pekerja Rumah Sakit X di Indonesia. Penelitian menggunakan SPSS versi 20.0, dengan uji tes chi2 dan Fisher’s Exect test, untuk uji bivariat, dan uji regresi logistik dengan metode enter untuk analisis multivariat.
Hasil : Didapatkan hasil skoring dari GAD-7 bahwa 87.5% tidak memiliki gangguan cemas, 10.8% gangguna cemas ringan, 1.4% gangguan cemas sedang dan 0.4% gangguan cemas berat pada pekerja di RSX. Ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap prevalensi gangguan cemas pada pekerja kesehatan p=0.001 dan aOR 4.8 (1.9-12.3), yang berada di area risiko tinggi transmisi COVID-19 p=0.04 dan aOR 5.1 (1.0-24.2), dan pekerja yang dikarantina p=0.001 dan aOR 10.5 (2.6-42.3) setelah memperhitungkan variabel usia dan jenis kelamin.
Kesimpulan :
Terdapat hubungan yang bermakna terhadap risiko terjadinya gangguan cemas pada pekerja Rumah Sakit X Balikpapan dengan faktor risiko jenis pekerjaan merupakan tenaga kesehatan, berada di area kerja dengan risiko transmisi COVID-19 tinggi, dan pekerja yang dikarantina karena merawat pasien COVID-19.

Introduction: During the global COVID-19 pandemic, health workers were found to have a higher prevalence of anxiety disorder compared to non-health worker. Anxiety disorder that occur chronically have a 25% chance to become a major depression disorder.
Objective: The aim of this study is to understand the anxiety condition and risk factors that are related, among Balikpapan Hospital X workers during the COVID-19 pandemic.
Method: The design of this research used a cross sectional method that involved 279 respondents who are Balikpapan Hospital X workers. The study used SPSS version 20.0, using the chi square and Fisher’s Exact test for the bivariat analysis, and the logistic regression with enter method for the multivariate analysis.
Result: The study shows that, using the GAD-7 (General Anxiety Disorder) questionnaire from 279 hospital workers, there were 10.8% with mild-, 1.45% with moderate-, and 0.4% with severe anxiety disorder. A significant relation was found between anxiety disorder and risk factors such as: being a health worker with p=0.001 and a 4.8 ORadj (95% C.I: 1.9-12.3), working in high risk of transmitting COVID-19 area with p=0.04 and a 5.1 ORadj (95% C.I.: 1.0-24.2), and workers who are being quarantined with p=0.001 a 10.5 ORadj (2.6-42.3) after being adjusted by age and gender variables.
Conclusion: Significant relations were found between anxiety disorder among Hospital X workers with risk factors such as: health workers, working in high risk of transmitting COVID-19 area, and workers that are being quarantined. Researcher strongly advice health providers to do regular monitoring and seek moral support especially for workers who have higher risk of anxiety disorder
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anni Rahmawati
"Latar belakang: Prevalensi penduduk dewasa di Indonesia yang obesitas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, demikian juga dengan angka obesitas pada karyawan. Puasa intermiten dapat menjadi alternatif solusi dalam tatalaksana obesitas, terutama terhadap ukuran lingkar pinggang dan resistensi insulin yang diketahui melalui nilai HOMA-IR.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek puasa intermiten 5:2 terhadap lingkar pinggang dan resistensi insulin pada karyawan obesitas di Jakarta.
Metode: Penelitian uji klinis acak terkontrol ini dilakukan pada 50 karyawan obesitas berusia 19-59 tahun, dan memiliki lingkar pinggang ≥ 90 cm. Sampel dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi diminta untuk berpuasa pada hari senin dan kamis selama 8 minggu, sementara kelompok kontrol melanjutkan pola makan seperti biasa. Tidak terdapat pembatasan kalori pada kedua kelompok. Data dikumpulkan melalui kuesioner, food recall 2x24 jam, pengukuran antropometri, dan pemeriksaan resistensi insulin yang diketahui melalui nilai HOMA-IR. Analisis menggunakan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney, dan uji t berpasangan atau Wilcoxon.
Hasil: Setelah 8 minggu intervensi, perubahan lingkar pinggang pada kelompok intervensi ialah 0,00 (-5,0-8,0) cm dan pada kelompok kontrol 1 (-4,0 – 4) cm. Sementara perubahan kadar HOMA-IR pada kelompok intervensi ialah 0,29 (-17,78 – 6,84) dan kelompok kontrol -0,46 (-18,94 – 10,55).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna perubahan lingkar pinggang dan resistensi insulin pada kelompok yang berpuasa dibandingkan kelompok yang tidak melakukan puasa (p>0,05).

Introduction: The prevalence of the obese adult population in Indonesia has increased from year to year. So is the obesity rate in employees. Intermittent fasting could be an alternative solution in managing of obesity, especially for waist circumference and insulin resistance levels.
Objective: This study aims to determine the effects of intermittent fasting 5:2 on waist circumference and insulin resistance in obese employees in Jakarta.
Method: This randomized controlled clinical trial was conducted on 50 obese employees aged 19-59 years, and had a waist circumference ≥ 90 cm. The subjects were divided into intervention groups and control groups. The intervention group was asked to fast on Mondays and Thursdays for eight weeks, while the control group continued their usual diet. There were no calorie restrictions in either group. Data is collected through the interview, food recall 2x24 hours, anthropometry asssessment and measurement of insulin resistance by HOMA-IR index. The data were analyzed using t-test or a Mann-Whitney test, and a paired t-test or Wilcoxon.
Results: After 8 weeks of intervention, the change in waist circumference in the intervention group was 0.00 (-5.0-8.0) cm and in the control group 1 (-4.0 - 4) cm. While the change in HOMA-IR levels in the intervention group was 0.29 (-17.78 - 6.84) and the control group was -0.46 (-18.94 - 10.55).
Conclusion: There was no significant difference in waist circumference and insulin resistance in the fasting group compared to the control group (p>0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilia Okita Permatasari
"ABSTRAK
Pengukuran dengan metode geolistrik umumnya menggunakan pendekatan secara homogen dan isotropi. Namun, pendekatan tersebut tidak sepenuhnya sama dengan kondisi Bumi yang sebenarnya. Untuk itulah perlu dilakukan pengukuran dengan pendekatan secara inhomogen dan anisotropi. Pendekatan ini menggunakan parameter Dar-Zarouk. Parameter Dar-Zarouk ini digunakan untuk menghitung nilai resistivity media dan koefisien anisotropi. Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mengidentifikasi alterasi hidrotermal yang bentuknya tidak beraturan di lapangan, maka pendekatan secara inhomogen dan anisotropi ini sangat tepat untuk digunakan dan diharapkan dapat memberikan gambaran model penampang true resistivity di bawah permukaan yang lebih jelas. Hasil model penampang dengan menggunakan parameter Dar-Zarouk mempertajam anomali sehingga keberadaan alterasi dapat lebih jelas terlihat dan teridentifikasi.

ABSTRACT
Measurement of geoelectric method is commonly using homogeneous and isotropy approachment. However, this approachment are not entirely same as the earth’s real condition. Therefore, it needs to be measured with inhomogenous and anisotropy approachment. This approachment uses the parameter of Dar-Zarouk. The parameter of Dar-Zarouk is used to calculate the values of resistivity media and coefficient of anisotropy. This thesis for identifying hydrothermal alteration which not uniform in the field, the inhomogenous and anisotropy approachment is very appropriate to be used and expected to give cross section of true resistivity in subsurface imaging to be clearer.The results of the model using the parameters of Dar-Zarouk sharpen the anomaly, hence the existence of alteration could be more visible and easier to be identified."
2016
S64329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Yudhistina
"Obesitas adalah faktor risiko terjadinya penyakit seperti diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung dan pembuluh darah. Akumulasi lemak stimulasi proses peroksidasi lipid yang menghasilkan malondialdehida (MDA) dan mengurangi antioksidan endogen seperti katalase dalam tubuh. Puasa intermiten merupakan cara alternatif untuk menurunkan radikal bebas dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek puasa intermiten terhadap status stres oksidatif pada karyawan dengan obesitas di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak dengan kontrol. Subjek penelitian ini adalah pria berusia 19-59 tahun dengan indeks massa tubuh (IMT) ≥25 kg/m2 yang terbagi menjadi kelompok puasa dan kontrol melalui randomisasi sederhana. Puasa intermiten 5:2 dilakukan selama 8 minggu setiap hari Senin dan Kamis, tidak diperkenankan untuk makan dan minum selama 14 jam. Sebelum intervensi, kedua kelompok diberikan edukasi diet seimbang. Kadar MDA dan katalase dianalisis dengan spectofotometer. Asupan makan dinilai dengan 2x24 hr food recall dan food record. Hasil penelitian menunjukan kadar MDA setelah intervensi pada kelompok puasa berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,02). Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar katalase pada kelompok puasa dan kontrol (p>0,05). Puasa intermiten 5:2 selama 8 minggu dapat menurunkan kadar MDA pada karyawan dengan obesitas di Jakarta

Obesity is a major risk factor for many non-communicable diseases. Fat accumulation stimulates the lipid peroxidation process, which produces malondialdehyde (MDA) and reduces endogenous antioxidants such as catalase. Intermittent fasting is an alternative way to reduce free radicals in the body. This study aimed to determine the effect of intermittent fasting 5:2 on MDA and catalase levels in obese employees in Jakarta. This study's subject was men aged 19-59 years with body mass index ≥25 kg/m2, who were divided into fasting and control groups through simple randomization. Intermittent fasting 5:2 was performed for eight weeks, done every Monday and Thursday, and not allowed to eat and drink during 14 hours of fasting. Before the intervention, both groups were given nutrition education on a balanced diet. Food intake was assessed by the 2x24 h food recall and food recall method. MDA and catalase levels were measured using a spectrophotometer. There was a significant difference (p<0,001) in pre-post intervention MDA and catalase levels within the fasting and control groups. MDA post-intervention levels in the fasting group were significantly different compared to the control group (p=0,02). Intermittent fasting 5:2 for eight weeks can reduce MDA levels in obese employees in Jakarta."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopriansyah Darwin
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di seluruh dunia dan menyumbangkan angka mortalitas yang tinggi akibat risiko metastasis. Metastasis dapat terjadi meskipun pasien telah diterapi secara adekuat. Epitel-mesenchymal transition (EMT) adalah salah satu mekanisme utama terjadinya metastasis. Sel yang mengalami perubahan fenotip menjadi mesenkimal bersifat agresif, motil dan potensial menjadi metastasis. Vimentin merupakan salah satu biomarker spesifik yang muncul ketika sel mengadopsi fenotip mesenkim. Vimentin dapat memprediksi metastasis dan survival pada kanker payudara. Tujuan: Mengetahui hubungan antara ekspresi vimentin terhadap kejadian metastasis dan survival pada pasien kanker payudara. Metode: Desain studi ini adalah kohort retrospektif. Subjek berasal dari pasien kanker payudara di RSUP dr. Ciptomangunkusumo periode 2017–2018. Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk mengetahui ekspresi vimentin. Pasien diobservasi selama 4 tahun untuk mengetahui keluaran metastasis dan survival. Hasil: Terdapat 43 subjek, terdiri dari 39 ekspresi vimentin positif (90,7%), 10 subjek metastasis (23,3%), 16 subjek meninggal (37,2%). Pasien dengan ekspresi vimentin positif memiliki risiko 2,99 kali terjadi metastasis. Rerata overall survival (OS) pasien ekspresi vimentin positif lebih rendah dibandingkan negatif (162,0 minggu vs 174,5 minggu). Namun, secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara vimentin terhadap kejadian metastasis (p=1,000) dan survival (p=0.971). Kesimpulan: Ekspresi vimentin tidak berhubungan dengan kejadian metastasis dan survival. Namun, ekspresi vimentin positif memiliki kecenderungan meningkatkan risiko metastasis dan mortalitas yang lebih cepat pada pasien kanker payudara.

Background: Breast cancer is the most common of cancer in women around the world and contributes to a high mortality rate because of the risk of metastases. Metastases can still occur even if the patient has been adequately treated. Epithelial-mesenchymal transition (EMT) is one of the main mechanisms of metastasis. Cells that have a phenotypic change to mesenchymal are aggressive, motile, and prone to become metastatic. Vimentin is the specific biomarker that appears when cells have changed to mesenchymal phenotype. Vimentin can predict metastasis and survival in breast cancer. Aim: to find the association between vimentin expression with metastases and survival in breast cancer patients. Methods: This study design is a retrospective cohort. The subjects are breast cancer patients at Dr. Ciptomangunkusumo from 2017 to 2018. Immunohistochemical staining was performed to analyze the expression of vimentin. Patients were followed-up for 4 years to determine metastasis event and survival outcome. Results: There were 43 subjects, consist of 39 positive vimentin expressions (90.7%), 10 metastases (23.3%), and 16 death (37.2%). Patients with positive vimentin expression have 2.99-times the risk of developing metastases. The mean overall survival (OS) of patients with positive was lower than negative vimentin expression (162.0 weeks vs. 174.5 weeks). However, the association between vimentin with metastatic (p=1,000) and survival (p=0.971) outcome was not statistically significant. Conclusion: Vimentin expression is not associated with metastatic events and survival outcome. However, positive vimentin expression tends to increase the risk of metastasis and increase mortality rates in breast cancer patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>