Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizal Maulana
Abstrak :
White Matter Hyperintensities (WMHs) merupakan neuroradiological features yang dapat dilihat pada T2-FLAIR brain MRI sebagai bagian putih (hyperintensities) dan merupakan karakteristik dari small vessel disease (SVD). Informasi detail terkait WMHs (lokasi, volume, dan distribusi) sangat diperlukan untuk membantu penanganan pasien. Akan tetapi melakukan segmentasi otomatis pada WMHs merupakan tantangan tersendiri karena ukuran, bentuk, dan letak WMHs yang tidak menentu. Hasil evaluasi dapat berubah bila test set berasal dari dataset yang berbeda dari train set, karena setiap dataset akan memiliki karakteristik yang berbeda. Penelitian ini mengusulkan model bernama Probabilistic Multi-compound Transformer (Probabilistic MCTrans) yang menggantikan model U-Net pada Probabilistic U-Net menjadi model MCTrans. Secara penelitian sebelumnya, model MCTrans dapat menyelesaikan permasalahan long-range dependencies dan model Probabilistic U-Net dapat menangkap ambiguitas dari citra medis, serta akan melakukan evaluasi cross-dataset robustness untuk mengetahui performa model bila train set berbeda sumber dari test set. Dari hasil evaluasi menunjukan bahwa Probabilistic MCTrans memiliki performa yang lebih rendah dibandingkan dengan Probabilistic U-Net. Akan tetapi Probabilistic MCTrans memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan MCTrans. Hal tersebut dapat terjadi karena ambiguitas yang ditangkap Probabilistic MCTrans lebih banyak dari Probabilistic U-Net dan ambiguitas banyak terjadi di border WMHs.  ......White Matter Hyperintensities are neuroradiological features that often seen in T2-FLAIR brain MRI as hyperintensities and characteristic of small vessel disease (SVD). Detailed information of WMHs (i.e. location, volume, and distribution) are needed in clinical research to help treat patients. However, automatic segmentation on WMHs is still challenging due to uncertain volume, shape, and location of WMHs. Evaluation results may change if test set came from different dataset as train set, because every dataset have their own characteristic. In this study, we propose a model called Probabilistic Multi-compound Transformer (Probabilistic MCTrans), that replace U-Net from Probabilistic U-Net’s with MCTrans. In previous study, model MCTrans can solved long-range dependencies problem and model Probabilistic U-Net can capture ambiguity in biomedical image, also we would like to evaluate on cross-dataset robustness to determine performance model when the train set differs in source from the test set. The evaluation results show that Probabilistic MCTrans has a lower performance than Probabilistic U-Net. However, Probabilistic MCTrans has better performance than MCTrans. Furthermore, the ambiguity captured by Probabilistic MCTrans is more than Probabilistic U-Net and the ambiguity is around the border of WMHs. 
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Pratama
Abstrak :
Sebagai salah satu industri terbesar di dunia, pemasaran fashion pada platform ecommerce menarik jutaan pengguna setiap harinya. Salah satu fitur yang penting untuk dimiliki platform ecommerce adalah kemampuan mencari produk fashion menggunakan foto pengguna sebagai query. Hasil pencarian yang akurat akan memberikan manfaat bagi pengguna dan bagi pelaku bisnis. Persoalan ini sangat menantang karena adanya perbedaan domain antara citra query yang diunggah pengguna dengan citra galeri produk yang menjadi target pencarian. Perolehan citra lintas domain dapat diselesaikan dengan metode konvensional seperti pemelajaran metrik menggunakan dataset berlabel. Namun metode ini tidaklah feasible dalam jangka panjang mengingat selalu bertambahnya inovasi di bidang fashion sehingga dibutuhkan anotasi terhadap citra yang berkesinambungan agar model tetap relevan. Pada penelitian ini diusulkan penggunaan self-supervised learning untuk meningkatkan kebermanfaatan data tanpa label dan mengurangi ketergantungan terhadap data berlabel. Pelatihan dengan metode ini menghasilkan sebuah encoder CNN dengan arsitektur ResNet-50, yang dilatih dengan sekumpulan citra tidak berlabel, agar mampu menghasilkan fitur umum dari citra. Model ini kemudian di-finetune dengan data berlabel agar mampu melakukan downstream task, yaitu perolehan citra lintas domain. Untuk meningkatkan hasil perolehan, dilakukan structural matching menggunakan Wasserstein distance (optimal transport) terhadap fitur spasial luaran encoder CNN pada saat inference dan finetuning. Selain itu, structural matching juga dapat menjelaskan bagian mana dari citra yang berkontribusi atas keseluruhan kesamaan atau jarak. Hasil menunjukkan bahwa kinerja encoder yang dilatih dengan self-supervised learning secara kuantitatif masih belum melampaui kinerja encoder baseline ImageNet, dengan perbedaan 1-2% dari sisi akurasi dan mAP menggunakan Triplet Loss, dan 6-10% dengan InfoNCE. Structural matching secara umum dapat meningkatkan hasil perolehan pada encoder yang dilatih dengan self-supervised learning. Hasil kualitatif menunjukkan bahwa semua varian model mampu mencari citra yang mirip dengan query, baik dari sisi kategori, warna, bentuk, dan motif. ......Being one of the largest industries in the world, fashion marketing on ecommerce platforms attracts millions of users every day. One of the essential features for an ecommerce platform is the ability to retrieve fashion items using user photos as queries. Good search results will yield benefits for users and for businesses. This problem is challenging due to the domain differences of the query images uploaded by the users and of product gallery images as retrieval targets. Cross-domain image retrieval can be accomplished by conventional methods such as metric learning using labeled datasets. However, this method is not feasible in the long term since innovations in this sector are fast such that continuous image annotations are required for the model to stay relevant. In this study, we propose to use self-supervised learning to increase usefulness of unlabeled data and to reduce dependency on labeled data. Training with this method produces a CNN encoder with ResNet-50 architecture, trained on a collection of unlabeled images, to infer generic features of images. The model is then finetuned with labeled data so that it can perform the downstream task, which is cross-domain image retrieval. To improve retrieval results, we performed structural matching by calculating Wasserstein distance (optimal transport) using spatial features inferred from CNN encoder during inference and finetuning. In addition, structural matching can also explain which parts of two images contribute to overall similarity or distance. Results show that an encoder trained with self-supervision quantitatively has not yet outperformed off-the-shelf ImageNet encoder baseline, with a difference in terms of accuracy and mAP of 1-2% for Triplet Loss, and 6-10% for InfoNCE. Generally, structural matching can improve retrieval results for self-supervised encoders. Qualitative results show that all model variants are able to retrieve images similar to the query, in terms of categories, colors, shapes, and patterns.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Adhi Hartanto
Abstrak :
Aplikasi computer vision meliputi pendeteksian objek, klasifikasi citra, dan lain-lain. Performa dari aplikasi computer vision ini biasanya kurang baik jika digunakan pada gambar yang kabur. Gambar kabur disebabkan oleh kondisi lingkungan yang melibatkan mikropartikel di udara sehingga menyebabkan penurunan kualitas gambar. Dehazing gambar tunggal diperlukan untuk menjaga kualitas gambar yang baik. Berbagai metode dehazing citra tunggal telah dikembangkan, baik metode berbasis piksel atau deep learning. Berbagai arsitektur deep learning telah dikembangkan untuk mengatasi masalah single image dehazing, salah satunya adalah PDR-Net. Dalam studi ini, penulis mengusulkan modifikasi arsitektur PDR-Net untuk mendapatkan gambar yang direstorasi secara visual sebaik mungkin. Arsitektur Modified PDR-Net (PDR-Net M) yang diusulkan dilatih dengan dua set data, yaitu O-Haze dan Dense-Haze, dan menjalani uji ketahanan menggunakan dataset NH-Haze, SOTS, dan beberapa gambar kabur yang diunduh dari Google Image. Hasil modifikasi PDR-Net menunjukkan hasil terbaik saat restorasi citra citra kabur pada data uji O-Haze dan Dense-Haze, dengan Structural Similarity (SSIM) 0,8042, Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR) 20,65,00perbedaan warna 9,26 , Root Mean Square Error (RMSE) 0.11 dan Naturalness Image Quality Evaluator (NIQE) 3.94. Meskipun pada uji robustness ketiga, PDR Net-Modified mengalami kesulitan dalam restorasi citra karena karakteristik dataset yang sangat berbeda dengan data latih, PDR-Net Modified masih unggul pada uji robustness pertama dan kedua. ......Computer vision applications include object detection, image classification, and others. The performance of this computer vision application is usually not good when used on blurred images. Blurred images are caused by environmental conditions involving microparticles in the air causing a decrease in image quality. Dehazing a single image is necessary to maintain good image quality. Various methods of single image dehazing have been developed, either pixel-based or deep learning methods. Various deep learning architectures have been developed to overcome the problem of single image dehazing, one of which is PDR-Net. In this study, the authors propose a modification of the PDR-Net architecture to obtain the best possible visually restored image. The proposed Modified PDR-Net (PDR-Net M) architecture was trained with two datasets, namely O-Haze and Dense-Haze, and underwent robustness testing using the NH-Haze dataset, SOTS, and some blurred images downloaded from Google Image. PDR-Net modification results show the best results when restoring blurred images on O-Haze and Dense-Haze test data, with Structural Similarity (SSIM) 0.8042, Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR) 20.65.00 color difference 9.26 , Root Mean Square Error (RMSE) 0.11 and Naturalness Image Quality Evaluator (NIQE) 3.94. Although in the third robustness test, PDR Net-Modified had difficulty in image restoration because the characteristics of the dataset were very different from the training data, PDR-Net Modified was still superior in the first and second robustness tests.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khadijah
Abstrak :

Penyakit stroke adalah penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Pasien stroke harus menjalani perawatan berupa latihan rehabilitasi secara rutin untuk memulihkan fungsi motorik mereka. Sering kali pasien stroke kesulitan mendapatkan perawatan karena keterbatasan ekonomi dan mobilisasi. Selain itu, kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini membuat pasien takut untuk pergi ke rumah sakit. Telehealth sebagai pelayanan kesehatan jarak jauh merupakan salah satu solusi untuk kondisi tersebut. Aplikasi telehealth untuk rehabilitasi stroke dapat dikembangkan dikombinasikan dengan teknologi human motion detection. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model human motion detection yang dapat mendeteksi gerakan secara stabil serta untuk mengetahui model klasifikasi yang dapat mengklasifikasi gerakan stroke dan non stroke secara akurat. Penelitian dilakukan menggunakan data video gerakan pasien stroke dan orang sehat sebagai input model human motion detection. Keypoints hasil ekstraksi dari model human motion detection kemudian ditransformasi menjadi gambar RGB dan digunakan sebagai input model klasifikasi. Penelitian ini membandingkan tiga model human motion detection, yaitu PoseNet, BlazePose, dan MoveNet, serta dua model klasifikasi gambar, yaitu AlexNet dan SqueezeNet. Beberapa eksperimen dilakukan untuk mengklasifikasi gerakan stroke dan non stroke. Terdapat eksperimen dengan pembagian data tanpa 3-Fold Cross Validation, eksperimen dengan pembagian data 3-Fold Cross Validation, eksperimen menggunakan semua keypoints hasil ekstraksi model human motion detection, dan eksperimen menggunakan beberapa keypoints yang relevan. Model human motion detection dan model klasifikasi terbaik dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi kepada para pihak yang ingin mengembangkan aplikasi telehealth sebagai sarana rehabilitasi stroke. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa MoveNet adalah model human motion detection yang paling stabil dalam memantau pergerakan pasien dan AlexNet adalah model klasifikasi terbaik untuk mengklasifikasikan pasien stroke dan non stroke berdasarkan gerakan upper body dan gerakan lower body.


Stroke is the second biggest cause of death in the world. Stroke patients must undergo rehabilitation on regular basis to exercise and restore their motor functions. Oftentimes, stroke patients find it difficult to get their treatment because of economic and mobility limitations. In addition, the current state of the COVID-19 pandemic makes patients afraid to go to the hospital. Telehealth as a long-distance health service is one of the solution for this condition. Telehealth applications for stroke rehabilitation can be developed in combination with human motion detection technology. This study aims to determine the human motion detection model that can detect movement steadily and determine the classification model that can classify stroke and non-stroke motions accurately. The study was conducted using video data of stroke patients and healthy people as input for the human motion detection model. Keypoints extracted from the human motion detection model are then transformed into RGB images and used as input for the classification model. This study compares three models of human motion detection, namely PoseNet, BlazePose, and MoveNet and two image classification models, namely AlexNet and SqueezeNet. Several experiments were conducted to classify stroke and non-stroke motions. There are experiments without data splitting 3-Fold Cross Validation, experiments with data splitting 3-Fold Cross Validation, experiments using all keypoints extracted from the human motion detection model, and experiments using several relevant keypoints. The most steady human motion detection model and the best classification model from the results of this study are expected to contribute to those who want to develop telehealth applications as a means of stroke rehabilitation. Based on the results of this study, it was found that MoveNet is the most steady human motion detection model for monitoring the patients motions and AlexNet is the best classification model for classifying stroke and non stroke patients based on upper body and lower body movements.

Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zafira Binta Feliandra
Abstrak :
Penyakit stroke adalah penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Pasien stroke harus menjalani perawatan berupa latihan rehabilitasi secara rutin untuk memulihkan fungsi motorik mereka. Sering kali pasien stroke kesulitan mendapatkan perawatan karena keterbatasan ekonomi dan mobilisasi. Selain itu, kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini membuat pasien takut untuk pergi ke rumah sakit. Telehealth sebagai pelayanan kesehatan jarak jauh merupakan salah satu solusi untuk kondisi tersebut. Aplikasi telehealth untuk rehabilitasi stroke dapat dikembangkan dikombinasikan dengan teknologi human motion detection. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model human motion detection yang dapat mendeteksi gerakan secara stabil serta untuk mengetahui model klasifikasi yang dapat mengklasifikasi gerakan stroke dan non stroke secara akurat. Penelitian dilakukan menggunakan data video gerakan pasien stroke dan orang sehat sebagai input model human motion detection. Keypoints hasil ekstraksi dari model human motion detection kemudian ditransformasi menjadi gambar RGB dan digunakan sebagai input model klasifikasi. Penelitian ini membandingkan tiga model human motion detection, yaitu PoseNet, BlazePose, dan MoveNet, serta dua model klasifikasi gambar, yaitu AlexNet dan SqueezeNet. Beberapa eksperimen dilakukan untuk mengklasifikasi gerakan stroke dan non stroke. Terdapat eksperimen dengan pembagian data tanpa 3-Fold Cross Validation, eksperimen dengan pembagian data 3-Fold Cross Validation, eksperimen menggunakan semua keypoints hasil ekstraksi model human motion detection, dan eksperimen menggunakan beberapa keypoints yang relevan. Model human motion detection dan model klasifikasi terbaik dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi kepada para pihak yang ingin mengembangkan aplikasi telehealth sebagai sarana rehabilitasi stroke. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa MoveNet adalah model human motion detection yang paling stabil dalam memantau pergerakan pasien dan AlexNet adalah model klasifikasi terbaik untuk mengklasifikasikan pasien stroke dan non stroke berdasarkan gerakan upper body dan gerakan lower body. ......Stroke is the second biggest cause of death in the world. Stroke patients must undergo rehabilitation on regular basis to exercise and restore their motor functions. Oftentimes, stroke patients find it difficult to get their treatment because of economic and mobility limitations. In addition, the current state of the COVID-19 pandemic makes patients afraid to go to the hospital. Telehealth as a long-distance health service is one of the solution for this condition. Telehealth applications for stroke rehabilitation can be developed in combination with human motion detection technology. This study aims to determine the human motion detection model that can detect movement steadily and determine the classification model that can classify stroke and non-stroke motions accurately. The study was conducted using video data of stroke patients and healthy people as input for the human motion detection model. Keypoints extracted from the human motion detection model are then transformed into RGB images and used as input for the classification model. This study compares three models of human motion detection, namely PoseNet, BlazePose, and MoveNet and two image classification models, namely AlexNet and SqueezeNet. Several experiments were conducted to classify stroke and non-stroke motions. There are experiments without data splitting 3-Fold Cross Validation, experiments with data splitting 3-Fold Cross Validation, experiments using all keypoints extracted from the human motion detection model, and experiments using several relevant keypoints. The most steady human motion detection model and the best classification model from the results of this study are expected to contribute to those who want to develop telehealth applications as a means of stroke rehabilitation. Based on the results of this study, it was found that MoveNet is the most steady human motion detection model for monitoring the patients motions and AlexNet is the best classification model for classifying stroke and non stroke patients based on upper body and lower body movements.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Made Sri Arsa
Abstrak :
The chromosome is a set of DNA structure that carry information about our life. The information can be obtained through Karyotyping. The process requires a clear image so the chromosome can be evaluate well. Preprocessing have to be done on chromosome images that is image enhancement. The process starts with image background removing. The image will be cleaned background color. The next step is image enhancement. This paper compares several methods for image enhancement. We evaluate some method in image enhancement like Histogram Equalization (HE), Contrast-limiting Adaptive Histogram Equalization (CLAHE), Histogram Equalization with 3D Block Matching (HE+BM3D), and basic image enhancement, unsharp masking. We examine and discuss the best method for enhancing chromosome image. Therefore, to evaluate the methods, the original image was manipulated by the addition of some noise and blur. Peak Signal-to-noise Ratio (PSNR) and Structural Similarity Index (SSIM) are used to examine method performance. The output of enhancement method will be compared with result of Professional software for karyotyping analysis named Ikaros MetasystemT M . Based on experimental results, HE+BM3D method gets a stable result on both scenario noised and blur image.

Kromosom adalah kumpulan struktur DNA yang membawa informasi makhluk hidup. Informasi yang dapat diperoleh dengan proses Kariotyping. Proses ini membutuhkan citra yang jelas sehingga kromosom dapat dievaluasi dengan baik. Preprocessing harus dilakukan pada citra kromosom melalui penajaman citra. Proses ini dimulai dengan menghapus latar belakang citra. Langkah berikutnya ialah penajaman citra menggunakan metode image enhancement. Makalah ini membandingkan beberapa metode untuk peningkatan citra. Kami mengevaluasi beberapa metode dalam peningkatan gambar seperti Histogram Equalization (HE), Contrast-limiting Adaptive Histogram Equalization (CLAHE), Histogram Equalization with 3D Block Matching (HE+BM3D), dan unsharp masking. Penulis mengevaluasi dan membahas metode terbaik untuk meningkatkan citra kromosom. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi metode, gambar asli dimanipulasi dengan penambahan beberapa kebisingan dan blur. Peak Signal-to-noise Ratio (PSNR) and Structural Similarity Index (SSIM) digunakan untuk mengukur kinerja metode. Hasil penajaman dari metode-metode yang dievaluasi akan dibandingkan dengan hasil software profesional untuk analisis kariotipe bernama Ikaros Metasystem T M . Berdasarkan eksperimen diperoleh hasil bahwa HE + BM3D merupakan metode yang paling stabil pada kedua skenario baik citra mengandung noise maupun citra yang kabur.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novian Habibie
Abstrak :
Comunication between microcontrollers is one of the crucial point in embedded sytems. On the other hand, embedded system must be able to run many parallel task simultaneously. To handle this, we need a reliabe system that can do a multitasking without decreasing every task?s performance. The most widely used methods for multitasking in embedded systems are using Interrupt Service Routine (ISR) or using Real Time Operating System (RTOS). This research compared perfomance of USART communication on system with RTOS to a system that use interrupt. Experiments run on two identical development board XMega A3BU-Xplained which used intenal sensor (light and temperature) and used servo as external component. Perfomance comparison done by counting ping time (elapsing time to transmit data and get a reply as a mark that data has been received) and compare it. This experiments divided into two scenarios: (1) system loaded with many tasks, (2) system loaded with few tasks. Result of the experiments show that communication will be faster if system only loaded with few tasks. System with RTOS has won from interrupt in case (1), but lose to interrupt in case (2).
Komunikasi antar mikrokontroller adalah salah satu hal krusial dalam sebuah embedded system. Di sisi lain, embedded system juga harus dapat menangani beberapa task/pekerjaan dalam satu waktu. Untuk itu, diperlukan sebuah sistem yang dapat melaksanakan proses multitasking tanpa mengganggu per-forma dari masing-masing task yang ada. Ada dua metode multitasking yang populer digunakan pada embedded system, yaitu menggunakan Interrupt Service Routine (ISR) dan menggunakan Real Time Operating System (RTOS). Penelitian ini membandingkan performa komunikasi USART pada mikro-kontroller dengan RTOS dengan yang hanya menggunakan interrupt. Uji coba dilakukan pada dua development board XMega A3BU-Xplained dengan sensor internal (cahaya dan temperatur) dan men-jalankan sebuah servo. Uji performa dilakukan dengan menghitung waktu ping, yaitu waktu yang dibu-tuhkan untuk mengirim satu karakter data ke board tujuan dan menerima balasan satu karakter sebagai tanda bahwa data telah diterima oleh board tujuan. Skenario yang digunakan adalah (1) sistem memiliki banyak task, dan (2) saat sisem memiliki sedikit task. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, secara umum proses komunikasi akan berjalan lebih cepat jika sistem hanya mempunyai sedikit task. Sistem dengan RTOS akan memiliki waktu ping yang jauh lebih cepat dari yang menggunakan interrupt pada kasus (1), namun sistem dengan interrupt akan lebih cepat dari sistem dengan RTOS pada kasus (2).
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Rachmad Syulistyo
Abstrak :
Neural network attracts plenty of researchers lately. Substantial number of renowned universities have developed neural network for various both academically and industrially applications. Neural network shows considerable performance on various purposes. Nevertheless, for complex applications, neural network?s accuracy significantly deteriorates. To tackle the aforementioned drawback, lot of research-es had been undertaken on the improvement of the standard neural network. One of the most pro-mising modifications on standard neural network for complex applications is deep learning method. In this paper, we proposed the utilization of Particle Swarm Optimization (PSO) in Convolutional Neural Networks (CNNs), which is one of the basic methods in deep learning. The use of PSO on the training process aims to optimize the results of the solution vectors on CNN in order to improve the recog-nition accuracy. The data used in this research is handwritten digit from MNIST. The experiments exhibited that the accuracy can be attained in 4 epoch is 95.08%. This result was better than the conventional CNN and DBN. The execution time was also almost similar to the conventional CNN. Therefore, the proposed method was a promising method.
Jaringan syaraf tiruan menarik banyak peneliti dewasa ini. Banyak universitas-universitas terkenal telah mengembangkan jaringan syaraf tiruan untuk berbagai aplikasi baik kademik maupun industri. Jaringan syaraf tiruan menunjukkan kinerja yang patut dipertimbangkan untuk berbagai tujuan. Meskipun begitu, kinerja dari jaringan syaraf tiruan merosot dengan signifikan untuk masalah-masa-lah yang kompleks. Untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas, banyak penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dari jaringan syaraf tiruan standar. Salah satu pengembangan yang men-janjikan untuk jaringan syaraf tiruan pada kasus yang kompleks adalah metode deep learning. Pada penelitian ini, diusulkan penggunaan metode Particle Swarm Optimization (PSO) pada Convolutional Neural Networks (CNNs), yang merupakan salah satu metode dasar pada deep learning. Penggunaan PSO dalam proses pelatihan bertujuan untuk mengoptimalkan hasil vektor solusi pada CNN, sehingga dapat meningkatkan akurasi hasil pengenalan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angka yang berasal dari MNIST. Dari percobaan yang dilakukan akurasi yang dicapai dengan 4 iterasi adalah 95,08%. Hasil ini lebih baik dari CNN konvensional dan DBN. Waktu eksekusinya juga men-dekati CNN konvensional. Oleh karena itu, metode yang usulkan adalah metode yang menjanjikan.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Arief Wisesa
Abstrak :
The PAR (Peer Assessment Rating) Index is used by orthodontists around the world to calculate the severeness of a malocclusion. A malocclusion is a dental disease where the teeth are not properly aligned. In Indonesia, the number of malocclusion is relatively high. The occurrence of orthodontics who can treat malocclusion is also low in Indonesia. In 2013, a research is done to create the tele-health monitoring system to provide better treatment of malocclusion in Indonesia. The research is further improved by using different Adaptive Multiple Thresholding methods to segmentate the ima-ge. The result will be used to calculate the Centerline component of the PAR Index. The result is a system that could calculate the PAR Index automatically and is compared to the results using manual method.
Indeks PAR (Peer Assessment Rating) adalah suatu tolak ukur yang digunakan oleh dokter gigi spesialis orthodonti untuk menghitung tingkat keparahan maloklusi. Maloklusi adalah suatu penyakit gigi yang menyebabkan gigi tidak tersusun secara rata. Jumlah kasus maloklusi di Indonesia relatif tinggi. Jumlah dokter gigi spesialis orthodonti yang menangani kasus maloklusi adalah rendah di In-donesia. Pada tahun 2013, sebuah riset dilakukan untuk membuat sebuah telehealth monitoring sys-tem untuk mempermudah penanganan maloklusi di Indonesia. Riset ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan teknik segmentasi Adaptive Multiple Thresholding untuk mensegmentasi citra. Hasil dari segmentasi citra akan dilakukan perhitungan Centerline dari indeks PAR. Hasil akhir ada-lah sistem yang dapat melakukan perhitungan secara otomatis dan hasil dari perhitungan tersebut ak-an dibandingkan dengan perhitungan manual yang dilaukan oleh dokter gigi spesialis orthodonti.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Dwi Eldianto
Abstrak :
White Matter Hyperintensities (WMH) adalah area di otak yang memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan area normal lainnya pada hasil pemindaian Magnetic Resonance Imaging (MRI). WMH seringkali terkait dengan penyakit pembuluh kecil di otak, sehingga deteksi dini WMH sangat penting. Namun, terdapat dua masalah umum dalam mendeteksi WMH, yaitu ambiguitas yang tinggi dan kesulitan dalam mendeteksi WMH yang berukuran kecil. Dalam penelitian ini, kami mengusulkan metode yang disebut Probabilistic TransUNet untuk mengatasi masalah segmentasi objek WMH yang berukuran kecil dan ambiguitas yang tinggi pada citra medis. Kami melakukan eksperimen K-fold cross validation untuk mengukur kinerja model. Berdasarkan hasil eksperimen, model berbasis Transformer (TransUNet dan Probabilistic TransUNet) lebih baik dan presisi dalam melakukan segmentasi pada obyek WMH yang berukuran kecil, hal ini ditunjukkan oleh nilai Dice Similarity Coefficient (DSC) yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan model berbasis Convolutional Nueral Networks (CNN) (U-Net dan Probabilistic U-Net). Penambahan probabilistic model dan pendekatan berbasis transformer berhasil mendapatkan performa yang lebih baik. Metode yang kami usulkan berhasil mendapatkan nilai DSC sebesar 0,744 dalam 5-fold cross validation, lebih baik dari metode sebelumnya. Dalam melakukan segmentasi objek kecil metode usulan kami mendapatkan nilai DSC sebesar 0,51. ......White Matter Hyperintensities (WMH) are areas of the brain that have a higher intensity than other normal brain regions on Magnetic Resonance Imaging (MRI) scans. WMH is often associated with small vessel disease in the brain, making early detection of WMH important. However, there are two common issues in detecting WMH: high ambiguity and difficulty detecting small WMH. In this study, we propose a method called Probabilistic TransUNet to address the precision of small object segmentation and the high ambiguity of medical images. We conducted a k-fold cross-validation experiment to measure model performance. Based on the experiments, Transformer-based models (TransUNet and Probabilistic TransUNet) were found to provide more precise and better segmentation results, as demonstrated by the higher DSC scores obtained compared to CNN-based models (U-Net and Probabilistic U-Net) and their ability to segment small WMH objects. The proposed method obtained a DSC score of 0742 in k-fold cross-validation, better than the previous method. In conducting segmentation of small objects, our proposed method achieved a DSC score of 0,51.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library