Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariza Aulia Ghifari
"[Penelitian yang berkelanjutan terkait proses pembakaran telah menjadi sorotan utama dalam eksplorasi ilmiah selama berabad-abad, dan pembakar api datar (flat flame burner) muncul sebagai salah satu metode standar yang mendominasi dalam dunia penelitian. Studi ini memiliki fokus dalam mempertimbangkan variasi bahan bakar sebagai elemen sentral. Oleh karena itu, eksperimen dalam riset ini difokuskan untuk merancang, menguji dan mensimulasikan premixed flat flame burner menggunakan variasi bahan bakar campuran Gasoline, Etanol dan Metanol (GEM). Dilakukan uji coba terhadap 6 tipe bahan bakar murni bensin, etanol, metanol serta campuran GEM501535, GEM502525, dan GEM503515 dengan pengambilan sampling data dari kisaran jarak 0 – 10 mm di atas pembakar. Simulasi menggunakan ANSYS Chemkin juga dilakukan dengan menggunakan parameter yang sama dengan eksperimen. Untuk menyederhanakan komposisi dari bensin pada umumnya, digunakan campuran surrogate gasoline berdasarkan studi yang dilakukan Politecnico di Milano [36]. Formulasi bahan bakar ini dapat menyerupai properti fisikal dan kemikal dari gasoline dengan menggunakan komposisi spesies n-heptana ( ), iso-oktan ( ), dan toluene ( ) dengan fraksi mol 63%, 20% dan 17% berturut-turut. Hasil dari perbandingan terhadap temperature Vs. jarak dengan ekuivalen rasio sebesar 0,8, 1,0, dan 1,2 menunjukkan bahwa bensin memiliki suhu yang terpanas dibandingkan alkohol dan campuran. Fraksi mol dari semua bahan bakar hampir tidak memiliki perbedaan, hal ini didukung dengan analisis sensitivitas dan Rate of Production (ROP). Disisi lain, gasoline memiliki fraksi mol CO, dan OH terbesar namun tidak beda jauh dengan campuran GEM. Puncak tertinggi juga di dapatkan pada ketinggian 1,0 – 1,5 mm yang dimana didukung oleh hasil pembentukan dan konsumsi dari spesies reaksi.

Continuous research into combustion processes has been a major highlight of scientific exploration for centuries, and flat flame burners have emerged as one of the standard methods that dominate the world of research. This study has a focus on considering fuel variations as a central element. Therefore, the experiments in this research aim to design, test, and simulate premixed flat flame burner using a variety of mixed Gasoline, Ethanol and Methanol (GEM) fuels. Tests were carried out on 6 types of pure fuel gasoline, ethanol, methanol, and a mixture of GEM501535, GEM502525, and GEM503515 by taking sampling data from a distance range of 0 – 10 mm above the burner. Simulations using ANSYS Chemkin were also carried out using the same parameters as the experiment. To achieve the composition of gasoline in general, a substitute gasoline mixture was used based on a study conducted by Politecnico di Milano [36]. This fuel formulation can resemble the physical and chemical properties of gasoline by using the species composition of n-heptane ( ), iso-octane ( ), and toluene ( ) with mole fractions of 63%, 20% and 17% respectively. The results of the comparison of temperature Vs. distances with equivalent ratios of 0.8, 1.0, and 1.2 indicate that gasoline has the hottest temperature compared to alcohol and mixtures. The mole fraction of all fuels has almost no difference, this is supported by sensitivity analysis and Rate of Production (ROP). On the other hand, gasoline has the largest mole fractions of CO, and OH but is not much different from the GEM mixture. The highest peak was also obtained at a height of 1.0 – 1.5 mm which was supported by the results of the formation and consumption of the reaction species.,

Australia menjadikan kawasan Pasifik sebagai kepentingan mendasar untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya. Komitmen tersebut dilakukan dengan meluncurkan kebijakan Pacific ‘step-up’ pada tahun 2018 yang berlandaskan pada Buku Putih Kebijakan Luar Negeri 2017. Pengambilan kebijakan luar negeri tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal tersebut berasal dari persaingan strategis yang meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Pasifik serta peningkatan pengaruh Tiongkok yang dapat menggeser pengaruh Australia sebagai mitra tradisional Pasifik. Sementara itu, faktor internalnya berasal dari persepsi elit politik Australia terhadap ancaman Tiongkok dan pendapat masyarakat yang mendukung intervensi pemerintah ke Pasifik. Penggabungan faktor eksternal dan internal mendorong Australia untuk mengambil tindakan dalam melakukan ‘penyeimbangan’. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat dan Tiongkok merupakan mitra bagi kepentingan nasional, sehingga pilihan untuk menjalin hubungan dengan Pacific Island Countries (PIC) menjadi pilihan yang tepat. Sementara itu, pemerintah Australia yang berupaya melawan ancaman Tiongkok dan dukungan masyarakat terhadap Pemerintah Australia untuk memberikan bantuan ke Pasifik ikut mendorong pengambilan kebijakan tersebut. Permasalahan tersebut dikaji dengan menggunakan teori pengambilan kebijakan dari Graham T. Allison dan konsep realisme neoklasik untuk melihat proses pengambilan kebijakan luar negeri Australia yang berkaitan dengan perubahan pada tatanan berbasis aturan dan kondisi dalam negeri Australia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Pacific ‘step-up’ mampu untuk mempertahankan kepentingan nasional Australia.


Australia makes the Pacific region a fundamental interest to defend its national interests. This commitment was made by launching a Pacific 'step-up' foreign policy in 2018 based on the 2017 Foreign Policy White Paper. Foreign policy decision-making is caused by external factors and internal factors. These external factors stem from the growing strategic competition between the United States and China in the Pacific as well as China's increasing influence that could shift Australia's influence as a traditional Pacific partner. Meanwhile, the internal factors stem from the perception of Australia's political elite towards the Chinese threat and public opinion that supports government intervention in the Pacific. The merger of external and internal factors prompted Australia to take action in 'balancing'. This is because the United States and China are partners in national interests, so the choice to establish relations with Pacific Island Countries (PIC) is the right choice. Meanwhile, the Australian government's efforts to counter the Chinese threat and the Australian Government's support for providing assistance to the Pacific helped drive the policy. The problem is studied by using the policy-making theory of Graham T. Allison and the concept of neoclassical realism to look at the process of Australian foreign policy-making related to changes in the rules-based order and domestic conditions of Australia. The method used in this study uses a qualitative approach. The results of this study show that Pacific ‘step-up’ foreign policy is capable of defending Australia's national interests.

]
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, [2024;, ]
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Bagas Wardhana
"Sabut kelapa merupakan salah satu sumber biomassa lignoselulosa yang melimpah di alam dan sering digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Biomassa lignoselulosa lainnya yang sering digunakan dalam penelitian termasuk tanah gambut, kertas, tembakau, jerami, dan batu bara. Penelitian sebelumnya di Laboratorium Termodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, telah mengkaji pembakaran membara pada tanah gambut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembakaran membara pada biomassa lignoselulosa lainnya, khususnya sabut kelapa. Eksperimen dilakukan dengan membakar sampel sabut kelapa menggunakan variasi daya 5 watt, 10 watt, 15 watt, 20 watt, 25 watt, dan 30 watt untuk mengetahui daya yang dibutuhkan agar sabut kelapa mulai terbakar. Hasil menunjukkan bahwa sabut kelapa mulai terbakar pada daya lebih dari 25 watt. Untuk variasi tambahan, dilakukan pengujian dengan daya 60 watt dan 80 watt. Hasil percobaan menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal jumlah emisi dan waktu pembakaran. Pengujian menunjukkan bahwa laju pengurangan massa sebanding dengan waktu proses pembakaran dan jumlah emisi yang dihasilkan. Pada daya 30 watt, rata-rata laju persebaran kebakaran lebih kecil dibandingkan dengan daya 60 watt dan 80 watt. Emisi partikulat yang dihasilkan pada daya 30 watt juga lebih rendah dibandingkan dengan daya yang lebih tinggi. Grafik karbon monoksida (CO) dan oksigen (O2) menunjukkan bahwa ketika kadar oksigen menurun, kadar karbon monoksida meningkat. Penelitian ini memberikan wawasan tentang karakteristik pembakaran membara sabut kelapa dan pentingnya memahami energi penyulutan serta kandungan emisi yang dihasilkan. Hasil ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah biomassa lignoselulosa.

Coconut fiber is one of the sources of lignocellulosic biomass that is abundant in nature and is often used in smoldering combustion research. Other lignocellulosic biomass frequently used in research include peat, paper, tobacco, straw, and coal. Previous research at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia, has studied smoldering combustion in peat soil. Therefore, this research aims to examine smoldering combustion of other lignocellulosic biomass, especially coconut fiber. Experiments were carried out by burning samples of coconut fiber using variations in power of 5 watts, 10 watts, 15 watts, 20 watts, 25 watts and 30 watts to determine the power needed for the coconut fiber to start burning. The results show that coconut fiber starts to burn at a power of more than 25 watts. For additional variations, tests were carried out with 60 watts and 80 watts of power. The experimental results show significant differences in the amount of emissions and combustion time. Tests show that the rate of mass reduction is proportional to the combustion process time and the amount of emissions produced. At 30 watts of power, the average rate of fire spread is smaller than at 60 watts and 80 watts. Particulate emissions produced at 30 watts of power are also lower compared to higher powers. The carbon monoxide (CO) and oxygen (O2) graph shows that as oxygen levels decrease, carbon monoxide levels increase. This research provides insight into the characteristics of smoldering coconut fiber and the importance of understanding the ignition energy and the resulting emissions content. These results can be used as a reference for further research and development of lignocellulosic biomass waste management technology."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Hartansyah
"Berkurangnya sumber bahan bakar fossil sebagai sumber energi memicu perkembangan yang pesat pada teknologi energi terbarukan. Energi angin sebagai salah satu energi terbarukan berpotensi untuk menyelesaikan masalah tersebut khususnya di Indonesia. Pemanfaatan Energi angin menjadi energi listrik sudah di Implementasikan di Indonesia, salah satunya di Muara Gembong yang dilakukan oleh Universitas Indonesia. Pengembangan Kincir Angin khususnya komponen Blade harus disesuaikan dengan karakteristik angin di Indonesia. Untuk mendapatkan Desain yang optimal diperlukan evaluasi terhadap karakteristik Blade yang terpasang. Evaluasi yang dilakukan menggunakan metode numerik software Qblade.
Hasil simulasi menunjukan efisiensi Blade (Cp) 0,485 pada TSR 5,5. Torsi maksimal Blade di capai pada 300rpm-550rpm pada kecepatan angin 3m/s-12m/s. Pengukuran langsung kecepatan angin dari bulan November 2014-Mei 2015 menunjukan Kecepatan angin 1m/s-2m/s menunjukan probabiliti 18% namun energi yang dihasilkan 0 watt. Sedangkan energi terbesar dihasilkan pada kecepatan angin 6m/s-7m/s yaitu sebesar 26kWh walaupun probabiliti kecepatan angin 7%.
Hasil simulasi dari struktur blade menunjukan beban kritis terjadi pada pangkal Blade tepatnya pada sudut twist terbesar yaitu 12,40. Secara keseluruhan struktur Blade cukup kuat untuk menahan beban yang diakibatkan oleh angin. Bedasarkan data-data evaluasi di atas menunjukan bahwa karakteristik dari Blade yang terpasang memang di khususkan untuk kecepatan angin yang tinggi yaitu >7m/s.

Sort of fossil fuel as energy resource of the world triggers a rapid development in renewable energy. Wind energy as one of renewable energy resource has a great potential to solve world’s energy needs especially in Indonesia. The utilization of wind energy to electric energy has been implemented in Indonesia in Muara Gembong done by University of Indonesia. The wind turbine development especially in blade component has to be suited with Indonesia wind characteristics. In order to obtain an optimum design an evaluation for the implemented blade performance is significantly needed. The evaluation is conducted by numerical method using QBlade software.
The simulation results show the blade efficiency (Cp) of 0.485 at TSR of 5.5. The maximum torque generated is on the range rotational speed of 300-500 rpm at wind speed of 3-12 m/s. A direct measurement in wind speed has conducted in November 2014 - May 2015. Although the measurement results show wind speed range of 1-2 m/s with probability value of 18%, the energy generated is 0 watt. While the highest value of energy generated by this wind energy which is at wind speed range of 6-7 m/s is 26 KWh with probability value of 7%.
The blade structure simulation result shows the critical load occur at blade hub region precisely at twist of 12.4o. The overall blade structure is actually strong enough to withstand the load produced by wind. Consequently, based on evaluation data obtained, it is proven that the implemented blade performance is specifically designed at high wind speed condition (>7 m/s).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah H.
"Pada penelitian ini akan dipaparkan sebuah model penyelesaian secara numerik menggunakan MATLAB R2009a pada sebuah microchannel heat exchanger type evaporator, diameter hidrolik 1.46 mm dengan desain fin-louvered dan memiliki header. Microchannel heat exchanger merupakan salah satu teknologi terkini pada AC (Air Conditioning) yang mampu memberikan kinerja dan daya perpindahan kalor yang sangat besar. Model persamaan numerik yang digunakan merupakan persamaan yang telah digunakan pada penelitian penelitian sebelumnya dan akan diterapkan pada microchannel heat exchanger untuk menghitung besarnya nilai heat transfer coefficient yang menggunakan fluida refrijeran berupa propane ( ). Simulasi ini akan melakukan variable pada laju aliran massa refijeran dan diperoleh bahwa besarnya laju aliran massa fluida refrijeran akan berbanding lurus dengan besarnya heat transfer coefficient pada microchannel heat exchanger. Besarnya heat transfer coefficient pada laju aliran massa fluida refijeran 0.005 kg/s, 0.01 kg/s dan 0.02 kg/s berturut turut nilai heat transfer coefficient mencapai 335.7 ? 4059.4 W/m2 K, 335.6 ? 4020.6 W/m2 K, 335.3 ? 3965.9 W/m2 K. Adapun kualitas fluida refrijeran yang dihasilkan pada laju aliran massa refijeran tersebut adalah berturut turut 0.2664 ? 0.7571, 0.2653 ? 0.7560, 0.2647 ? 0.7541. Untuk laju aliran massa fluida refijeran yang sama pula diperoleh bahwa hubungan wall temperature akan berbanding terbalik.

In this research will be explain a numerical modeling use MATLAB R2009a in a microchannel heat exchanger type evaporator, hydraulic diameter 1.46 mm with fin-louvered design and with header. Microchannel heat exchanger was a recent technology in AC (Air Conditioning) that had high performance and high heat transfer. Numerical modeling used previous equations in last research and will be applied in microchannel heat exchanger to calculate heat transfer coefficient that used refrigeration fluid was propane ( ). This simulation will apply variable in refrigeration fluid mass flow and the result explain that refrigeration fluid mass flow is directly proportional with heat transfer coefficient pada microchannel heat exchanger. Heat transfer coefficient in refrigeration fluid mass refijeran 0.005 kg/s, 0.01 kg/s dan 0.02 kg/s berturut turut nilai heat transfer coefficient mencapai 335.7 ? 4059.4 W/m2 K, 335.6 ? 4020.6 W/m2 K, 335.3 ? 3965.9 W/m2 K and the quality of outlet condition are respectively 0.2664 ? 0.7571, 0.2653 ? 0.7560, 0.2647 ? 0.7541. For the same condition, the result relate inversely proportional with wall temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Schandra Ricardo. Marulitua
"Saat ini ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat tinggi dan nilainya selalu meningkat setiap waktunya. Padahal kebutuhan tersebut tidak mampu dipenuhi oleh kapasitas kilang pengolah minyak bumi yang saat ini ada di Indonesia. Akibatnya pemerintah Indonesia harus melakukan impor bahan baku dan produk bahan bakar. Selain itu beberapa pihak telah memprediksi bahwa jumlah cadangan minyak bumi global semakin mendekati masa akhir. Adapun dampak buruk penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan semakin memicu manusia untuk berupaya mencari alternatif dari bahan bakar fosil. Bioethanol (C2H5OH) merupakan salah satu potensi bahan bakar alternatif yang bisa didapatkan dari tanaman pati melalui proses biokimia. Mengingat Indonesia adalah negara dengan tanah yang subur, maka sumber bahan baku ini relatif mudah didapat, dan bersifat terbarukan. Bioethanol dapat digunakan dalam bentuk campuran dengan bahan bakar fosil, namun ada kecenderungan pencampuran bioethanol dengan bensin menghasilkan campuran yang tidak sepenuhnya homogen. Maka dari itu diperlukan suatu aditif yang dapat meningkatkan homogenitas campuran. Sehingga pada penelitian ini dilakukan uji penggunaan bahan bakar campuran bensin – bioethanol yang ditambahi aditif oksigenat, pada mesin spark ignition (SI). Kemudian dilakukan analisis terhadap kinerja mesin, emisi gas pembakaran, dan coefficient of variation (COV) di ruang bakar. Aditif yang digunakan yaitu cyclohexanol dan cyclooctanol dengan volume yang divariasikan. Pencampuran bioethanol dapat memperbaiki emisi gas buang, serta COV. Lalu ketika ditambahi aditif, didapat perbaikan pada specific fuel consumption (SFC) dengan emisi dan COV yang semakin membaik.

The dependency of Indonesian citizens to fossil fuel is very high and the amount were continuously increasing every time. At the same time, the capacity of oil refinery within the nation was being unable to cover the needs. As the result, the government of Indonesia have to do an import for some part of petroleum raw materials and also fuel products. Moreover, several parties had predicted that the recent global petroleum reserve were not far from its end limit of depletion. Also the environmental impact of combustion gas resulted from burning fossil fuel has further convincing people to find an alternative for fossil fuel. Bioethanol (C2H5OH) is one of potential fuel alternative which can be obtained through biochemistry process of starch plant. Considering that Indonesia is a country which has a fertile land, finding the source would not be a big problem. Bioethanol may be used in mixture form with fossil fuel, but there is a problem with homogeneity of the mixture. So that it requires an additive in which was able to increase the homogeneity of the mixture. As a result, in this research the examination were done by mixing the gasoline – bioethanol with oxygenated additives and use it as a fuel on unmodified spark ignition (SI) engine. Then going through the process of analysis for engine performances, exhaust gas emissions, and coefficient of variations (COV). The additive used is cyclohexanol and cyclooctanol in which the volume was variated. It is an evident that the use of gasoline – bioethanol mixture resulted in better exhaust emission and COV. Then the addition of additives gives a further good effect to specific fuel consumptions (SFC), exhaust emission, and COV."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariza Aulia Ghifari
"Penelitian yang berkelanjutan terkait proses pembakaran telah menjadi sorotan utama dalam eksplorasi ilmiah selama berabad-abad, dan pembakar api datar (flat flame burner) muncul sebagai salah satu metode standar yang mendominasi dalam dunia penelitian. Studi ini memiliki fokus dalam mempertimbangkan variasi bahan bakar sebagai elemen sentral. Oleh karena itu, eksperimen dalam riset ini difokuskan untuk merancang, menguji dan mensimulasikan premixed flat flame burner menggunakan variasi bahan bakar campuran Gasoline, Etanol dan Metanol (GEM). Dilakukan uji coba terhadap 6 tipe bahan bakar murni bensin, etanol, metanol serta campuran GEM501535, GEM502525, dan GEM503515 dengan pengambilan sampling data dari kisaran jarak 0 – 10 mm di atas pembakar. Simulasi menggunakan ANSYS Chemkin juga dilakukan dengan menggunakan parameter yang sama dengan eksperimen. Untuk menyederhanakan komposisi dari bensin pada umumnya, digunakan campuran surrogate gasoline berdasarkan studi yang dilakukan Politecnico di Milano [36]. Formulasi bahan bakar ini dapat menyerupai properti fisikal dan kemikal dari gasoline dengan menggunakan komposisi spesies n-heptana ( ), iso-oktan ( ), dan toluene ( ) dengan fraksi mol 63%, 20% dan 17% berturut-turut. Hasil dari perbandingan terhadap temperature Vs. jarak dengan ekuivalen rasio sebesar 0,8, 1,0, dan 1,2 menunjukkan bahwa bensin memiliki suhu yang terpanas dibandingkan alkohol dan campuran. Fraksi mol dari semua bahan bakar hampir tidak memiliki perbedaan, hal ini didukung dengan analisis sensitivitas dan Rate of Production (ROP). Disisi lain, gasoline memiliki fraksi mol CO, dan OH terbesar namun tidak beda jauh dengan campuran GEM. Puncak tertinggi juga di dapatkan pada ketinggian 1,0 – 1,5 mm yang dimana didukung oleh hasil pembentukan dan konsumsi dari spesies reaksi.

Continuous research into combustion processes has been a major highlight of scientific exploration for centuries, and flat flame burners have emerged as one of the standard methods that dominate the world of research. This study has a focus on considering fuel variations as a central element. Therefore, the experiments in this research aim to design, test, and simulate premixed flat flame burner using a variety of mixed Gasoline, Ethanol and Methanol (GEM) fuels. Tests were carried out on 6 types of pure fuel gasoline, ethanol, methanol, and a mixture of GEM501535, GEM502525, and GEM503515 by taking sampling data from a distance range of 0 – 10 mm above the burner. Simulations using ANSYS Chemkin were also carried out using the same parameters as the experiment. To achieve the composition of gasoline in general, a substitute gasoline mixture was used based on a study conducted by Politecnico di Milano [36]. This fuel formulation can resemble the physical and chemical properties of gasoline by using the species composition of n-heptane ( ), iso-octane ( ), and toluene ( ) with mole fractions of 63%, 20% and 17% respectively. The results of the comparison of temperature Vs. distances with equivalent ratios of 0.8, 1.0, and 1.2 indicate that gasoline has the hottest temperature compared to alcohol and mixtures. The mole fraction of all fuels has almost no difference, this is supported by sensitivity analysis and Rate of Production (ROP). On the other hand, gasoline has the largest mole fractions of CO, and OH but is not much different from the GEM mixture. The highest peak was also obtained at a height of 1.0 – 1.5 mm which was supported by the results of the formation and consumption of the reaction species."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Putrawijaya
"Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) melaporkan 5.336 kecelakaan kebakaran yang terjadi antara Mei 2018 hingga Juli 2023. Tren ini terus meningkat, dan tercatat 255 kecelakaan kebakaran terjadi pada Juni 2023. Oleh karena itu, diperlukan penilaian risiko kebakaran untuk menilai apakah sebuah rumah atau apartemen aman ketika terjadi kebakaran. Metode FLAME merupakan salah satu metode parametrik semikuantitatif untuk mengukur risiko kebakaran pada suatu gedung, dengan tujuan untuk mendapatkan metode penilaian risiko yang mudah digunakan dan dapat menjadi strategi awal untuk menilai suatu risiko kebakaran karena penilaian risiko denga sepenuhnya kuantitatif lebih rumit dan memerlukan biaya lebih besar. Pada penelitian ini metode FLAME dipadukan dengan pemodelan dalam Fire Dynamic Simulator (FDS) untuk menganalisis waktu untuk laju pelepasan panas mencapai 1 MW. Tiga variasi dibuat dengan perbedaan kepadatan properti. Pada variasi 1 dengan properti paling padat, laju pelepasan panas mencapai 1 MW hanya dalam waktu 48 detik. Sedangkan pada variasi 2, laju pelepasan panas mencapai 1 MW dalam waktu 109 detik saat tidak ada sprinkler dan 332 detik saat ada sprinkler. Pada variasi 3, laju pelepasan panas mencapai 1 MW dalam waktu 204 detik ketika tidak ada sprinkler, dan ketika ada sprinkler laju pelepasan panas tetap berada di bawah 1 MW. FLAME memiliki acceptability criteria bagi penghuni dan properti, dimana risiko penghuni dapat diterima untuk semua variasi baik dengan sprinkler atau tanpa sprinkler, dan perbaikan lebih lanjut tidak diperlukan. Acceptabilityrisiko properti berbeda-beda untuk setiap variasi, dengan skor terburuk ada pada variasi 1. Risiko properti pada variasi 1 tidak dapat diterima, dimana tindakan perlindungan mungkin tidak mampu mengatasi parahnya kebakaran. Perbaikan diperlukan agar properti tetap aman ketika terjadi kebakaran.

The Indonesian National Police (POLRI) reported 5.336 fire accidents that happened between May 2018 and July 2023. This trend is rising, and a record of 255 fire accidents was hit in June 2023. Therefore, a fire risk assessment is needed to assess whether a house or an apartment is safe when a fire accident happens. The FLAME method is a semi-quantitative parametric method to measure the risk of fire in a building, with the goal of having a risk assessment method that is easy to use and that can be the preliminary strategy to asses a fire risk since a fully quantitative risk assessment is more complicated and costs more. In this study, the FLAME method is combined with modeling in a Fire Dynamic Simulator (FDS) to analyze the time for the heat release rate to reach 1MW. Three variations are made with the differences in the density of the property. In variation 1, with the most dense property, the heat release rate reaches 1 MW in only 48 seconds. While in variation 2, the heat release rate reaches 1 MW in 109 seconds when there are no sprinklers and in 332 seconds when there are sprinklers. In variation 3, the heat release rate reaches 1 MW in 204 seconds when there are no sprinklers, and when there are sprinklers the heat release rates are maintained below 1 MW. The FLAME has acceptability criteria for occupants and properties, where the occupant's risk is acceptable for all variations either with a sprinkler or without sprinklers, and further improvements are not required. The property’s risk acceptability varies for each variation, with the worst score is in variation 1. The property’s risk on variation 1 is nonacceptable where the protection measures may not be able to deal with the severity of the fire. The improvements are needed to so the properties will be safe when there is a fire accident."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Fitriani
"Pembakaran membara (smoldering) merupakan fenomena pembakaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dimana telah dikaji luas namun terbatas dari sisi jenis material yang digunakan. Sehubungan dengan sifat pembakaran membara yang berlangsung untuk jangka wkatu yang lama membuat pembakaran membara ini sangatlah berbahaya. Bahaya yang dihasilkan tidak hanya untuk manusia namun juga bagi lingkungan. Sebuah eksperimen telah dilakukan untuk mempelajari tentang pengaruh yang dihasilkan oleh aliran udara yang diberikan terhadap pembakaran membara searah pada material selulosa berupa tembakau. Eksperimen dilakukan dalam skala kecil pada aparatus berbentuk silinder dalam arah vertikal dengan aliran udara terkontrol yang diberikan ke dalam silinder tersebut. Aliran udara yang diberikan dikontrol dengan menggunakan flowmeter. Data temperatur saat pembakaran berlangsung diukur dengan menggunakan termokopel tipe K untuk mendapatkan profil distribusi temperatur di dalam silinder. Timbangan digunakan selama pembakaran berlangsung untuk merekam massa untuk melihat laju penurunan massa dari material tembakau yang dibakar. Opacitymeter juga diletakkan di atas silinder untuk mengukur ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran yang ada. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa besar aliran udara yang diberikan mempengaruhi distribusi temperatur, laju penurunan massa, dan juga ketebalan asap yang dihasilkan.

Smoldering fire is a phenomenon that is still less studied. To take in consideration of smoldering fire tendency which lasts for a really long time, smoldering fire brings so many bad effects not only to human but also to environment. An experiment has been conducted to study the effects of forced air flow on an upward forward oriented smoldering combustion of tobacco material. Experiments are done in a small-scale, vertically oriented smoldering cylindrical apparatus. The forced air flow was being controlled by a flowmeter. Temperature histories of tobacco are measured by 6 type-K thermocouples to get the temperature distribution profile inside the cylinder during the combustion. Weight-scale was being used to record the mass to get the mass loss rate of the tobacco. Opacitymeter was also being placed at the top of cylinder to record the smoke opacity produced by the combustion of the tobacco. The results show that the forced air flow effects the temperature distributions, mass loss rate of the tobacco, and the smoke opacity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Veronica Abrila
"Smoldering atau pembakaran membara merupakan pembakaran yang tidak memiliki lidah api dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu contoh pembakaran membara adalah kebakaran pada lapisan bawah lahan hutan atau lahan gambut. Kebakaran lahan hutan dan lahan gambut telah menjadi salah satu isu penting di Indonesia dan hingga saat ini belum ditemukan solusi yang efektif untuk mengatasinya. Material organik yang terdapat dalam struktur tanah dapat menjadi bahan mampu bakar ketika terdapat pemicu kebakaran hutan. Material organik yang sering kita temui dalam kehidupan sehari ? hari dalam bentuk rokok, yaitu tembakau, akan digunakan sebagai sampel pada eksperimen ini. Pada penelitian ini, akan dianalisis pengaruh densitas terhadap distribusi temperatur dan laju penurunan massa dari material tembakau. Selain itu, akan dibahas pula mengenai ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran dengan variasi densitas yang berbeda. Variasi densitas yang digunakan pada eksperimen yaitu sebesar 0.12 ? 0.2 g/cm3. Hasil dari eksperimen ini adalah densitas sangat berpengaruh dalam proses pembakaran membara, karena kepadatan material menentukan banyaknya aliran udara dan panas yang melewati tumpukan material tersebut. Variasi densitas terendah yaitu 0.12 g/cm3 memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling cepat yaitu 0.069 mm/s dan 0.0072 g/s dan variasi densitas tertinggi yaitu 0.2 g/cm3 memiliki memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling lambat yaitu 0.018 mm/s dan 0.0039 g/s. Semakin padat material semakin lama pula asap naik ke permukaan karena akan lebih sulit untuk melewati tumpukan material tersebut.

Smoldering is a slow, flameless and the most persistent type of combustion. Wildland fire or ground fire is an example of smoldering combustion which has become one of the most important issue in Indonesia and no effective solution has been found to solve this phenomenon yet. The organic materials contained in peatland can potentially become a flammable fuel with the presence of a trigger for wildland fire. Tobacco as one of the organic material which can be found easily in daily life in a form of cigarette, will be used as a sample in this experiment. The relation between material density with temperature distribution and mass loss rate are conducted in the experiment. The optical density of the smoke produced by the smoldering combustion will also be analyzed. Experiments are carried out for the material density ranging from 0.12 ? 0.2 g/cm3. The result showed that smoldering combustion are affected by density, due to the allowance of airflow and heat propagation. The result showed that material bed with the lowest density of 0.12 g/cm3 has the slowest smoldering velocity and mass loss rate while the material bed with the highest density of 0.2 g/cm3 has the fastest smoldering velocity and mass loss rate and. The smoke will took a longer time to reach the bed surface as it will get harder to get through the bed with high density."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Hadianti Putri
"Pembakaran membara (Smoldering Combustion) merupakan fenomena pembakaran yang cukup unik, karena fenomena ini tidak memiliki lidah api. Fenomene smoldering ini dapat menjadi bahaya, karena karakteristik pembakaran yang lambat, temperatur rendah, flameless, dan proses pembakarannya dapat berkelanjutan. Fenomena ini dapat dapat terjadi pada material berpori baik yang bersifat organik maupun non-organik. Pembakaran membara pada material organik dapat menyebabkan kebakaran lahan hutan (wildland fire) baik pada permukaan tanah maupun di bawah tanah. Fenomena smoldering pada material organik ini dapat diteliti dengan material tembakau yang memiliki nilai ignition temperatur antara 380-620 oC. Dengan variasi kecepatan aliran udara serta penyalaan dari atas, sehingga perambatannya turun (downward). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran distribusi temperatur, laju penurunan massa, serta ketebalan asap. Dimana ketika laju udara yang diberikan semakin cepat, maka proses pembakarannya akan semakin cepat juga.

Smoldering combustion is a phenomenon that is quite unique, because this phenomenon has no flame. This smoldering phenomenon can be a hazard, because of it?s characteristics. The characteristic of smoldering combustion is slow, low-temperatur, flameless and sustained. This phenomenon can occur on cellulose material both organic and non-organic. Smoldering combustion in organics material can cause a wildland fires, both in surface and inside the land. This phenomenon in orcanics material can learned with tobacco material that has ignition temperatue 380-620 oC.With air flow variation and from up ignition (downward propagation). In this research, obtained temperature distribution, mass loss rate and smoke opacity. Increase in air flow velocity cause increase in burning time."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library