Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjipta Lesmana
"Pekerjaan wartawan di era Orde Baru sering dilukiskan "sulit", karena di satu sisi wartawan gigih menuntut kebebasan seperti yang dijamin oleh Undang-Undang Pokok Pers, tetapi di sisi lain pemerintah menilai kebebasan pers tanpa pembinaan dapat menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi stabilitas nasional; padahal stabilitas nasional diyakini sebagai persyaratan mutlak bagi keberhasilan pembangunan nasional. Bagaimana pers, yang direpresentasikan oleh majalah Tempo, mengatasi kendala struktur dalam menjalankan tugasnya, tetapi pada waktu yang sama berupaya agar eksistensi penerbitannya tetap terjaga, itulah masalah yang hendak diteliti. Teori interaksi simbolik dipakai sebagai instrumen. Tujuannya, kecuali untuk menguji kebenaran ketiga asumsi dasar interaksi simbolik (Blamer, 1969:2), juga untuk mengkaji kegunaan model aksi Charon (1998) yang bertumpu pada definisi situasi (definition of situation) dalam memahami perilaku wartawan Tempo dalam hubungannya dengan pejabat-pejabat Departemen Penerangan.
Hubungan Tempo dan pemerintah dibatasi pada hubungan yang terjadi setelah keluarnya Undang-Undang Pokok Pers No 21 tahun 1982 hingga pembredelan majalah tersebut pada Juni 1994.
Ada empat pertanyaan penelitian yang diajukan: (1) Bagaimana obyek sosial didefinsikan sebagai berita? (2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi definisi obyek sosial sebagai berita? (3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan keputusan publikasi berita? (4) Bagaimana proses terjadinya konflik antara Tempo dan pemerintah?
Penelitian menggunakan desain kualitatif model interaksi simbolik (Muhadjir, 1990:125), mengambil majalah Tempo sebagai kasus studi. Data diperoleh dari wawancara mendalam (depth interview), analisis dokumen dan studi pustaka. Unit analisis adalah action, tindakan (Meltzer, 1964) dan dokumen; tindakan dari individu-individu yang berinteraksi sosial dan dokumen sebagai produk dari interaksi sosial. Duabelas informan Tempo dipilih dengan menggunakan teknik purposive dan snowball (Cresswell, 1994:148). Di kalangan pejabat, diwawancarai Subrata (mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika) dan Brigadir Jenderal TNI (Purnawirawan) Nurhadi Purwosaputro (mantan Kepala Pusat Penerangan ABM). Semua wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri, berlangsung antara Juli 1996 sampai Nopember 1997, dengan menggunakan alat perekam. Dari hasil wawancara dibuat transcripts yang kemudian dituangkan ke dalam "kartu penulisan catatan" (Faisal, 1990) untuk dibuatkan kategori-kategori. Berita, laporan dan opini yang dianalisis, terutama, berita, laporan dan opini yang menimbulkan reaksi keras dari pemerintah. Sedang dokumen yang diteliti, antara lain, semua peringatan tertulis yang dikeluarkan Departemen Penerangan kepada Tempo, Keputusan Dewan Pers No 79/XIV/1974 tentang Pedoman Pembinaan Idill Pers, pidato-pidato Presiden Soeharto dan Menteri Penerangan Harmoko yang berhubungan dengan masalah pers.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa (1) ketiga asumsi dasar teori interaksi simbolik dan model aksi Charon, secara umum, dapat menjelaskan hubungan majalah Tempo dan pemerintah yang bernuansa konflik. Namun, action sesungguhnya tidak selamanya ditentukan oleh makna obyek atau definisi situasi. Faktor kekuasaan dapat menghambat publikasi berita oleh wartawan serta tersumbatnya proses negosiasi. (2) Konflik Tempo dan pemerintah terutama disebabkan oleh perbedaan perspektif dan tidak adanya shared-meaning tentang simbol-simbol signifikan serta pemaksaan makna berita oleh pemerintah. (3) Faktor budaya kiranya juga dapat menghambat efektivitas aplikasi teori interaksi simbolik. Budaya Tempo yang individualistis tidaklah cocok dengan budaya Orde Baru yang bersifat kolektivistis, sehingga konflik pun tidak dapat dielakkan. Konflik yang berakhir dengan pembredelan Tempo.

Symbolic Interactionism as a Perspective In Understanding Press-Government Relations A Case Study on Tempo magazineA tough working condition was facing every journalist during New Order. Press freedom, while rigorously fought by journalists due to its guarantee in the Press Law, was not regarded as a positive factor in the maintenance of national stability. The government even constantly and systematically obstructing freedom of the press. How journalists fight against structural constraints, while not embarrassing the government officials, especially those in the Ministry of Information that is the core issue to be explored in this study. Symbolic interactionism is used as the instrument. Its objective is to make a further comprehension on the three basic assumptions of the interactionism (Blumer, 1969:2), as well as to see the relevance of Charon's (1998) action model which put a heavy stress on definition of situation in understanding social interaction, i.e. Tempo journalists' actions vis-a-vis government officials.
The study is restricted to the era following the proceeding of 1982 Press Law (Law No 21/1982) up to the clamp down of Tempo license permit in June 1994.
Four research questions are raised: (1) How social object is defined as news; (2) What factors influencing object definition as news; (3) What factors influencing decision in news publication and (4) How conflict between Tempo and government is proceeded.
The study is qualitative in design using symbolic interactionism model (Muhadjir, 1990:125). Data is collected through in-depth interviews. Twelve Tempo journalists were selected according to the purposive and snowball techniques. The unit of analysis is action (Mmeltzer, 1964), individuals (journalists and government officials) interacting each other and documents, such as government press guidance policy, sanction letters issued by the Ministry of Information to Tempo and speeches by the President and Minister of Information relating to the press issue. On the government' side, two ex high-ranking officials were interviewed: Subrata, former Director General of Press and Graphics Guidance (Ministry of Information), and Army Brigadier General (retired) Nurhadi Purwosaputro, former Armed Forces spokesman. All interviews, conducted from July 1996 to November 1997 by the researcher himself, were taped.
It was found that (1) symbolic interactionism perspective and Charon's action model are very relevant in explaining Tempo﷓government relation that is frequently colored by conflicts. Action, however, is not always determined by the meaning of object (assumption No 1). External power is also to be taken for granted in making decision on news publication. Power could make negotiation process obstructed, as well; contrary to the belief that meaning could always be negotiated through interaction (assumption No 2). (2) Conflict between Tempo and government is notably caused by perspective differences in interpreting political and social phenomena which, in turn, blocking the process of shared-meaning on significant symbols. (3) Cultural determinant also plays vital role in the effectiveness of symbolic interactionism. Tempo's orientation to Time magazine, heavily influenced by individualist culture, is not in line with New Order dominant collectivist culture. In the event of such cultural differences, conflict is unavoidable. And whoever in power is on the upper hand in conflict resolution."
2001
D198
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Muliati Harun
"Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) berjumlah 17.500 pulau dengan 555 suku bangsa dan spesifikasi pengetahuan tradisional penunjang kehidupannya, sehingga tercermin dalam keanekaragaman budayanya. Indonesia diapit oleh lempeng bumi Asia Australia dan Pasifik yang masih bergerak dinamis sehingga dikelilingi oleh cincin api. Indonesia juga diapit 2 samudera Lautan Hindia dan Lautan Pasifik serta 2 benua Asia dan Australia dan negeri ini terletak di khatulistiwa dengan dua musin hujan dan kemarau dan bermandi sinar matahari sepanjang tahun. Indonesia memiliki Iahan yang subur dari perut bumi dan Iautan tropis yang Iuas menghasilkan keanekaragaman ekosistem beserta sumberdaya alam yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Pengetahuan dan kebudayaannya merupakan hasil interaksi yang dlperoleh dalam kurun waktu yang sangat Iama diwariskan turun temurun sangat jarang terdokumentasi dalam bentuk tertufns. Kearifan lingkungan merupakan bagian dari kebudayaan yang merupakan perpaduan sumber daya alam dan kulturnya. Kulmr merupakan kesatuan sistem antara: norma - kelembagaan - artefak.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah kearifan lingkungan yang dimiliki masyarakat tradisional daerah Bali. Sikap dan perilaku masyarakat yang menerapkan kearifan lingkungan dalam bentuk rasa hormat pada alam dan penciptaNya telah mendorong terwujudnya keselarasan hubungan manusia dengan lingkungannya yang tercermin dalam Elsafatnya Tri Hita Karavia.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji keberlanjutan subak yang tetap bertahan sampai saat ini dan mengetahui kelenturan nilai-nilai kearifan lingkungan yang berkelanjutan. Kelenturan dalam pengertian adaptasi terhadap perubahan-perubahan kelembagaan subak karena pengaruh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi. Memperoleh konsep baru dalam menyusun sirategi pembangunan pertanian berkelanjutan masyarakat tradisional.
Metode penelitian adalah kualitatif yaitu melalui pengamatan lapangan, penelaahan dokumen, wawancara dan diskusi kelompok. Metode bertujuan unmk memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau kelompok atas nilai-nilai kearifan lingkungan berupa subak dan pengaruh modernisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memahami nilai-nilai kearifan lingkungan sistem subak dan tetap mempertahankannya sesuai dengan dinamika masyarakat. Masyarakat Bali telah memiliki nilai-nilai kearifan lingkungan yang menyatu dalam berbagai aspek kehidupan sehingga pemanfaatannya brsifat berkelanjutan. Pemerintah diharapkan mendukung keberlanjutan nilai-nilai tersebut melalui berbagai kebijakan melalui instansi terkait.

Indonesia is an archipelago of 17,500 islands and 555 ethnic groups with traditional knowledge to support their life reflecting diverse local cultures. Knowledge is transfer from generation to another, and is rarely recorded in the form of written documents. Traditional knowledge are immanent in maintaining livelihoods and adapting their flexibility to using eflicient simple technologies. The environmental wisdom of Bali's irrigation system of subak survive a millennium as it as based on the philosophy of life of Toi Hita Karana. For the past two decades the roles of subak has been degrading because of increasing shihs of land use and other causes.
Understanding the environmental wisdom held by traditional communities is expected to enable us to formulate strategies for integrating natural, social and building environmenus One particular issues sturned in the research was the traditional community's environmental wisdom- attitude and behavior of peoples in applying the wisdom of protecting the environment by paying respect to the nature and Creator to promote a harmonized relation between human and the environment.
The research aimed at studying the still existing subak and identifying its flexibility of sustainable environmental wisdom values. What it means by flexibility is the people s ability to adapt to subak institutional changes resulting from the rapid progress of science and technology, particularly those relating to information. It also aimed finding out a new concept of fomrulating traditional community s sustainable environmental wisdom Strategies.
The research was conducted using qualitative method; i.e. through field observation, documents studies, interviews and group discussions in other to understand the attitude, insight, perception and behavior of individuals or groups.
The research results indicated that the community understand the values of the environmental wisdom of subak, and maintain them to meet beyond going dynamics of urbanization. The community expected the govemment to play a role in sustaining the values by making a number of policies on related institutions.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D861
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library